..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Senin, 27 Desember 2021

Aturan Pelaksanaan Untuk Program Pengungkapan Sukarela 1 Januari 2022 s.d. 30 Juni 2022

Pemerintah melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP) akan menggelar Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau disebut juga sebagai Voluntary Disclosure Program. Program PPS yang di masyarakat ditafsirkan sebagai "Program Tax Amnesty Jilid Ke-2" akan berlangsung mulai 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022 diatur pada Bab V Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 UU HPP.

Sebagai petunjuk mengenai tata cara pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela ini, maka Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tanggal 22 Desember 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaam Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Dalam Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak Nomor SP-46/2021 tanggal 27 Desember 2021 disebutkan bahwa PPS adalah kesempatan yang diberikan kepada WP untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta. Banyak manfaat yang akan diperoleh WP, di antaranya, terbebas dari sanksi administratif dan perlindungan data bahwa data harta yang diungkapkan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP. PPS diselenggarakan dengan asas kesederhanan, kepastian hukum dan kemanfaatan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela WP sebelum penegakan hukum dilakukan dengan basis data dari pertukaran data otomatis (AEoI) dan data ILAP yang dimiliki DJP.

Kebijakan PPS ini terbagi menjadi 2 (dua) jenis kebijakan, yang secara garis besar dapat diringkas menjadi sebagai berikut.

Ringkasan Kebijakan Program Pengungkapan Sukarela


Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan mengikuti Kebijakan II, harus memenuhi syarat:

  1. tidak sedang diperiksa atau dilakukan pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun pajak 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020;
  2. tidak sedang dilakukan penyidikan, dalam proses peradilan, atau sedang menjalani tindak pidana di bidang perpajakan.

Tata Cara Pengungkapan

Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps

SPPH yang diajukan ini dilengkapi dengan:

  1. SPPH induk;
  2. Bukti pembayaran PPh Final;
  3. Daftar rincian harta bersih
  4. Daftar utang;
  5. Pernyataan repatriasi dan/atau investasi.

Tambahan kelengkapan untuk peserta kebijakan II:

  1. Pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum);
  2. Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.


Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.

Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya. Pembayaran PPh Final untuk Pengungkapan Secara Sukarela ini dilakukan menggunakan Kode Akun Pajak PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran untuk:

  1. Kebijakan I adalah 427;
  2. Kebijakan II adalah 428
Pembayaran PPh Final untuk PPS ini tidak dapat dilakukan dengan proses Pemindahbukuan (Pbk).

Kamis, 11 November 2021

Tambahan Jenis Usaha (KLU) Yang Dapat Insentif Perpajakan Sehubungan Covid-19 Mulai Oktober 2021

Dalam rangka memulihkan kondisi perekonomian di Indonesia, serta perkembangan terkini terkait dengan Pandemi Covid-19, maka Pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan fasilitas insentif perpajakan yang selama ini telah dilakukan sejak April 2020 dengan kembali menambah jumlah jenis usaha (klasifikasi lapangan usaha/KLU) yang berhak memperoleh insentif perpajakan ini. Penambahan sektor usaha berdasarkan jenis KLU yang berhak memperoleh insentif perpajakan mulai masa Oktober 2021 ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 tanggal 25 Oktober 2021.

Berikut ini adalah jenis KLU dan/atau tambahan jenis KLU yang berhak memperoleh insentif perpajakan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021.

Insentif PPh Pasal 21
Jenis KLU bagi Wajib Pajak (Pemberi Kerja) yang berhak memperoleh insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 adalah sebanyak 1189 jenis KLU. Jumlah ini adalah sama dengan jumlah jenis KLU yang berhak mendapatkan fasilitas insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021.

Insentif Pembebasan PPh Pasal 22 Impor
Jenis KLU bagi Wajib Pajak yang berhak memperoleh insentif Pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 adalah sebanyak 397 jenis KLU. Jumlah bertambah sebanyak 265 jenis KLU jika dibandingkan dengan jumlah jenis KLU yang berhak mendapatkan fasilitas insentif Pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021 yaitu sebanyak 132 KLU.

Berikut ini adalah daftar jenis KLU yang berhak mendapatkan fasilitas insentif Pembebasan PPh Pasal 22 Impor berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021.

Insentif Pengurangan PPh Pasal 25
Jenis KLU bagi Wajib Pajak yang berhak memperoleh insentif Pengurangan PPh Pasal 25 sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 adalah sebanyak 481 jenis KLU. Jumlah bertambah sebanyak 265 jenis KLU jika dibandingkan dengan jumlah jenis KLU yang berhak mendapatkan fasilitas insentif Pengurangan PPh Pasal 25 sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021 yaitu sebanyak 216 KLU.

Berikut ini adalah daftar jenis KLU yang berhak mendapatkan fasilitas insentif Pengurangan PPh Pasal 25 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 (KLU yang bertambah diletakkan pada bagian bawah dari daftar ini).

Insentif Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran PPN
Jenis KLU bagi Wajib Pajak yang berhak memperoleh insentif Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran PPN sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 adalah sebanyak 229 jenis KLU. Jumlah bertambah sebanyak 97 jenis KLU jika dibandingkan dengan jumlah jenis KLU yang berhak mendapatkan fasilitas insentif Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran PPN sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021 yaitu sebanyak 132 KLU.

Berikut ini adalah daftar jenis KLU yang berhak mendapatkan fasilitas insentif Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran PPN berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 (KLU yang bertambah diletakkan pada bagian bawah dari daftar ini).

Rabu, 03 November 2021

Sah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Menggantikan UU Perpajakan Yang Berlaku Saat Ini

Mulai 1 Januari 2022 beberapa ketentuan perpajakan yang berlaku saat ini akan diubah dan diatur dengan 1 (satu) Undang-Undang yang baru disetujui oleh DPR dalam Rapat Paripurna tanggal 7 Oktober 2021 yang lalu. Undang-Undang yang akan menggantikan 7 (tujuh) Undang-Undang Perpajakan dan Cukai yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (selanjutnya dikenal sebagai UU HPP) yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada tanggal 29 Oktober 2021 dan diundangkan juga pada tanggal 29 Oktober 2021 pada Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 246 Tahun 2021, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736.

Undang-Undang HPP ini di antaranya mengubah dan/atau menyesuaikan 7 (tujuh) Undang-Undang yang selama ini berlaku, yaitu:

  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang saat ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
  2. Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang saat ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
  3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) yang saat ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
  4. Undang-Undang Cukai yang saat ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007;
  5. Undang-Undang Pengampunan Pajak yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016;
  6. Undang-Undang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Negara yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020
  7. Undang-Undang Cipta Kerja yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Saat Mulai Berlaku UU Nomor 7 Tahun 2021

Terdapat beberapa ketentuan mengenai saat berlakunya ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021, yaitu sebagai berikut.

Saat mulai berlakunya ketentuan dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 yang diatur pada Pasal 17, yaitu:

  1. Ketentuan Pasal 3 UU Nomor 7 Tahun 2021 (yaitu ketentuan yang semula diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan/UU PPh) mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022
  2. Ketentuan Pasal 4 UU Nomor 7 Tahun 2021 (yaitu ketentuan yang semula diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah/UU PPN) mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022
  3. Ketentuan Pasal 13 UU Nomor 7 Tahun 2021 (yaitu ketentuan tentang Pajak Karbon) mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022, yang pertama kali dikenakan terhadap badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batubara dengan tarif Rp30.00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan setara.

Saat berlakunya ketentuan mengenai Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 11 UU Nomor 7 Tahun 2021 adalah mulai tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.

Kemudian pada Pasal 15 UU Nomor 7 Tahun 2021 mengatur bahwa pada saat ketentuan ini berlaku, maka semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang berkaitan dengan pengungkapan harta bersih, dinyatakan tidak berlaku sepanjang pengungkapan dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.

Pada Pasal 19 UU Nomor 7 Tahun 2021 mengatur bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (tanggal diundangkan adalah pada tanggal 29 Oktober 2021).



Berikut ini adalah daftar isi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 yang filenya diunggah di sini, beserta halaman dari masing-masing bagian tersebut.

Menimbang, Mengingat, Menetapkan, halaman 1 -3

Bab I – Isi Pasal 1, Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup, halaman 4 – 5
Umum. Bab I – Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup. Penjelasan halaman 105 - 107

Bab II – KUP. Isi Pasal 2, halaman 5 – 34
Bab II – KUP. Penjelasan halaman 108 – 142

Bab III – PPh. Isi Pasal 3, halaman 35 – 64
Bab III – PPh. Penjelasan halaman 142 – 186

Bab IV – PPN. Isi Pasal 4, halaman 65 – 80
Bab IV – PPN. Penjelasan halaman 186 – 206

Bab V – Program Pengungkapan Sukarela (PPS) WP. Isi Pasal 5 – 12, halaman 80 – 94
Bab V – Program Pengungkapan Sukarela (PPS) WP. Penjelasan halaman 206 – 214

Bab VI – Pajak Karbon. Isi Pasal 13, halaman 95 – 97
Bab VI – Pajak Karbon. Penjelasan halaman 214 – 218

Bab VII – Cukai. Isi Pasal 14, halaman 97 – 100
Bab VII – Cukai. Penjelasan halaman 218 – 223

Bab VIII – Ketentuan Peralihan. Isi Pasal 15, halaman 100
Bab VIII – Ketentuan Peralihan. Penjelasan halaman 223

Bab IX – Ketentuan Penutup. Isi Pasal 16 – 19, halaman 101 – 104
Bab IX – Ketentuan Penutup. Penjelasan halaman 224

Download:

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021

Jumat, 08 Oktober 2021

Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Telah Disahkan DPR

Dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ke-7 masa persidangan I tahun sidang 2021-2022 yang digelar pada tanggal 7 Oktober 2021, DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi Undang-Undang.

Undang-Undang HPP yang akan berlaku mulai 1 Januari 2022 dan 1 April 2022 ini dimaksudkan sebagai kebijakan perpajakan yang bersifat komprehensif, konsolidatif, dan harmonis dilakukan melalui pengaturan atas Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, Pajak Karbon dan Cukai.

Undang-Undang HPP ini di antaranya mengubah dan/atau menyesuaikan 7 (tujuh) Undang-Undang yang selama ini berlaku, yaitu:

  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang saat ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
  2. Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang saat ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
  3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) yang saat ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
  4. Undang-Undang Cukai yang saat ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007;
  5. Undang-Undang Pengampunan Pajak yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016;
  6. Undang-Undang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Negara yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020
  7. Undang-Undang Cipta Kerja

serta menambahkan ketentuan mengenai pajak karbon yang merupakan ketentuan pajak baru.

Berikut ini penulis bagikan link untuk men-download Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disetujui oleh DPR pada tanggal 7 Oktober 2021. Agar draft Rancangan Undang-Undang ini hanya dijadikan sebagai bahan untuk mempelajarinya saja, dan sebaiknya Pembaca Setia Tax Learning tetap menunggu Undang-Undang yang telah ditandatangani oleh Presiden dan telah diundangkan dalam Lembaran Negara.

Download:
Draft Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Kamis, 30 September 2021

Siap-siap! Tax Amnesty Jilid 2 Akan Dimulai tanggal 1 Januari 2022

Pada hari ini 30 September 2021 dalam Pembahasan Tingkat I, DPR dan Pemerintah telah menyepakati pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) akan diajukan dalam Sidang Paripurna DPR untuk disetujui. Dalam pembahasan RUU KUP ini yang saat ini disepakati berubah menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP). Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie sekaligus Pimpinan Panja RUU HPP mengungkapkan bahwa pembahasan RUU HPP sudah selesai dibahas pada tingkat I dan RUU tersebut sudah diparaf oleh pimpinan komisi, kapoksi, dan wakil pemerintah.

Salah satu ketentuan yang diatur dalam RUU HPP yang telah disepakati dalam Pembahasan Tingkat I dan menjadi perhatian utama dari sebagian besar masyarakat adalah ketentuann mengenai Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) Jilid ke-2. Berdasarkan informasi yang telah beredar, disebutkan bahwa ketentuan mengenai "Tax Amnesty Jilid Ke-2" ini diatur pada Bab V mengenai Program Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak mulai dari Pasal 5 sampai dengan Pasal 12.

Tax Amnesty yang diatur dalam RUU HPP pada dasarnya masih serupa dengan ketentuan Pengampunan Pajak yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2016. Namun dalam RUU HPP, istilah Pengampunan Pajak ini sudah diubah namanya menjadi "Pengungkapan Harta Bersih". Secara garis besar "Pengungkapan Harta Bersih" terbagi menjadi 2 skema, yaitu:

  1. skema Pengungkapan Harta Bersih untuk Harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015; dan
  2. skema  Pengungkapan Harta Bersih untuk Harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak 1 Januari 2016 sampai dengan 31 Desember 2020.

Program Pengungkapan Harta Bersih ini akan dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.

Sama halnya seperti Program Pengampunan Pajak (Juli 2016 s.d. Maret 2017), dalam Program Pengungkapan Harta Bersih yang diatur dalam RUU HPP ini juga ada ketentuan mengenai syarat untuk mengalihkan Harta Bersih yang diungkapkan yang berada di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta syarat untuk menginvestasikan harta bersih pada jenis-jenis investasi di dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Batas waktu untuk mengalihkan Harta Bersih yang berada di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ditentukan paling lambat tanggal 30 September 2022.

Sedangkan batas waktu untuk menginvestasikan Harta Bersih ini ke jenis-jenis investasi yang telah ditentukan ditentukan paling lambat tanggal 30 September 2023.

Mari kita nantikan pengesahan RUU HPP ini dalam Sidang Paripurna DPR mendatang sehingga dapat diundangkan menjadi Undang-Undang.