Sambungan dari Bagian Satu
Jika sebelum berlakunya PER-32/PJ/2010, maka Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang bersifat tidak final akan dianggap sebesar 2% dari Peredaran Bruto (omzet). Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 4 huruf a KEP-171/PJ./2002. Sehingga pada akhir tahun, Wajib Pajak tidak perlu lagi menghitung besarnya penghasilan neto serta besarnya PPh terutang atas penghasilan yang telah diterimanya, karena setoran PPh Pasal 25 setiap bulannya yang sebesar 2% dari omzet tersebut telah dianggap final.
Namun hal ini tidak lagi berlaku sejak berlakunya PER-32/PJ/2010 (sejak tanggal 12 Juli 2010). Sejak berlakunya PER-32/PJ/2010 mulai tanggal 12 Juli 2010, WP OPPT setiap bulannya membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto atas masing-masing tempat usahanya dan ini merupakan kredit pajak atas PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan (menurut Pasal 3 ayat (3) PER-32/PJ/2010). Sehingga pada akhir tahun WP OPPT ini tetap harus menghitung besarnya Penghasilan neto yang diterima selama satu tahun pajak serta besarnya PPh terutang atas penghasilannya tersebut.
Sedangkan metode penentuan besarnya penghasilan neto tidak diatur dalam PER-32/PJ/2010 ini. Sehingga menurut penulis, cara penentuan besarnya penghasilan neto dikembalikan kepada ketentuan yang berlaku umum. Secara umum, penentuan besarnya penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dapat menggunakan dua metode yaitu metode Pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan metode Pembukuan. Kedua metode penentuan besarnya penghasilan neto ini akan penulis bahas pada bagian tulisan berikutnya.
Penulis menyayangkan bahwa PER-32/PJ/2010 ini berlaku di tengah tahun sehingga hal ini akan menyulitkan bagi Wajib Pajak dalam menerapkan perubahan ini. Karena untuk tahun pajak 2010 ini, berarti ada 2 metode penghitungan penghasilan neto bagi WP OPPT berdasarkan perubahan ketentuan ini, yaitu PPh terutang yang telah dianggap final (dari angsuran PPh Pasal 25 setiap bulannya) sebesar 2% dari omzet untuk periode 1 Januari 2010 sampai dengan 11 Juli 2010. Sedangkan mulai periode 12 Juli 2010 WP OPPT harus menghitung penghasilan netonya menggunakan metode umum (baik metode pencatatan ataupun pembukuan).
Sebenarnya mungkin filosofi dari perubahan ketentuan ini bermaksud bahwa untuk tahun pajak 2010, WP OPPT harus menghitung penghasilan neto yang diterima sejak 1 Januari 2010 s.d. 31 Desember 2010 dengan menggunakan metode umum serta PPh Pasal 25 yang telah disetor sampai dengan 11 Juli 2010 (sebesar 2% akan dianggap sebagai kredit pajak), namun karena tidak adanya penegasan lebih lanjut dalam PER-32/PJ/2010 maka menurut penulis akan timbul sengketa (dispute) dalam prakteknya di lapangan, dan masing-masing pihak yang nantinya bersengketa tentunya akan menggunakan metode yang menurutnya paling menguntungkan.
Bersambung ke Bagian Tiga
Jika sebelum berlakunya PER-32/PJ/2010, maka Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang bersifat tidak final akan dianggap sebesar 2% dari Peredaran Bruto (omzet). Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 4 huruf a KEP-171/PJ./2002. Sehingga pada akhir tahun, Wajib Pajak tidak perlu lagi menghitung besarnya penghasilan neto serta besarnya PPh terutang atas penghasilan yang telah diterimanya, karena setoran PPh Pasal 25 setiap bulannya yang sebesar 2% dari omzet tersebut telah dianggap final.
Namun hal ini tidak lagi berlaku sejak berlakunya PER-32/PJ/2010 (sejak tanggal 12 Juli 2010). Sejak berlakunya PER-32/PJ/2010 mulai tanggal 12 Juli 2010, WP OPPT setiap bulannya membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto atas masing-masing tempat usahanya dan ini merupakan kredit pajak atas PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan (menurut Pasal 3 ayat (3) PER-32/PJ/2010). Sehingga pada akhir tahun WP OPPT ini tetap harus menghitung besarnya Penghasilan neto yang diterima selama satu tahun pajak serta besarnya PPh terutang atas penghasilannya tersebut.
Sedangkan metode penentuan besarnya penghasilan neto tidak diatur dalam PER-32/PJ/2010 ini. Sehingga menurut penulis, cara penentuan besarnya penghasilan neto dikembalikan kepada ketentuan yang berlaku umum. Secara umum, penentuan besarnya penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dapat menggunakan dua metode yaitu metode Pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan metode Pembukuan. Kedua metode penentuan besarnya penghasilan neto ini akan penulis bahas pada bagian tulisan berikutnya.
Penulis menyayangkan bahwa PER-32/PJ/2010 ini berlaku di tengah tahun sehingga hal ini akan menyulitkan bagi Wajib Pajak dalam menerapkan perubahan ini. Karena untuk tahun pajak 2010 ini, berarti ada 2 metode penghitungan penghasilan neto bagi WP OPPT berdasarkan perubahan ketentuan ini, yaitu PPh terutang yang telah dianggap final (dari angsuran PPh Pasal 25 setiap bulannya) sebesar 2% dari omzet untuk periode 1 Januari 2010 sampai dengan 11 Juli 2010. Sedangkan mulai periode 12 Juli 2010 WP OPPT harus menghitung penghasilan netonya menggunakan metode umum (baik metode pencatatan ataupun pembukuan).
Sebenarnya mungkin filosofi dari perubahan ketentuan ini bermaksud bahwa untuk tahun pajak 2010, WP OPPT harus menghitung penghasilan neto yang diterima sejak 1 Januari 2010 s.d. 31 Desember 2010 dengan menggunakan metode umum serta PPh Pasal 25 yang telah disetor sampai dengan 11 Juli 2010 (sebesar 2% akan dianggap sebagai kredit pajak), namun karena tidak adanya penegasan lebih lanjut dalam PER-32/PJ/2010 maka menurut penulis akan timbul sengketa (dispute) dalam prakteknya di lapangan, dan masing-masing pihak yang nantinya bersengketa tentunya akan menggunakan metode yang menurutnya paling menguntungkan.
Bersambung ke Bagian Tiga
0 Comments
Posting Komentar