..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label International Tax. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label International Tax. Tampilkan semua postingan

Kamis, 19 Agustus 2010

Tata Cara Penerbitan dan Pengesahan Surat Keterangan Domisili

Bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia yang melakukan transaksi dan mendapatkan penghasilan dari luar negeri, dapat memperoleh penerapan pengenaan tarif pajak berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negera tempat Subjek Pajak Dalam Negeri menerima penghasilan. Untuk memperoleh fasilitas penerapan tarif pajak berdasarkan P3B ini, maka Subjek Pajak Dalam Negeri harus mendapatkan Surat Keterangan Domisili (SKD) dari otoritas perpajakan di Indonesia (dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak). Ketentuan-ketentuan ini telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-35/PJ/2010 tanggal 28 Juli 2010 (artikelnya baca di sini). Mekanisme dan tata cara penerbitan SKD ini diatur lebih lanjut melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-89/PJ/2010 tanggal 16 Agustus 2010 tentang Tata Cara Penerbitan/Pengesahan dan Pemanfaatan Surat Keterangan Domisili bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia Dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

Ketentuan yang diatur dalam SE-89/PJ/2010 ini adalah:

SKD diterbitkan atau disahkan oleh Kepala KPP Domisili bagi Wajib Pajak dalam negeri Indonesia dengan tujuan agar Wajib Pajak dapat menikmati manfaat P3B sehubungan dengan penghasilan Wajib Pajak yang bersumber dari luar negeri yang merupakan negera/jurisdiksi mitra P3B Indonesia.

Dalam rangka memberi kepastian dan pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak, jangka waktu penerbitan/pengesahan SKD atau surat pemberitahuan penolakan paling lama adalah 5 hari kerja sejak permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap.

Tata cara penerimaan permohonan, penelitian, penerbitan/pengesahan, pemanfaatan dan pelaporan pemanfaatan SKD ditetapkan dalam Lampiran SE-89/PJ/2010 ini.

Artikel Terkait:
Surat Keterangan Domisili Bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Dalam Rangka P3B

Rabu, 18 Agustus 2010

Protokol Perubahan P3B Indonesia-Malaysia

Protokol Perubahan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia yang ditandatangani di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 12 September 1991 telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Peraturan Presiden RI Nomor 30 Tahun 2010 tanggal 17 Mei 2010.
Penandatanganan Pertukaran Piagam Pengesahan Protokol Perubahan P3B antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia ini telah dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 2010 di Putrajaya, Malaysia, yang berdasarkan Pasal 7 Protokol Perubahan P3B antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia saat berlaku (enter into force) adalah tanggal 15 Juli 2010 dan Protokol Perubahan P3B ini berlaku secara efektif pada atau setelah tanggal 1 September 2010.
Penyampaian perubahan Protokol Perubahan P3B ini melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-86/PJ/2010 tanggal 11 Agustus 2010, yang disebutkan bahwa pokok-pokok perubahan yang terjadi antara lain diatur bahwa:

Penghasilan Dividen
Mengubah Ketentuan Pasal 10 ayat (2) P3B mengenai besarnya batasan maksimum tarif pengenaan pajak atas penghasilan dividen dari 15% menjadi 10% yang dapat dikenakan di neagara sumber penghasilan dividen.

Penghasilan Bunga
Mengubah ketentuan Pasal 11 ayat (2) P3B mengenai besarnya batasan maksimum tarif pengenaan pajak atas penghasilan bunga dari 15% menjadi 10% yang dapat dikenakan di negara sumber penghasilan bunga.

Penghasilan Royalti
Mengubah ketentuan Pasal 12 ayat (2) P3B mengenai besarnya batasan maksimum tarif pengenaan pajak atas penghasilan royalti dari 15% menjadi 10% yang dapat dikenakan di negara sumber penghasilan royalti.

Branch Profit Tax
Mengubah ketentuan Ayat 5 Protokol P3B mengenai pengecualian pengenaan Branch Profit Tax untuk kontrak bagi hasil dalam bidang minyak dan gas yang dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia, perwakilannya, perusahaan minyak dan gas negara, atau lembaga-lembaga lain yang ada di dalamnya dengan orang pribadi atau badan usaha yang merupakan penduduk Malaysia.
Ketentuan Ayat 5 Protokol P3B sebelumnya mengecualikan pengenaan branch profit tax untuk kontrak bagi hasil terkait dengan eksploitasi dan produksi minyak dan gas yang telah dirundingkan dengan Pemerintah Indonesia atau perusahaan minyak negara Indonesia yang terkait, sepanjang perusahaan yang berkedudukan di Malaysia yang menerima penghasilan dari kontrak bagi hasil akan diperlakukan setara dengan perusahaan dari negara pihak ketiga sehubungan dengan pengenaan pajak atas penghasilan yang diterimanya dari kontrak bagi hasil yang serupa.

Kegiatan usaha Labuan Offshore
Mengubah ruang lingkup pemberlakuan P3B sehingga manfaat P3B tidak berlaku lagi bagi kegiatan usaha Labuan offshore sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan Malaysia yaitu Labuan Offshore Business Activity Tax Act 1990.

Senin, 02 Agustus 2010

Surat Keterangan Domisili Bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Dalam Rangka P3B

Untuk memberikan bukti dan keterangan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri yang mendapatkan penghasilan dari Luar Negeri supaya tidak dipotong pajak yang berganda atas transaksinya sehubungan dengan Perjanjian Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan negara treaty partner ataupun melakukan pengelakan pajak, maka Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-35/PJ/2010 tanggal 28 Juli 2010 tentang Surat Keterangan Domisili Bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

Ketentuan ini mengatur mengenai mekanisme pemberian Surat Keterangan Domisili (SKD) serta mekanisme penggunaannya.


Tata Cara pelaksanaan PER-35/PJ/2010 baca di sini.

Kamis, 20 Mei 2010

Perubahan PER-61/PJ/2009 dan PER-62/PJ/2009

Hingga saat ini ketentuan mengenai Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang telah diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 dan ketentuan mengenai Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang telah diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009. Namun akibat masih adanya beberapa ketidakpastian dalam kedua peraturan tersebut dalam hal penerapannya, oleh sebab itu maka Direktur Jenderal Pajak mengubah kedua ketentuan tersebut masing-masing dengan:
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tanggal 30 April 2010 yang mengubah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2010 tanggal 30 April 2010 yang mengubah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009.
Kedua ketentuan ini mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2010.

PER-24/PJ/2010 mengubah Pasal 4 dan Pasal 5 PER-61/PJ/2009 mengenai bentuk SKD.
Sedangkan PER-25/PJ/2010 mengubah Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 6 PER-62/PJ/2009.

Artikel Terkait:
- Ralat PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan P3B
- PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Senin, 01 Maret 2010

P3B antara Indonesia dengan Portugal

Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Portugal telah meratifikasi Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B (Tax Treaty). Ratifikasi P3B antara Republik Indonesia dengan Republik Portugal ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 7 Februari 2004 tanggal 26 Januari 2004. Ratifikasi atas P3B ini telah disampaikan kepada Pemerintah Republik Portugal melalui Nota Diplomatik Nomor 88/EK/III/2004/62 tanggal 10 Februari 2004 dan Pemerintah Republik Portugal juga talah mengirimkan pemberitahuan ratifikasi P3B ini melalui Nota Diplomatik Nomor SAO No. 00428 tanggal 11 Mei 2007.

Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 28 P3B antara Republik Indonesia dan Republik Portugal, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam P3B tersebut telah berlaku efektif, dengan ketentuan berlaku adalah sebagai berikut:
  1. sehubungan dengan penghasilan yang dipotong/dipungut pajaknya di negara sumber atas penghasilan yang diterima atau diperoleh, ketentuan P3B ini berlaku pada atau setelah tanggal 1 Januari 2008.
  2. sehubungan dengan pajak atas penghasilan lainnya, ketentuan P3B ini berlaku sejak tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2008.
Ketentuan P3B ini disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ/2010 tanggal 23 Februari 2010.

Download:
P3B antara Indonesia dan Portugal dalam versi Bahasa Indonesia, Portugal dan Inggris

Selasa, 05 Januari 2010

Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Tax Treaty

Dalam rangka memanfaatkan fasilitas pertukaran informasi berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Indonesia dengan negara lain, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ/2009 tanggal 30 Desember 2009. Dalam PER-67/PJ/2009 ini diatur tata cara mengenai pertukaran informasi.



Senin, 21 Desember 2009

Ralat PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan P3B

Sehubungan dengan terjadinya beberapa kesalahan kata pada Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tanggal 5 November 2009 serta untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penafsiran dan penerapan ketentuan tersebut, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Ralat atas PER-61/PJ/2009 tanggal 15 Desember 2009.

Bagian yang diralat adalah:

  1. beberapa frase yang terdapat dalam Lampiran II dan Lampiran III
  2. menghapus frase "Please note that this submitted form must bear the original endorsement of the Competent Authority" yang terdapat dalam Form DGT-1 lembar kesatu.
  3. menghapus frase "concerning the types of income mentioned in Part V" yang terdapat dalam Form DGT-1 lembar kesatu Part III.
  4. mengganti keterangan yang terdapat pada lembar kedua Form-DGT 1 mengenai pengesahan oleh Competent Authority menjadi pernyataan oleh penerima penghasilan.
  5. memberlakukan Form-DGT 1 lembar kesatu selama 12 bulan sejak formulir tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang di luar negeri.
  6. memberlakukan Form-DGT 1 lembar kedua untuk menyatakan penghasilan yagn diterima Wajib Pajak luar negeri dalam 1 bulan (Masa Pajak).

Selengkapnya formulir-formulir yang diubah adalah menjadi sebagai berikut:
- Form-DGT 1
- Form-DGT 2

Selanjutnya Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat edaran sebagai pedoman pelaksanaan PER-61/PJ/2009 dan PER-62/PJ/2009 dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-114/PJ/2009 tanggal 15 Desember 2009.

Ketentuan ini telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010.

Artikel Terkait:
- Aturan aslinya: PER-61/PJ/2009

Rabu, 11 November 2009

PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Guna memberikan suatu pedoman dalam rangka penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Indonesia dengan negara lain maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tanggal 5 November 2009 mengenai Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Selain itu, dalam rangka mengantisipasi adanya penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tanggal 5 November 2009 mengenai Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

Kedua ketentuan ini akan diterapkan mulai tanggal 1 Januari 2010.

Terdapat kesalahan redaksional dalam PER-61/PJ/2009 terutama pada bagian Lampiran. Kesalahan ini telah diralat oleh Direktur Jenderal Pajak tanggal 15 Desember 2009 (baca artikel terkait mengenai ralat PER-61/PJ/2009 di sini)

Kedua ketentuan ini telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 dan PER-25/PJ/2010.

Selasa, 09 Juni 2009

Indonesia - Swiss Ubah Tax Treaty atas Royalti

Pemerintah Indonesia dan Konfederasi Swiss sepakat menurunkan batasan maksimum tarif pajak atas penghasilan royalti menjadi 10% yang dapat dikenakan di negara sumber penghasilan royalti. Kesepakatan ini dituangkan dalam Ratifikasi Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) antara Indonesia dengan Swiss dan mulai diberlakukan 1 Januari 2010.
Ratifikasi Tax Treaty yang telah ditandatangani oleh perwakilan pejabat kedua negara pada tanggal 8 Februari 2007 ini diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2009 tanggal 5 Maret 2009 dan telah diberitahukan kepada Pemerintah Konfederasi Swiss melalui jalur diplomatik pada tanggal 20 Maret 2009 serta telah disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada masyarakat melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-59/PJ/2009 tanggal 5 Juni 2009.

Pemerintah Konfederasi Swiss sendiri telah meratifikasi Protokol Perubahan Persetujuan ini dan memberitahukan kepada Pemerintah Indonesia melalui jalur diplomatik pada tanggal 10 September 2007.

Pokok-pokok perubahan yang telah disepakati dalam Protokol Perubahan ini adalah:
  1. Menyempurnakan ketentuan Pasal 2 ayat (3) sub ayat a) P3B RI-Swiss mengenai pajak-pajak di Indonesia dengan mengacu kepada pengertian Pajak Penghasilan.
  2. Mengubah ketentuan Pasal 12 ayat (2) P3B mengenai besarnya batasan maksimum tarif pajak atas penghasilan royalti menjadi maksimal 10% (semula 12,5%) yang dapat dikenakan di negara sumber penghasilan royalti, termasuk mengubah ketentuan Pasal 12 ayat (3) tentang pengertian istilah royalti sehingga tidak mencakup pembayaran sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan peralatan di bidang industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan.
  3. Mengubah ketentuan Pasal 21 ayat (2) P3B mengenai cara penghindaran pajak berganda di Swiss.
  4. Mengubah ketentuan Pasal 3 Protokol P3B mengenai pengecualian pengenaan branch profit tax untuk kontrak bagi hasil, kontrak karya di sektor minyak dan gas bumi atau pertambangan. Ketentuan P3B sebelumnya hanya mengecualikan ketentuan branch profit tax untuk kontrak bagi hasil, kontrak karya di sektor minyak dan gas bumi atau pertambangan yang ditandatangani pada atau sebelum tanggal 31 Desember 1983. Dengan berlakunya Protokol Perubahan ini, ketentuan P3B mengenai pengecualian pengenaan branch profit tax berlaku bagi seluruh kontrak bagi hasil, kontrak karya di sektor minyak dan gas bumi atau pertambangan.

Rabu, 29 April 2009

Daftar Tax Haven Country Berdasarkan OECD

Tax Haven Country (Negara Surga Pajak) adalah merupakan suatu istilah yang menyatakan bahwa sebuah negara atau teritori yang menjadi tempat berlindung bagi para pembayar pajak sehingga para pembayar pajak ini dapat menghindarkan pembayaran pajaknya. Suatu negara/wilayah dapat dikategorikan sebagai Tax Haven Country, menurut Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation Development/OECD), jika memenuhi salah satu faktor:
  1. Pajaknya sangat rendah, bahkan tidak ada pajak yang dikenakan, dengan tujuan untuk menyediakan negara/wilayahnya sebagai negara/wilayah tempat pelarian warga asing yang akan menghindarkan pajak.
  2. Memiliki fasilitas perlindungan yang sangat ketat terhadap informasi nasabah.
  3. Tidak adanya transparansi dalam operasi tax haven tersebut.

Berdasarkan hasil pertemuan G-20 pada tanggal 2 April 2009, negara-negara anggota OECD menetapkan daftar negara-negara yang dikategorikan sebagai Tax Haven Country, yang terdiri dari:

Daftar Negara yang Telah Menerapkan Perjanjian Pajak Internasional Sesuai Standar:
Terdiri dari 40 negara, yaitu:
Argentina
Australia
Barbados
Canada
China
Cyprus
Czech Republic
Denmark
Finland
France
Germany
Greece (Yunani)
Guernsey
Hungary
Iceland (Islandia)
Ireland
Isle of Man
Italy
Japan
Jersey
Korea
Malta
Mauritius
Mexico
Netherlands
New Zealand
Norway
Poland
Portugal
Russian Federation
Seychelles
Slovak Republic
South Africa
Spain
Sweden
Turkey
United Arab Emirates
United Kingdom
United States
US Virgin Islands

DAFTAR ABU-ABU: Daftar Negara yang telah berkomitmen untuk mengikuti standar perjanjian pajak internasional, namun belum menerapkannya. Terdiri dari 30 Negara, yaitu:
Andorra
Anguilla
Antigua and Barbuda
Aruba
Bahamas
Bahrain
Belize
Bermuda
British Virgin Islands
Cayman Islands
Cook Islands
Dominica
Gibraltar
Grenada
Liberia
Liechtenstein
Marshall Islands
Monaco
Montserrat Nauru
Netherlands Antilles
Niue
Panama
St. Kitts and Nevis
St. Lucia
St. VIncent & Grenadines
Samoa
San Marino
Turks and Caicos Islands
Vanuatu
Austria
Belgium
Brunei
Chile
Guatemala
Luxembourg
Singapore
Switzerland

DAFTAR BLACK LIST, TAX HAVEN COUNTRY
Costa Rica
Malaysia (Labuan)
Philippines
Uruguay

Selasa, 24 Maret 2009

Konsultasi Pajak Gratis: Pemajakan Penghasilan Yang Diterima Penduduk Singapura

Tanya:

Perusahaan kita menggunakan jasa dari holdingnya dari ABC, Inc di Singapura atas jasa management, menurut pemeriksa atas jasa service tersebut harus dikenakan PPh Pasal 26 atas jasa. Pertanyaan saya apakah pengenaan pajak tersebut dikenakan di Indonesia atau di negara asal perusahaan yang memberikan jasa tersebut (Singapura).

Jawab:

Kutipan dari Pasal 7 Tax Treaty Indonesia dan Singapura:
"Laba usaha penduduk salah satu Negara Pihak pada perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh Negara Pihak Lainnya pada Perjanjian kecuali penduduk tersebut menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tsb melalui suatu bentuk usaha tetap,....."

Maksudnya adalah:
Hak pemajakan terhadap penghasilan yang diterima oleh perusahaan penduduk Singapura akan dipajaki di Singapura. Namun ada pengecualian, yaitu:
Hak pemajakan baru akan dikenakan pada negara pihak lainnya, yaitu Indonesia tempat penduduk dari Singapura tadi mendapatkan penghasilan, jika perusahaan Singapura tersebut memiliki BUT.
Dalam hal ini berarti kita harus memahami konsep BUT. Sesuatu bentuk yang dapat didefinisikan sebagai BUT adalah sesuai dengan Pasal 2 ayat (5) UU PPh.
Jika telah memenuhi ketentuan sebagai BUT, namun belum didaftarkan untuk memperoleh NPWP sebagai BUT, maka pihak fiskus dapat menetapkannya secara jabatan sebagai BUT. Dengan demikian, maka hak pemajakan terhadap jasa yang diterima oleh holding ABC, Inc. Singapura akan menjadi hak pemerintah Indonesia.
Jadi coba pelajari apakah jasa yang diberikan oleh holding ABC, Inc. Singapura dapat dikategorikan sebagai BUT.

Senin, 15 Desember 2008

Bentuk Surat Keterangan Domisili Amerika Serikat

Internal Revenue Service (IRS), Department of The Treasury Amerika Serikat telah menerbitkan bentuk formulir Surat Keterangan Domisili yang disebut sebagai Form 6166 yang akan digunakan oleh penduduk Amerika Serikat yang menyatakan bahwa Orang/Badan yang tersebut dalam surat keterangan domisili tersebut adalah penduduk Amerika Serikat dan dapat menggunakan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Negara Indonesia dengan Negara Amerika Serikat dalam penerapan pajaknya.
Surat Keterangan Domisili Form 6166 ini harus ditandatangani oleh IVY McChesney, Field Director, Philadelphia Accounts Management Center dan mulai berlaku sejak tanggal 24 April 2008.

Pemberitahuan dari IRS ini disampaikan melalui surat kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia dan diterbitkan Surat Edaran oleh Direktur Jenderal Pajak nomor SE-68/PJ/2008 tanggal 9 Desember 2008. Dalam surat edaran ini, ditegaskan bahwa terhadap Surat Keterangan Domisili yang dikeluarkan oleh Competent Authority Amerika Serikat atau wakilnya yang sah sebelum tanggal 24 April 2008 dianggap masih berlaku sepanjang sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 yaitu berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkannya, kecuali untuk WAjib Pajak Bank.
Format Surat Keterangan Domisili Form 6166 tersebut dapat dilihat dalam lampiran Surat Edaran oleh Direktur Jenderal Pajak nomor SE-68/PJ/2008 tanggal 9 Desember 2008.

Jumat, 22 Agustus 2008

Penetuan Kriteria Beneficial Owner

Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Edaran untuk memberikan penegasan tentang Penentuan status Beneficial Owner sebagaimana dimaksud dalam persetujuan penghindaran pajak berganda antara Indonesia dengan Negara Mitra, dengan Surat Edaran Nomor SE-03/PJ.03/2008 tanggal 22 Agustus 2008.
Surat Edaran ini sekaligus mencabut Surat Edaran Nomor SE-04/PJ.34/2005 dan SE-02/PJ.3/2006.