Walaupun demikian, untuk dapat menentukan terutangnya pajak atas suatu objek PBB, maka harus ada Subjek Pajaknya. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki bangunan, dan atau;
- menguasai bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan.
Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban untuk membayar PBB ditetapkan sebagai Wajib Pajak oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak (saat ini pihak Pemerintah Daerah untuk pemungutan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan) sebagaimana tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Namun dewasa ini sering kita jumpai bahwa nama Wajib Pajak yang tercantum dalam SPPT tersebut tidak sesuai dengan keadaan sekarang karena Subjek Pajaknya yang berbeda. Hal ini dapat terjadi salah satunya adalah dikarenakan bahwa telah terjadi mutasi dan perubahan subjek pajak atas objek PBB tersebut, namun masih belum ada pembaharuan data (updating data) yang dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak (Pemerintah Daerah). Bagaimanakah proses pembaharuan data PBB tersebut? Dalam artikelberikut akan penulis uraikan teori singkat mengenai hal ini.
Pendaftaran objek PBB dilakukan oleh Subjek Pajak (baik orang pribadi maupun badan) dengan cara mengambil dan mengisi formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan dikembalikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut atau tempat yang ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti-bukti pendukung seperti:
- Sketsa/denah objek pajak;
- fotokopi KTP dan NPWP (milik subjek pajak yang bersangkutan);
- fotokopi sertifikat tanah;
- fotokopi akta jual beli;
- atau bukti pendukung lainnya.
SPOP adalah merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek Pajak yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang. SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di KPP atau KP2KP atau tempat lain yang ditunjuk atau dapat juga melalui teknologi internet dengan mencetak langsung dari situs www.pajak.go.id.
Sehubungan dengan SPOP ini, Wajib Pajak memiliki hak dan kewajiban. Hak dari Wajib Pajak adalah:
- memperoleh formulir SPOP secara gratis pada KPP atau KP2KP atau tempat lain yang ditunjuk.
- Memperoleh penjelasan, keterangan tentang tata cara pengisian maupun penyampaian kembali SPOP pada KPP atau KP2KP.
- Memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari KPP atau KP2KP.
- Memperbaiki/mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan dalam pengisian dengan melampirkan fotokopi bukti yang sah (sertifikat tanah, akta jual beli tanah, dan lain-lain).
- Menunjuk orang/pihak lain selain pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang dengan surat kuasa khusus bermeterai, sebagai kuasa Wajib Pajak untuk mengisi dan menandatangani SPOP.
- Mengajukan permohonan tertulis mengenai penundaan penyampaian SPOP sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang sah.
Sedangkan kewajiban dari seorang Wajib Pajak adalah:
- Mendaftarkan Objek Pajak dengan cara mengisi SPOP.
- Mengisi SPOP dengan jelas (berarti dapat dibaca sehingga tidak menimbulkan salah tafsir), benar (berarti data yang diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya), dan lengkap (berarti terisi semua dan ditandatangani serta dilampiri surat kuasa khusus bagi yang dikuasakan).
- Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi WP ke KPP atau KP2KP setempat selambat-lambatnya 30 hari setelah formulir SPOP diterima.
- Melaporkan perubahan data Objek Pajak/WP ke KPP atau KP2KP setempat dengan cara mengisi SPOP sebagai perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya.
(c)http://syafrianto.blogspot.com
Setelah artikel ini diposting, penulis mendapatkan beberapa pertanyaan dari Pembaca setia Tax Learning. Salah satunya adalah pertanyaan mengenai bagaimana cara mengajukan keberatan atas PBB Rumah. Tata cara pengajuan keberatan atas PBB Rumah ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2009 tanggal 16 Maret 2009 ini telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010. Lebih jelasnya dapat dibaca di artikel berikut ini.