Saat ini Direktur Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap Pengusaha Kena Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban sebagai Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Wewenang ini ditegaskan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2025 tanggal 22 Oktober 2025 tentang Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak Terhadap Pengusaha Kena Pajak Yang Tidak Melaksanakan Kewajiban Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Perpajakan.
Jadi akses bagi Wajib Pajak (Pengusaha Kena Pajak) untuk membuat Faktur Pajak di sistem DJP (Coretax DJP) dapat dinonaktifkan sehingga Wajib Pajak tidak dapat lagi membuat Faktur Pajak apabila sejumlah kriteria yang ditentukan dalam PER-19/PJ/2025 ini dilakukan oleh Wajib Pajak. Sejumlah kriteria yang ditentukan ini adalah merupakan tindakan ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, seperti tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak selama 3 bulan berturut-turut, tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh, tidak menyampaikan SPT Masa PPN selama 3 bulan berturut-turut, tidak menyampaikan SPT Masa PPN untuk 6 Masa Pajak dalam periode 1 tahun kalender, tidak melaporkan bukti potong atau bukti pungut yang telah dibuat selama 3 bulan berturut-turut, serta memiliki tunggakan pajak dengan jumlah tertentu.
Ringkasan Peraturan
Pasal 2 PER-19/PJ/2025 mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap Pengusaha Kena Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban sebagai Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sesuai dengan kriteria tertentu, yang meliputi:
Wajib Pajak yang akses pembuatan Faktur Pajaknya dinonaktifkan, akan disampaikan pemberitahuan mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak dan hak klarifikasi kepada Wajib Pajak.
Atas pemberitahuan mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak, Wajib Pajak dapat memberikan klarifikasi dengan ketentuan:
Keputusan Kepala KPP mengabulkan atau menolak ini didasarkan atas:
Apabila dalam jangka waktu 5 hari kerja telah terlewati, Kepala KPP masih belum memberikan jawaban (mengabulkan atau menolak) atas klarifikasi yang disampaikan Wajib Pajak, maka klarifikasi Wajib Pajak tersebut ditindaklanjuti dengan mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak. Setelah pengaktifan kembali namun dalam 5 hari kerja setelah pengaktifan kembali ternyata Wajib Pajak masih memenuhi kriteria penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak, maka Kepala KPP akan menonaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak.
Apabila berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak diketahi bahwa dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak, maka Kepala KPP mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak.
Pengaktifan kembali akses pembuatan Faktur Pajak yang diatur dalam PER-19/PJ/2025 ini dilakukan sepanjang Wajib Pajak tersebut tidak dilakukan penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak dalam rangka penanganan terhadap kegiatan penerbitan dan/atau penggunaan Faktur Pajak tidak sah (atau biasanya juga disebut sebagai “Faktur Pajak Fiktif”).
Jadi akses bagi Wajib Pajak (Pengusaha Kena Pajak) untuk membuat Faktur Pajak di sistem DJP (Coretax DJP) dapat dinonaktifkan sehingga Wajib Pajak tidak dapat lagi membuat Faktur Pajak apabila sejumlah kriteria yang ditentukan dalam PER-19/PJ/2025 ini dilakukan oleh Wajib Pajak. Sejumlah kriteria yang ditentukan ini adalah merupakan tindakan ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, seperti tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak selama 3 bulan berturut-turut, tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh, tidak menyampaikan SPT Masa PPN selama 3 bulan berturut-turut, tidak menyampaikan SPT Masa PPN untuk 6 Masa Pajak dalam periode 1 tahun kalender, tidak melaporkan bukti potong atau bukti pungut yang telah dibuat selama 3 bulan berturut-turut, serta memiliki tunggakan pajak dengan jumlah tertentu.
Ringkasan Peraturan
Pasal 2 PER-19/PJ/2025 mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap Pengusaha Kena Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban sebagai Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sesuai dengan kriteria tertentu, yang meliputi:
- tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut sebagai pemotong atau pemungut pajak secara berturut-turut dalam 3 (tiga) bulan;
- tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak yang telah menjadi kewajibannya;
- tidak menyampaikan SPT Masa PPN yang telah menjadi kewajibannya berturut-turut selama 3 (tiga) bulan;
- tidak menyampaikan SPT Masa PPN yang telah menjadi kewajibannya untuk 6 (enam) Masa Pajak dalam periode 1 (satu) tahun kalender;
- tidak melaporkan bukti potong atau bukti pungut untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut yang telah dibuat berturut-turut selama 3 (tiga) bulan; dan/atau
- memiliki tunggakan pajak paling sedikit Rp250.000.000,00 untuk Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama; atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk Wajib Pajak yang terdaftar selain di Kantor Pelayanan Pajak Pratama, yang telah diterbitkan surat teguran dan selain yang telah memiliki surat keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang pajak yang masih berlaku.
Wajib Pajak yang akses pembuatan Faktur Pajaknya dinonaktifkan, akan disampaikan pemberitahuan mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak dan hak klarifikasi kepada Wajib Pajak.
Atas pemberitahuan mengenai penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak, Wajib Pajak dapat memberikan klarifikasi dengan ketentuan:
- disampaikan secara tertulis melalui surat kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar sebagaimana contoh format pada Lampiran PER-19/PJ/2025 ini;
- surat klarifikasi ini minimal memuat: nomor dan tanggal surat, tujuan surat (yaitu kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, identitas Wajib Pajak atau pengurus, dan/atau penanggung jawab; penjelasan atas klarifikasi; dan daftar dokumen pendukung klarifikasi; dan
- dilampiri dokumen pendukung, minimal berupa: bukti potong atau pungut pajak untuk kewajiban pemotongan atau pemungutan pajak untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut secara berturut-turut dalam 3 bulan, tanda terima penyampaian SPT Tahunan PPh, tanda terima penyampaian SPT Masa PPN yang menjadi kewajibannya berturut-turut 3 bulan, tanda terima penyampaian SPT Masa PPN untuk 6 Masa Pajak dalam periode 1 tahun kalender yang telah menjadi kewajibannya, bukti pelaporan bukti potong atau bukti pungut untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong yang telah dibuat berturut-turut selama 3 bulan, dan/atau bukti pelunasan atas tunggakan pajak dan/atau surat keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang pajak yang masih berlaku.
Keputusan Kepala KPP mengabulkan atau menolak ini didasarkan atas:
- mengabulkan klarifikasi Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban perpajakannya yang menjadi dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak; atau
- menolak klarifikasi Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak belum memenuhi kewajiban perpajakannya yang menjadi dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak
Apabila dalam jangka waktu 5 hari kerja telah terlewati, Kepala KPP masih belum memberikan jawaban (mengabulkan atau menolak) atas klarifikasi yang disampaikan Wajib Pajak, maka klarifikasi Wajib Pajak tersebut ditindaklanjuti dengan mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak. Setelah pengaktifan kembali namun dalam 5 hari kerja setelah pengaktifan kembali ternyata Wajib Pajak masih memenuhi kriteria penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak, maka Kepala KPP akan menonaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak.
Apabila berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak diketahi bahwa dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak, maka Kepala KPP mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak.
Pengaktifan kembali akses pembuatan Faktur Pajak yang diatur dalam PER-19/PJ/2025 ini dilakukan sepanjang Wajib Pajak tersebut tidak dilakukan penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak dalam rangka penanganan terhadap kegiatan penerbitan dan/atau penggunaan Faktur Pajak tidak sah (atau biasanya juga disebut sebagai “Faktur Pajak Fiktif”).
(c) 19112025 syafrianto.blogspot.com


0 Comments
Posting Komentar