Saat ini sering terjadi perbedaan penafsiran atas perlakuan pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang tidak sama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 ayat (9) Undang-Undang PPN (UU PPN). Pada prakteknya sering timbul sengketa antara Wajib Pajak dengan fiskus terkait dengan perlakuan pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang tidak sama. Untuk mengatasi adanya perbedaan penafsiran maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan penegasan melalui
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2020 tanggal 21 Januari 2020 tentang Pengkreditan Pajak Masukan Pada Masa Pajak Yang Tidak Sama.
Dalam Pasal 9 ayat (2) UU PPN mengatur bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Selanjutnya pada Pasal 9 ayat (9) mengatur bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Dalam SE-02/PJ/2020 ini dijelaskan bahwa salah satu penyebab Pajak Masukan yang belum dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama adalah karena Faktur Pajak terlambat diterima.
Selanjutnya SE-02/PJ/2020 ini menjelas bahwa dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada angka 2 telah terlampaui, pengkreditan Pajak Masukan dapat dilakukan melalui pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan.
Perlakuan Pengkreditan Pajak Masukan ini juga berlaku untuk Pajak Masukan yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dalam Pasal 13 ayat (6) UU PPN dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak (yaitu
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2019).
Ketentuan pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang Tidak Sama ini hanya dapat dilakukan dalam hal:
- Pajak Masukan yang bersangkutan belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan (dikapitalisasikan) dalam harga perolehan BKP atau JKP yang bersangkutan; dan
- terhadap PKP belum dilakukan pemeriksaan.
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2020 ini juga disertakan contoh kasus, yaitu sebagai berikut.
Contoh Kasus 1
PT A melakukan pembelian mesin dengan Faktur Pajak tertanggal 4 Februari 2020. Pajak Masukan atas pembelian mesin tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak Februari 2020 dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Februari 2020.
Contoh Kasusu 2
Pajak Masukan atas pembelian mesin sebagaimana pada Contoh Kasus 1 dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak Februari 2020 atau pada Masa Pajak berikutnya, yaitu Masa Pajak Maret 2020, April 2020, atau Mei 2020.
Contoh Kasus 3
PT B melakukan pembelian mesin dengan Faktur Pajak tertanggal 4 Februari 2020, namun Faktur Pajaknya baru diterima oleh PT B pada bulan Juni 2020. PT B telah menyampaikan SPT Masa PPN masa Pajak Februari 2020, Maret 2020, April 2020, dan Mei 2020. Pajak Masukan atas pembelian mesin tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran melalui pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Februari 2020, Maret 2020, April 2020 atau Mei 2020.
Contoh Kasus 4
PT C melakukan pembelian mesin dengan Faktur Pajak tertanggtal 4 Februari 2020, namun Faktur Pajak baru diterima oleh PT C pada bulan Juni 2020. PT C telah menyampaikan SPT Masa PPN Masa Pajak Februari 2020, Maret 2020, dan April 2020, tetapi belum menyampaikan SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2020. Pajak Masukan atas pembelian mesin tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran melalui pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Februari 2020, Maret 2020, atau April 2020, atau melalui penyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2020.
Contoh Kasus 5
Pada tanggal 5 Februari 2020, PT D membayar PPN atas impor mesin. PPN Impor yang dibayarkan tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak dilakukannya pembayaran, yaitu Masa Pajak Februari 2020, atau pada Masa Pajak berikutnya, yaitu Masa Pajak Maret 2020, April 2020, atau Mei 2020.
Contoh Kasus 6
Atas Impor mesin sebagaimana dimaksud pada Contoh Kasus 5 di atas, diterbitkan surat penetapan kembali tarif dan/atau nilai pabean dan terdapat kekurangan nilai PPN Impor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada tanggal 4 November 2020. Kekurangan PPN Impor tersebut telah dibayar oleh PT D pada tanggal 10 November 2020. PPN Impor yang dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak berikutnya, yaitu Masa Pajak Desember 2020, Januari 2021, atau Februari 2021.
Contoh Kasus 7
PR E melakukan pembelian mesin dengan Faktur Pajak tertanggal 4 Februari 2020, namun Faktur Pajaknya baru diterima oleh PT E pada bulan Juni 2020. PT E telah menyampaikan SPT Masa PPN Masa Pajak Februari 2020, Maret 2020, dan April 2020, tetapi belum menyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2020.
Pajak Masukan yang bersangkutan belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan mesin yang bersangkutan tetap terhadap PT E tersebut telah dilakukan pemeriksaan untuk Masa Pajak Februari 2020.
Pajak Masukan atas pembelian mesin tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran melalui pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Februari 2020, tetapi dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran melalui pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Maret 2020 atau April 2020, atau melalui penyampaian SPT Masa Pajak Mei 2020.