..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label Tax News. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tax News. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Juni 2025

Begini Bocoran Struktur Badan Penerimaan Negara Yang Sudah Disusun Presiden Prabowo

Dikabarkan bahwa Presiden Prabowo telah menyiapkan dan menyusun struktur organisasi Badan Penerimaan Negara (BPN) yang lembaga/badannya dinamakan sebagai Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN). Kabar ini terungkap saat Dewan Pakar TKN Bidang Perpajakan, Prof. Dr. Edi Slamet Irianto, S.H., M.Si. memaparkannya dalam acara ISNU Forum on Investment, Trade and Global Affairs pada hari Rabu, 11 Juni 2025.


Acara ISNU Forum on Investment, Trade and Global Affairs yang selain diisi oleh Prof. Dr. Edi Slamet Irianto, S.H., M.Si. (Guru Besar dalam Bidang Hukum Politik Perpajakan Nasional di Universitas Islam Sultan Agung), juga menghadirkan narasumber lain yaitu: Darussalam, SE., Ak., CA., M.Si., LL.M Int. Tax (Founder of DDTC), Dr. Ir. Agung Budi Wibowo, M.Si. (Analisis Intelijen Keuangan dan Perpajakan), dan Dr. H. Mukhamad Misbakhun, S.E., M.H. (Ketua Komisi XI DPR RI) yang diselenggarakan di di Gedung PBNU Lantai 8, Jakarta Pusat.

Mengutip pemaparan Edi, sebagaimana yang dapat disaksikan dalam akun resmi Nahdlatur Ulama di Channel Youtube: https://www.youtube.com/live/0XG5e8N9Rmk kelak BPN disiapkan untuk langsung bertanggungjawab kepada presiden dan dipimpin seorang Menteri Negara/Kepala BPN. Dalam menjalankan tugasnya, Menteri/Kepala BPN didukung dua wakil utama yakni Wakil Kepala Operasi (Waka OPS) dan Wakil Kepala Urusun Dalam (Waka Urdal).

BPN juga akan diawasi oleh Dewan Pengawas yang terdiri dari pejabat ex offio (seperti Menko Perekonomian, Panglima TNI, Kapolri, Kejaksaan Agung, Kepala PPATK) serta empat orang independen.

Di bawah kepemimpinan Menteri/Kepala BPN dan wakilnya, terdapat beberapa unit eselon I yang menjadi tulang punggung operasional BPN. Di antaranya Inspektorat Utama Badan dan Sekretaris Utama.

Kemudian, BPN juga akan memiliki enam deputi yang terdiri dari:
  1. Deputi Perencanaan dan Peraturan Penerimaan 
  2. Deputi Pengawasan dan Penerimaan Pajak
  3. Deputi Pengawasan dan Penerimaan PNBP
  4. Deputi Pengawasan Kepabeanan/Custom
  5. Deputi Penegakan Hukum
  6. Deputi Intelijen
Kemudian BPN juga akan memiliki satu Pusat Data Sains dan Informasi dan satu Pusat Riset dan Pelatihan Pegawai. Selain itu BPN juga akan dilengkapi oleh Kepala Perwakilan Provinsi Setingkat Eselon 1B. Namun, unit vertikal ini akan dibentuk sesuai dengan kebutuhan.

Dalam pemaparannya, Edi menjelaskan struktur BPN tersebut dirancang langsung di bawah Presiden RI, dengan agenda 100 hari Menteri/Kepala BPN antara lain mencakup rekrutmen pejabat Eselon I, konsolidasi data nasional, serta pengamanan penerimaan 2024-2025 melalui reformasi pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).

Edi menegaskan pentingnya memisahkan fungsi penerimaan dan pengeluaran dalam pengelolaan keuangan di institusi negara, pendidikan, maupun organisasi masyarakat. Menurutnya, pemisahan fungsi ini merupakan prinsip utama dalam membangun tata kelola keuangan yang bersih dan akuntabel. Dalam pandangannya, fungsi penerimaan (revenue collection) hanya bertugas mencatat, menyetorkan, dan melaporkan dana yang masuk tanpa ikut menentukan arah belanja. Sementara fungsi pengeluaran (expenditure) dilakukan oleh unit atau individu terpisah, berdasarkan persetujuan struktur organisasi dan mekanisme anggaran yang disepakati.

“Penerimaan negara harus diselamatkan dari ketergantungan pada utang. Tanpa reformasi, kita tak akan mampu membiayai program strategis seperti makan siang gratis dan penguatan sektor pangan,” kata Edi.

Jumat, 23 Mei 2025

Bimo Wijayanto Ditunjuk Jadi Direktur Jenderal Pajak Menggantikan Suryo Utomo

Jumat, 23 Mei 2025, Bimo Wijayanto, S.E., MBA., PhD dilantik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) menggantikan Suryo Utomo yang telah menjabat sebagai Dirjen Pajak sejak 1 November 2019.

Bimo Wijayanto sebenarnya pernah berkecimpung di Direktorat Jenderal Pajak dari tahun 2003 sampai dengan 2010 sebelum melanjutkan studi S-3 di University of Canberra, Australia. Saat ini Bimo menjabat sebagai Komisaris Independen PT Phapros Tbk.

Rencananya selain melantik Bimo Wijayanto sebagai Dirjen Pajak, Menteri Keuangan juga akan melantik beberapa pejabat Eselon I di Lingkungan Kementerian Keuangan. Pelantikan akan diselenggarakan pada hari ini, 23 Mei 2025 pukul 09.30 dan akan disiarkan secara melalui media sosial Youtube dengan link berikut:


Kabarnya para pejabat di Lingkungan Kementerian Keuangan yang akan dilantik oleh Menteri Keuangan terdiri dari:
  1. Dirjen Pajak: Bimo Wijayanto
  2. Dirjen Bea Cukai: Djaka Budi Utama
  3. Dirjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan: Masyita Cristalline
  4. Kepala Badan Teknologi, Informasi dan Intelijen Keuangan: Suryo Utomo 
  5. Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal: Febrio Nathan Kacaribu
  6. Dirjen Anggaran: Luky Alfirman
  7. Dirjen Perimbangan Keuangan: Askolani
  8. Dirjen Perbendaharaan: Astera Primanto Bhakti
  9. Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko: Suminto
  10. Dirjen Kekayaan Negara: Rionald Silaban
  11. Sekretaris Jenderal: Heru Pambudi
  12. Inspektur Jenderal: Awan Nurmawan Nuh

Profil Bimo Wijayanto

Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Tahunan PT Phapros, Tbk Tahun 2023, berikut ini adalah ringkasan profil Bimo Wijayanto.

Lahir di Ngada, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 5 Juli 1977. Lulusan SMA Taruna Nusantara angkatan ke-3 (TN3) kemudian melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada dengan gelar Sarjana Ekonomi Akuntansi (pendidikan S1 ditempuh dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2000).

Setelah lulus S1, kemudian bekerja di Direktorat Jenderal Pajak sejak Januari 2003 hingga Januari 2010 dan pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Dampak Ekonomi Makro di Subdirektorat Dampak Kebijakan, Direktorat Potensi Kepatuhan dan Penerimaan dari tahun 2007 hingga 2009.

Pendidikan S2 dengan gelar MBA diperolehnya dari University of Queensland (pendidikan ditempuh dari tahun 2004 hingga 2005). Sedangkan gelar PhD diperolehnya dari National Center for Social and Economic Modeling (NATSEM), University of Canberra, Australia pada tahun 2010.

Karirnya selepas dari Direktorat Jenderal Pajak adalah pernah menjabat sebagai Tenaga Ahli Utama di Kedeputian II Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Budaya, dan Ekologi Strategis di Kantor Staf Presiden (2016-2020). Kemudian terakhir menjabat sebagai Asisten Deputi Investasi Stategis Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Maritim dan Investasi. Pada saat yang bersamaan, Bimo juga merangkap jabatan sebagai Komisaris Independen di PT Phapros Tbk yang ditunjuk pada RUPS tanggal 25 Mei 2022 hingga saat ini.

Rabu, 26 Maret 2025

Relaksasi: Setor dan Lapor SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2024 batas waktu sampai 11 April 2025

Batas waktu pembayaran PPh Pasal 29 (Kurang Bayar Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh) Tahun Pajak 2024 dan penyampaian SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2024 adalah tanggal 31 Maret 2025. Batas waktu pembayaran PPh Pasal 29 dan penyampaian (pelaporan) SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi ini bertepatan dengan hari libur nasional dan cuti bersama Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947) dan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah sejak tanggal 28 Maret 2025 sampai dengan tanggal 7 April 2025.

Sehingga untuk memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi Wajib Pajak, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan kebijakan relaksasi bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang terlambat melakukan pembayaran PPh Pasal 29 dan penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024, melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-79/PJ/2025 tanggal 25 Maret 2025.

Kebijakan yang diberikan ini adalah bagi Wajib Pajak orang pribadi yang terlambat melakukan:
  1. pembayaran PPh Pasal 29 Tahun Pajak 2024; dan/atau
  2. penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2024,
setelah tanggal jatuh tempo tanggal 31 Maret 2025 sampai dengan tanggal 11 April 2025, diberikan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan dimaksud.

Penghapusan sanksi administratif ini dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak.

Dengan demikian, maka bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang hingga saat ini masih belum dapat menyelesaikan kewajiban pajak SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya untuk Tahun Pajak 2024, diberikan keleluasaan untuk dapat membayarkan dan melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2024 sampai dengan tanggal 11 April 2025 dan akan dibebaskan sanksi administratifnya.

Namun perlu diingat bahwa relaksasi ini hanya berlaku untuk pemenuhan kewajiban SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2024. Bagi para Pembaca Setia Tax Learning yang memiliki kewajiban untuk melaporkan laporan realisasi investasi dividen agar mendapatkan pembebasan PPh atas dividen yang diterimanya, tetap harus melaporkan laporan realisasi untuk periode hingga 31 Desember 2024 paling lambat tanggal 31 Maret 2025.

Walaupun ada relaksasi ini, Penulis mengharapkan para Pembaca Setia Tax Learning untuk segera menyelesaikan kewajiban SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2024 sebelum Libur Hari Suci Nyepi dan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah, supaya dapat menjalankan liburannya dengan tenang.

Selamat Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1947 dan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah. Kepada para Pembaca Setia Tax Learning yang melakukan perjalanan (atau yang mudik dan balik), agar selalu berhati-hati dalam perjalanan, semoga selamat sampai tempat tujuan. Mohon Maaf Lahir Dan Batin.
 

 

Senin, 10 Februari 2025

Hasil Rapat Dengar Pendapat DPR-DJP, Sistem Coretax Terus Berjalan dengan Didampingi Sistem Lama Sebagai Mitigasi Risiko


Pada hari ini, Senin, 10 Februari 2025, Komisi XI DPR RI memanggil Direktur Jenderal untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dengan implementasi sistem Coretax. Dalam RDP yang diselenggarakan secara tertutup ini, Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo didampingi oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal, dan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi. RDP ini dipimpin oleh Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun.

Dari hasil RDP antara Komisi XI DPR RI dengan Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan tersebut disepakati hal-hal sebagai berikut:
  1. Komisi XI DPR RI telah mendengar penjelasan dari Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan tentang implementasi sistem Coretax.
  2. Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama, sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak.
  3. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan menjamin bahwa sistem IT apapun yang digunakan, tidak akan mempengaruhi upaya kolektivitas penerimaan pajak di APBN Tahun Anggaran 2025.
  4. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan menyiapkan roadmap implementasi Coretax berbasis risiko yang paling rendah dan mempermudah Pelayanan terhadap Wajib Pajak.
  5. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan tidak mengenakan sanksi terhadap Wajib Pajak yang diakibatkan oleh gangguan penerapan sistem Coretax pada tahun 2025.
  6. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan dalam rangka penyempurnaan sistem Coretax wajib memperkuat Cyber Security.
  7. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan melaporkan perkembangan sistem Coretax kepada Komisi XI DPR RI secara berkala.
  8. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan akan menyampaikan jawaban tertulis atas pertanyaan dan tanggapan Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR RI paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

Senin, 06 Januari 2025

Curhat Netizen tentang Implementasi Coretax DJP dan Catatan Untuk Coretax DJP


Di hari ke-6 implementasi sistem Coretax DJP sebagai sistem administrasi perpajakan menggantikan djponline yang telah digunakan oleh Wajib Pajak selama ini, masih diwarnai berbagai kendala. Sebagian besar pengguna yang mencoba untuk memenuhi kewajiban perpajakan melalui aplikasi Coretax DJP di alamat situs https://coretaxdjp.pajak.go.id, masih menghadapi berbagai permasalahan yang timbul, mulai dari tidak dapat mendaftar NPWP, kesulitan dalam membuat akitivasi akun Coretax DJP-nya, kesulitan dalam menunjuk PIC sebagai penanggung jawab pemenuhan kewajiban perpajakan, hingga tidak dapat membuat Faktur Pajak sehingga menghambat proses transaksi yang sedang dijalankan oleh para Wajib Pajak.

Sebagaimana dikutip dari Lini Masa di Media Sosial X, berikut ini curahan hati (curhat) dan uneg-uneg yang dikemukakan oleh para Netizen atas sistem Coretax DJP ini.







Banyak pelaku usaha dan dan praktisi perpajakan yang mengeluhkan bahwa transaksi mereka menjadi terhambat akibat mengalami kendala dalam menerbitkan Faktur Pajak. Memang pembuatan Faktur Pajak menjadi satu hal terpenting dalam setiap transaksi yang dilakukan oleh seorang Pengusaha Kena Pajak. Karena berdasarkan ketentuan, Faktur Pajak harus dibuat pada saat terutangnya PPN atau saat transaksi terjadi. Apalagi sejak diberlakukan sistem pembuatan Faktur Pajak melalui sistem e-Faktur, dimana tanggal pembuatan Faktur Pajak bentuk e-Faktur sudah tidak dapat diubah dan secara sistem sudah default di tanggal dan hari dibuatnya Faktur Pajak tersebut. Sebagaimana yang diatur pada Pasal 32 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-3/PJ/2022 yang mengatur bahwa Faktur Pajak terlambat dibuat dalam hal tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak melewati saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau Pasal 4 ayat (3). Toleransi hanya diberikan pada saat meng-upload (mengunggah) e-Faktur yang dapat dilakukan paling lambat tanggal 15 setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan. Apabila Wajib Pajak terlambat dalam membuat e-Faktur atau mengunggah e-Faktur tersebut maka ancamannya adalah denda karena terlambat membuat Faktur Pajak sebagaimana ketentuan Pasal 14 ayat (4) UU KUP yaitu berupa denda sebesar 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut.

Ditambah lagi dengan kesulitan yang saat ini dihadapi oleh para Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam menghadapi perubahan tarif PPN menjadi 12% berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024, akibat sistem penerbitan invoice yang dibuat sebelumnya tidak dapat mengantisipasi ketentuan PMK 131 Tahun 2024 yang baru diterbitkan pada tanggal 31 Desember 2024, dimana mereka harus menyesuaikan aplikasi penerbitan invoice dan Faktur Pajaknya dengan ketentuan PMK 131 Tahun 2024 ini.

Berdasarkan pantauan ke situs Coretax dan DJP Online, memang sejak pagi ini kedua situs ini menjadi sangat sulit untuk diakses. Proses loading lama ketika masuk kedua sistem ini. Sedangkan jika melakukan suatu proses di Coretax DJP, maka sering muncul pesan error seperti tampak pada gambar di bawah ini, dan proses tidak dapat dilakukan/dilanjutkan.


Melihat kondisi yang ada saat ini, mungkin ada baiknya pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memikirkan solusi mitigasi dalam mengantisipasi kendala ini. Mungkin DJP dapat mempertimbangkan kembali untuk mengaktifkan sistem e-Faktur yang selama ini telah dijalankan dan Wajib Pajak juga telah merasa mudah dalam membuat Faktur Pajak. Memberikan kesempatan kepada para PKP yang masih belum berhasil mengakses dan menyelesaikan proses aktivasi akun Coretax-nya untuk tetap dapat membuat Faktur Pajak di dalam sistem e-Faktur, serta memberikan toleransi atas transaksi yang sudah terjadi dari tanggal 1 Januari 2025 hingga hari ini 6 Januari 2025 untuk pembuatan Faktur Pajaknya. Sedangkan bagi PKP yang sudah berhasil aktivasi dan dapat masuk ke akun Coretax untuk membuat Faktur Pajak (sudah membuat e-Faktur di sistem Coretax), maka PKP ini tetap diwajibkan untuk melanjutkan membuat Faktur Pajak di sistem Coretax.

Akibat dari pemberlakuan 2 sistem dalam masa transisi ini tentu akan disikapi dengan bijak oleh DJP dalam proses migrasi data. Mungkin ada field data yang tidak sesuai antara sistem e-Faktur dengan Coretax, saat migrasi data dapat disesuaikan. Memang tidak mudah untuk melakukan hal-hal ini apalagi untuk sistem Coretax yang telah dibuat sedemikian canggih dan terintegrasinya, namun menurut Penulis, DJP perlu memikirkan solusi efektif agar para pelaku usaha tetap dapat menjalankan bisnis dan usahanya tanpa terkendala dengan sistem aplikasi baru yang masih dalam proses penyempurnaan.

Kamis, 05 Desember 2024

SPT Tahunan PPh Untuk Tahun Pajak 2024 Masih Lapor Melalui DJP Online dan Belum Pakai Coretax

Pelaporan SPT Tahunan PPh (baik SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun SPT Tahunan PPh Badan) untuk Tahun Pajak 2024 yang disampaikan di awal tahun 2025 masih menggunakan Aplikasi DJP Online seperti pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak lalu. Walaupun mulai 1 Januari 2025 Direktorat Jenderal Pajak akan mengganti sistem administrasi perpajakan dengan sistem baru yaitu Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS), namun Direktorat Jenderal Pajak masih memberikan kebijakan bahwa untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024 ini tetap menggunakan aplikasi lama DJP Online. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Dwi Astuti, dalam acara Media Gathering di Bandung pada hari Rabu, 4 Desember 2024.

Nanti pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun Badan itu baru akan menggunakan sistem Coretax untuk SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2025 yang akan disampaikan di awal tahun 2026.

Untuk diketahui bahwa pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2023 lalu yang disampaikan melalui DJP Online, dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan media elektronik dalam bentuk e-Form format PDF yang terlebih dahulu diunduh (download) dari akun masing-masing Wajib Pajak di DJP Online, e-Filing dan e-SPT, atau dapat juga disampaikan secara manual ke Kantor Pelayanan Pajak.

Dalam media Gathering ini, Dwi Astuti juga melaporkan kinerja penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) hingga 3 Desember 2024 yang mencapai 16,33 juta SPT. Jumlah SPT Tahunan PPh yang disampaikan oleh Wajib Pajak ini terdiri dari 15,00 juta SPT Wajib Pajak Orang Pribadi dan 1,32 juta SPT Wajib Pajak Badan. Angka pencapaian ini setara dengan 84,71% dari total Wajib Pajak terdaftar yang diwajibkan melaporkan SPT sebanyak Rp 19,27 juta SPT.

Dwi Astuti juga memerinci mengenai media penyampaian SPT Tahunan yang dilaporkan Wajib Pajak sebagian besar melalui sarana elektronik, yakni 12,90 juta SPT melalui e-filing, 2,61 juta SPT melalui e-form, dan 27 SPT melalui e-SPT.

Sisanya sebanyak 811.093 SPT disampaikan secara manual ke Kantor Pelayanan Pajak.

"Sehingga totalnya itu sudah masuk sebesar 16.327.366 SPT sehingga ada kenaikan sebesar kurang lebih 2% dari tahun lalu," ujar Dwi.

Masa Transisi Pemberlakuan Fitur Verifikasi MFA Saat Login Ke Akun DJPOnline

Sebagaimana artikel sebelumnya yang telah dimuat dalam blog Tax Learning, diinformasikan bahwa pada tanggal 4 Desember 2024 sore sekitar pukul 17.45, DJP menonaktifkan fitur baru verifikasi Multi-Factor Authentication (MFA) sebelum proses login ke akun di Aplikasi DJPOnline Wajib Pajak. Penonaktifan fitur baru verifikasi MFA dalam proses login akun di APlikasi DJPOnline ini adalah bersifat sementara hingga tanggal 31 Desember 2024. Hal ini sebagaimana yang disampaikan dalam Pengumuman dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat melalui Pengumuman Nomor PENG-33/PJ.09/2024 tanggal 2 Desember 2024 tentang Penerapan Multi-Factor Authentication (MFA) pada Aplikasi DJP Online.

Dalam pengumuman ini disampaikan hal-hal sebagai berikut.
  1. Penerapan MFA pada aplikasi DJP Online dilaksanakan mulai 2 Desember 2024, dengan masa transisi penerapan MFA adalah sampai dengan 31 Desember 2024.
  2. Selama masa transisi tersebut, diharapkan kepada Wajib Pajak untuk melakukan update data secara mandiri pada aplikasi DJP Online, untuk data nomor handphone dan/atau alamat email yang digunakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan.
  3. Dalam rangka meningkatkan keamanan, disarankan kepada Wajib Pajak untuk memperbaharui kata sandi (password) pada aplikasi DJP Online secara berkala.
  4. Sejak diterapkan MFA, pada saat mengakses aplikasi DJP Online, pengguna diminta untuk melakukan verifikasi user login dengan memakai nomor token yang diperoleh dengan pilihan melalui: alamat email, pesan pendek (SMS) pada nomor handphone, atau aplikasi M-Pajak.
Dalam pengumuman ini juga disampaikan kehati-hatian masyarakat terhadap penipuan yang mengatasnamakan DJP. Kantor Pusat DJP hanya menggunakan nomor WhatsApp terverifikasi dengan nomor +62 822-3000-9880.

Saran Penulis Untuk Wajib Pajak

Sehubungan dengan akan diterapkannya fitur baru kode verifikasi MFA ini, maka disarankan kepada para Wajib Pajak untuk segera melakukan update profil akun di Aplikasi DJP Online-nya masing-masing dengan menginput alamat email dan nomor handphone (telepon seluler) yang masih aktif dan senantiasa dapat diakses. Apabila email atau nomor handphone tersebut tidak dapat diakses, maka Wajib Pajak yang bersangkutan tidak dapat lagi mengakses akun DJP Online-nya, karena tidak dapat melakukan login ke akunnya tersebut, sehingga tidak akan dapat melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Saran Penulis Untuk DJP

Diharapkan DJP dapat memberikan pelayanan yang efektif dan efisien bagi Wajib Pajak yang mengalami kendala dengan email dan nomor handphone-nya. Diharapkan DJP dapat memberikan solusi mudah bagi Wajib Pajak untuk dapat melakukan update email dan nomor handphone tanpa harus mendatangi Kantor Pelayanan Pajak tempatnya terdaftar. Apalagi sebentar lagi akan memasuki masa penting dalam proses pemenuhan kewajiban perpajakan yaitu masa pelaporan SPT Tahunan PPh, sehingga Wajib Pajak harus diberi kemudahan dalam menunaikan kewajibannya ini, seperti yang selama ini sudah dirasakan oleh para Wajib Pajak.

Rabu, 04 Desember 2024

Penambahan Fitur Verifikasi MFA Untuk Login ke Aplikasi DJPOnline Dibatalkan Sementara

Setelah diberlakukan 4 hari, akhirnya pada sore hari ini, tanggal 4 Desember 2024 sekitar pukul 17.45 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meniadakan fitur baru untuk login ke akun Wajib Pajak di Aplikasi DJPOnline.

Sebelumnya DJP sempat menambahkan fitur baru yaitu fitur Multi-Factor Authentication (MFA) pada proses login di Aplikasi DJPOnline dengan tujuan untuk meningkatkan keamanan akun Wajib Pajak pada Aplikasi DJPOnline sejak 1 Desember 2024. MFA ini dimaksudkan untuk menambah langkah autentikasi pada akun Wajib Pajak di Aplikasi DJPOnlie untuk menghindari pencurian akun.

Namun penambahan fitur baru MFA ini sempat menimbulkan keriuhan di jagat maya dan para Wajib Pajak yang merasakan lebih direpotkan ketika ingin masuk (login) ke akunnya di Aplikasi DJPOnline. Banyak keluhan dan kritikan yang disampaikan oleh para netizen maupun Wajib Pajak atas fitur MFA yang dianggap semakin rumit dan susah ketika akan memenuhi kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan pengamatan penulis, pada malam hari ini 4 Desember 2024 pukul 20.24 WIB, menu login ke Aplikasi DJPOnline sudah dikembalikan lagi seperti sebelumnya yaitu hanya perlu melakukan verifikasi menggunakan kode keamanan CAPTCHA, setelah mengetikkan NPWP dan Passwordnya.

Penonaktifan sementara fitur verifikasi MFA ini akan dilakukan hingga tanggal 31 Desember 2024, dalam rangka masa transisi supaya Wajib Pajak dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi pemberlakuan fitur baru MFA ini.

Artikel Terkait:
Masa Transisi Pemberlakuan Fitur Verifikasi MFA Saat Login Ke Akun DJPOnline
DJP Tambahkan Otentikasi Pada Fitur Login ke Akun Wajib Pajak Untuk Tingkatkan Keamanan

DJP Tambahkan Otentikasi Pada Fitur Login ke Akun Wajib Pajak Untuk Tingkatkan Keamanan

Sejak 1 Desember 2024, Wajib Pajak yang akan login ke akunnya di DJPOnline, akan mengalami suatu perubahan baru. Ketika akan login dengan mengetikkan NPWP dan Passwordnya, biasanya akan disertai dengan ada kode CAPTCHA (keamanan) yang harus diinput oleh Wajib Pajak kemudian menekan tombol login, barulah bisa masuk ke akunnya masing-masing.

Berbeda dengan cara login ke DJPOnline yang selama ini hanya perlu menginput NPWP, Password dan kode CAPTCHA, maka sejak 1 Desember 2024, Wajib Pajak yang akan masuk ke akun DJPOnlinenya, harus menginput kode keamanan berupa kode Otentikasi (Authentication) sebagai pengganti kode CAPTCHA. Kode Otentikasi ini akan dikirim melalui email ke alamat email atau melalui SMS ke nomor telepon seluler yang terdaftar di profil DJPOnline Wajib Pajak yang bersangkutan. Kode Otentikasi ini terdiri dari 6 digit angka. Berikut perbedaan tampilan pada menu login DJPOnline yang lama dan yang baru.

Berdasarkan sebuah Nota Dinas dari Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi tanggal 28 November 2024 kepada internal Direktorat Jenderal Pajak, diketahui bahwa sejak 1 Desember 2024 DJP telah menambahkan fitur Multi-Factor Authentication (MFA) pada proses login di Aplikasi DJPOnline dengan tujuan untuk meningkatkan keamanan akun Wajib Pajak pada Aplikasi DJPOnline. MFA ini dimaksudkan untuk menambah langkah autentikasi pada akun Wajib Pajak di Aplikasi DJPOnlie untuk menghindari pencurian akun.

Cara kerja sistem MFA pada Aplikasi DJPOnline adalah ketika di menu login, setelah Wajib Pajak mengisi NPWP dan Password lalu menekan tombol "Selanjutnya", maka Wajib Pajak akan dihadapkan pada halaman yang berisi pesan bahwa kode verifikasi ini akan dikirimkan melalui email atau melalui SMS. Setelah Wajib Pajak menekan tombol sesuai dengan opsi yang dipilihnya (apakah email atau SMS) untuk cara pengiriman kode verifikasi ini, maka Wajib Pajak harus segera mengecek email atau SMS miliknya (sesuai yang dipilih) untuk menemukan kode verifikasi yang telah dikirimkan.

Selanjutnya Wajib Pajak harus menginput kode verifikasi yang terdiri dari 6 digit angka ini ke Aplikasi DJP Onlinenya seperti tampilan berikut ini.

Kendala Yang Dihadapi Wajib Pajak

Pada awal pemberlakuan fitur MFA ini, banyak Wajib Pajak yang merasa cukup kerepotan. Masalahnya Wajib Pajak harus mengecek email atau SMS kemudian menginput kode verifikasi yang dikirimkan ini. Untuk diketahui bahwa kode verifikasi ini hanya berlaku selama 2 jam. Belum lagi bagi Wajib Pajak yang email atau nomor telepon seluler yang diinput pada profilnya sudah tidak dapat diakses.

Bagi Wajib Pajak yang alamat email atau nomor telepon selulernya sudah tidak dapat diakses atau tidak sesuai, maka disarankan agar Wajib Pajak segara melakukan pemutakhiran data tersebut pada profilnya sesuai dengan standar operasional dan prosedur yang telah ditetapkan.

Update:

Pada sore ini, tanggal 4 Desember 2024, DJP telah mengembalikan proses verifikasi untuk login ke akun Wajib Pajak di Aplikasi DJPOnline telah dikembalikan seperti semula yaitu dengan menggunakan kode keamanan verifikasi CAPTCHA dan tidak lagi menggunakan verifikasi MFA.
 
Artikel mengenai pembatalan fitur baru verifikasi MFA ini dapat dibaca di artikel berikut ini.

Kamis, 28 November 2024

Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Yang Terintegrasi Untuk Kantor Pajak di Lingkungan Kalibata

Mulai 2 Desember 2024, layanan perpajakan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) untuk seluruh Kantor Pelayanan Pajak yang berada di lingkungan Kalibata akan diintegrasikan (digabung) ke 1 (satu) lokasi saja.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Kompleks Pajak yang berada di lingkungan Kalibata, Jakarta Selatan terdapat 8 (delapan) Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Kedelapan KPP ini terdiri dari:
  1. KPP Penanaman Modal Asing Satu,
  2. KPP Penanaman Modal Asing Dua,
  3. KPP Penanaman Modal Asing Tiga,
  4. KPP Penanaman Modal Asing Empat,
  5. KPP Penanaman Modal Asing Lima,
  6. KPP Penanaman Modal Asing Enam,
  7. KPP Minyak dan Gas Bumi, dan
  8. KPP Badan dan Orang Asing.
Selama ini masing-masing dari kedelapan KPP ini memiliki TPT masing-masing dan setiap Wajib Pajak yang terdapat pada masing-masing KPP hanya dapat melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan dan mendapatkan layanan pada masing-masing TPT dari KPP tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar.

Dalam rangka efisiensi operasional pelayanan dan keseragaman pemberian layanan kepada Wajib Pajak, maka mulai 2 Desember 2024, seluruh layanan dari kedelapan KPP ini akan terintegrasi dan dipusatkan hanya di satu tempat yaitu di Lantai Dasar Gedung KPP Penanaman Modal Asing Dua dan KPP Penanaman Modal Asing Tiga, di Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata No. 19 RT 006 RW 007 Kel. Rawajati, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Jakarta 12750.

Jadi bagi Para Pembaca Setia Tax Learning yang terdapat di salah satu dari kedelapan KPP yang berada di Kompleks Pajak di Kalibata dan hendak melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan di TPT, maka hanya dapat mendapatkan layanan TPT yang berlokasi di Lantai Dasar Gedung KPP Penanaman Modal Asing Dua dan KPP Penanaman Modal Asing Tiga.

Rabu, 23 Oktober 2024

Konsultan Pajak Indonesia Dipilih Menjadi Presiden Asosiasi Konsultan Pajak Asia-Oceania

Menjadi kebanggaan bagi dunia Konsultan Pajak Indonesia, dimana salah seorang Konsultan Pajak Indonesia terpilih menjadi Presiden Asia Oceania Tax Consultants' Association (AOTCA) atau Asosiasi Konsultan Pajak Asia Oceania. Adalah DR. Ruston Tambunan, Ak, C.A, SH, M.Si, M. Int. Tax pada hari ini (23/10/2024) dan akan diumumkan besok, dalam Konferensi AOTCA di Hangzhou 2024, terpilih sebagai Presiden AOTCA untuk periode berikutnya mengganti Presiden AOTCA periode sebelumnya (2023-2024), Jeremy Choi dari Hong Kong.
Delegasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia pada Konferensi AOTCA 22 s.d. 25 Oktober 2024 di Hangzhou, China

Pada periode sebelumnya (2023-2024) Ruston, yang tergabung dalam Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), telah terpilih dan menjabat sebagai Deputy President, yang dipilih dalam Konferensi AOTCA 2022 di Bali.

Perlu diketahui bahwa AOTCA merupakan Asosiasi Konsultan Pajak seluruh wilayah Asia dan Oceania yang didirikan pada tahun 1992 (tepatnya 6 November 1992) di Tokyo, Jepang, oleh 10 Asosiasi Konsultan Pajak di wilayah ini.

Saat ini anggota AOTCA telah berjumlah 18 Asosiasi Konsultan Pajak yang berasal dari Australia, China, Chinese Taipei, Hong Kong, Indonesia, Japan, Korea, Macau, Mongolia, Pakistan, Philippines, Singapore, Vietnam, dan 2 associate members dari Bangladesh dan Sri Lanka.

Selasa, 02 Januari 2024

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2023 Lampaui Target APBN

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan bahwa realisasi penerimaan pajak sepanjang tahun 2023 mencapai Rp 1.869,2 triliun. Realisasi ini telah melampaui target yang ditetapkan dalam APBN maupun Perpres 75 Tahun 2023 sebesar 108,8% dari APBN 2023 dan 102,8% dari Perpres 75 Tahun 2023. Dari sisi tax rasionya hasil perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDb) tahun 2023 adalah 10,21%. Informasi ini disampaikan oleh Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Selasa (2 Januari 2024).

Adapun penerimaan pajak tahun 2023 ini tumbuh 8,9% dari tahun 2022 yang realisasinya sebesar Rp 1.716,8 triliun. Penerimaan pajak yang meningkat ini didukung oleh kinerja ekonomi domestik yang stabil serta keberhasilan aktivitas pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak).
Rincian penerimaan pajak tahun 2023 ini diperoleh dari:
  1. Pajak Penghasilan (PPh) minyak dan gas (migas) sebesar Rp 68,8 triliun. Realisasinya tidak mencapai target dan hanya sebesar 96,0% dari target. PPh migas mengalami kontraksi sebesar 11,6% akibat penurunan harga komoditas.
  2. PPh non migas realisasinya mencapai Rp 993 triliun. Realisasi ini mencapai 101,5% dari target, dan tumbuh 7,9% dari periode sama tahun 2022.
  3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) realisasinya mencapai Rp 764,3 triliun atau 104,6% dari target. Realisasi ini juga tumbuh 11,2% dari periode sama tahun 2022
  4. Pajak Bumi dan Bangunan serta pajak lainnya mencapai Rp 43,1 triliun atau sebesar 114,4% dari target. Realisasi ini juga tumbuh 39% dari periode sama tahun 2022.
Walaupun demikian, Sri Mulyani mengakui bahwa pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2023 mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun 2022. Hal ini disebabkan karena penurunan signifikan harga komoditas, penurunan impor dan tidak terulangnya kebijakan tax amnesty

Jumat, 24 November 2023

Tarif Efektif Rata-rata PPh Pasal 21 Akan Berlaku 1 Januari 2024

Direktorat Jenderal Pajak berencana akan melakukan simplifikasi (penyederhanaan) perhitungan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Pegawai dan Bukan Pegawai dengan menggunakan formula perhitungan tarif efektif rata-rata (TER). Rencananya penyederhanaan ini akan mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2024. Dasar hukum penyederhanaan penghitungan PPh Pasal 21 ini akan diatur melalui Peraturan Pemerintah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Berdasarkan konferensi pers secara daring yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, pada hari ini Jumat, 24 November 2023 menjelaskan bahwa sampai saat ini proses penyusunan atau dasar hukum untuk tetapkan tarif efektif rata-rata yaitu PP dalam proses dan insya Allah beberapa saat ke depan akan ditandatangani dan diterbitkan. "Dan aturan pelaksanaannya, PMK sudah kami siapkan dan insya Allah mulai masa Januari 2024 sekiranya semua bisa terlaksana dengan baik, tertandatangani dan terpublikasikan, mulai dapat kami jalankan dengan baik," kata Suryo Utomo.

Rencana penerapan tarif efektif rata-rata dalam menghitung PPh Pasal 21 ini dilatarbelakangi oleh kondisi saat ini dimana pemotong PPh Pasal 21 kerepotan dalam menghitung PPh Pasal 21 baik untuk pegawai maupun bukan pegawai, karena terdapat sekitar 400 skenario penghitungan pemotongan PPh Pasal 21. Sehingga sesuai dengan Reformasi Perpajakan yang terus dijalankan oleh Pemerintah, seiring dengan implementasi sistem perpajakan terintegrasi di Direktorat Jenderal Pajak, Coretax System, maka Pemerintah akan melakukan simplifikasi dalam penghitungan PPh Pasal 21.

Simplifikasi dalam penghitungan PPh Pasal 21 ini bertujuan untuk memberikan kemudahan pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan kepada Wajib Pajak terutama dalam menghitung PPh Pasal 21, yaitu dengan cara menerapkan Tarif Efektif Pemotongan PPh Pasal 21. Pengaturan ini akan dituankan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Untuk diketahui bahwa selama ini peraturan mengenai tata cara penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 diatur untuk:

A. Umum; yang diatur dalam:

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 Umum dan teknis tata cara penghitungannya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.03/2016 tentang penetapan bagian penghasilan pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan PPh.

B. PNS (ASN)/TNI/Polri/Pejabat Negara; yang diatur dalam:

  1. PP Nomor 80 Tahun 2010 tentang tarif pemotongan dan pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan dari APBN/APBD.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 PNS/TNI/Polri/Pejabat Negara.

Rencana Pengaturan Tarif Efektif PPh Pasal 21

Kelak simplifiasi penghitungan PPh Pasal 21 ini akan diatur melalui jenis peraturan:

  1. Peraturan Pemerintah, yang akan mengatur TER. TER akan berlaku untuk Pegawai kriteria Umum dan PNS/TNI/Polri/Pejabat Negara.
  2. Peraturan Menteri Keuangan, yang akan mengubah dan mengatur ulang tata cara penghitungan PPh Pasal 21 sebagaimana yang selama diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.03/2016.
  3. Pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 serta penyempurnaan administrasi pemotongan PPh Pasal 21 akan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Rencananya Tarif Efektif Rata-rata (TER) ini akan dibuat nilai persentase tarif efektif PPh untuk setiap lapisan tarif (tabel). TER ini akan terbagi menjadi:
  1. TER untuk Pegawai Tetap yang terbagi dalam 3 Tabel Tarif Bulanan berdasarkan PTKP yang terdiri dari sekitar 40 lapisan tarif/tabel. 
  2. TER untuk Bukan Pegawai yang terbagi dalam 1 Tabel Tarif yang terdiri dari 35 lapisan tarif.
  3. TER untuk Pegawai Harian yang terbagi dalam 2 kelompok tarif berdasarkan jumlah penghasilan bruto yaitu untuk kelompok penghasilan bruto yang kurang dari Rp 450.000 (dengan tarif harian 0%) dan kelompok penghasilan bruto lebih dari Rp 450.000 sampai dengan Rp 2.500.000 (dengan tarif 0,5%).
Rencananya mekanisme penghitungan PPh Pasal 21 kelak akan terbagi menjadi 2 jenis perhitungan yaitu:
  1. Untuk masa pajak Januari s.d. November yaitu mengalikan TER dengan Penghasilan Bruto setiap bulannya; dan
  2. Untuk masa pajak terakhir (Desember) yaitu dengan mengalikan tarif Pasal 17 UU PPh dengan jumlah penghasilan bruto dikurangi Biaya Jabatan/Pensiun, Iuran Pensiun dan PTKP.
(c) syafrianto.blogspot.com

Jumat, 21 April 2023

Waspada Ada Situs Phising Yang Tampilannya Sama Persis Dengan DJP Online Milik DJP

Hari ini penulis mendapatkan sebuah email dari Pembaca Setia Tax Learning, dimana Pembaca ini meneruskan email yang diterimanya dari email tidak dikenal yang menamakan diri sebagai Pajak_Indonesia yang menggunakan situs yang terdaftar di Spanyol *.es (dot es).

Gambar - Phising email

Email ini berisi pemberitahuan bahwa penerima email ini menerima pengembalian pajak dengan jumlah tertentu dan untuk menyelesaikan permintaan pengembalian tersebut, penerima email diminta untuk tombol "klaim sekarang" dan akan diarahkan ke situs yang tampilannya serupa dengan tampilan situs djponline milik Direktorat Jenderal Pajak dengan tampilan sebagai berikut:


 


Gambar - Situs DJP Online Scam

Hati-Hati Situs DJP Online Scam

Sekilas situs yang diarahkan oleh email tersebut di atas, tampak bahwa tampilan situs ini sama dengan tampilan dari situs resmi DJP Online. Namun jika kita cermati dengan seksama, maka tampak ada beberapa perbedaan pada situs DJP Online Scam ini.

Perbedaan pertama adalah terletak pada alamat url dimana Situs DJP Online Scam ini alamat url-nya berekstensi *.com (dot com). Walaupun alamat situsnya dibuat mirip yaitu djponline-pajak-go-id, namun ternyata ekstensi akhirnya adalah dot com. Jika situs DJP Online resmi tanda pemisah dari setiap suku kata url tersebut adalah titik (dot) sedangkan situs scam ini adalah dipisahkan dengan tanda - (tanda minus atau en dash).

Perbedaan kedua adalah kolom capcha (kode keamanan yang terletak di bawah field Kata Sandi), dimana kode capcha pada situs DJP Online Scam ini tidak dapat berubah setiap di-refresh. Kode capcha-nya selalu sama.

Perbedaan ketiga adalah pada situs DJP Online Scam, tidak muncul pop-up menu yang berisi pengumuman mengenai pemadanan NIK-NPWP.

Jadi apabila ada Wajib Pajak yang mencoba login dengan mengetikkan NPWP dan password (kata sandi) pada situs DJP Online Scam ini, maka dipastikan bahwa NPWP dan passwordnya akan dicuri oleh situs DJP Online Scam ini, sehingga oleh hacker pembuat situs scam ini dapat mengakses akun DJP Online Wajib Pajak yang bersangkutan dengan menggunakan NPWP dan password yang telah dicurinya ini.

Disarankan agar para Wajib Pajak dan Pembaca Setia Tax Learning untuk lebih berhati-hati dengan metode phising semacam ini, apalagi pada masa libur panjang memperingati Hari Raya Idul Fitri seperti tahun ini.

Penulis berpesan agar para Wajib Pajak  dan Pembaca Setia Tax Learning selalu memperhatikan memastikan situs DJP Online yang dibukanya ketika akan mengakses akun djponline untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 H bagi para Pembaca Setia Tax Learning yang merayakannya. Minal Aidin Wal Faidzin. Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Sabtu, 29 Agustus 2020

Mulai 1 September 2020 Kunjungi Kantor Pajak Wajib Dapatkan Tiket Antrian Online Dahulu

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan menerapkan kebijakan baru terkait layanan tatap muka di seluruh kantor yang berada di lingkungan Ditjen Pajak (yaitu KPP, Kanwil, dan Kantor Pusat DJP). Kebijakan baru yang akan mulai berlaku mulai 1 September 2020 ini yaitu bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung ke setiap kantor yang berada di lingkungan Ditjen Pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk mendapatkan tiket nomor antrian supaya dapat dilayani petugas di kantor pajak secara langsung/tatap muka.

Pendaftaran untuk mendapatkan nomor antrian dilakukan secara online yang terpusat dilakukan melalui situs https://kunjung.pajak.go.id. Pendaftaran untuk mendapatkan nomor antrian online ini berlaku untuk layanan tatap muka yang dilakukan di seluruh kantor pajak di lingkungan Ditjen Pajak. Layanan yang diberikan untuk tatap muka ini hanya diberikan khusus untuk jenis layanan yang saat ini belum dapat diberikan secara online.

Cara Mendapatkan Tiket Nomor Antrian

Untuk mendapatkan tiket nomor antrian ini, Wajib Pajak atau masyarakat dapat masuk ke situs https://kunjung.pajak.go.id. Kemudian bagian paling bawah sisi kiri dari laman tersebut, terdapat tombol "DAFTAR", klik tombol "DAFTAR" ini untuk melakukan registrasi untuk mendapatkan nomor antrian.


Siapkan kartu identitas diri dan isi bagian formulir registrasi online tersebut secara lengkap sesuai dengan keperluan dan tujuan. Pada formulir registrasi online ini terdiri dari 4 tab sheet, yaitu identitas, penilaian kesehatan, layanan dan waktu, serta booking. Isi secara lengkap pada tab pertama sampai dengan ketiga.



Setelah semua terisi lengkap, maka akan dikirimkan notifikasi tiket nomor antrian ke email yang sudah diisikan pada form tersebut. Tiket nomor antrian ini beserta identitas diri yang didaftarkan ini yang harus ditunjukan kepada petugas pajak pada saat data ke kantor pajak sesuai dengan tujuan dan waktu yang telah terdaftar.

Para pengunjung diharapkan untuk hadir 10 menit sebelum jadwal waktu yang telah didaftarkan serta diharapkan juga untuk membuat janji terlebih dahulu melalui telepon/whatsapp/email untuk mendapatkan kesepakatan jadwal bagi pengunjung yang akan menemui pegawai tertentu.

Jika nomor tiket antrian ini hilang, calon pengunjung masih dapat mencari tiket ini pada laman kunjung.pajak.go.id tersebut dan klik tombol "CARI" pada bagian paling bawah sisi kiri, dengan cara memasukan nomor NIK/Paspor atau nomor tiket.

Rabu, 29 Januari 2020

Presiden Jokowi Telah Tanda Tangani Surat Presiden RUU Omnibus Perpajakan


Berdasarkan pemberitaan di beberapa media online hari ini disebutkan bahwa Presiden Jokowi mengakui telah menandatangani Surat Presiden (surpres) salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law, yaitu Omnibus Law Perpajakan. Hal ini sebagaimana yang diberitakan oleh media online Tempo dan media online Liputan 6.

Dalam kedua laman tersebut diberitakan Presiden Jokowi (dalam diwawancarai saat meresmikan Terowongan Air Nanjung, di Ciamis, Jawa Barat, tanggal 29 Januari 2020) menyebutkan bahwa dirinya telah menandatangani Surat Presiden RUU Omnibus Law Perpajakan dan akan segera disampaikan oleh Menteri Keuangan sendiri kepada pimpinan DPR. Menteri Keuangan merencanakan akan menyerahkan surat presiden dan RUU Omnibus Law Perpajakan ini segera dalam minggu ini.

Selanjutnya Presiden juga akan segera menandatangani Surat Presiden terkait RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Ibu Kota Negara serta menyerahkannya kepada DPR.

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno menyampaikan bahwa terkait dengan beredarnya draf omnibus law, Pratikno meminta agar publik menunggu. Dia mengklaim dokumen resmi belum rampung dan belum dikirim ke DPR.

Mengutip dari akun instragram Presiden Jokowi menyebutkan bahwa maksud dibuatnya Omnibus Law ini adalah dengan tujuan untuk menciptakan landasan hukum yang fleksibel, sederhana, kompetitif, dan responsif demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena saat ini Indonesia mengalami hiperregulasi yang membuat negara kita terjerat oleh aturan kompleks yang dibuat sendiri. Hal ini disebabkan karena saat ini regulasi yang berlaku di negara kita berjumlah kurang lebih 8.451 peraturan pusat dan 15.985 peraturan daerah.

Selasa, 07 Januari 2020

Realisasi Penerimaan Pajak 2019 Mencapai 84,4% dari Target

Realisasi penerimaan pajak tahun 2019 hanya mencapai 84,4% dari target yang semula ditetapkan dalam APBN 2019 yang sebesar Rp 1.577,56 triliun. Jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan Pemerintah selama tahun 2019 ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers pada tanggal 7 Januari 2020, adalah sebesar Rp 1.332,1 triliun.

Jika dibandingkan dengan penerimaan pajak tahun 2018, maka realisasi penerimaan pajak tahun 2019 ini hanya bertumbuh sebesar 1,4%. Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan penerimaan pajak yang kecil ini terjadi sebagai akibat dari tekanan yang terjadi pada perekonomian sehingga berpengaruh pada fiskal dan ini terlihat dari penerimaan negara, terutama pajak.

Berikut ini rincian penerimaan pajak yang dicapai di tahun 2019 ini.



Jika dilihat dari perkembangan pencapaian penerimaan pajak sejak tahun 2013, maka terlihat bahwa selama ini Pemerintah belum berhasil melampaui target penerimaan yang ditetapkan setiap tahunnya. Berikut ini perkembangan pencapaian penerimaan pajak.

Jumat, 01 November 2019

Selamat Bertugas Pak Suryo Utomo Sebagai Direktur Jenderal Pajak

Pagi ini, 1 November 2019 pukul 09.00 bertempat di Gedung Djuanda, Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan, Sri Mulyani melantik Suryo Utomo sebagai Direktur Jenderal Pajak yang baru menggantikan Robert Pakpahan yang telah menjadi Direktur Jenderal Pajak sejak tanggal 30 November 2017, dan telah memasuki masa purnabakti pada tanggal 31 Oktober 2019 kemarin.

Pelantikan Suryo Utomo sebagai Dirjen Pajak ini bersamaan juga dengan pelantikan beberapa pejabat Eselon I dan Eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan.

Profil Suryo Utomo

Sebagaimana kita ketahui bahwa Suryo Utomo yang dilantik sebagai Dirjen Pajak yang baru menggantikan Robert Pakpahan, sebelumnya adalah sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak.

Sebagaimana dikutip dari situs Kementerian Keuangan serta beberapa sumber lainnya, berikut ini adalah profil singkat Suryo Utomo.

Lahir di Semarang pada tanggal 26 Maret 1969. Menempuh pendidikan Sarjana Ekonomi di Universitas Diponegoro. Gelarnya diraih pada tahun 1992. Melanjutkan pendidikan Master of Business Taxation di University of Southern California, Amerika Serikat dan mendapatkan gelarnya pada tahun 1998. Gelar Doctor of Philosophy in Taxation diperolehnya dari University Kebangsaan Malaysia pada tahun 2019.

Mengawali karir Pegawai Negeri Sipil sebagai pelaksana di Kementerian Keuangan pada tahun 1993 di Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Pajak. Pernah menjabat sebagai Kepala Seksi PPN Industri pada tahun 1998, sebagai Kepala Seksi Pajak Penghasilan Badan pada tahun 2002. Tahun 2002 dipromosikan menjadi Kepala Subdirektorat Pertambahan Nilai Industri, 2006 menjadi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, 2008 menjadi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu. 28 Maret 2009 dipromosikan menjadi Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I. Kemudian pada tahun 2010 menjadi Direktur Peraturan Perpajakan I. Lalu pada tanggal 31 Maret 2015 menjadi Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian, dan pada 1 Juli 2015 beliau dipercaya menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak.

Selamat bertugas untuk Pak Suryo Utomo sebagai Direktur Jenderal Pajak. Semoga dapat mengemban tugas ini sesuai dengan amanah yang diberikan dan selalu sukses.

Minggu, 10 Juni 2018

Situs Direktorat Jenderal Pajak di-hack (Diretas)

Malam ini Penulis mendapatkan bahwa situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pajak.go.id diretas/dibajak (hacked) oleh seseorang yang mengatasnamakan "Anonymous Arabe". Ketika dibuka tampilan depan pada situs pajak.go.id ini menampilkan gambar seorang pejuang Palestina membawa bendera Palestina dengan latar belakang sebuah mobil tentara. Kemudian muncul kata-kata bahwa situs ini "HACKED BY ANONYMOUS ARABE". Dan pada bagian bawahnya tercantum alamat situs dari hacker ini serta kata-kata dalam Bahasa Inggris tentang pesan untuk perjuangan Palestina.

Lebih lanjut, Penulis mencoba menelusuri beberapa subdomain dari situs resmi DJP ini, yaitu situs untuk layanan eBilling dan eFiling yang merupakan domain terpenting bagi Wajib Pajak untuk mengakses menu pembuatan setoran pajak dan pelaporan pajak secara online masih tetap seperti sedia kala dan tidak terpengaruh aksi dari hacker ini. Ini artinya bahwa hacker yang meretas situs DJP ini hanya meretas halaman utama dari situs pajak.go.id (hanya domain pajak.go.id yang diretas)

Berdasarkan penjelasan dari Direktorat P2Humas, Direktorat Jenderal Pajak, yang Penulis dapatkan dari pesan WhatsApp, disebutkan bahwa walaupun situs resmi DJP telah dibajak pada hari ini, Minggu, 10 Juni 2018, namun semua Database, fitur dan aplikasi dalam keadaan aman. Tidak perlu dikhawatirkan, data WP dinyatakan aman, karena tidak ada data wajib pajak di situs www.pajak.go.id. Meskipun demikian, DJP saat ini sedang melakukan re-start server pada Data Center DJP, dan setelah proses selesai situs pajak akan kembali normal. DJP berkomitmen utk terus meningkatkan sistem keamanan situs maupun sistem informasi DJP.

Memang pada akhir-akhir ini penulis sudah menemukan adanya beberapa sisipan halaman pada situs pajak.go.id yang ketika Penulis akses, maka antivirus yang penulis miliki langsung mendeteksi bahwa situs pajak.go.id telah disusupi dengan sejenis malware yang tertanam pada beberapa bagian dari halaman situs ini. Penulis menduga bahwa hacker ini berhasil mengambil alih administrator atas situs pajak.go.id ini melalui beberapa aplikasi gratis (freeware) yang dimanfaatkan oleh situs ini seperti salah satunya yaitu aplikasi untuk menampilkan laporan tahunan DJP dalam bentuk ePaper.

Harapan Penulis, agar tim web developer dan tim administrator dari situs pajak.go.id ini lebih berhati-hati dalam menggunakan program dan aplikasi web yang bersifat freeware, karena aplikasi tersebut biasanya ditanamkan dengan malware yang dapat mencuri data dari situs yang bersangkutan.

Kamis, 23 November 2017

Robert Pakpahan Calon Direktur Jenderal Pajak

Hari ini beredar kabar bahwa Menteri Keuangan mengusulkan calon Direktur Jenderal Pajak yang baru kepada Presiden Joko Widodo, untuk menggantikan Direktur Jenderal Pajak sebelumnya, Ken Dwijugestiadi, yang akan memasuki masa pensiunnya pada Desember 2017. Sebuah nama yang diisukan akan diusulkan sebagai calon Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) yang baru adalah Robert Pakpahan.

Sumber di lingkungan Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) memastikan jabatan Dirjen Pajak akan diputuskan melalui penunjukan langsung oleh Presiden Jokowi. Saat ini, nama calon petinggi Dirjen Pajak itu diajukan ke Tim Penilai Akhir (TPA). Robert Pakpahan saat ini menjabat sebagai Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko di Kementerian Keuangan. Bagaimana latar belakang dan pengalaman Robert Pakpahan ini akan diuraikan pada tulisan berikut yang datanya dihimpun dari berbagai sumber informasi.

Robert Pakpahan lahir pada tanggal 20 Oktober 1959 di Tanjung Balai, Sumatera Utara.

Ketertarikan Robert di bidang keuangan dan perpajakan membuatnya memutuskan masuk di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Ia kemudian lulus Diploma III Keuangan Spesialisasi Akuntansi STAN pada tahun 1981. Setelahnya pada tahun 1985 Robert lantas meneruskan studi Diploma IV di kampus yang sama hingga tamat pada 1987. Tak berhenti disitu, ia berhasil meraih gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) in Economics dari University of North Carolina at Chapel Hill, USA pada tahun1998.

Sebelum didaulat sebagai dirjen, Robert pernah menjadi Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak pada tahun 2003 hingga tahun 2005. Mulai saat itu, kariernya di Direktorat Pajak pun menanjak. Sejak September 2005 Robert menduduki posisi Direktur Potensi dan Sistem Perpajakan hingga tahun 2006. Setelahnya, ia dipercaya sebagai Direktur Transformasi Proses Bisnis hingga 2011. Selanjutnya, Robert dilantik menjadi Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara pada tahun 2011.

Pada 27 November 2013 Robert dilantik menjadi Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan. Seiring dengan penyempurnaan organisasi, pada 12 Februari 2015 ia kemudian diangkat sebagai Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko di Kementerian Keuangan.

Pada November 2014 lalu, Robert sempat mengikuti tes penulisan makalah dalam rangka rekrutmen terbuka pimpinan tinggi madya sebagai Direktur Jenderal Pajak. Berbekal pengetahuan dan pengalamannya, Robert bisa dikatakan cukup menguasai perekonomian Indonesia baik secara mikro maupun makro. Meskipun bukan orang baru di Ditjen Pajak, angannya untuk mengabdi harus pupus akibat kondisi kesehatannya yang kurang baik pada saat itu sehingga ia menolak tawaran tersebut dan mengundurkan diri pada seleksi tahap kedua.

Berdasarkan rekam jejak karier, Robert pernah menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara. Robert Pakpahan juga menerima penugasan untuk beberapa jabatan antara lain, Komisaris Indonesia Infrastructure Finance (IIF), Anggota Dewan Direksi (mewakili negara-negara ASEAN) dan Ketua Komite Audit Credit Guarantee and Investment Facility (CGIF) - Asian Development Bank. Terakhir, menjadi Board of Trustee Member, Millennium Challenge Account.

Robert Pakpahan pernah diangkat sebagai Anggota Dewan Komisioner LPS. Kemudian, dia diangkat kembali oleh Presiden menjadi Anggota Dewan Komisioner LPS (ex officio Kementerian Keuangan).

Hingga saat ini, Robert juga menjabat sebagai jajaran direktur di Credit Guarantee and Investment Facility (CGIF) yang mewakili ASEAN sejak Maret 2014. Disamping menjabat sebagai Komisioner dari Indonesia Deposit Insurance Corporation, sejak April 2016 lalu ia juga didaulat menjadi Komisioner di Indonesia Infrastructure Finance.

Sumber:
- tirto.id
- CNN Indonesia
- kemenkeu.go.id