..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label UU PPh 2008. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UU PPh 2008. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Februari 2009

PPh atas Dividen yang Diterima oleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri

Ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai pengenaan PPh atas Dividen yang diterima oleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2d) telah diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.
Sebelum tanggal 31 Desember 2008, pengenaan PPh atas dividen yang diterima oleh orang pribadi perlakuannya sama dengan dividen yang diterima oleh badan, yaitu dikenakan sebesar 15% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU PPh. Namun sejak 1 Januari 2009 atas dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tidak lagi dikenakan PPh Pasal 23, melainkan ketentuan pemajakannya diatur dalam Pasal 17 ayat (2d).
Ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 19 Tahun 2009 ini adalah sebagai berikut:

SUBJEK PAJAK
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri penerima dividen

OBJEK PAJAK
Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri.

PEMOTONG PAJAK
Pihak yang membayarakan atau pihak yang ditunjuk selaku pembayar dividen.

TARIF PAJAK
Sebesar 10% dan bersifat final

Ketentuan ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2009 dan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bantuan dan Sumbangan yang Dikecualikan dari Objek PPh

Penghasilan yang diperoleh dari Sumbangan dan Bantuan berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 bukanlah merupakan objek PPh. Menindaklanjuti ketentuan ini, dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.
Di dalam PP ini mengatur penghasilan yang tidak dikenakan PPh tersebut adalah berupa bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak pemberi dan penerima bantuan atau sumbangan tersebut.
Ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2009 ini adalah:


DEFINISI SUMBANGAN DAN BANTUAN YANG BUKAN OBJEK PAJAK
Zakat adalah zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan penerima zakat yang berhak.
Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia adalah: sumbangan keagamaan yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan penerima sumbangan yang berhak.
Bantuan atau sumbangan ini adalah pemberian dalam bentuk uang atau barang kepada orang pribadi atau badan.

Ketentuan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009.

PPh atas Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka di Bursa

Penghasilan yang berasal dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa adalah merupakan objek pajak penghasilan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.
Ketentuan mengenai pemotongan PPh yang bersifat final atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka di bursa ini diatur sebagai berikut:

SUBJEK PAJAK
Orang Pribadi dan Badan

OBJEK PAJAK
Penghasilan yang diterima/diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa.

BESARNYA PAJAK
2,5% dari margin awal

PEMUNGUT PAJAK
Lembaga kliring dan penjamin

Peraturan ini mulai berlaku 1 Januari 2009 dan tata caranya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.


PERATURAN INI DICABUT

Putusan Mahkamah Agung menyebutkan bahwa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 (terutama Pasal 2, Pasal 3 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 5) dinyatakan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi in casu Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) huruf c UU Nomor 36 Tahun 2008. Akibatnya, maka ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2009 ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Ketentuan yang mengatur mengenai pencabutan PP Nomor 17 Tahun 2009 ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2011 tanggal 6 Juni 2011.

Dengan dicabutnya ketentuan mengenai pengenaan PPh atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa ini, maka seluruh PPh yang telah dipungut berdasarkan ketentuan PP Nomor 17 Tahun 2009 (sejak 1 Januari 2009), harus dikembalikan yang mekanismenya menggunakan mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

PPh atas Bunga Simpanan Obligasi

Penghasilan berupa Bunga obligasi adalah merupakan objek pajak penghasilan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.
Ketentuan mengenai pemotongan PPh yang bersifat final atas bunga obligasi ini diatur sebagai berikut:

OBJEK PAJAK
Bunga atas obligasi yang diperoleh/diterima pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Obligasi yang diatur dalam ketentuan ini adalah surat utang dan surat utang negara yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan.

DIKECUALIKAN DARI PEMOTONGAN PPh FINAL MENURUT PP INI
Penghasilan berupa bunga obligasi yang diterima oleh WP dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya disahkan oleh Menteri Keuangan dan oleh WP ban yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikecualikan dari pengenaan PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

TARIF PPh
Penghasilan berupa bunga obligasi ini dikenakan PPh yang bersifat final dengan ketentuan:
Bunga obligasi dengan kupon (interest bearing debt securities) sebesar:
- 15% bagi WP dalam negeri dan BUT
- 20% atau sesuai tarif tax treaty bagi WP luar negeri selain BUT.
yang dikenakan dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi.

Diskonto obligasi dengan kupon (interest bearing debt securities) sebesar:
- 15% bagi WP dalam negeri dan BUT
- 20% atau sesuai tarif tax treaty bagi WP luar negeri selain BUT.
yang dikenakan dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest).

Diskonto obligasi tanpa bunga (non-interest bearing debt securities) sebesar:
- 15% bagi WP dalam negeri dan BUT
- 20% atau sesuai tarif tax treaty bagi WP luar negeri selain BUT.
yang dikenakan dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.

Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima WP reksadana yang terdaftar pada Bapepam dan Lembaga Keuangan, sebesar:
- 0% untuk tahun 2009 sampai dengan 2010
- 5% untuk tahun 2011 sampai dengan 2013
- 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya.

Pemotong PPh ini adalah:
- Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayar yang ditunjuk
- Perusahaan efek, dealer, atau bank selaku pedagang perantara dan/atau pembeli

Ketentuan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009.

PPh atas Bunga Simpanan Koperasi

Bunga simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi adalah merupakan objek pajak penghasilan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.
Ketentuan mengenai pemotongan PPh yang bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggotanya ini diatur sebagai berikut:
OBJEK PPh FINAL
Penghasilan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi merupakan objek PPh yang bersifat final.
Bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari sisa hasil usaha adalah dikecualikan dari pengenaan PPh Final ini.

BESARNYA PENGENAAN PPh
Besarnya PPh atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi adalah:
- 0% untuk penghasilan bunga sampai dengan Rp 240.000,00 per bulan;
- 10% untuk penghasilan bunga yang lebih dari Rp 240.000,00 per bulan.

PEMOTONG PPh ATAS BUNGA KOPERASI
Koperasi yang melakukan pembayaran bunga ini wajib memotong PPh yang bersifat final tersebut.

SAAT MULAI BERLAKU
Ketentuan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009, dan aturan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan, penyetoaran dan pelaporannya akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Januari 2009 Telah Berubah

Hari ini adalah hari terakhir penyetoran PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawan ke kas negara untuk masa Januari 2009. Tidak seperti bulan-bulan sebelumnya, perhitungan PPh Pasal 21 untuk masa Januari 2009 ini telah berubah. Hal ini sesuai dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan serta aturan-aturan pelaksananya yaitu:
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 mengenai Biaya Jabatan
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 mengenai tata cara pemotongan PPh Pasal 21
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008 mengenai batasan upah harian yang tidak dipotong PPh Pasal 21.
Oleh sebab itu, bagi para pembaca yang merupakan pemotong PPh Pasal 21 agar memperhatikan ketentuan-ketentuan baru ini supaya tidak terjadi kelebihan setor pajak untuk masa Januari 2009 ini.
Apa saja ketentuan yang telah berubah mulai masa Januari 2009 ini?
Beberapa Perubahan atas Ketentuan Pemotongan PPh Pasal 21

PTKP BAGI PENERIMA PENGHASILAN BUKAN PEGAWAI
PTKP Bagi orang pribadi bukan Pegawai seperti petugas dinas luar asuransi yang tidak berstatus sebagai pegawai, distributor MLM atau direct selling, penjaja barang dagangan yang tidak berstatus pegawai atau penerima penghasilan lainnya yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan.
Syarat bagi penerima penghasilan bukan pegawai untuk mendapatkan pengurangan PTKP yaitu orang pribadi bukan pegawai penerima penghasilan tersebut harus memiliki NPWP (untuk wanita kawin, maka suaminya harus memiliki NPWP) dan memberikan fotokopi kartu NPWP miliknya (atau milik suaminya, bagi wanita kawin) kepada pemotong PPh Pasal 21.
Pasal 12 PMK 252/PMK.03/2008)

TARIF PPh PASAL 21 MENGGUNAKAN TARIF PASAL 17 UU PPh
Dalam ketentuan baru ini, tarif pemotongan PPh Pasal 21 adalah dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas penghasilan yang diterima oleh:
  1. Pegawai tetap
  2. Penerima Pensiun
  3. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan
  4. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak dibayarkan secara bulanan
  5. Pembayaran kepada bukan pegawai atas jasa/pekerjaan yang bersifat tidak berkesinambungan, pembayaran utuh yang tidak dipecah-pecah dan pembayaran yang bersifat berkesinambungan berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis.
  6. honor atau imbalan anggota komisaris atau dewan pengawas yang bukan pegawai
  7. jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang diterima mantan pegawai
  8. penarikan dana pensiun pada dana pensiun yang didirikan dan disahkan Menteri Keuangan.
(Pasal 13, 14, 15 dan 16 PMK 252/PMK.03/2008)
Jadi saat ini tenaga ahli tidak lagi dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 7,5%?

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 YANG TIDAK MEMILIKI NPWP
Atas penghasilan yang dibayarkan kepada pegawai dan bukan pegawai yang tidak memiliki NPWP, dikenakan Pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan dalam PPh Pasal 21, sehingga jumlah PPh yang dipotong tarifnya menjadi 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong.
(Pasal 20 PMK 252/PMK.03/2008)

BIAYA JABATAN
Biaya Jabatan ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan.
Biaya Pensiun ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan.
(Pasal 1 PMK 250/PMK.03/2008)

BATAS UPAH HARIAN YANG TIDAK DIPOTONG PPh PASAL 21
Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai harian, mingguan dan pegawai tidak tetap lainnya sampai dengan jumlah Rp 150.000,00 sehari tidak dipotong PPh Pasal 21. Namun ketentuan ini tidak berlaku jika penghasilan bruto ini telah melebihi Rp 1.320.000,00 (jika upah harian tersebut diakumulasikan selama sebulan) atau jika penghasilan upah harian ini dibayarkan secara bulanan.
(Pasal 1 dan Pasal 2 PMK 254/PMK.03/2008)
(c) syafrianto 10022009

Senin, 19 Januari 2009

Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh

Dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan sebagai tindak lanjut untuk melaksanakan Undang-Undang tersebut, maka Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Pelaksana atas UU PPh tersebut yang terdiri dari:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.03/2008
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.03/2008
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.03/2008
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008
10.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008
11.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008
12.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008
13.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008
14.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008
15.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008
16.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008
17.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008
Seluruh Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2009, kecuali untuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.03/2008 berlaku surut mulai tanggal 1 Januari 2008.

Download peraturan-peraturan tersebut:

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.03/2008 tanggal 30 Desember 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan dan Pengawasan Pemberian Penurunan Tarif Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Jenis Jasa Lain sebagai Objek Pajak Penghasilan Pasal 23.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Badan-Badan Dan Orang Pribadi Yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil Yang Menerima Harta Hibah, Bantuan atau Sumbangan Yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Bantuan atau Santunan Yang Dibayarkan Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kepada Wajib Pajak Tertentu Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Amortisasi atas Pengeluaran Untuk Memperoleh Harta Tak Berwujud dan Pengeluaran Lainnya Untuk Bidang Usaha Tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penyusutan Atas Pengeluaran Untuk Memperoleh Harta Berwujud Yang Dimiliki dan Digunakan Dalam Bidang Usaha Tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan.
Inti dari peraturan ini adalah mengenai:
1. Besarnya Biaya Jabatan yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp 500.000,00 (lima ratus ribu) sebulan. Sebelumnya sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 setahun atau Rp 108.000,00 sebulan.
2. Besarnya Biaya Pensiun yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto untuk pensiunan sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) sebulan. Sebelumnya sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 432.000,00 setahun atau Rp 36.000,00 sebulan.


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penghasilan atas Jasa Keuangan Yang dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan Yang Tidak dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan , Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Wajib Pajak Badan tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
Inti dari peraturan ini adalah mengenai:
1. Batasan penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh oleh Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya sampai dengan Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan.
2. Ketentuan tersebut di atas tidak berlaku dalam hal penghasilan bruto jumlahnya melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) sebulan dalam hal penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.
3. Ketentuan tersebut di atas juga tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Usaha Tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Deviden oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha Yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari Penjualan atau Pengalihan Saham Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 18 Ayat 3c Undang-Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri.

Jumat, 10 Oktober 2008

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh

Undang-Undang (UU) PPh akhirnya telah diundangkan dengan telah didaftarkannya dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 4893.
Undang-Undang yang diberi nomor 36 Tahun 2008 ini telah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia tanggal 23 September 2008 dan mulai akan diberlakukan sejak 1 Januari 2009.
Berikut ini disajikan UU Nomor 36 Tahun 2008 tersebut yang dapat di-download pada link di bawah ini:
  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan - Batang Tubuh
  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan - Penjelasan
(c) syafrianto 10102008

Kamis, 04 September 2008

Pokok-pokok Perubahan Undang-undang PPh Tahun 2009 (Seri-4)

PEMOTONGAN PAJAK KEPADA PIHAK YANG TIDAK MEMILIKI NPWP LEBIH BESAR 100%

Jika kita cermati dalam Undang-undang PPh yang baru disetujui di Rapat Paripurna DPR tanggal 2 September 2008, maka terdapat suatu aturan yang cukup memberatkan bagi masyarakat yang menerima penghasilan namun belum memiliki NPWP. Selain ketentuan akan dikenakan dan dipotong PPh Pasal 21 bagi karyawan/pekerja yang tidak memiliki NPWP sebesar 20% lebih tinggi dari tarif seharusnya, juga ada aturan pengenaan (pemotongan dan pemungutan) PPh yang lebih tingi dari tarif seharusnya, yaitu pada Pasal 22 dan Pasal 23.

Dalam kedua Pasal ini ditegaskan bahwa pemungutan PPh Pasal 22 dan pemotongan PPh Pasal 23 terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP akan lebih tinggi 100% (seratus persen) dari pada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan (memiliki) NPWP.

Oleh sebab itu, mulai 1 Januari 2009 Wajib Pajak yang masih belum memiliki NPWP akan dikenakan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 22 atau PPh Pasal 23 dengan nilai yang lebih besar yaitu 2 (dua) kali lipat dibandingkan dengan Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP. Hal ini tentulah sangat merugikan. Jadi, sudah siapkah Anda dalam menghadapi ketentuan perpajakan di tahun 2009? Apakah Anda sudah memiliki NPWP?

Ikuti terus pembahasan isi dari RUU PPh di situs ini.

Copyright (c) syafrianto 01092008

http://syafrianto.blogspot.com



Lihat Pembahasan UU PPh 2008 selengkapnya.





Rabu, 03 September 2008

UU PPh Telah Disahkan, Mulai Berlaku 1 Januari 2009

Setelah melalui Rapat Paripurna DPR yang berlangsung pada hari Selasa tanggal 2 September 2009, akhirnya Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pajak Penghasilan (RUU PPh) menjadi Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Secara garis besar dalam UU PPh ini berisi ketentuan mengenai:
  1. Pemberian insentif bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP, seperti pembebasan fiskal luar negeri mulai tahun 2009, pengenaan tarif PPh yang berbeda antara yang memiliki NPWP dengan yang tidak memiliki NPWP.
  2. Perubahan dengan menurunkan Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi (lihat ulasannya pada Menu UU PPh 2008, pada bagian sebelumnya di situs ini).
  3. Pengenaan tarif PPh yang lebih rendah dari tarif seharusnya bagi Wajib Pajak Badan yang telah go-public dan melepaskan sahamnya minimal 40% di lantai bursa; yaitu diberikan diskon 5% dari tarif PPh Badan.
  4. Pengenaan tarif PPh yang lebih rendah (50% lebih rendah) dari tarif seharusnya bagi Wajib Pajak yang tergolong sebagai perusahaan kelas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sehingga kelak tarif PPh untuk UMKM adalah sekitar 14% di tahun 2009 dan 12,5% di tahun berikutnya.
  5. Menaikkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) mulai dari Rp 15.840.000 setahun.
  6. Pengenaan PPh untuk Surplus yang diperoleh Bank Indonesia.
Undang-undang PPh yang telah disahkan ini akan mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2009.
Saat ini, Undang-undang tersebut telah diberi nomor, dengan Nomor 36 Tahun 2008.
Bagi pembaca yang berminat untuk mendapatkan/men-download UU PPh 2008 tersebut dapat mencarinya di situs: http://taxlearning.blogspot.com

Download UU PPh 2008 di http://taxlearning.blogspot.com





Senin, 01 September 2008

Pokok-pokok Perubahan Undang-undang PPh Tahun 2009 (Seri-3)

Draft UU PPh

Mulai edisi ini, akan disajikan mengenai pembahasan atas draft RUU PPh yang telah disepakati dalam rapat Panja RUU tanggal 17 Juli 2008 dan akan segera disahkan sebagai Undang-undang dalam Rapat Paripurna. Semoga kelak ketika disahkan sebagai Undang-undang PPh, draft RUU yang telah disepakati dalam rapat Panja ini sudah tidak mengalami perubahan lagi.

Pembahasan yang dilakukan ini tidak diurutkan seusai dengan urutan Pasal dalam UU tersebut, namun penulis akan memilih sesuai dengan keperluan dan topik yang menarik. Silakan untuk terus mengikuti ulasan mengenai draft UU PPh melalui situs ini.

Pembahasan berikut ini adalah pendapat pribadi dari penulis dan dilarang untuk mengutip, memperbanyak tanpa seijin dari penulis.


PEREDARAN USAHA BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO ADALAH Rp 4,8 MILIAR

Dalam UU PPh ini telah menetapkan batasan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang dapat menentukan penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yaitu untuk yang memperoleh peredaran usaha dalam setahun tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Ketentuan ini ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (2).


Ikuti terus pembahasan isi dari UU PPh di situs ini.

Copyright (c) syafrianto 01092008


http://syafrianto.blogspot.com



Lihat Pembahasan UU PPh 2008 selengkapnya.



Pokok-pokok Perubahan Undang-undang PPh Tahun 2009 (Seri-2)

Draft UU PPh

Mulai edisi ini, akan disajikan mengenai pembahasan atas draft RUU PPh yang telah disepakati dalam rapat Panja RUU tanggal 17 Juli 2008 dan akan segera disahkan sebagai Undang-undang dalam Rapat Paripurna. Semoga kelak ketika disahkan sebagai Undang-undang PPh, draft RUU yang telah disepakati dalam rapat Panja ini sudah tidak mengalami perubahan lagi.

Pembahasan yang dilakukan ini tidak diurutkan seusai dengan urutan Pasal dalam UU tersebut, namun penulis akan memilih sesuai dengan keperluan dan topik yang menarik. Silakan untuk terus mengikuti ulasan mengenai draft UU PPh melalui situs ini.

Pembahasan berikut ini adalah pendapat pribadi dari penulis dan dilarang untuk mengutip, memperbanyak tanpa seijin dari penulis.


PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) NAIK

Kutipan Draft UU PPh:

Pasal 7

(1) Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:

a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan

d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

(2) Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.

(3) Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.


Ikuti terus pembahasan isi dari UU PPh di situs ini.

Copyright (c) syafrianto 28082008

http://syafrianto.blogspot.com


Lihat Pembahasan UU PPh 2008 selengkapnya.




Kamis, 28 Agustus 2008

Pokok-pokok Perubahan Undang-undang PPh Tahun 2009 (Seri-1)

Draft UU PPh

Mulai edisi ini, akan disajikan mengenai pembahasan atas draft Rancangan Undang-undang PPh yang telah disepakati dalam rapat Panja RUU tanggal 17 Juli 2008 dan akan segera disahkan sebagai Undang-undang dalam Rapat Paripurna. Semoga kelak ketika disahkan sebagai Undang-undang PPh, draft RUU yang telah disepakati dalam rapat Panja ini sudah tidak mengalami perubahan lagi.

Pembahasan yang dilakukan ini tidak diurutkan seusai dengan urutan Pasal dalam UU tersebut, namun penulis akan memilih sesuai dengan keperluan dan topik yang menarik. Silakan untuk terus mengikuti ulasan mengenai draft UU PPh melalui situs ini.

Pembahasan berikut ini adalah pendapat pribadi dari penulis dan dilarang untuk mengutip, memperbanyak tanpa seijin dari penulis.


PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DENGAN TARIF LEBIH TINGGI BAGI YANG TIDAK PUNYA NPWP


Kutipan Draft UU PPh:

Pasal 21

(5) Tarif Pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.

(5a) Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Penjelasan:

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (5a)

Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak antara lain dengan cara menunjukkan kartu NPWP.

Contoh: Penghasilan Kena Pajak Rp 75.000.000,00

Pajak Pengahsilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:

5% x Rp 50.000.000,00

Rp 2.500.000,00

15% x Rp 25.000.000,00

Rp 3.750.000,00

Jumlah

Rp 6.250.000,00

PPh yang harus dipotong jika Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP adalah:

5% x 120% x Rp 50.000.000,00

Rp 3.000.000,00

15% x 120% x Rp 25.000.000,00

Rp 4.500.000,00

Jumlah

Rp 7.500.000,00

Berdasarkan ketentuan ini, maka sejak 1 Januari 2009 (jika RUU ini telah disahkan dan diberlakukan), karyawan atau pekerja yang bekerja pada pemberi kerja/majikan (apakah bekerja di suatu perusahaan, atau bekerja pada seseorang) maka atas penghasilan yang diterima dari pekerjaannya tersebut akan dikenakan pemotongan (yang harus dilakukan oleh pemberi kerja/majikan dengan tarif pemotongan yang dibedakan antara yang telah memiliki NPWP dengan yang masih belum memiliki NPWP.

Pekerja yang belum memiliki NPWP, sesuai dengan UU PPh tersebut, akan dikenakan PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% (dua puluh persen) dibandingkan dengan yang telah memiliki NPWP. Seperti pada contoh Pasal 21 ayat (5a) tersebut di atas, akan terdapat selisih pemotongan PPh Pasal 21, dan akan merugikan bagi pekerja yang tidak memiliki NPWP. Dari contoh tersebut di atas, jika pekerja (yang tidak memiliki NPWP) memperoleh penghasilan kena pajak sebesar Rp 75.000.000,00, maka akan dikenakan pajak lebih besar Rp 1.250.000,00. Jumlah ini terasa cukup besar dan cukup merugikan.

Oleh sebab itu, bagi para pekerja yang hingga saat ini masih belum memiliki NPWP, maka perlu untuk mempertimbangkan ketentuan baru dalam UU PPh ini.

Ikuti terus pembahasan isi dari UU PPh di situs ini.

Copyright (c) syafrianto 28082008

http://syafrianto.blogspot.com


Lihat Pembahasan UU PPh 2008 selengkapnya.