Pajak Minimum Global atau Minimum Global Tax (GMT) adalah kebijakan perpajakan internasional yang merupakan inisiatif internasional yang melibatkan lebih dari 140 negara di bawah Kerangka Kerja Inklusif OECD/G20 tentang Erosi Basis Pajak dan Pengalihan Keuntungan (OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS)). GMT ini diimplementasikan melalui the Global Anti-Base Erosion (GloBE) Model Rules, yang juga dikenal sebagai Pillar Two (Pilar Dua). Pajak Minimum Global merupakan kebijakan perpajakan internasional yang mengatur bahwa setiap Grup Perusahaan Multi Nasional (PMN) dengan peredaran bruto konsolidasi minimum 750 juta Euro harus membayar pajak minimum sebesar 15% di setiap negara/yurisdiksi tempat mereka beroperasi.
Potensi Pajak Minimum Global berupa top-up tax yang dihitung dengan mekanisme Income Inclusion Rules (IIR), Undertaxed Payment Rules (UTPR), dan Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT).
Indonesia menerapkan kebijakan Pajak Minimum Global melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024 tanggal 31 Desember 2024 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025. Namun hingga saat ini masih belum ada aturan turunan mengenai detail tata cara administrasi penerapan pajak minimum global ini.
Berdasarkan pemaparan Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI dengan Direktur Jenderal Pajak pada hari ini (24/11/2025) di DPR sejak pukul 11.15 WIB, sebagaimana yang disiarkan secara langsung dalam akun Youtube TVR Parlemen milik Sekretariat DPR, Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) menjelaskan bahwa saat ini sedang dirancang Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Administrasi Pajak Minimum Global. Untuk tahun pertama penerapan Pajak Minimum Global yaitu untuk Tahun Pajak 2025, pembayaran top-up tax dibayarkan paling lambat tanggal 31 Desember 2026.
Berdasarkan timeline implementasi di Indonesia, Dirjen Pajak memaparkan bahwa:
Pajak minimum global cenderung akan menggeser bentuk kompetisi insentif pajak korporasi dari tax holiday atau tax allowance menjadi refundable tax credit. Ini karena dengan adanya prinsip GloBE dalam Pajak Minimum Global, maka insentif pajak seperti tax holiday yang membuat tarif pajak efektif (effective tax rate/ETR) bagi perusahaan penerima di Indonesia semula 5%, akan dikenakan pajak tambahan oleh otoritas pajak di negara induk perusahaan itu dengan selisih 10% supaya sesuai dengan Pajak Minimum Global sebesar 15%.
Bagi PMN, perusahaan tidak merasakan manfaat tax holiday yang diberikan oleh Indonesia. Pajak yang mereka bayar, meskipun tarif pajak mereka terlihat 5%, sebenarnya 15%. Akhirnya, beban pajak total mereka tetap sama, yaitu 15% dari pendapatan yang diperoleh melalui operasi di Indonesia. Daya tarik insentif pajak seperti tax holiday yang seharusnya membantu mendatangkan lebih banyak investasi menjadi sepenuhnya tidak berarti.
(c)20251124 syafrianto.blogspot.com
Potensi Pajak Minimum Global berupa top-up tax yang dihitung dengan mekanisme Income Inclusion Rules (IIR), Undertaxed Payment Rules (UTPR), dan Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT).
Indonesia menerapkan kebijakan Pajak Minimum Global melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024 tanggal 31 Desember 2024 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025. Namun hingga saat ini masih belum ada aturan turunan mengenai detail tata cara administrasi penerapan pajak minimum global ini.
Berdasarkan pemaparan Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI dengan Direktur Jenderal Pajak pada hari ini (24/11/2025) di DPR sejak pukul 11.15 WIB, sebagaimana yang disiarkan secara langsung dalam akun Youtube TVR Parlemen milik Sekretariat DPR, Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) menjelaskan bahwa saat ini sedang dirancang Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Administrasi Pajak Minimum Global. Untuk tahun pertama penerapan Pajak Minimum Global yaitu untuk Tahun Pajak 2025, pembayaran top-up tax dibayarkan paling lambat tanggal 31 Desember 2026.
Berdasarkan timeline implementasi di Indonesia, Dirjen Pajak memaparkan bahwa:
- Tahun 2024: diterbitkan PMK Nomor 136 Tahun 2024 tentang Penerapan Pajak Minimum Global,
- Tahun 2025: mulai berlakunya Income Inclusion Rules (IIR) dan Domestic Minimum Top-up Tax (DMTT), diseminasi kepada Wajib Pajak dan Fiskus, persiapan infrastruktur IT, rencana penerbitan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Administrasi Pajak Minimum Global, persiapan EOI
- Tahun 2026: mulai berlakunya Undertaxed Payment Rules (UTPR), Pembayaran Pajak Minimum Global 2025, diseminasi kepada Wajib Pajak dan Fiskus, persiapan IT, persiapan EOI.
- Tahun 2027: Penyampaian GloBE Information Return (GIR) dan notication, penyampaian SPT dalam rangka melaksanakan GloBE, implementasi EOI
- Tahun 2028: Risk assessment, exchange of GIR and Notification.
Pajak minimum global cenderung akan menggeser bentuk kompetisi insentif pajak korporasi dari tax holiday atau tax allowance menjadi refundable tax credit. Ini karena dengan adanya prinsip GloBE dalam Pajak Minimum Global, maka insentif pajak seperti tax holiday yang membuat tarif pajak efektif (effective tax rate/ETR) bagi perusahaan penerima di Indonesia semula 5%, akan dikenakan pajak tambahan oleh otoritas pajak di negara induk perusahaan itu dengan selisih 10% supaya sesuai dengan Pajak Minimum Global sebesar 15%.
Bagi PMN, perusahaan tidak merasakan manfaat tax holiday yang diberikan oleh Indonesia. Pajak yang mereka bayar, meskipun tarif pajak mereka terlihat 5%, sebenarnya 15%. Akhirnya, beban pajak total mereka tetap sama, yaitu 15% dari pendapatan yang diperoleh melalui operasi di Indonesia. Daya tarik insentif pajak seperti tax holiday yang seharusnya membantu mendatangkan lebih banyak investasi menjadi sepenuhnya tidak berarti.
(c)20251124 syafrianto.blogspot.com



0 Comments
Posting Komentar