Pagi ini penulis membaca sebuah artikel di Media Berita Online Reuters yang berjudul "Exclusive: Indonesia to make e-commerce firms collect tax on sellers' sales, sources say". Dalam artikel ini, Reuters menyebutkan bahwa Pemerintah sedang menyiapkan aturan baru yang mewajibkan Platform e-Commerce sebagai marketplace untuk memotong Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% dari omzet penjualan yang diperoleh para merchant toko online/online shop (pelapak) atas transaksi penjualan yang mereka lakukan di platform e-commerce tersebut. Disebutkan dalam artikel ini bahwa sumber informasi ini diperoleh dari dua sumber industri yang terkait langsung dengan kegiatan ini yang identitasnya dirahasiakan serta sebuah sumber dokumen internal yang diperoleh Reuters.
Pemotongan PPh sebesar 0,5% ini akan akan berlaku untuk penjual yang memiliki omzet tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar, yang secara regulasi masuk dalam kategori usaha kecil dan menengah (UKM).
Menurut Reuters, salah satu sumber mengatakan bahwa kebijakan baru ini tentunya akan memengaruhi operator e-commerce utama di negara ini, termasuk TikTok Shop milik ByteDance, Tokopedia (GOTO.JK), Sea Limited (SE.N), Shopee, Lazada yang didukung Alibaba (9988.HK), Blibli, dan Bukalapak (BUKA.JK).
Platform e-commerce menentang rencana peraturan tersebut, dengan alasan bahwa hal itu dapat meningkatkan biaya administrasi dan mendorong penjual menjauh dari pasar daring, kata sumber tersebut, yang telah mendapatkan sosialisasi tentang rencana peraturan tersebut oleh otoritas pajak.
Dengan aturan baru ini tampaknya Pemerintah ingin memastikan kepatuhan pajak bagi para pelaku online shop UMKM dengan cara mengalihkan beban administrasi pemotongan PPh kepada para platform e-commerce sebagai marketplace tempat para online shop tersebut berusaha. Tampaknya bahwa rencana kebijakan perpajakan yang baru ini dibuat seiring dengan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022.
Namun bisa jadi dengan berlakunya aturan ini akan mengakibatkan para penjual online shop di platform marketplace akan menaikkan harga dagangannya karena merasa bahwa mereka harus menanggung beban tambahan yaitu potongan PPh final sebesar 0,5% dari harga jualnya.
Pemotongan PPh sebesar 0,5% ini akan akan berlaku untuk penjual yang memiliki omzet tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar, yang secara regulasi masuk dalam kategori usaha kecil dan menengah (UKM).
Menurut Reuters, salah satu sumber mengatakan bahwa kebijakan baru ini tentunya akan memengaruhi operator e-commerce utama di negara ini, termasuk TikTok Shop milik ByteDance, Tokopedia (GOTO.JK), Sea Limited (SE.N), Shopee, Lazada yang didukung Alibaba (9988.HK), Blibli, dan Bukalapak (BUKA.JK).
Platform e-commerce menentang rencana peraturan tersebut, dengan alasan bahwa hal itu dapat meningkatkan biaya administrasi dan mendorong penjual menjauh dari pasar daring, kata sumber tersebut, yang telah mendapatkan sosialisasi tentang rencana peraturan tersebut oleh otoritas pajak.
Dengan aturan baru ini tampaknya Pemerintah ingin memastikan kepatuhan pajak bagi para pelaku online shop UMKM dengan cara mengalihkan beban administrasi pemotongan PPh kepada para platform e-commerce sebagai marketplace tempat para online shop tersebut berusaha. Tampaknya bahwa rencana kebijakan perpajakan yang baru ini dibuat seiring dengan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022.
Namun bisa jadi dengan berlakunya aturan ini akan mengakibatkan para penjual online shop di platform marketplace akan menaikkan harga dagangannya karena merasa bahwa mereka harus menanggung beban tambahan yaitu potongan PPh final sebesar 0,5% dari harga jualnya.
0 Comments
Posting Komentar