..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label Lapor Pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lapor Pajak. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 Januari 2013

Akumulasi Penghasilan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Desember

SPT Masa PPh Pasal 21 adalah Surat Pemberitahuan (SPT) yang digunakan oleh Pemotong PPh Pasal 21 dalam melaporkan pajak yang telah dipotong atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan. SPT ini dilaporkan setiap bulan (masa) atas pemotongan terhadap gaji, upah, honor atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan kepada orang pribadi. SPT Masa PPh Pasal 21 yang digunakan untuk melaporkan Pemotongan PPh Pasal 21 ini menggunakan formulir dengan kode 1721 (ditetapkan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2009.

Terdapat perbedaan pelaporan antara SPT Masa PPh Pasal 21 masa Januari s.d. November dengan SPT Masa PPh Pasal 21 masa Desember. Perbedaan tersebut adalah, untuk SPT Masa PPh Pasal 21 masa Januari s.d. November, jumlah penghasilan bruto dan PPh Pasal 21 terutang yang dilaporkan adalah jumlah per bulan yang bersangkutan. Sedangkan untuk pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 masa Desember, jumlah penghasilan bruto dan PPh Pasal 21 terutang yang dilaporkan adalah akumulasi penghasilan selama setahun (mulai Januari s.d. Desember).

Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, apakah pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 masa Desember dengan jumlah penghasilan bruto dan PPh Pasal 21 yang diakumulasi tersebut juga termasuk untuk Penghasilan yang menjadi objek Final yang tercantum pada halaman ke-2 formulir 1721 (Bagian C), untuk Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Honor Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil yang dibayarkan dari APBN/APBD? 

Jika kita membaca petunjuk pengisian SPT yang tercantum pada bagian paling bawah halaman pertama formulir 1721, maka dapat kita temukan penjelasan mengenai pelaporan nilai secara akumulasi yaitu: "Khusus untuk masa pajak Desember, jumlah Penghasilan Bruto (kolom 4) dan Jumlah Pajak Terutang (kolom 5) pada angka 6 sampai dengan angka 20 diisi jumlah kumulatif dalam Tahun Kalender yang bersangkutan." Penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 21 pada angka 6 sampai dengan angka 20 ini adalah Pegawai Tetap, Penerima Pensiun Berkala, Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Distributor MLM, Petugas Dinas Luar Asuransi, Penjaja Barang Dagangan, Tenaga Ahli, Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, bonus dan imbalan lain, pegawai yang melakukan penarikan dana pensiun, peserta kegiatan, bukan pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat berkesinambungan, bukan pegawai yang menerima penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan, pegawai atau pemberi jasa sebagai Wajib Pajak Luar Negeri. Sedangkan untuk penghasilan Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Honor Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil yang dibayarkan dari APBN/APBD, tercantum pada Bagian C angka Nomor 29 sampai dengan 30. Dan pada tidak terdapat penjelasan bahwa atas penghasilan ini harus diakumulasi pada pelaporan SPT Masa Desember. Dengan demikian maka pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 masa Desember, untuk Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Honor Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil yang dibayarkan dari APBN/APBD, tercantum pada Bagian C angka Nomor 29 sampai dengan 30 ini tidak perlu diakumulasi, namun hanya cukup dilaporkan sesuai dengan angka sebenarnya pembayaran yang dilakukan pada bulan Desember.

Senin, 01 Oktober 2012

Prosedur Pelaporan Faktur Pajak Pengganti dan Faktur Pajak Batal


Sering penulis mendapatkan pertanyaan mengenai prosedur dan tata cara pembatalan Faktur Pajak dan Penggantian Faktur Pajak. Memang wajar jika dalam transaksi, sering terjadi perubahan kesepakatan dalam suatu transaksi yang akan mengakibatkan harus dilakukan perubahan administrasi pendukung baik itu invoice-nya, faktur pajak maupun pencatatannya. Perubahan yang terjadi ini telah diantisipasi dalam ketentuan perpajakan, khususnya dalam pembuatan faktur pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010. Berkaitan dengan hal ini, beberapa hari yang lalu penulis mendapatkan sebuah email dari salah satu Pembaca Setia Tax Learning dengan pertanyaan sebagai berikut:

1. Faktur Pajak Pengganti

Pada bulan Juli 2012 PT A menerbitkan FP Keluaran dengan nomor 010.000-12.00008280 tanggal 5 Juli 2012 sebesar Rp 1.609.390. Pada bulan Agustus 2012, dikoreksi harganya sehingga FP di atas berubah menjadi nomor 010.000-12.00009980 tanggal 15 Agustus 2012 dengan nominal Rp 604.760.
Sampai dengan saat ini prosedur pajak yg sudah kami lakukan adalah:
  1. melaporkan FP nomor 010.000-12.00008280 sebesar Rp 1.609.390 pada SPT Masa Juli 2012
  2. melaporkan FP nomor 010.000-12.00009980 dengan nominal Rp 604.760 pada SPT Masa Agustus 2012

2. Faktur Pajak Batal

Pada bulan Mei 2012 PT.A menerbitkan FP Keluaran dengan nomor 010.000-12.00004866 tanggal 10 Mei 2012 sebesar Rp 2.810.535. Pada bulan Agustus 2012 diketahui bahwa invoice atas FP di atas dibatalkan.
Sampai dengan saat ini prosedur pajak yang sudah kami lakukan adalah: - melaporkan FP nomor 010.000-12.00004866 sebesar Rp 2.810.535 pada SPT Masa Mei 2012


Jawaban atas kedua kasus tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1. Faktur Pajak Pengganti
Seharusnya untuk FP Pengganti, ketika pada bulan Agustus 2012, ketika diterbitkan Faktur Pajak Pengganti, maka seharusnya Faktur Pajak Pengganti yang diterbitkan pada bulan Agustus ini diberi nomor 011.000-12.00009980, dimana pada angka digit ketiga (untuk kode status pada Faktur Pajak) seharusnya dibuat angka “1” yaitu untuk Faktur Pajak Pengganti.

Mekanisme pelaporan pada SPT Masa PPN yang harus dilakukan adalah (petunjuknya dapat dilihat pada bagian A Nomor 7 Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010):

a. pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti, dengan mencantumkan nilai setelah penggantian.
Berarti dalam kasus di atas, pada Masa Pajak Juli 2012 dilakukan pembetulan SPT Masa PPN (dengan catatan sebelumnya sudah dilaporkan) dengan mencantumkan Nomor Faktur Pajak yang sebelum diganti (010.000-12.00008280) dan tanggal sesuai Faktur Pajak yang belum diganti tersebut yaitu 5 Juli 2012. Dengan nilai penyerahan diubah sesuai dengan angka setelah dikoreksi yaitu sebesar Rp 604.760.

b.Pada Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Pengganti tersebut dicantumkan nomor Faktur Pajak Pengganti dan tanggal sesuai Faktur Pajak Pengganti dan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN dan PPnBM.
Dengan demikian maka berdasarkan kasus tersebut di atas, maka pada SPT Masa PPN Masa Pajak Agustus 2012 harus melaporkan Faktur Pajak Pengganti ini yaitu Faktur Pajak Nomor 011.000-12.00009980 tanggal 15 Agustus 2012 sedangkan untuk nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP), PPN dan PPnBM dicantumkan nilai 0 (nol).

Prosedur yang harus dilakukan ketika akan melakukan pembetulan ini menggunakan program e-SPT PPN 1111 adalah:



    1. Buka SPT Masa PPN Masa Juli 2012 (yang sebelumnya telah kita laporkan ke KPP) pada program e-SPT PPN. Ketika ada pilihan apakah akan melakukan edit atas SPT Masa PPN Masa Juli 2012 ini ataukah melakukan pembetulan, maka pilih “melakukan pembetulan”.
    2. Pilih dari daftar Faktur Pajak Keluaran yang telah diinput untuk Faktur Pajak yang akan dilakukan penggantian tersebut (FP nomor 010.000-12.00008280) lalu lakukan edit/ubah atas Faktur Pajak yang dipilih, pilih jenis faktur pajaknya sebagai “Faktur Pajak Pengganti (nomor 5)”, Nomor Dokumen diisi dengan Nomor FP Pengganti (yaitu nomor 011.000-12.00009980) sedangkan pada bagian bawahnya untuk nomor FP yang digantikan isi dengan Nomor Faktur awal sebelum diganti (yaitu nomor 010.000-12.00008280) untuk nilai DPP-nya isi dengan mengganti nilainya menjadi nilai yang seharusnya setelah penggantian yaitu Rp 604.760.

    2. Faktur Pajak Batal

    Mekanisme pelaporan Faktur Pajak Batal dalam SPT Masa PPN dijelaskan pada bagian C Nomor 6, 7, dan 8 Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010. Prosedur pembatalan faktur pajak ini adalah:

    1. Dalam hal PKP belum melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT Masa PPN: PKP harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN masa diterbitkannya Faktur Pajak yang akan dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
    2. Dalam hal PKP Penjual telah melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dalam SPT Masa PPN: PKP harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa pajak yang bersangkutan, dengan tetap melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
    3. Dalam hal PKP Penjual telah melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dalam SPT Masa PPN: PKP harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa PPN masa pajak yang bersangkutan, dengan tetap melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.

Dalam kasus tersebut di atas, karena Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut telah dilaporkan oleh PKP, maka PKP harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN masa pajak Mei 2012 dengan tetap melaporkan Faktur Pajak nomor 010.000-12.00004866 tanggal 10 Mei 2012 dan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.

Sedangkan untuk prosedur pelaporan pembatalan faktur pajak ini dengan menggunakan program e-SPT PPN 1111 adalah sama dengan prosedur penggantian faktur pajak sebagaimana telah diuraikan pada jawaban nomor 1 di atas. Hanya saja untuk pilihan jenis faktur pajaknya, pilih “Faktur Pajak Batal (nomor 4)” dan pada bagian nilai DPP dan PPN, isi dengan angka 0 (nol).

Jumat, 18 Mei 2012

Batas Waktu Pelaporan SPT Masa untuk Masa April 2012

Libur pada akhir pekan ini cukuplah panjang. Sejak hari Kamis tanggal 17 Mei 2012, yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hari libur nasional berkaitan dengan hari peringatan Kenaikan Yesus Kristus (Isa Almasih). Kemudian pada hari Jumat tanggal 18 Mei 2012 ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Cuti Bersama Nasional. Sedangkan tanggal 19 dan 20 Mei 2012 adalah hari libur karena hari Sabtu dan Minggu. Dengan demikian maka sebanyak 4 (empat) hari berturut-turut sejak tanggal 17 Mei 2012 hingga 20 Mei 2012.

Kebetulan pada tanggal 20 Mei 2012 adalah merupakan batas akhir pelaporan SPT Masa PPh untuk masa April 2012. Akibatnya pada hari Rabu tanggal 16 Mei 2012, di beberapa Kantor Pelayanan Pajak terlihat antrian yang cukup panjang untuk Wajib Pajak yang akan melaporkan SPT Masa ini. Mungkin sebagian dari mereka menganggap bahwa karena tanggal 16 Mei 2012 adalah hari terakhir pelaporan SPT Masa PPh masa April 2012. Namun apakah memang demikian? Apakah apabila pada batas akhir pelaporan SPT tersebut jatuh pada hari libur, maka batas pelaporan SPT harus maju satu hari kerja sebelumnya seperti anggapan tersebut?
Pertanyaan seperti ini masih sering penulis dapatkan. Hal ini karena hingga saat ini masih banyak yang belum jelas mengenai ketentuan terbaru mengenai batas waktu pelaporan (maupun penyetoran) pajak. Dulu memang ada ketentuan apabila batas waktu pelaporan SPT jatuh pada hari libur, maka pelaporan pajak harus maju pada hari kerja terakhir sebelum batas waktu yang telah ditetapkan.

Sejak 1 Januari 2008 (sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 yang saat ini telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010) saat terakhir pelaporan pajak diberikan toleransi dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya apabila batas waktu pelaporan SPT Masa jatuh pada hari libur. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 8. Di Pasal ini juga didefinisikan yang dimaksud dengan hari libur adalah hari libur nasional, hari Sabtu, hari Minggu dan hari yang ditetapkan Pemerintah sebagai hari cuti bersama. Ketentuan ini berlaku untuk pelaporan SPT Masa PPh dan SPT Masa PPN.

Dengan demikian, maka batas waktu pelaporan SPT Masa PPh masa April 2012 ini dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya yaitu pada hari Senin tanggal 21 Mei 2012.

Jadi bagi Para Pembaca Setia Tax Learning yang sampai hari ini masih belum melaporkan SPT Masa PPh masa April 2012, tidak usah khawatir terlambat untuk melaporkan SPT, karena hari Senin tanggal 21 Mei 2012 masih ada waktu untuk melaporkan SPT Masa PPh dan belum terlambat. Selamat berlibur dan jangan lupa untuk memenuhi kewajiban perpajakan.

Jumat, 27 April 2012

Pelaporan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2011

Tanggal 30 April 2012 adalah merupakan batas waktu terakhir bagi Wajib Pajak Badan untuk melaporkan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2011. Siapakah Wajib Pajak Badan yang dimaksud yang wajib untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan? Dalam UU KUP ditegaskan bahwa yang termasuk sebagai Wajib Pajak Badan adalah adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Sedangkan dalam UU PPh, Bentuk Usaha Tetap (BUT) juga dikategorikan sebagai Wajib Pajak Badan.

Jadi bagi Anda yang harus melaporkan SPT Tahunan PPh Badan, maka tinggal besok hari Sabtu 28 April 2012 dan hari Senin tanggal 30 April 2012 untuk dapat melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Berikut jadwal pelayanan di KPP untuk kedua hari tersebut. Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia akan membuka pelayanan tambahan khusus untuk melayani Wajib Pajak yang akan melaporkan SPT Tahunan PPh Badan pada: 
-Hari Sabtu tanggal 28 April 2012 dari pukul 08.00 s.d. 12.00 waktu setempat.
-Hari Senin tanggal 30 April 2012 dari pukul 07.30 s.d. 19.00 waktu setempat.

Jumat, 30 Maret 2012

Hari Terakhir Pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2011

Besok tanggal 31 Maret 2012 adalah merupakan hari terakhir untuk pelaporan SPT Taahunan PPh Orang Pribadi tahun pajak 2011. Namun besok adalah hari Sabtu yang merupakan hari libur bagi instansi Pemerintah termasuk juga bagi seluruh jajaran kantor di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Pada tahun-tahun sebelumnya, apabila hari terakhir batas waktu pelaporan SPT Tahunan bertepatan dengan hari libur, maka biasanya Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan kebijakan dengan tetap membuka pelayanan kepada Wajib Pajak dalam pelaporan SPT pada hari libur tersebut. Lalu bagaimanakah pelayanan penerimaan SPT kali ini, apakah besok Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetap buka?

Kebijakan mengenai pengaturan waktu di luar jam kerja dalam melayani Wajib Pajak yang akan melaporkan SPT Tahunan tahun 2011 diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ/2012 tanggal 6 Maret 2012 mengatur tentang jadwal pelayanan tambahan untuk penerimaan SPT Tahunan PPh tahun 2011 di luar hari kerja.

Dalam SE-10/PJ/2012 ini ditegaskan bahwa di bulan Maret 2012 ini Direktorat Jenderal Pajak melalui KPP akan tetap membuka kantornya di hari libur adalah pada hari Sabtu tanggal 31 Maret 2012 mulai pukul 08.00 s.d. 20.00 waktu setempat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 diatur bahwa batas waktu penyetoran PPh yang masih kurang bayar berdasarkan perhitungan dalam SPT Tahunan (PPh Pasal 29) adalah sebelum SPT Tahunan disampaikan. Artinya bahwa setoran PPh Pasal 29 juga dapat dilakukan pada tanggal 31 Maret 2012. Namun apakah besok bank persepsi atau kantor pos membuka layanan untuk menerima setoran pajak?

Dalam SE-10/PJ/2012 ditegaskan bahwa bank persepsi dan kantor pos tidak membuka layanan untuk menerima setoran pajak pada tanggal 31 Maret 2012. Oleh sebab itu, dalam Surat Edaran tersebut menghimbau kepada para Wajib Pajak yang akan melakukan penyetoran PPh Pasal 29 agar menyetorkannya pada hari ini tanggal 30 Maret 2012.

Minggu, 18 Maret 2012

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Bagi sebagian orang, terutama bagi yang baru pertama kali mengisi SPT, akan merasa kesulitan dalam mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Oleh karena itu, setiap tahun menjelang batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi penulis selalu mendapatkan pertanyaan dari para Pembaca setia Tax Learning mengenai hal-hal seputaran pengisian dan pelaporan SPT Tahunan PPh. Untuk memberikan penjelasan dan panduan kepada para Pembaca setia Tax Learning, penulis telah menuangkan dalam beberapa artikel. Namun karena sudah cukup banyak artikel yang telah diposting dalam blog ini, tentunya menyulitkan bagi Pembaca sekalian untuk mencari artikel terkait. Oleh sebab itu, maka melalui artikel ini penulis mencoba untuk menghimpun artikel yang membahas mengenai pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang sudah dibahas di blog ini.

Sebagaimana diketahui bahwa formulir yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dalam melaporkan pajak pribadinya untuk tahun pajak 2011 yang harus disampaikan paling lambat tanggal 31 Maret 2012 terdiri dari 3 (tiga) jenis formulir, yaitu:
  1. Formulir SPT 1770 SS. Formulir ini khusus disediakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang selama 1 (satu) tahun pajak hanya memperoleh penghasilan dari 1 pemberi kerja (menjadi karyawan dan menerima gaji hanya pada 1 perusahaan/majikan) dengan jumlah penghasilan bruto tidak melebihi Rp 60 juta, memperoleh penghasilan dari bunga tabungan/deposito di bank, dan penghasilan dari bunga koperasi. Apabila Wajib Pajak orang pribadi tidak memenuhi ketentuan ini, atau isteri/anggota keluarga mendapatkan penghasilan, maka Wajib Pajak ini tidak dapat melaporkan pajaknya dengan menggunakan formulir 1770 SS ini.
  2. Formulir SPT 1770 S. Formulir ini digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh penghasilan aktif sebagai karyawan pada 1 (satu) atau lebih pemberi kerja (perusahaan/majikan) yang tidak memenuhi kriteria untuk menggunakan SPT 1770 SS dan memiliki penghasilan lain yang bukan dari kegiatan usaha bebas dan/atau pekerjaan bebas.
  3. Formulir SPT 1770. Formulir ini digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mendapatkan penghasilan dari usaha bebas dan/atau pekerjaan bebas.

Bentuk formulir SPT yang digunakan untuk tahun pajak 2011 masih sama dengan bentuk formulir yang digunakan untuk tahun pajak 2010. Untuk selengkapnya, formulir tersebut dapat di download di artikel berikut.

Bagaimanakah cara mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi?

Sebenarnya Direktorat Jenderal Pajak telah menerbitkan buku panduan pengisian SPT Tahunan secara cuma-cuma. Namun penulis menyadari, bahwa bagi sebagian Wajib Pajak yang tidak memiliki latar belakang ilmu akuntansi atau ilmu perpajakan akan sulit untuk memahami buku petunjuk pengisian SPT tersebut. Sehingga untuk membantu para Pembaca setia Tax Learning untuk dapat mengisi SPT secara mudah, penulis telah menyajikan panduan secara sederhana berupa contoh, dalam artikel yang dapat diakses di:
-Panduan pengisian SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan.

Kemanakah SPT Tahunan PPh tahun 2011 Harus Dilaporkan?

Setelah mengisi dan menyetorkan PPh kurang bayar berdasarkan perhitungan dalam SPT Tahunannya, maka Wajib Pajak harus melaporkan SPT Tahunannya ini. Wajib Pajak dapat menyampaikan laporan SPT Tahunan ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat dia terdaftar, Kantor Pelayanan Pajak lainnya di seluruh Indonesia, Pojok Pajak, Mobil Pajak, atau Drop Box.

Drop Box adalah suatu tempat yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak khusus untuk menerima pelaporan SPT Tahunan PPh. Drop Box ini biasanya dibuka sekitar bulan Februari, Maret dan April. Lokasi Drop Box tersebar di seluruh Indonesia di daerah pusat keramaian seperti di pusat perbelanjaan, kantor pos, kantor pemerintahan, sekolah dan pusat strategis lainnya. Wajib Pajak dapat melaporkan SPT Tahunan PPh-nya ke lokasi Drop Box manapun di seluruh Indonesia. Untuk tahun 2012 ini, Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan sejumlah tempat sebagai lokasi Drop Box. Untuk mengetahui lokasi Drop Box selengkapnya dapat diakses di situs resmi Direktorat Jenderal Pajak, di link berikut ini.


Bagaimanakah Ketentuan Pelaporan SPT Bagi Wajib Pajak Yang Berada di Luar Negeri?

Bagi Wajib Pajak yang berada di Luar Negeri melebihi jangka waktu 183 hari dalam periode 12 bulan serta tidak lagi mendapatkan/memperoleh penghasilan di Indonesia dapat tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Namun terlebih dahulu Wajib Pajak ini harus mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif yang ketentuannya diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-89/PJ/2009. Artikel mengenai kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang berada di luar negeri ini akan dibahas dalam artikel berikutnya.

Rabu, 08 Februari 2012

Uji Coba Aplikasi Pelaporan SPT Secara Online

Satu lagi terobosan teknologi yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai bentuk untuk memberikan kemudahan bagi para Wajib Pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Inovasi yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak ini adalah mekanisme pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi secara online melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak. Mekanisme pelaporan pajak secara online ini dinamakan sebagai e-Filing dan dapat diakses melalui alamat: http://efiling.pajak.go.id/

Wajib Pajak yang saat ini dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi secara online adalah Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh-nya dengan menggunakan formulir:
-SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770 S; dan
-SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770 SS

Bagi Wajib Pajak yang akan melaporkan SPT Tahunan PPh dengan cara e-Filing ini, maka harus melakukan ketiga tahap berikut.

Mengajukan Permohonan e-FIN

e-FIN (electronic filling identification number) adalah sebuah nomor kode yang nanti harus diisikan oleh Wajib Pajak pada saat melakukan pendaftaran untuk menggunakan aplikasi menyampaikan SPT Tahunan PPh secara online (e-Filing). Untuk mengajukan e-FIN ini dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:

1. Datang Langsung ke KPP

Untuk permohonan e-FIN melalui KPP, Wajib Pajak dapat memperoleh e-FIN dengan mendatangi secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi form permohonan e-FIN dan melampirkan Kartu Identitas Diri. Proses ini dapat dilakukan dalam satu hari kerja sejak permohonan dibuat.

2. Secara Online Melalui Situs pajak.go.id

Untuk pengisian secara online, Wajib Pajak dapat mengakses situs pendaftaran e-FIN secara online dengan langkah-langkah:

a. Klik menu Registrasi eFin
b. Input NPWP dan Tanggal Pendaftaran
c. Klik Submit

e-FIN akan dikirimkan ke alamat Wajib Pajak yang tertera pada Master File yang terdaftar di KPP dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak registrasi e-FIN. Apabila alamat pendaftar tidak sama dengan alamat yang diinput pada saat konfirmasi, masukkan alamat yang valid yang dapat dikirim pos, kemana eFIN akan dikirimkan.

Mendaftarkan Untuk Menggunakan Aplikasi e-Filing Dalam Melaporkan SPT

Setelah Wajib Pajak menerima e-FIN, maka langkah selanjutnya adalah mendaftarkan diri untuk menggunakan aplikasi e-Filing. Langkah-langkah pendaftaran untuk menggunakan e-Filing adalah:
a. Buka menu e-Filing di website DJP
b. Masukkan NPWP dan e-FIN
c. Isi data email, nomor handphone dan password
d. Submit data pendaftaran

Menyampaikan SPT Tahunan Secara e-Filing

Setelah terdaftar sebagai pengguna aplikasi e-Filing, maka Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan secara online. Untuk menyampaikan SPT Tahunan secara online ini, Wajib Pajak hanya perlu mengisi data-data perpajakan sesuai dengan formulir SPT Tahunan PPh melalui situs pajak. Wajib Pajak hanya perlu menyampaikan data-data ini tanpa perlu menyampaikan dokumen hardcopy-nya kecuali setelah kemudian hari diminta oleh KPP melalui Account Representative (AR).
(c) http://syafrianto.blogspot.com

Senin, 12 Desember 2011

Jam Pelayanan TPT di Kantor Pelayanan Pajak

Jadwal pelayanan penerimaan surat dan SPT di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pelayanan Pajak setiap harinya adalah dari pukul 08.00 s.d. 16.00 waktu setempat.

Mendekati akhir bulan, aktivitas pemenuhan kewajiban pajak tentunya akan meningkat. Hal ini disebabkan karena batas akhir pelaporan SPT Masa PPh berakhir pada tanggal 20 sedangkan batas akhir pelaporan SPT Masa PPN berakhir pada akhir bulan (tanggal 30 atau tanggal 31 atau untuk bulan Februari tanggal 28 atau 29). Mungkin bagi para pembaca setia Tax Learning, bulan ini yang merupakan bulan terakhir di tahun 2011 ini harus segera menyelesaikan semua kewajiban yang harus dilakukan termasuk juga kewajiban pelaporan pajak. Karena bagi sebagian besar kantor/instansi/perusahaan, mungkin pada minggu terakhir bulan ini adalah merupakan liburan akhir tahun dalam rangka menyambut Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Oleh sebab itu, mulai saat ini sudah harus mempersiapkan penghitungan dan pelaporan kewajiban pajak.

Mungkin bagi sebagian pembaca setia Tax Learning yang selama ini biasa melakukan pelaporan pajak sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sudah terbiasa dengan jadwal pelayanan penerimaan pelaporan SPT di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) masing-masing KPP. Biasanya waktu pelayanan penerimaan laporan SPT atau surat-surat di TPT adalah mulai pukul 07.30 waktu setempat hingga pukul 17.00 waktu setempat. Namun mulai 15 November 2011 waktu pelayanan di TPT ini telah mengalami perubahan. Awalnya penulis juga tidak terlalu perhatian dengan hal ini sebagaimana yang penulis ketahui dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-84/PJ/2011 tentang Pelayanan Prima. Namun beberapa hari yang lalu penulis mendapatkan keluhan dari salah seorang rekan penulis yang kebetulan akan melaporkan SPT ke KPP. Ketika rekan penulis tiba di KPP, waktu telah menunjukkan pukul 16.00 lewat. Dan rupanya TPT telah ditutup. Rekan penulis ini sangat kesal karena ia bersusah payah menghadapi kemacetan kota Jakarta sehingga mengakibatkan tiba di KPP agak sore ternyata TPT telah ditutup. Karena kesal, maka rekan penulis ini menumpahkan kekesalannya kepada penulis.

Saat itulah baru penulis ingat, bahwa pernah membaca sebuah surat edaran tentang jadwal pelayanan di TPT. Surat Edaran tersebut adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-84/PJ/2011 tanggal 15 November 2011 tentang Pelayanan Prima. SE-84/PJ/2011 ini mencabut dan menggantikan ketentuan mengenai Pelayanan Prima sebagaimana selama ini dijalankan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2007. Beberapa hal penting yang perlu diketahui oleh Wajib Pajak antara lain adalah:
  1. Jadwal pelayanan penerimaan surat dan SPT di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pelayanan Pajak setiap harinya adalah dari pukul 08.00 s.d. 16.00 waktu setempat. Ketentuan ini mengubah jadwal pelayanan yang selama ini diterapkan di KPP dimana jadwal pelayanan adalah dari pukul 07.30 s.d. 17.00 waktu setempat.
  2. Pada saat jam istirahat, pelayanan tetap diberikan dengan cara mengatur secara bergiliran petugas yang beristirahat dan menambah jumlah petugas jika TPT terlihat antrian yang panjang.
  3. Area kantor di KPP dibagi menjadi 2 (dua), yaitu area umum (public area) dan area terbatas (restricted area). Pada area umum, Wajib Pajak boleh bebas keluar masuk tanpa menggunakan atribut tertentu untuk memperoleh pelayanan perpajakan. Sedangkan pada area terbatas, Wajib Pajak yang memerlukan pelayanan harus mengisi buku tamu, meninggalkan KTP atau identitas diri untuk ditukar dengan kartu tamu, serta ada petugas yang menunjukkan/mengantar Wajib Pajak untuk menemui pegawai yang dituju.

Semoga informasi yang penulis sampaikan ini dapat diketahui oleh para Pembaca Setia Tax Learning yang hendak melaksanakan kewajiban perpajakan atau yang membutuhkan pelayanan dari pihak KPP, sehingga kekecewaan yang dialami rekan penulis akibat tidak mengetahui jadwal baru pelayana di TPT tidak terjadi. Semoga artikel ini juga dapat disebarluaskan oleh para Pembaca Setia Tax Learning ke rekan dan kenalannya yang lain.

Jumat, 29 April 2011

Sudahkan Anda Lapor SPT Tahunan PPh Badan 2010?

Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2010 tinggal sehari lagi. Besok tanggal 30 April 2010 adalah merupakan hari terakhir pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2010. Apabila SPT Tahunan PPh Badan tahun 2010 dilaporkan setelah tanggal 30 April 2010, maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 1.000.000,00.

Salah satu persyaratan agar SPT Tahunan PPh Badan yang terdapat PPh kurang bayar dapat dilaporkan adalah apabila Wajib Pajak telah melunasi PPh kurang bayar (PPh Pasal 29) tersebut.

Apakah Anda (yang memiliki kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh Badan) telah melaporkan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2010? Mungkin sebagian besar dari para Pembaca Setia Tax Learning sudah melaporkan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2010. Namun apabila sampai dengan hari ini, Anda masih belum melaporkan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2010, janganlah panik. Walaupun besok tanggal 30 April 2010 jatuh pada hari Sabtu yang merupakan hari libur bagi Instansi Pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, namun Anda masih memiliki kesempatan untuk melaporkan SPT Tahunan PPh Badan Anda.

Namun bagaimanakah apabila sampai hari ini Anda belum menyetorkan PPh Pasal 29?

Berdasarkan informasi yang berhasil penulis kumpulkan, pelayanan pemenuhan kewajiban pajak untuk besok masih tetap berlangsung seperti biasa, walaupun besok adalah hari Sabtu.

Direktorat Jenderal Pajak Buka Pelayanan Tanggal 30 April 2011

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-19/PJ/2011 tanggal 28 Februari 2011, Pengumuman dari Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Nomor PENG-08/PJ.09/2011 tanggal 28 April 2011, dan siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak ditegaskan bahwa Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia pada tanggal 30 April 2011 tetap buka melayani pelaporan SPT Tahunan PPh Badan mulai pukul 08.00 s.d. 19.00 waktu setempat.

Pelayanan Pihak Perbankan

Berdasarkan Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak yang ditandatangani oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, Herry Sumardjito, disebutkan bahwa pihak Bank Persepsi atau Kantor Pos penerima pembayaran pajak tetap buka untuk menerima pembayaran pajak pada tanggal 30 April 2011. Namun apakah memang Bank membuka pelayanan untuk penerimaan setoran pajak?

Untuk memastikan hal ini, penulis mencoba menelepon ke BNI melalui customer hotline service. Pihak Bank BNI memberikan informasi bahwa besok di beberapa cabangnya tetap membuka pelayanan untuk penyetoran pajak. Penulis mendapatkan informasi bahwa cabang BNI di Grand Indonesia membuka pelayanan untuk menerima setoran pajak mulai pukul 10.00 WIB s.d. 15.00 WIB.

Selain itu juga diperoleh informasi bahwa Kantor Pos dan Giro di Pasar Baru juga menerima pelayanan setoran pajak. Jadi apabila ada Pembaca Setia Tax Learning yang masih belum menyetorkan PPh Pasal 29, besok dapat menyetorkan ke bank atau kantor pos. Namun sebaiknya telepon dahulu untuk mendapatkan kepastian informasi.

Pengumuman Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan 2010

Akhirnya Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan pengumuman resmi mengenai batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tahun pajak 2010 melalui Pengumuman Nomor PENG-08/PJ.09/2011 tanggal 28 April 2011.

Sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan adalah pada akhir bulan keempat setelah tahun pajak berakhir. Ini artinya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan untuk tahun 2010 adalah pada tanggal 30 April 2011. Namun tanggal 30 April 2011 ini kebetulan bertepatan dengan hari Sabtu, yang bagi sebagian besar instansi pemerintah dan swasta adalah merupakan hari libur. Sehingga timbul persepsi yang berbeda-beda di kalangan Wajib Pajak. Sebagian Wajib Pajak mengasumsikan bahwa apabila batas waktu pelaporan SPT (termasuk juga SPT Tahunan) jatuh pada hari libur, maka batas waktu pelaporan dapat diundur paling lambat pada hari kerja berikutnya. Sehingga ada yang menyebutkan bahwa batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2010 adalah tanggal 2 Mei 2011 (bahkan artikel ini sudah beritakan situs INILAH.com, baca kutipan artikelnya di sini). Namun penjelasan yang membantah persepsi di masyarakat ini telah diulas oleh blog Tax Learning (baca artikelnya di sini).

Akhirnya polemik seputar batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2010 ini berakhir dengan keluarnya Pengumuman Resmi dari DJP Nomor Pengumuman Nomor PENG-08/PJ.09/2011 tanggal 28 April 2011. Dalam pengumuman ini ditegaskan bahwa batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan adalah pada hari Sabtu, 30 April 2011 pukul 19.00 waktu setempat. Ini sudah menjawab pertanyaan yang beredar selama ini.
Berikut kutipan isi pengumuman tersebut.



P E N G U M U M A N
NOMOR: PENG - 08 /PJ.09/2011
TENTANG
BATAS AKHIR PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh
WAJIB PAJAK BADAN TAHUN PAJAK 2010

Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dengan ini disampaikan bahwa batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan adalah hari Sabtu, tanggal 30 April 2011. Pada tanggal tersebut seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor
Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia tetap buka dan memperpanjang jam pelayanan untuk menerima SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan mulai pukul 08.00 s.d. 19.00 waktu setempat.


Jakarta, 28 April 2011
a.n. Direktur Jenderal Pajak
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat
t.t.d
N.E. Fatimah
NIP 195812121982102001





Rabu, 27 April 2011

Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan

Salah satu kewajiban Wajib Pajak adalah melaporkan/menyampaikan SPT Tahunan PPh setiap tahunnya. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, maka setiap tahun harus menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Artinya apabila untuk tahun pajak 2010 (dengan periode tahun buku 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2010), maka batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lambat adalah tanggal 31 Maret 2011.

Bagi Wajib Pajak Badan, maka setiap tahun harus menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat pada akhir bulan keempat setelah tahun pajak berakhir. Artinya apabila untuk tahun pajak 2010 (dengan periode tahun buku 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2010), maka batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat adalah tanggal 30 April 2011. Apabila Wajib Pajak melaporkan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2010 lewat dari tanggal 30 April 2011, maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU KUP, yaitu sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Dalam ketentuan Undang-Undang Perpajakan yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) memberikan jangka waktu pelaporan SPT Tahunan PPh dari 3 (tiga) sampai 4 (empat) bulan setelah periode laporan keuangan berakhir ini dengan maksud bahwa waktu yang diberikan ini dianggap cukup bagi Wajib Pajak untuk menyusun, menghitung dan melaporkan SPT Tahunan PPh-nya. Namun pada kenyataannya, sering dihadapi bahwa batas waktu yang diberikan oleh Pemerintah ini tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena berbagai hal dan penyebab, misalnya laporan keuangan yang belum selesai disusun, laporan keuangan yang belum selesai diaudit dan sebagainya.

Apabila batas waktu yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh-nya ternyata masih belum mencukupi, maka dalam ketentuan Pasal 3 ayat (4) dan ayat (5) UU KUP, memberikan toleransi kepada Wajib Pajak untuk mengajukan pemberitahuan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahuan PPh.

Ketentuan dan tata cara mengenai perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan ini diatur dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2009. Ketentuannya adalah sebagai berikut:

Lamanya Masa Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan

Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Pengajuan Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan ini dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali, sepanjang batas paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan belum terlampui.

Misalkan Wajib Pajak mengajukan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan selama 1 (satu) bulan, ternyata setelah lewat 1 (satu) bulan, ternyata Wajib Pajak masih belum siap untuk menyampaian SPT Tahunannya, maka Wajib Pajak dapat mengajukan lagi Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dengan syarat total jangka waktu Perpanjangan Waktu sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan hingga tanggal pengajuan kembali untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan tidak melebihi 2 (dua) bulan.

Siapa Yang Dapat Mengajukan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan?

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ini dapat diajukan oleh:
  1. Wajib Pajak Badan; menggunakan Formulir 1771-Y (untuk pembukuan Rupiah) atau 1771-$Y (untuk pembukuan Dolar) atau jika menggunakan bentuk data elektronik adalah e-SPTy.
  2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas; menggunakan formulir 1770-Y atau jika menggunakan bentuk data elektronik adalah e-SPTy.
  3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas disampaikan dalam bentuk surat pemberitahuan sesuai Lampiran II PER-21/PJ/2009, dan hanya berlaku khusus untuk tahun pajak 2008.

Apa Yang Harus Disebutkan Dalam Surat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan?

Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang mengajukan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib menyebutkan alasan perpanjangan dan melakukan penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang.

Kapan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ini harus disampaikan ke KPP?

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ini harus diajukan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) secara tertulis, sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir.

Dokumen Apa Saja yang Harus Dilampirkan Pada Saat Mengajukan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan?


Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang dibuat secara tertulis harus dilampiri dengan:
  1. penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang;
  2. laporan keuangan sementara untuk tahun pajak yang bersangkutan dari Wajib Pajak itu sendiri (bukan Laporan Keuangan Sementara dari konsolidasi grup);
  3. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang (apabila ada PPh Kurang Bayar/PPh Pasal 29), kecuali ada ijin untuk untuk mengangsur atau menunda pembayaran PPh Pasal 29; dan
  4. Surat Pernyataan dari Akuntan Publik yang menyatakan audit Laporan Keuangan belum selesai (dalam hal Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas, yang pada tahun pajak 2008 dapat mengajukan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan, wajib melampirkan Surat Pernyataan dari pemberi kerja yang menyatakan bahwa bukti potong PPh Pasal 21 belum diberikan oleh pemberi kerja.

Bagaimana Cara Menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan?
 

Surat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang telah dilengkapi dengan dokumen pendukung yang dipersyaratkan, disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar:
  1. secara langsung;
  2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
  3. dengan cara lain, yaitu melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat atau dengan cara e-Filling melalui Application Service Provider (ASP).

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan Tidak Memenuhi Ketentuan


Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan di atas dianggap bukan merupakan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan, sehingga Wajib Pajak tetap harus menyampaikan SPT Tahunan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam UU KUP. Atas Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang dianggap bukan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan, maka Direktur Jenderal Pajak (dalam hal ini diwakili oleh Kepala KPP) wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak secara tertulis paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan diterima lengkap di KPP. Wajib Pajak yang pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan tidak memenuhi ketentuan dan telah diberitahukan oleh KPP secara tertulis, masih dapat menyampaikan kembali Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan sepanjang tidak melampaui batas waktu penyampaian SPT Tahunan.

Apabila setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan diterima lengkap di KPP, Kepala KPP tidak memberikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak, maka Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dianggap diterima.

Masa Berlaku Ketentuan Ini


Ketentuan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008.

Download:
Formulir Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Badan 1771-Y
(c) http://syafrianto.blogspot.com

Artikel Terkait:
Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan 2010

Jumat, 18 Maret 2011

Batas Waktu Penyetoran PPh Pasal 29 untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Pada tanggal 8 Maret 2011 pagi, pemandangan di sepanjang jalan di Kota Jakarta dihiasi dengan spanduk besar. Spanduk besar yang terpampang di hampir seluruh jalan-jalan protokol di Jakarta ini berisi himbauan untuk memenuhi kewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Namun apabila dicermati lebih lanjut isi dari spanduk ini, ada sesuatu yang terasa janggal dari isi spanduk tersebut yang sangat mengganggu. Penulis berfikir tentunya efek dari spanduk ini akan membuat masyarakat menjadi bingung. Menurut penulis, spanduk yang terpasang ini mengandung informasi yang salah, dimana dalam spanduk ini diingatkan kepada seluruh masyarakat bahwa batas waktu penyetoran PPh Pasal 29 (yaitu setoran kekurangan bayar PPh hasil penghitungan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi) untuk tahun pajak 2010 adalah tanggal 25 Maret 2011. Penasaran dengan spanduk ini, penulis meneliti lebih lanjut isi dari spanduk ini. Pada spanduk ini tercantum instansi Direktorat Jenderal Pajak dan Pemda DKI Jakarta. Dari sini penulis menjadi yakin bahwa sebenarnya spanduk himbauan pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ini dikeluarkan oleh instansi Pemda DKI Jakarta, karena apabila pihak Direktorat Jenderal Pajak yang mengeluarkan spanduk ini, tidak pernah melibatkan instansi/pihak lainnya.

Selang beberapa lama kemudian, ternyata penulis sudah menerima beberapa pertanyaan melalui twitter dan email dari beberapa pembaca setia Tax Learning atau Follower twitter @beritapajak, yang menanyakan mengenai apakah memang untuk tahun ini penyetoran PPh Pasal 29 kembali dimajukan menjadi tanggal 25 Maret. Akibat adanya kebingungan karena spanduk ini, maka berikut ini penulis akan memberikan pencerahan kepada para Pembaca Setia Tax Learning.

Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Orang Pribadi yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan memiliki NPWP, setiap tahunnya harus memenuhi kewajiban SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) antara lain mengatur ketentuan pemenuhan kewajiban SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2007 yang berlaku mulai tahun pajak 2008, mengatur tentang batas waktu penyetoran pajak kurang bayar dan pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Pada Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2007 mengatur batas waktu pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) adalah sebelum SPT Tahunan PPh tersebut disampaikan. Lebih lanjut pada Pasal 3 ayat (3) huruf b UU Nomor 28 Tahun 2007 dapat kita temukan ketentuan mengenai batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi menurut ketentuan ini adalah 3 (tiga) Bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Jadi berdasarkan ketentuan pada kedua ayat ini, dapat kita simpulkan bahwa:
  1. Pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi harus dilakukan pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Maka untuk tahun pajak 2010 ini, batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi adalah tanggal 31 Maret 2011.
  2. Penyetoran kekurangan bayar pajak yang terutang berdasarkan perhitungan pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi harus dilunasi sebelum SPT Tahunan PPh Orang Pribadi disampaikan (dilaporkan ke Kantor Pajak).
  3. Dengan demikian, maka batas waktu penyetoran PPh PPh Pasal 29 (yaitu setoran kekurangan bayar PPh hasil penghitungan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi) untuk tahun pajak 2010 adalah tanggal 31 Maret 2011, sebelum SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tersebut disampaikan. Apabila SPT Tahunan PPh Orang Pribadi disampaikan ke Kantor Pajak sebelum tanggal 31 Maret 2011, berarti PPh Pasal 29 sudah harus dilunasi paling lambat sebelum SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tersebut disampaikan ke Kantor Pajak.

Mengapa Spanduk Masih Menginformasikan Batas Setor PPh Pasal 29 Tanggal 25 Maret 2011?

Memang sebelum tahun pajak 2008, ketika masih menggunakan ketentuan UU Nomor 16 Tahun 2000 (UU ini diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2007), batas waktu penyetoran PPh Pasal 29, yang diatur pada Pasal 9 ayat (2), adalah tanggal 25 bulan ketiga setelah Tahun Pajak berakhir. Jadi menurut penulis, himbauan yang tertulis pada spanduk tersebut masih menggunakan ketentuan Undang-Undang lama dan pihak yang membuat spanduk ini masih belum meng-update pengetahuan tentang ketentuan pajak terbaru. Penulis juga menduga bahwa spanduk himbauan pemenuhan kewajiban pajak ini bukan dibuat oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak, melainkan oleh pihak Pemda DKI Jakarta.
Namun sangat disayangkan hingga saat tulisan ini dibuat, penulis masih melihat bahwa spanduk ini masih terpasang disetiap sudut Ibukota, dan belum ada klarifikasi dari pihak-pihak yang berkompeten. Penulis hanya melihat bahwa pihak Direktorat Jenderal Pajak sendiri telah membuat spanduk himbauan pemenuhan kewajiban pajak yang benar yang terpasang di depan unit-unit kantor di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Mungkin sampai dengan saat ini, pihak yang mengeluarkan spanduk ini masih belum menyadari kekeliruannya. Namun akibatnya telah terjadi penyampaian informasi yang keliru kepada publik. Namun melalui media Tax Learning ini, penulis akan meluruskan bahwa informasi yang tertera dalam spanduk tersebut adalah keliru. Batas waktu penyetoran PPh Pasal 29 atas kekurangan bayar pajak dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi harus dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret 2011 sebelum SPT Tahunan PPh Orang Pribadi disampaikan ke Kantor Pajak.

Selasa, 01 Februari 2011

Lokasi Drop Box untuk Lapor SPT Tahunan di Tahun 2011

Saat ini hingga tanggal 30 April 2011, para Wajib Pajak kembali disibukkan dengan kegiatan rutinitas yaitu kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan PPh (baik bagi Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan) tahun pajak 2010. Bagi Wajib Pajak orang pribadi, batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah tanggal 31 Maret 2011 (jatuh pada hari Kamis). Sedangkan untuk Wajib Pajak badan, batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah tanggal 30 April 2011 (jatuh pada hari Sabtu).

Seperti tahun lalu, penyampaian SPT Tahunan PPh untuk tahun ini dapat disampaikan oleh Wajib Pajak melalui lokasi-lokasi yang telah disediakan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak di seluruh Indonesia, yang dinamai sebagai drop box. Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh-nya melalui drop box yang disediakan di mana saja di seluruh Indonesia.

Untuk memberikan informasi kepada para Pembaca Setia Tax Learning, berikut penulis coba kumpulkan data alamat lokasi drop box di seluruh Indonesia. Penulis sangat mengharapkan apabila ada di antara penulis yang memiliki alamat lokasi drop box yang belum tercantum dalam blog ini, untuk dapat menyumbangkan informasinya tersebut. Semoga informasi ini dapat berguna bagi para Pembaca sekalian.

LOKASI DROP BOX TAHUN 2011:

- Nanggroe Aceh Darussalam
- Jakarta Timur
- Jakarta Barat
- Jakarta Selatan
- Jakarta Utara
- Jakarta Pusat
Lokasi di seluruh Indonesia, update hingga 16 Februari 2011

Minggu, 02 Januari 2011

Lokasi Drop Box Kanwil DJP Jakarta Timur





LOKASI MOBIL PAJAK KELILING/POJOK PAJAK/DROP BOX
KANWIL DJP JAKARTA TIMUR TAHUN 2011




NO TANGGAL LOKASI/TEMPAT/ALAMAT KPP TERKAIT
1. 18-Jan-11 RS Persahabatan KPP Pratama Jakarta Pulogadung
2. 20-Jan-11 RS Persahabatan KPP Pratama Jakarta Pulogadung
3. 25-Jan-11 RS Mitra Keluarga KPP Pratama Jakarta Jatinegara
4. 27-Jan-11 RS Mitra Keluarga KPP Pratama Jakarta Jatinegara
5. 01-Feb-11 RS Haji Pondok Gede KPP Madya Jakarta Timur
6. 02-Feb-11 RS Haji Pondok Gede KPP Madya Jakarta Timur
7. 08-Feb-11 RS POLRI KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
8. 09-Feb-11 RS POLRI KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
9. 10-Feb-11 RS POLRI KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
10. 15-Feb-11 RS UKI KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
11. 16-Feb-11 RS UKI KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
12. 17-Feb-11 RS UKI KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
13. 22-Feb-11 UNJ KPP Pratama Jakarta Pulogadung
14. 23-Feb-11 UNJ KPP Pratama Jakarta Pulogadung
15. 24-Feb-11 UNJ KPP Pratama Jakarta Pulogadung
16. 01-Mar-11 IBN KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
17. 02-Mar-11 IBN KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
18. 03-Mar-11 IBN KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
19. 08-Mar-11 GRAMEDIA KPP Pratama Jakarta Matraman
20. 09-Mar-11 GRAMEDIA KPP Pratama Jakarta Matraman
21. 10-Mar-11 GRAMEDIA KPP Pratama Jakarta Matraman
22. 15-Mar-11 PGC KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
23. 16-Mar-11 PGC KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
24. 17-Mar-11 PGC KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
25. 22-Mar-11 INDOMOBIL KPP Madya Jakarta Timur
26. 23-Mar-11 INDOMOBIL KPP Madya Jakarta Timur
27. 24-Mar-11 INDOMOBIL KPP Madya Jakarta Timur
28. 29-Mar-11 TAMINI SQUARE KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
29. 30-Mar-11 TAMINI SQUARE KPP Pratama Jakarta Kramat Jati
30. 31-Mar-11 TAMINI SQUARE KPP Pratama Jakarta Kramat Jati




Informasi lebih lanjut, hubungi:
Bidang P2HUMAS
Kanwil DJP Jakarta Timur
TELP (021) 2525613(sekre),2525614

Selasa, 23 November 2010

Metode Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (Bagian 2)

Sambungan dari Bagian Satu

Jika sebelum berlakunya PER-32/PJ/2010, maka Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang bersifat tidak final akan dianggap sebesar 2% dari Peredaran Bruto (omzet). Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 4 huruf a KEP-171/PJ./2002. Sehingga pada akhir tahun, Wajib Pajak tidak perlu lagi menghitung besarnya penghasilan neto serta besarnya PPh terutang atas penghasilan yang telah diterimanya, karena setoran PPh Pasal 25 setiap bulannya yang sebesar 2% dari omzet tersebut telah dianggap final.

Namun hal ini tidak lagi berlaku sejak berlakunya PER-32/PJ/2010 (sejak tanggal 12 Juli 2010). Sejak berlakunya PER-32/PJ/2010 mulai tanggal 12 Juli 2010, WP OPPT setiap bulannya membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto atas masing-masing tempat usahanya dan ini merupakan kredit pajak atas PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan (menurut Pasal 3 ayat (3) PER-32/PJ/2010). Sehingga pada akhir tahun WP OPPT ini tetap harus menghitung besarnya Penghasilan neto yang diterima selama satu tahun pajak serta besarnya PPh terutang atas penghasilannya tersebut.

Sedangkan metode penentuan besarnya penghasilan neto tidak diatur dalam PER-32/PJ/2010 ini. Sehingga menurut penulis, cara penentuan besarnya penghasilan neto dikembalikan kepada ketentuan yang berlaku umum. Secara umum, penentuan besarnya penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dapat menggunakan dua metode yaitu metode Pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan metode Pembukuan. Kedua metode penentuan besarnya penghasilan neto ini akan penulis bahas pada bagian tulisan berikutnya.

Penulis menyayangkan bahwa PER-32/PJ/2010 ini berlaku di tengah tahun sehingga hal ini akan menyulitkan bagi Wajib Pajak dalam menerapkan perubahan ini. Karena untuk tahun pajak 2010 ini, berarti ada 2 metode penghitungan penghasilan neto bagi WP OPPT berdasarkan perubahan ketentuan ini, yaitu PPh terutang yang telah dianggap final (dari angsuran PPh Pasal 25 setiap bulannya) sebesar 2% dari omzet untuk periode 1 Januari 2010 sampai dengan 11 Juli 2010. Sedangkan mulai periode 12 Juli 2010 WP OPPT harus menghitung penghasilan netonya menggunakan metode umum (baik metode pencatatan ataupun pembukuan).

Sebenarnya mungkin filosofi dari perubahan ketentuan ini bermaksud bahwa untuk tahun pajak 2010, WP OPPT harus menghitung penghasilan neto yang diterima sejak 1 Januari 2010 s.d. 31 Desember 2010 dengan menggunakan metode umum serta PPh Pasal 25 yang telah disetor sampai dengan 11 Juli 2010 (sebesar 2% akan dianggap sebagai kredit pajak), namun karena tidak adanya penegasan lebih lanjut dalam PER-32/PJ/2010 maka menurut penulis akan timbul sengketa (dispute) dalam prakteknya di lapangan, dan masing-masing pihak yang nantinya bersengketa tentunya akan menggunakan metode yang menurutnya paling menguntungkan.

Bersambung ke Bagian Tiga

Jumat, 05 November 2010

Metode Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (Bagian 1)

Pendahuluan

Dalam ketentuan perpajakan dan berdasarkan jenis penghasilannya, Wajib Pajak Orang Pribadi dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) kelompok utama, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja/menerima penghasilan dari pemberi kerja dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki usaha dan pekerjaan bebas.

Wajib Pajak orang pribadi yang bekerja dan menerima penghasilan dari pemberi kerja ini biasanya kita kenal sebagai karyawan, pekerja, penerima imbalan sehubungan dengan pekerjaan/kontrak kerja, contohnya seperti: karyawan, direktur dan komisaris yang dibayar gaji/honor, pegawai harian, pegawai magang, dan sejenisnya.

Sedangkan Wajib Pajak orang pribadi yang dikategorikan sebagai memiliki usaha dan pekerjaan bebas, biasanya orang pribadi ini memiliki suatu usaha atau pekerjaan yang dikelola sendiri, mencari calon pembeli dan memasarkan hasil produknya sendiri tanpa mendapat perintah dari seseorang atau suatu badan pemberi kerja. Orang pribadi yang memiliki pekerjaan bebas contohnya seperti, pengacara, dokter, konsultan hukum, konsultan bisnis, manajemen, keuangan, akuntansi, perpajakan, arsitek dan sejenisnya yang mendapatkan penghasilan karena menawarkan jasa keahliannya kepada pengguna jasanya (bukan dipekerjakan pada majikan pemberi penghasilan). Sedangkan orang pribadi yang memiliki usaha bebas contohnya orang yang membuka toko, membuka kantor jasa yang bersifat perorangan dan sejenisnya.

Dalam pengenaan PPh, orang pribadi yang bekerja dan menerima penghasilan, akan dipotong PPh yang disebut sebagai PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja. Seluruh penghasilan dan gaji yang diterima selama setahun ini kelak pada akhir tahun akan dihitung ulang sedangkan PPh terutangnya akan diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong selama tahun berjalan oleh pemberi kerja. Dalam perhitungannya, penghasilan berupa gaji dan imbalan yang diperoleh akan dikurangkan dengan biaya-biaya yang diperkenankan berupa biaya jabatan, iuran pensiun dan sejenisnya yang telah dipotong oleh pemberi kerja.

Jadi untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan dari pemberi kerja ini, perhitungannya tidaklah terlalu rumit dan Wajib Pajak yang bersangkutan tidak perlu menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan khusus. Yang diperlukan hanyalah mengumpulkan bukti-bukti pembayaran dan pemotongan penghasilan yang diperoleh dari pemberi kerja.

Khusus untuk Wajib Pajak yang memiliki pekerjaan dan usaha bebas, dalam menghitung Penghasilan kena pajak dibutuhkan pencatatan/pembukuan serta perhitungan yang lebih mendetil dan lebih rumit. Karena mereka perlu menentukan terlebih dahulu penghasilan neto yang telah diperoleh selama setahun untuk usaha dan pekerjaan yang telah mereka lakukan. Pada tulisan berikut dan tulisan-tulisan selanjutnya, penulis akan khusus membahas mengenai metode penghitungan penghasilan neto untuk orang pribadi yang memiliki usaha dan pekerjaan bebas ini.

Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Memiliki Usaha dan Pekerjaan Bebas

Dalam ketentuan perpajakan, metode penghitungan penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Memiliki Usaha dan Pekerjaan Bebas dapat menggunakan 3 (tiga) metode, yaitu:
  1. Penghitungan Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
  2. Penghitungan Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan Pedoman Norma Penghitungan Penghasilan Neto
  3. Penghitungan Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyelenggarakan pembukuan.

Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, Bayar PPh Pasal 25 tarif 0,75%

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009 tanggal 10 Desember 2009, Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) adalah Wajib Pajak Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 (yang mulai berlaku 1 Januari 2009) ditegaskan bahwa besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu (WP OPPT), ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.

Kriteria Wajib Pajak orang pribadi yang dapat dikategorikan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tanggal 12 Juli 2010. Ditegaskan bahwa yang termasuk sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha. Pedagang Pengecer yang dimaksud adalah orang pribadi yang melakukan:
a. penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
b. penyerahan jasa,
melalui suatu tempat usaha.

Jadi apabila orang pribadi yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, dalam menentukan berapa besar angsuran PPh Pasal 25 yang harus disetorkan setiap bulannya adalah dengan menggunakan metode yang sederhana yaitu besarnya ditetapkan sebesar 0,75% dari peredaran bruto (omzet) perbulan yang diperolehnya dari setiap tempat usahanya. PPh ini disetorkan/dilaporkan setiap bulannya sebagai PPh Pasal 25. Sedangkan pada akhir tahun seluruh penghasilan yang diperoleh pada setiap cabang digabungkan dan dihitung kembali besarnya penghasilan kena pajak dan PPh Terutangnya. PPh Pasal 25 yang telah disetorkan setiap bulannya (yang sebesar 0,75% dari omzet), adalah merupakan kredit pajak pengurang dari PPh terutang yang telah dihitung kembali pada akhir tahun tersebut. Dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu ini cukup melaporkan seluruh omzet yang diperolehnya selama setahun serta PPh Pasal 25 yang telah disetorkan setiap bulannya (sebesar 0,75% dari omzet) dengan melampirkan dengan melampirkan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010.

Kebijakan ini berbeda dengan perlakuan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebelumnya. Kebijakan sebelumnya (berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-171/PJ./2002 yang berlaku hingga 11 Juli 2010 seiring dengan berlakuknya PER-32/PJ/2010) disebutkan bahwa pembayaran PPh Pasal 25 yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak OPPT (menurut ketentuan KEP-171/PJ./2002 ini besarnya adalah sebesar 2% dari omzet setiap bulannya) selama tahun berjalan akan dianggap sebagai Pelunasan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan apabila Wajib Pajak tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final. Oleh sebab itu maka pada akhir tahun, Wajib Pajak ini tidak perlu lagi menghitung/mencari besarnya penghasilan netto dan penghasilan kena pajak atas seluruh penghasilan yang diterimanya selama setahun, karena pembayaran PPh Pasal 25 sebesar 2% dari omzet setiap bulannya dianggap sebagai final.

Oleh sebab itu, menurut penulis terdapat adanya ketentuan yang mengatur berbeda dalam periode tahun 2010 atas perlakuan terhadap penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak OPPT dianggap telah final karena telah menyetorkan PPh Pasal 25 sebesar 2% dari omzet (Pasal 4 huruf a KEP-171/PJ./2002) dengan ketentuan bahwa PPh Pasal 25 sebesar 0,75% yang disetorkan oleh Wajib Pajak OPPT adalah merupakan kredit pajak dari PPh terutang atas penghasilan yang diperoleh selama satu tahun pajak (Pasal 3 ayat (3) PER-32/PJ/2010).

Bersambung ke Bagian Dua

Senin, 06 September 2010

Batas Waktu Setor dan Lapor Pajak Bulan September 2010, Apa Ada Toleransi?

Hari Raya Idul Fitri 1431 H (Lebaran) yang jatuh pada hari Jumat tanggal 10 September 2010, adalah bertepatan dengan batas waktu setoran PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26 dan PPh Final (PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 15) untuk masa Agustus 2010. Bahkan pada hari Kamis tanggal 9 September 2010 telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai hari Cuti Bersama (demikian juga hari Senin tanggal 13 September 2010), sehingga sebagian besar pelaku bisnis di Indonesia akan meliburkan kegiatan perekonomiannya mulai tanggal 9 September 2010 hingga tanggal 13 September 2010.

Oleh sebab itu, praktis waktu yang tersedia bagi para Wajib Pajak maupun orang-orang yang diserahi tugas oleh perusahaannya untuk menangani kewajiban perpajakan perusahaan tersebut dalam memenuhi kewajiban pajak jenis ini sebelum Lebaran tinggal 2 (dua) hari, yaitu besok dan lusa. Tentunya bagi Anda yang memiliki tanggung jawab ini, harus segera menyelesaikan tugas ini supaya pada saat libur Lebaran nanti, Anda dapat berlibur dengan tenang tanpa harus khawatir dengan kemungkinan terlambat menyetorkan pajak sehingga akan dikenakan sanksi bunga atas keterlambatan setor sebesar 2% per bulan dari pokok pajak yang kurang bayar.

Namun bagaimanakah jika ternyata dalam 2 (dua) hari, jumlah pajak yang harus disetorkan masih belum dapat dihitung, sehingga Anda masih belum dapat menyetorkan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26 dan PPh Final (PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 15) tepat sebelum libur Lebaran? Apakah setoran yang dilakukan setelah Libur Lebaran nantinya sudah dianggap terlambat dan akan dikenakan sanksi?

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 ditegaskan bahwa:

"Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya."

Sedangkan dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010, menegaskan bahwa Hari libur nasional yang dimaksud ini adalah termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Dengan demikian, apabila tanggal jatuh tempo penyetoran pajak jatuh pada hari libur, maka penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Oleh sebab itu, untuk kewajiban penyetoran PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26 dan PPh Final (PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 15) masa Agustus 2010 yang jatuh temponya pada tanggal 10 September 2010 ini ternyata jatuh pada hari Libur Nasional, sehingga setoran ini dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah libur Nasional tersebut, yaitu pada hari Selasa tanggal 14 September 2010 (karena hari Senin tanggal 13 September 2010 juga bertepatan dengan cuti bersama).

Jadi, para Pembaca sekalian, tidak perlu khawatir lagi, apabila sampai dengan hari Rabu sore tanggal 8 September 2010 masih belum dapat memenuhi tenggat waktu penyetoran pajak jenis ini, maka setoran dapat dilakukan pada tanggal 14 September 2010.

Akhirnya Penulis mengucapkan selamat berlibur panjang, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1431 H bagi para Pembaca yang merayakannya. Mohon maaf Lahir dan Batin. Serta, selamat menjalankan kewajiban perpajakan Anda.

Artikel Sejenis:
9 April 2009 adalah Hari Libur Nasional

Rabu, 28 April 2010

Penyampaian Transkrip Kutipan Elemen Laporan Keuangan

Transkrip Kutipan Elemen Laporan Keuangan yang wajib diisi dan disampaikan oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2009 ini masih belum mengakomodasi bentuk laporan keuangan dari suatu badan usaha yang bergerak di bidang Dana Pensiun dan perusahaan pembiayaan.
Saat ini transkrip elemen laporan keuangan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-39/PJ/2009, terdiri dari 3 jenis yaitu:
-Lampiran Khusus 8A-1 untuk Perusahaan Industri, Manufactur
-Lampiran Khusus 8A-2 untuk Perusahaan Dagang
-Lampiran Khusus 8B-6 untuk Non-Kualifikasi
Walaupun terdapat Lampiran Khusus 8B-6, namun formulir ini tetap tidak mengakomodasi elemen laporan keuangan dari jenis usaha Dana Pensiun dan perusahaan pembiayaan.

Untuk mengantisipasi hal ini, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-55/PJ/2010 tanggal 27 April 2010 yang menegaskan bahwa sepanjang belum ada ketentuan mengenai formulir transkrip kutipan elemen-elemen dari laporan keuangan bagi Wajib Pajak Badan yang bergerak pada bidang dana pensiun dan perusahaan pembiayaan, maka kepada Wajib Pajak Badan yang bergerak di bidang usaha tersebut tetap wajib menyampaikan SPT Tahunan beserta laporan keuangannya tanpa perlu melampirkan transkrip kutipan elemen-elemen laporan keuangan.


Sebagai penyempurnaan, telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2014 yang mengubah formulir SPT Tahunan PPh Badan yang berlaku untuk tahun pajak 2014 sampai dengan sekarang (sampai dengan tulisan ini dibuat, berlaku juga untuk tahun pajak 2016):
1. Formulir SPT Tahunan PPh Badan Rupiah
2. Lampiran Khusus SPT Tahunan PPh Badan Rupiah
3. Ikhtisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal untuk Transfer Pricing Documentation sesuai PMK 213/PMK.03/2016

Tidak menemukan artikel yang Anda inginkan? Lakukan pencarian lebih lanjut:

Selasa, 27 April 2010

Beberapa Ketentuan Baru Yang Perlu Diperhatikan Dalam Melaporkan SPT Tahunan PPh Badan

Sebenarnya penulis ingin menuliskan artikel tentang seluruh perubahan yang terjadi atas kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2009. Namun akibat keterbatasan waktu, akhirnya penulis buatkan saja ringkasannya.

Formulir SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 Sedikit Berubah!

Untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009, mengalami sedikit perubahan antara lain mengenai transaksi hubungan istimewa. Saat ini pernyataan transaksi hubungan istimewa ada pada halaman induk SPT (pada bagian G No. 16 Formulir 1771). Jika Wajib Pajak memiliki transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, maka Wajib melampirkan formulir Lampiran Khusus 3A, 3A-1, dan 3A-2.

Ada Lampiran Khusus Transkrip Elemen Laporan Keuangan, yang harus dibuat dan dilampirkan oleh Wajib Pajak. Transkrip ini dibuat menurut jenis-jenis usaha Wajib Pajak.

Untuk mendapatkan formulir SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 format Microsoft Excel, silakan download di sini. Sedangkan Formulir Lampiran Khusus berupa Pernyataan dapat didownload di sini (namun di sini masih dalam bentuk file pdf, karena penulis belum sempat mengubah ke file excel).

Lampiran Daftar Nominatif untuk Biaya Promosi

Bagi Wajib Pajak yang selama tahun 2009 mengeluarkan dan membebankan biaya promosi sehubungan dengan usahanya, maka wajib melampirkan daftar nominatif untuk biaya promosi ini. Ketentuan ini adalah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010. Artikel dan bentuk Daftar Nominatif ini silakan download di sini.

Tarif PPh Berubah

a. Tarif PPh Badan umum
Tarif PPh Badan untuk tahun pajak 2009 adalah tarif tetap (flat) sebesar 28%. Berbeda dengan tahun pajak sebelumnya yang masih mengenal tarif berlapis atau progresif. Sedangkan tarif PPh Badan untuk tahun pajak 2010 diturunkan menjadi 25% (Pasal 17 ayat (2a) UU PPh). Akibat adanya penurunan tarif PPh Badan untuk tahun 2010, maka dalam menghitungan angsuran PPh Pasal 25 yang akan disetorkan mulai Masa Pajak April 2010 hingga Desember 2010 (dalam SPT Tahunan PPh Badan tahun 2009). Ulasan serupa (berkaitan dengan perubahan tarif PPh Orang Pribadi) mengenai penghitungan angsuran PPh Pasal 25 yang harus disesuaikan dengan perubahan ketentuan ini pernah dibahas dalam artikel: Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2009. Jadi untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kelebihan penyetoran PPh untuk tahun pajak 2010, kita perlu mencermati adanya perubahan ketentuan ini dan menyesuaikan angsuran PPh Pasal 25.

b. Tarif PPh Badan untuk perseroan terbuka (go public)
Khusus untuk Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.03/2008, dapat memperoleh tarif PPh sebesar 5% lebih rendah daripada tarif yang berlaku. Jadi untuk tahun 2009 ini tarif PPh Badan yang berlaku adalah 28%, maka untuk Wajib Pajak badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka yang memenuhi ketentuan ini berhak menggunakan tarif 23%. Ulasan mengenai ketentuan ini sudah penulis bahas pada artikel: WP Badan Go Publik Otomatis Dapat Penurunan Tarif PPh Badan untuk SPT Tahunan 2008.

c. Tarif PPh untuk WP Badan dengan peredaran usaha kurang dari Rp 50 milyar
Wajib Pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif PPh sebesar 50% dari tarif yang berlaku berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, dengan ketentuan bahwa pengenaan tarif sebesar 50% lebih rendah dari tarif yang berlaku ini akan dikenakan terhadap Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh perusahaan ini dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00. Ketentuan mengenai fasilitas ini diatur dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh.
Mengutip contoh perhitungan dari penjelasan Pasal 31E ayat (1) adalah sebagai berikut:
Contoh 1:
Peredaran Bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00.
Maka perusahaan ini memenuhi kriteria sebagai WP Badan yang berhak memperoleh fasilitas pengenaan tarif PPh sebesar 50% (karena peredaran bruto masih di bawah Rp 50 miliar).
Pengenaan tarif PPh sebesar 50% dapat dikenakan terhadap seluruh Penghasilan Kena Pajak PT Y, yaitu Rp 500.000.000,00 (karena peredaran usahanya masih di bawah batas bagian peredaran usaha yang mendapatkan fasilitas ini yaitu Rp 4.800.000.000,00).
Jadi PPh Badan Terutang PT Y Tahun 2009 = (50% x 28%) x Rp 500.000.000,00 atau PPh Terutangnya adalah sebesar Rp 70.000.000,00.

Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30 miliar dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3 miliar. Maka Penghitungan PPh yang terutang adalah:
-Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas adalah (Rp 4,8 miliar : Rp 30 miliar) x Rp 3 miliar = Rp 480.000.000,00.
-Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas adalah Rp 3 miliar - Rp 480 juta = Rp 2.520.000.000,00
Sehingga PPh Terutangnya adalah:
-(50% x 28%) x Rp 480.000.000,00 = Rp 67.200.000,00
-28% x Rp 2.520.000.000,00 = Rp705.600.000,00
Jumlah PPh Terutang = Rp 772.800.000,00

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah ketentuan ini dapat langsung ditetapkan oleh semua Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sesuai persyaratan peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 50 miliar? Padahal sampai dengan saat ini penulis belum menemukan peraturan pelaksana untuk menerapkan ketentuan Pasal 31E ini. Menurut penulis ketentuan ini sudah dapat diterapkan walau tidak ada peraturan pelaksananya, karena tidak dalam Pasal ini mensyaratkan bahwa aturan lebih lanjut akan diatur dengan peraturan di bawahnya. Pada ayat (2)-nya hanya menyebutkan bahwa yang akan diatur dengan peraturan lebih lanjut (yaitu Peraturan Menteri Keuangan) hanyalah mengenai ketentuan menaikkan batasan peredaran bruto.
(c) syafrianto.blogspot.com 27042010

Tidak menemukan artikel yang Anda inginkan? Lakukan pencarian lebih lanjut:

Rabu, 17 Maret 2010

Panduan Pengisian SPT Tahunan Bagi Orang Pribadi Usahawan

Batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk Tahun 2009 segera berakhir, yaitu hingga tanggal 31 Maret 2010. Tentulah saat-saat ini merupakan saat paling sibuk bagi para Wajib Pajak yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh. Mungkin banyak Wajib Pajak yang kebingungan untuk mengisi SPT Tahunan PPh-nya. Mungkin bagi sebagian Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak mau pusing dengan urusan isi mengisi SPT Tahunannya, akan menyerahkan pengisian SPT Tahunannya ini kepada seorang konsultan pajak (baik itu konsultan pajak resmi maupun yang tidak resmi). Akibatnya tentulah para Wajib Pajak ini perlu mengeluarkan uang ekstra untuk membayar jasa pengisian SPT Tahunan ini kepada sang konsultan pajak.
Berikut ini, untuk membantu para Wajib Pajak yang akan menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun 2009 khususnya Orang Pribadi yang memiliki usaha dan pekerjaan bebas, Penulis sajikan bagaimana cara mengisi SPT Tahunan PPh untuk tahun 2009 ini. Hitung-hitung ini sebagai konsultasi dan belajar gratis, sehingga para Pembaca Setia Tax Learning tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra guna mengisi SPT Tahunannya.

Dalam contoh pengisian SPT ini, penulis akan menyajikan cara mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770, yaitu formulir yang digunakan oleh Orang Pribadi yang memiliki usaha bebas, seperti membuka usaha toko, memiliki kantor praktek sendiri (seperti notaris, pengacara, konsultan yang bersifat usaha perseorangan, dokter dan sejenisnya), dengan menggunakan metode penghitungan penghasilan neto secara pencatatan (Norma Penghitungan Penghasilan Neto). Wajib Pajak yang dapat menggunakan metode pencatatan ini syaratnya adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang Peredaran Usaha setahunnya maksimal Rp 4,8 milyar.
Dalam contoh ini, penulis mengambil kasus seorang Wajib Pajak yang memiliki usaha Jasa Bengkel yang berlokasi di Jakarta.
Untuk keperluan tersebut, penulis sediakan Formulir SPT 1770 (yang telah diisi dengan lengkap) serta Daftar Rekapitulasi Peredaran Usaha dan Biaya yang dapat di-download pada link berikut ini:
FORMULIR SPT TAHUNAN PPh ORANG PRIBADI 1770 TAHUN 2009 DAN OMZET

- Langkah pertama yang harus diisi oleh Wajib Pajak adalah membuat Daftar Rekapitulasi Peredaran Usaha yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan selama 1 tahun pajak (dari tanggal 1 Januari s.d. 31 Desember). Peredaran Usaha adalah besarnya penerimaan bruto dari usaha yang dijalankannya tersebut. Bentuk Daftar Rekapitulasi Peredaran Usaha ini dapat dilihat pada file di atas pada sheet Peredaran Usaha.
- Langkah kedua, isikan data-data pada Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770, seperti pada contoh file di atas. Isian dimulai dari 1770-I (halaman 2), 1770-II, 1770-III dan 1770-IV. Dalam mengisi penghasilan neto pada formulir 1770-I (halaman 2), karena usaha Wajib Pajak adalah jasa perbaikan kendaraan bermotor dan berdasarkan Daftar Tabel Norma Penghitungan Penghasilan Neto, untuk jenis usaha ini yang berada di wilayah Jakarta (pada tabel dengan kode norma 97110 untuk kolom pertama/10 ibukota propinsi) normanya adalah sebesar 20%.
- Langkah ketiga setelah seluruh bagian dari Formulir SPT 1770 tersebut telah terisi, maka atas kekurangan bayar PPh (pada kolom 19 Formulir 1770) disetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Bank Persepsi. Setelah kekurangan bayar PPh tersebut disetorkan, barulah SPT dapat kita laporkan ke kantor pajak. Isikan SSP ini untuk 4 (empat) rangkap.
Contoh pengisian SSP dapat di download di sini.

- Setelah siap dilaporkan, lampirkan juga surat pemberitahuan untuk menggunakan norma penghitungan penghasilan neto untuk tahun pajak 2010. Formulir ini dapat di-download di bawah ini:
FORMULIR PEMBERITAHUAN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO

Catatan:
Besarnya persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto dapat di-download di sini.

Itulah sekilas cara mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770. Semoga informasi sederhana ini dapat dimengerti dan bermanfaat untuk seluruh Pembaca Setia Tax Learning.
copyright@syafrianto.blogspot.com