..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label Tax News. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tax News. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 Oktober 2009

Tarif PBB Turun Jadi 0,3 Persen, Wajib Pajak PBB Bermasalah Bisa Diperiksa

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan untuk Perdesaan dan Perkotaan diturunkan dari 0,5 persen terhadap nilai jual obyek pajak menjadi paling tinggi 0,3 persen dari NJOP. Langkah ini diharapkan dapat memperluas basis pemungutan PBB. Kewenangan penetapan tarif PBB akan dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota setelah 31 Desember 2013.

"Saat ini, basis data PBB mencapai 92 juta obyek pajak. Itu akan kami distribusikan secara bertahap kepada daerah. Namun, daerah harus memiliki perangkat teknologi informasi yang kuat karena mengelola data yang sangat besar itu bukan perkara mudah. Jika teknologinya tidak kuat, bisa ada kesalahan penetapan NJOP," ungkap Direktur Ekstensifikasi Pajak Direktorat Jenderal Pajak Hartoyo di Jakarta, Jumat (9/10).

Perubahan tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan itu ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang selesai diamande-mcn pada 15 Septemlier 2009.

Selain mengubah besaran tarifnya, UU ini juga menetapkan aturan baru tentang Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) dan Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).

Sebelumnya, NJKP ditetapkan 20-100 persen dari NJOP yang sudah dikurangi NJOPTKP, kini aturan tersebut tidak dipergunakan lagi.

Bayar PBB makin ringan

Selain itu, besaran NJOPTKP juga diubah dari sebelumnya ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12 juta, kini paling rendah Rp 10 juta per obyek pajak.

Artinya, pemerintah kabupaten dan kota diberi kewenangan untuk menetapkan tarif NJOPTKP tanpa batasan. Semakin tinggi NJOPTKP, akan semakin ringan pembayaran PBB yang harus ditanggung masyarakat.

Dengan demikian, semakin tinggi NJOPTKP, akan semakin tinggi insentif yang diberikan pemerintah kabupaten dan kota kepada dunia usaha.

Sebagai ilustrasi, jika seorang warga memiliki tanah seluas 800 meter persegi dengan harga jual Rp 300.000 per meter persegi, NJOP-nya mencapai Rp 240 juta

Kemudian dia juga memiliki rumah seluas 400 meter persegi,taman (200 meter persegi), dan pagar setinggi 1,5 meter dan panjang 120 meter dengan nilai jual masing-masing Rp 350.000, Rp 50.000, dan 175.000 per meter persegi, sehingga NJOP-nya adalah Rp 181,5 juta.

NJOP rumah, taman, dan pagar harus dikurangi NJOPTKP terlebih dahulu, katakan tarifnya Rp 10 juta, sehingga nilai jual bangunan kena pajak hanya Rp 171,5 juta.

Dengan demikian, total nilai jual obyek pajak kena pajak baik tanah, rumah, taman, dan pagar mencapai Rp 411.5 juta. Angka inilah yang dikalikan dengan tarif PBB-nya, misalnya ditetapkan 0,2 persen, sehingga PBB yang harus dibayar adalah Rp 823.000.

"Pemeriksaan atas wajib pajak PBB yang bermasalah bisa dilakukan pemda bersama Ditjen Pajak. Adapun pembukuan PBB Perdesaan dan Perkotaan bisa dilakukan di daerah dan Ditjen Pajak. Daerah harus memiliki tim penilai aset yang kuat untuk menetapkan besaran NJOP-nya," ujar Hartoyo.

Anggota DPR sekaligus anggota Panitia Khusus RUU PDRD. Nursanita Nasution, mengatakan. PBB dialihkan kepada pemerintah kabupaten dan kota dalam waktu lima tahun terhitung sejak UU PDRD disahkan karena daerah sendiri membutuhkan persiapan untuk menanggung kewenangan baru itu.

Sumber : Kompas

Jumat, 09 Oktober 2009

Menkeu Lantik Sejumlah Pejabat Eselon II di Lingkungan Depkeu

Jakarta, 09/10/09 (Fiscal News) – Menteri Keuangan Ri Sri Mulyani Indrawati melantik sejumlah Pejabat Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan pada hari ini, Jumat (09/10) bertempat di Aula Djuanda Depkeu. Acara ini dihadiri pula oleh jajaran Pejabat Eselon I dan II di lingkungan Departemen Keuangan.

Dalam sambutannya, Menteri Keuangan menyampaikan dengan dilantiknya para Pejabat Eselon II ini diharapkan dapat menjaga tetap berlangsungnya reformasi birokrasi yang sedang berjalan dan jangan memberi toleransi maupun ruang sedikit pun kepada kita semua untuk membuat kesalahan yang tidak perlu. Banyaknya pejabat yang dilantik hari ini yang masih berstatus sebagai Pj, diharapkan tidak mengganggu atau menghalangi pejabat bersangkutan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara penuh.

Adapun pejabat yang dilantik adalah sebagai berikut.

1. Drs. Angin Prayitno Aji, M. A.

diangkat sebagai Tenaga Pengkaji Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia, Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;

2. Drs. Nirwan Tjipto, M.B.A

diangkat sebagai Kepala Kantor Direktorat Jenderal Pajak Riau dan Kepulauan Riau, Pekanbaru;

3. Drs. Dicky Hertanto, M.Sc.

diangkat sebagai Pj. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II, Surakarta;

4. Drs. Sakli Anggoro, M.P. Acc.

Diangkat Sebagai Pj. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara, Manado;

5. Drs. Pontas Pane, Ak.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Intelijen dan Penyelidikan, Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan


Sumber: www.depkeu.go.id

Senin, 05 Oktober 2009

Pemerintah Bebaskan Pajak Sumbangan Gempa Padang

Berlomba-lombalah membantu para korban gempa bumi di Sumatra Barat (Sumbar). Soalnya, Pemerintah bakal memberikan insentif perpajakan kepada para penyumbang, baik perseorangan maupun perusahaan.

Nilai uang atau barang yang disumbangkan bisa menjadi pengurang pendapatan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak. "Sumbangan untuk korban gempa di Sumbar bisa dimasukkan dalam biaya pengurang," kata Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Djoko Slamet Suryoputro, Minggu (4/10).

Ambil contoh, perusahaan A dengan penghasilan sebanyak Rp 1 miliar menyumbang sebesar Rp 100 juta. Sumbangan itu bisa menjadi pengurang pendapatan bruto perusahaan tersebut. Sehingga penghasilan kena pajak perusahaan A cuma Rp 900 juta.

Djoko bilang, aturan main mengenai sumbangan untuk korban bencana menjadi biaya pengurang bakal diatur lebih detail lagi dalam Peraturan Menteri Keuangan. Tapi, "Kebijakan baru ini sudah bisa dimanfaatkan," ujar dia.

Sebab, Djoko menjelaskan, ketentuan umum soal sumbangan untuk korban bencana menjadi pengurang penghasilan bruto sudah termaktub dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

Caranya, para penyumbang cukup menyertakan tanda bukti sumbangan saat menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) pajak. Karena itu, "Sumbangan harus diberikan pada lembaga yang sah, bisa juga melalui lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya," kata Djoko.

Bukan hal baru

Sejatinya, ini bukan pertama kali Pemerintah memberikan insentif pada para penyumbang korban bencana alam. Sebelumnya, lewat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.03/2006, Pemerintah menanggung PPh atas sumbangan untuk korban bencana gempa di Yogyakarta dan tsunami di pesisir selatan Jawa.

Cuma, baru mulai tahun ini, ketentuan soal insentif atas sumbangan untuk korban bencana alam diatur Undang-Undang. "Sifat aturan untuk sumbangan korban gempa Yogya dan tsunami di pesisir Selatan Jawa waktu itu masih insidental," kata Djoko.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia Djimanto menyambut baik insentif pajak untuk sumbangan korban gempa di Sumbar itu. "Di negara maju, kebijakan pajak seperti ini telah berjalan lama dan sekarang dengan payung hukum yang lebih kuat, sudah seharusnya ini dapat berjalan baik," katanya. Cuma, dia berpesan, Pemerintah harus lebih gencar lagi melakukan sosialisasi ke pengusaha. (Martina Prianti/Kontan)

Sumber: Kompas.com, Senin, 5 Oktober 2009 | 08:55 WIB


Donatur Gempa Padang dan Jambi Dapat Potongan PPh
Minggu, 4 Oktober 2009 18:39 wib
JAKARTA - Pemerintah memberikan potongan pajak penghasilan (PPh) bagi seluruh wajib pajak yang memberikan sumbangan bencana di Padang dan Jambi. Nominal sumbangan ini akan dihitung sebagai biaya sehingga mengurangi setoran PPh.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Departemen Keuangan (Depkeu) Mochamad Tjiptardjo mengatakan, penyumbang cukup menyerahkan tanda terima ke kantor pajak. "Ketentuannya diatur di Peraturan Menteri Keuangan (PMK)," ujar dia saat dihubungi di Jakarta, Minggu (4/10/2009).

Draft PMK, tuturnya, saat ini sudah selesai tinggal diteken Menkeu Sri Mulyani Indrawati sepulang dari Istambul Turki. Tjiptardjo menjelaskan, uang yang sudah disumbangkan akan dibebankan sebagai biaya pengurang setoran PPh di 2009.

Ditjen Pajak tidak akan mengecek satu per satu tanda terima sumbangan. Pengecekan, kata dia, baru akan dilihat ketika pemeriksaan tahunan wajib pajak. "Biasanya saat pemeriksaan tahunan ini kita mengambil sampling lalu dilihat kalau ada sumbangan, baru kita cek benar atau tidak," paparnya.

Kebijakan semacam ini sudah lazim dilakukan. Ketika gempa bumi di Yogyakarta 2006 silam pun, Ditjen Pajak memberlakukan kebijakan serupa.

Ketentuan soal pengurangan PPh ini termuat dalam Undang-Undang (UU) No 36/ 2008 tentang perubahan keempat atas UU No 7/ 1983 soal PPh. Disitu disebutkan, beberapa jenis perluasan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Disebutkan juga, pemerintah memberikan fasilitas kepada masyarakat yang secara nyata ikut berpartisipasi dalam kepentingan sosial dengan diperkenankannya biaya tersebut sebagai pengurang penghasil bruto.

Biaya-biaya tersebut, yakni sumbangan dalam rangka penanggulan bencana nasional dan infrastruktur sosial. Lalu sumbangan pendidikan, penelitian, dan pengembangan di Indonesia. Serta sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.

Sumber: http://economy.okezone.com/read/2009/10/04/20/262428/donatur-gempa-padang-dan-jambi-dapat-potongan-pph


Banjir Wasior Bencana Nasional
Sosbud / Sabtu, 9 Oktober 2010 03:53 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Koordinator Kaukus Papua di Parlemen RI, Paskalis Kossay, menyatakan, pihaknya telah mendapat keterangan resmi dari pemerintah tentang penetapan bencana banjir bandang di Wasior, Papua Barat sebagai musibah berstatus bencana nasional.

"Akhirnya upaya kami berhasil dalam memperjuangkan musibah di Wasior yang dilaporkan sudah menelan korban lebih 100 jiwa dan sekitar 500 orang masih hilang, sebagai bencana nasional," katanya di Jakarta, kemarin.

Kepastian itu diperoleh Paskalis Kossay dkk ketika bertemu Menko Kesra Agung Laksono Jumat sore. "Dalam kunjungan ke Kantor Menko Kesra, kami juga berkesempatan membahas penanganan bencana Wasior di Papua," katanya.

Paskalis Kossay menjelaskan, Sekretaris Deputi Penanggulangan Bencana Alam Kantor Menko Kesra, Meman Harahap memimpin timnya dalam pembahasan bersama itu. Sedangkan dari Kaukus Papua di Parlemen RI, selain Paskalis Kossay, juga Irene Manibuy, Agustina Basik Basik, Diaz Gwijangge, dan Murdiono

"Dalam kesempatan membahas penanganan bencana Wasior itulah, terungkap bahwa pemerintah segera akan menetapkan musibah banjir bandang Wasior sebagai bencana nasional," katanya.

Sumber: http://www.metrotvnews.com/index.php/metromain/news/2010/10/09/30969/Banjir-Wasior-Bencana-Nasional


Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.

Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun.

Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU tentang APBN 2010.

Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP), terutama pada transaksi yang dinilai tidak wajar.

Enam jenis transaksi tidak wajar yang biasanya dilakukan untuk menghindari pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) adalah mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. Melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. Mengkreditkan PPh Pasal 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. Menyandingkan omzet PPh dengan omzet Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menyandingkan biaya gaji dengan PPh Pasal 21. Pembebanan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Pasal 23 atau Pasal 4 Ayat 2.

Adapun enam transaksi tidak wajar lainnya yang digunakan untuk menghindari pembayaran PPN adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. Wajib pajak memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. Wajib pajak nonperusahaan kena pajak menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.

Selain itu, wajib pajak menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. Wajib pajak melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. Wajib pajak terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.

Selain menggunakan OPDP, strategi lain yang dilakukan pemerintah adalah melanjutkan program pemetaan dan penetapan tolok ukur atas wajib pajak di sektor industri yang sama, yang dilakukan dengan lima langkah.

Pertama, memantapkan profil semua wajib pajak di kantor pelayanan pajak (KPP) madya, KPP large taxpayer office/kantor wajib pajak besar) dan khusus, serta 500 wajib pajak di masing-masing KPP Pratama.

Kedua, membuat profil wajib pajak berdasarkan gedung tempat bekerja. Ketiga, pengawasan secara intensif PPh Pasal 25 dari perusahaan ritel. Keempat, mengawasi wajib pajak pribadi potensial. Kelima, optimalisasi penggalian pajak dari wajib pajak bendahara.

”Tax ratio (rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto) tahun 2010 ditetapkan 12,4 persen, naik dibandingkan 2009, yakni 12 persen,” ujar Sri Mulyani. (OIN)

Sumber: Kompas.com, Senin, 5 Oktober 2009 | 07:37 WIB

Jumat, 25 September 2009

Undang-Undang PPN telah Disetujui DPR

Kamis, 17 September 2009 08:23
Rapat paripurna DPR menyetujui pengesahan Rancangan Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (RUU PPN dan -PPnBM) menjadi UU. Persetujuan tercapai setelah 10 fraksi di DPR dan pemerintah menyampaikan pendapat akhir terhadap RUU itu dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR. Muhaimin Iskandar, di Jakarta. Rabu (16/9). RUU tersebut merupakan perubahan ketiga atas UU Nomor 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku wakil pemerintah menyatakan perubahan ketiga UU itu diharapkan akan lebih memberikan keadilan dan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajibannya, kesederhanaan administrasi perpajakan, kepastian hukum, konsistensi dan transparansi, meningkatkan daya saing serta dapat meningkatkan investasi asing maupun dalam negeri di Indonesia.

UU tentang PPN dan PPnBM yang baru akan berlaku mulai 1 April 2010. Beberapa ketentuan dalam RUU itu. antara lain dalam rangka pemenuhan gizi rakyat Indonesia dengan tersedianya sumber gizi yang harganya terjangkau, maka daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar, dan buah segar ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN.

Juga diatur bahwa untuk menghindari pengenaan pajak berganda terhadap suatu obyek pajak yang sama, maka obyek tertentu yang sudah dikenakan pajak daerah dikecualikan dari pengenaan PPN.

Obyek pajak dimaksud adalah barang hasil pertambangan galian C. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. Jasa perhotelan, jasa boga atau katering. RUU juga mempertegas bahwa jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun termasuk perbankan syariah tidak dikenakan PPN.

Sementara itu. besarnya tarif tertinggi PPnBM disepakati naik dari 75 persen menjadi 200 persen Ini untuk memberi ruang kepada pemerintah dalam rangka melaksanakan regulasi.

RUU juga mengatur barang yang jika dikonsumsi dapal merusak kesehatan dan moral masyarakat, seperti miras, tidak lagi sebagai barang mewah, karena lebih tepat dikategorikan sebagai barang kena cukai.

Selain itu. diatur bahwa barang hasil pertanian yang diambil lagnsung dari sumbernya tetap sebagai barang kena pajak yang pengenaan PPN-nya akan menggunakan pedoman pengkredilan pajak masukan atau deemed pajak masukan.

Dalam RUU itu juga diatur mengenai pemberian pengembalian PPN dan PPnBM atas barang bawaan yang dibawa keluar daerah pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) dengan syarat nilai PPN minimal Rp500.000

Sumber : Pelita


17 Jenis Jasa Bebas PPN

Kamis, 17 September 2009 08:34
Sedikitnya 17 jenis jasa akan terbebas dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal itu diatur dalam UU PPN dan Pa j ak Pen j ualan atas BarangMewah (PPnBM) yang disahkan kemarin. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, beberapa objek pajak yang sudah dikenai pajak daerah akan dikecualikan dari pembebasan PPN. "Untuk menghindari pengenaan pajak berganda pada objek yang sama," terangnya saat rapat paripurna pembahasan RUU PPN dan PPnBM di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Objekpajakyangdikecualikan tersebut yakni jasa perhotelan dan jasa boga atau katering.Kedua jasa ini sudah terkena pajak daerah dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain itu, barang hasil pertambangan galian juga makanan serta minumanyangdisa-jikan di rumah makan, restoran, warung dan sejenisnya juga dikecualikan dari pembebasan PPN karena sudah dikenai pajak daerah.

Adapun objek pajak yang terbebas PPN, yakni pelayanan kesehatan medis, pelayanan sosial, pengiriman surat dengan prangko, asuransi, keagamaan, dan pendidikan. Kemudian jasa kesenian dan hiburan, penyiaran yang tidak bersifat iklan, angkutan umum di darat, air, serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.

Selanjutnya, jasa tenaga kerja, jasa yangdisediakanoleh pemerin-tah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, penyediaan tem pa t parkir, telepon umum dengan memakai uang logam, pengiriman uang lewat wesel pos, danjasa keuangan.

Jasa keuangan tersebut. Sri Mulyani menuturkan, termasuk perbankan syariah. PPN 0% juga berlaku untuk jasa dan barang kena pajak (JKP dan BKP) tidak berwujud yang digunakan oleh pengusaha Indonesia di luar daerah pabean dan pemanfaatan BKP tidak berwujud dari Indonesia di luar daerah pabean. "Tujuannya menambah daya saing atas kegiatan jasa yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia," kata dia.

Dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat, Sri Mulyani melanjutkan, daging segar, telur belum diolah, susu perah, sayuran, dan buah-buahan tidak terkena PPN. Dengan demikian diharapkan harga kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut dapat terjangkau oleh masyarakat.

Sementara menyangkut PPnBM, sudah disepakati tarif maksimal 200% dan minimal 75%. Barang-barang konsumsi yang merusak, seperti minuman beralkohol disepakati tidak lagi masuk kategori barang mewah.

Ketua Panitia Khusus RUU PPN dan PPnBM Melchias Markus Mekeng menambahkan, perubahan lain dalam perundang-undangan ini adalah pengembalian PPN dan PPnBM atas barang yang dibeli wisatawan asing untuk dibawa ke luar negeri. "Dengan syarat minimal pembelian RpSOO.000. Tujuannya untuk menarik wisatawan asing," kata dia.

Dalam UU ini, tarif PPN ditetapkan 10% namun pemerintah bisa mengubahnya menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15%. Pe-rubahan dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan.

Melchias mengatakan, pengesahan UU ini menggenapkan penyelesaian paket UU Perpajakan yang dibahas sejak Agustus 2005. Dua peraturan yang sudah lebih dulu disahkan adalah UU Ketentuan Umum Perpajakan dan UU Pajak Penghasilan. Dengan seluruh instrumen hukum ini, pemerintah diminta untuk meningkatkan kinerja perpajakan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi sehingga rasio pajak naik.

Sri Mulyani melanjutkan, pemerintah akan menyiapkan peraturan pelaksanaan atas UU PPN dan PPnBM juga melakukan sosialisasi. Dengan demikian aturan ini dapat diberlakukan 1 April 2010.

Sumber : Seputar Indonesia

Kamis, 20 Agustus 2009

UU Pajak Daerah Disahkan

Setelah melalui pembahasan maraton sejak 2006, Rancangan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) akhirnya disahkan menjadi undang-undang.

Dengan disahkannya RUU ini, maka pemerintah daerah baik di tingkat kabupaten/kota saat ini sudah memiliki payung hukum baru untuk memungut pajak dan retribusi daerah. Draf akhir RUU PDRD menyebutkan, jenis pajak yang bisa dipungut oleh pemerintah provinsi ada lima jenis.

Sementara jenis pajak yang bisa dipungut oleh pemkab/pemkot ada 11 jenis. (selengkapnya lihat grafis,red).

Selain itu, tarif pajak maksimum dinaikkan rata-rata lipat dua terhadap beberapa jenis pajak provinsi. Besaran pajak yang naik diantaranya Pajak Kendaraan Bermotor yang naik dari 5 persen menjadi 10 persen. Tarif Pajak Hiburan juga ditetapkan paling tinggi sebesar 35 persen. Namun khusus untuk hiburan berupa permainan ketangkasan, diskotik, klab malam, karaoke, mandi uap, panti pijat, pagelaran busana, dan kontes kecantikan, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen.

Ketua Panitia Khusus RUU PDRD Harry Azhar Azis mengatakan, salah satu poin krusial dalam UU PDRD adalah aspek close list. Artinya, pemerintah daerah (Pemda) hanya boleh memungut pajak maupun retribusi sesuai dengan jenis pajak dan retribusi yang ada dalam UU PDRD. "Ini akan menyehatkan iklim investasi dan kepastian usaha di daerah. Sehingga, diharapkan bisa mendorong pembangunan daerah dan nasional," ujarnya saat sidang paripurna di Gedung DPR kemarin (18/8). Pemerintah pusat membuka kemungkinan pemberian sanksi mulai pembatalan sampai pemotongan dana perimbangan kepada pemerintah daerah yang penerbitan peraturan daerah (perda)-nya tidak sesuai dengan UU PDRD.

Menteri Keuangan sekaligus Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati menambahkan, penyelesaian UU PDRD membuat peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD akan naik signifikan. Kalkulasi Departemen Keuangan menunjukkan, melalui penguatan perpajakan daerah, peranan PAD dalam APBD Provinsi pada 2011 (tahun pertama pelaksanaan UU PDRD secara efektif) akan naik dari 50 persen pada 2009 menjadi 63 persen. Adapun peranan PAD terhadap APBD kabupaten/kota akan naik dari 7 persen menjadi 10 persen. Secara nasional, peranan PAD terhadap total APBD akan naik dari 19 persen menjadi 24 persen.

Sri Mulyani merinci, penambahan jenis pajak daerah dilakukan dengan menambah 4 jenis pajak baru, yakni Pajak Rokok, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Untuk pajak baru ini, karena membutuhkan berbagai perangkat peraturan pelaksanaan, baik di tingkat pusat maupun daerah, maka pemberlakuan pemungutan pajak baru tersebut dilakukan secara bertahap. BPHTB akan dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah pada 1 Januari 2011, sedangkan Pajak Rokok dan PBB Perdesaan dan Perkotaan akan dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2014.

Sementara itu, terkait retribusi daerah, Sri Mulyani mengatakan, ada 30 jenis retribusi yang dapat dipungut di daerah dari yang sebelumnya ditetapkan sebanyak 27 jenis dalam PP Nomor 66 Tahun 2001.

Pengamat Ekonomi Bidang Keuangan Daerah Agung Pambudhi mengatakan, secara teoritis, memang akan ada peningkatan PAD karena ada pajak daerah baru dan pajak progresif kendaraan bermotor serta BBM. "Namun, ini juga terkait erat dengan naik turunnya volume bisnis, efisiensi pungutan, serta ada tidaknya kebocoran," ujarnya.

Selain itu, lanjut Agung, pemerintah juga perlu memperjelas administrasi pungutan, misalnya untuk pajak rokok, agar tidak ada silang pendapat antara Ditjen Perimbangan dan Ditjen Bea Cukai. "Untuk fungsi pengawasan, pemerintah harus lebih ketat. Sedangkan untuk Pemda, yang harus dilakukan sekarang adalam memperkuat basis data wajib pajak agar hasil pungutannya optimal," katanya.

Jawapos


15 Poin UU Pokok Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Jakarta, (Analisa)

RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) telah selesai dibahas oleh DPR dan pemerintah. Hari ini RUU tersebut rencananya akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR.

Ketua Pansus RUU PDRD DPR Harry Azhar Azis mengatakan ada 15 kesepakatan yang berhasil disepakati oleh pemerintah dan DPR dan menjadi draft final RUU PDRD tersebut.

Satu, pansus DPR sepakat perubahan jumlah pasal dari naskah awal RUU PDRD yakni dari 18 bab dan 164 pasal menjadi 18 bab dan 165 pasal.

Dua, pajak provinsi dibagi menjadi 5 jenis yakni pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), pajak bahan bakar kendaran bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok.

"Pajak rokok adalah pajak baru provinsi dibagihasilkan ke kabupaten/kota," kata Harry dalam siaran pers yang diterima, Selasa (18/8/2009).

Tiga, pajak kendaraan bermotor menggunakan pola pajak progresif untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya dengan tarif 2% sampai maksimal 10%. Ketentuan progresivitasnya ditentukan oleh Perda provinsi, kepemilikan pertama ditetapkan tarif 2%.

Ketentuan baru lainnya yaitu ear marking (alokasi penggunaan) wajib dilakukan Pemda minimal 10% dari hasil penerimaan pajak ini untuk belanja infrastruktur jalan dan transportasi umum di daerahnya.

"Diharapkan pertumbuhan penyediaan sarana jalan dan transportasi umum nanti men jadi seimbang dengan pertumbuhan konsumsi penggunaan kendaraan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat," tambah Harry.

Empat, tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan maksimal 10% bagi kendaraan pribadi, kendaraan umum 50% lebih rendah dari tarif kendaraan pribadi. Bila terjadi kenaikan harga tinggi atas BBM, peme rintah pusat dapat mengubah besaran tarif Perda melalui Perpres, kebijakan ini untuk mendorong fasilitas kendaraan umum lebih besar.

Lima, pajak air permukaan, nomenklatur baru dari UU No.34/2000 yaitu pajak pengambilan dan pemanfatan air bawah tanah dan air permukaan. Pajak air tanah dipungut kabupaten/kota. Pajak air permukaan dipungut provinsi, air permukaan yang hanya di satu kabupaten/kota berlaku aturan khusus.

Enam, pajak rokok sebagai pajak baru disetujui dipunguit instansi pemerintah yang berwenang, pemungut cukai bersamaan pungutan cukai rokok untuk meningkatkan sumber pendapatan asli daerah. Pajak rokok ini baru berlaku 1 Januari 2014.

Dasar penggunaan pajak rokok adalah, cukai yang ditetapkan pemetintah terhadap rokok, tarif pajak rokok disepakati 10% dari cukai rokok. Hasil penerimaan sebesar70% untuk kabupaten/kota dan 30% untuk provinsi. "Untuk itu baik bagian provinsi maupun kabupaten/kota wajib dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat berwenang," jelas Harry.

Tujuh, pajak kabupaten/kota disepakati menjadi 11 jenis yakni: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Delapan, Tarif pajak hiburan khususnya hiburan mewah seperti panti pijat/spa ditetapkan maksimal 75%. "Pola tarif hiburan ini mirip dengan pola tarif PPnBM atau Pajak Penjualan Barang Mewah yang diatur UU lain," kata Harry.

Sembilan, pajak bumi dan bangunan (PBB) pedesaan dan perkotaan disepakati menjadi pajak kabupaten/kota melalui pembahasan alot dan panjang.

BPHTB juga disepakati menjadi pajak kabupaten/kota. Ketentuan PBB selain perkebunan, perhutanan, dan pertambangan yang diatur UU No.12/1986tentang PBB telah diubah UU Np.12/1994 serta peraturan pelaksanaannya, dinyatakan tetap berlaku sampai 31 Desember 2013.

Sepuluh, pajak lingkungan usul pemerintah akhirnya ditarik kembali dan disetujui usul pemerintah agar substansi pajak lingkungan masuk dalam retribusi perizinan tertentu.

Sebelas, pajak sarang burung walet disetujui jadi pajak jenis baru, kabupaten/kota yang tidak memiliki potensi industri sarang burung walet tidak diperkenankan memungutnya.

Dua belas, usul pajak telepon disepakati menjadi retribusi jasa umum bernama retribusi pengendalian menara telekomunikasi. Pemerintah kabupaten/kota yang memungut retribusi ini berkewajiban atas pengendalian tata ruang dan keamanan menara telekomunikasi.

Tiga belas, usul ERP (Electronis Road Pricing ) dari pemerintah akhirnya dihapus, agar tidak menambah beban masyarakat karena infrastruktur mengatasi kemacetan jalan dianggap belum siap.

Empat belas, insentif pemungutan pajak daerah disetujui dengan pola UU tata cara dan ketentuan umum perpajakan, insentif untuk pemungut pajak diberikan bila tercapai kinerja tertentu dari instansi pemungut yang ditetapkan APBD. Tata cara insentif diatur Peraturan Pemerintah (PP).

Lima belas, selain pajak provinsi dan kabupaten/kota, disepakati juga jenis retribusi yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Pajak atau retribusi ini disepakati bersifat tertutup, artinya Pemda tidak boleh membuat pajak atau retribusi di luar UU ini sehingga iklim investasi dan usaha makin sehat. (dtc)

Rabu, 05 Agustus 2009

Katering Akan Dikenakan Pajak Daerah

Jakarta - Departemen Keuangan memastikan bidang usaha katering akan masuk dalam daftar objek dalam pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD).

Menurut Dirjen Perimbangan Departemen Keuangan Mardiasmo ketentuan tersebut diatur dalam RUU PDRD yang masuk pada kategori pajak restoran.

Menurutnya, dikenakannya pajak restoran tersebut dilakukan agar daerah tidak lagi mengambil pungutan di luar apa yang telah ditentukan undang-undang.


"Usaha katering kan masuk pajak restoran. Ini supaya jelas pungutannya. Kalau ada kenaikan tarif juga ditentukan maksimalnya dalam peraturan," ujarnya usai rapat di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (5/8/2009).

Ia juga mengatakan, seluruh kegiatan di hotel juga akan dikenai dan masuk pajak daerah, tidak hanya saat menginap saja. "Jadi kalau menginap ada pajak hotel, tapi kalau untuk sewa perkawinan, sewa kantor itu masuk ke pajak pusat atau PPN, sekarang semua masuk pajak daerah," ucapnya. (ang/dnl)
Sumber: DetikFinance

Selasa, 28 Juli 2009

Mochamad Tjiptardjo Dirjen Pajak Baru

Tjiptardjo Gantikan Darmin Nasution

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Mohammad Tjiptardjo dipastikan akan menjadi Dirjen Pajak Departemen Keuangan. Tjiptardjo menggantikan Darmin Nasution yang kini menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
”Pelantikan akan dilaksanakan di Kantor Pusat Departemen Keuangan, besok (hari ini, Selasa, 28 Juli 2009),” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Joko Slamet Surjoputro di Jakarta, Senin (27/7).

Courtesy of: www.depkeu.go.id

Anggota Komisi XI DPR, Dradjad H Wibowo, berharap Tjiptardjo bisa memberikan tambahan kepercayaan publik kepada Ditjen Pajak.

Tjiptardjo selama ini dikenal sebagai pejabat yang cukup tinggi komitmennya terhadap reformasi birokrasi di direktorat yang menghimpun penerimaan negara terbesar itu.

”Ada harapan akan terjadi perbaikan di masa mendatang di Ditjen Pajak. Ini penting karena ada risiko penerimaan pajak terimbas pelemahan ekonomi global,” ujar Dradjad.

Sinkronisasi

Pekerjaan utama Tjiptardjo ke depan, menurut Dradjad, adalah memperkuat sinkronisasi antara intelijen pajak dan aspek hukum sehingga kasus pajak, seperti Asian Agri yang tanpa penyelesaian bertahun-tahun, tak terulang.

”Penyelesaian kasus Asian Agri itu tidak sehat bagi Ditjen Pajak,” ujar Dradjad.

Darmin Nasution menjadi Deputi Gubernur Senior BI menggantikan Miranda S Goeltom yang habis masa jabatannya 27 Juli 2009.

Sumber: kompas.com

Jumat, 03 Juli 2009

Pemegang Polis Dapat Insentif Pajak

Kamis, 02 Juli 2009 07:47
Pemerintah mengupayakan pemberian insentif pajak bagi para pemegang polis asuransi. Langkah ini untuk mendorong penetrasi pasar asuransi di Indonesia menjadi 10% dari produk domestik bruto (PDB). Saat ini, rasio premi asuransi terhadap PDB masih di bawah 2%, jauh tertinggal dibanding negara lain, seperti Malaysia yang mencapai 3,7% dan Singapura 6,04%.

Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Ba-pepam-LK) Fuad Rahmany mengatakan, penetrasi pasar asuransi perlu ditingkatkan. "Kami akan melakukan beberapa langkah terobosan, salah satunya dengan memberikan insentif pajak bagi para pemegang polis," ujar Fuad pada Investor Award, The Best Insurance Companies 2009 di Jakarta, Rabu (1/7).

Menurut data Investor Daily, rasio premi asuransi terhadap PDB di Indonesia pada 2008 sebesar 1,76%, menurun dibanding tahun 2007 sebesar 1,92%.

Sementara itu, rasio pemegang polis asuransi jiwa terhadap jumlah penduduk pada 2008 hanya sebesar 0,14%, di bawah Singapura (2,15%) dan Malaysia (0,41%).

Fuad menegaskan, regulator akan berupaya menyediakan seperangkat peraturan yang dapat mendukung pertumbuhan dan penetrasi industri asuransi nasional. "Industri asuransi adalah industri kepercayaan. Jadi pekerjaan rumahnya adalah menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk berasuransi, sehingga penetrasi pasar dapat diperbesar," kata dia.

Apabila penetrasi pasar asuransi dapat ditingkatkan, kata Fuad, dana asuransi dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur. Sebab, dana yang terkumpul di industri asuransi merupakan dana jangka panjang. "Berbeda dengan perbankan yang rata-rata dananya memiliki horizon jangka pendek," katanya.

Sementara itu, Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Isa Rachmatarwata mengatakan, fokus lain pemerintah dalam mendukung pertumbuhan industri asuransi adalah memastikan praktik bisnis yang dijalankan oleh pelaku sesuai prinsip dan koridor yang ditetapkan.

Ia menambahkan, pengawasan terhadap perusahaan asuransi berguna untuk meningkatkan kesiapan industri dalam menghadapi Asian Economic Integration pada 2015 . "Kami akan memperkuat industri ini dengan sejumlah peraturan yang diharapkan bisa menjadikan industri ini lebih hati-hati dalam menjalankan bisnisnya," tutur Isa.

Peraturan yang disiapkan pemerintah, kata dia, terkait dengan tingkat kesehatan usaha asuransi, seperti kemampuan menutup risiko, praktik investasi yang dijalankan, dan produk yang dipasarkan.

Target Rp 500 triliun


Sementara itu, Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Evelina F Pietruschka menargetkan aset industri asuransi jiwa mencapai Rp 500 triliun dalam lima tahun ke depan. Untuk itu, AAJI menantang seluruh anggotanya untuk menggenjot pertumbuhan aset agar lebih optimal.

"Ini tantangan yang saya-sampaikan kepada seluruh anggota AAJI. Di negara lain, aset industri asuransi bisa mencapai sepertiga atau setengah dari aset perbankan. Artinya, dengan aset perbankan nasional yang saat ini sekitar Rp 1.600 triliun, saya rasa industri asuransi seharusnya bisa mencapai target itu," jelas Evelina.

Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Kornellius Simanjuntak mengatakan, untuk memperbesar penetrasi industri asuransi juga dapat dilakukan melalui mekanisme asuransi wajib. "Di Indonesia saat ini belum ada mekanisme yangkhusus mengatur asuransi wajib itu. Jika sudah tersedia, saya yakin industri ini akan sama majunya dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.

Pertumbuhan Premi


Krisis finansial global juga berdampak pada industri asuransi, khususnya asuransi jiwa. Sejumlah indikator asuransi, seperti pertumbuhan premi dan perolehan laba perusahaan, menurun signifikan pada 2008 hingga kuartal I-2009.

Pertumbuhan premi asuransi jiwa yang mencapi 67% tahun 2007, anjlok menjadi 10% pada 2008 dengan premi neto tercatat Rp 48,37 triliun. Pada kuartal 1-2009, total pendapatan premi asuransi jiwa turun 3,38% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, laba asuransi jjwa tergerus cukup dalam. Pada 2007, laba bersih asuransi jiwa mencapai Rp 2,82 triliun, sedangkan pada 2008 hanya mencapai Rp 1,14 triliun atau merosot 59%.

Menurut NewsZ?/recto/rnajalah Investor Primus Dorimulu, penurunan laba tak bisa dilepaskan dari anjloknya hasil investasi asuransijiwa tahun 2008. Hasil investasi asuransi jiwa tahun 2008 tercatat minus Rp 1,2 triliun. Padahal, tahun 2007 hasil investasinya mencapai Rp 11,05 triliun.l.i menjelaskan, pertumbuhan premi asuransi jiwa pada 2007 sangat pesat, yang antara lain dipacu penjualan produk asuransi berbasis investasi (unitlink). Booming itu berlanjut hingga kuartal 1-2008. Namun, mulai kuartal 11-2008 hingga kuartal 1-2009 terjadi penurunan.

"Kini unitlink kembali diminati seiring kenaikan indeks saham di Bursa Efek Indonesia," katanya. Kenaikan harga saham menyebabkan return yang diberikan produk tersebut meningkat signfikan. Selama semester 1-2009, IHSG naik hampir 50%.

Presiden Direktur Allianz Jens Reisch optimstis kepercayaan investor akan unitlink akan kembali membaik tahun ini. "Kami melihat ada kemajuan di bursa kendati masih perlahan," kata Jens.

Hal yang sama diutarakan pengamat asuransi Kapler Marpaung. Menurut dia, kondisi unitlink masih sangat tergantung kepada kondisi bursa. "Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dibutuhkan sosialisasi," ujarnya.

Sedangkan pengamat asuransi Herris Simanjuntak melihat para nasabah perlu diedukasi bahwa unitlink merupakan salah satu instrumen jangka panjang. Ia yakin, tren penurunan suku bunga akan meningkatnya penawaran produk unitlink.


Sumber : Investor Daily indonesia

Senin, 22 Juni 2009

Kampanye Capres Janjikan Pengampunan Pajak

Pasangan Jusuf Kalla-Wiranto dan Megawati-Prabowo berjanji memberlakukan pengampunan pajak (Tax Amnesty) guna menarik dana yang diparkir di sejumlah bank di luar negeri. Dana itu dapat digunakan meningkatkan penerimaan negara dan mendanai sejumlah proyek, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja. Sedangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono justru menolak.

Namun, ketiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) bertekad untuk meningkatkan rasio pajak (tax ratio) terhadap produk domestik bruto (PDB). Sebab, rasio pajak Indonesia terhadap PDB mencapai 16% pada 2008, tertinggal jauh dibandingkan negara-negara tetangga lainnya.

Hal tersebut diungkapkan salah satu tim sukses JK-Win, Fuad Bawazir dan Ketua Fraksi PDIP, Emir Moeis secara terpisahkepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (16/6). Menurut Fuad Bawazir, pengampunan pajak cukup bagus, karena dana yang bisa ditarik nilainya cukup besar.

Pasalnya, kebijakan sunset policy yang digulirkan pemerintah sekarang ini kurang begitu bermanfaat bagi pengusaha, sehingga hasilnya kurang begitu optimal. "Pengampunan pajak menjadi salah satu prioritas pasangan JK-Win. Selama ini. Pak Boediono adalah salah satu menteri yang menolak penerapan pengampunan pajak," tandas Fuad yang juga mantan Dirjen Pajak.

Pengampunan pajak merupakan bentuk keringanan penyelesaian pembayaran dan pengampunan pada semua jenis pajak yang diberikan pemerintah bagi wajib pajak (WP). WP juga dijamin dan diampuni, sehingga tidak akan diusut dan dipidanakan. Indonesia pernah menerapkan tax amnesty era Soekarno. Sunset policy diperuntukkan hanya untuk pajak penghasilan (PPh) dan WP hanya mendapatkan keringanan pada satu jenis pajak, yakni PPh. Namun, WP masih berpeluang dipidanakan.

Data menunjukkan, negara-negara yang pernah sukses menerapkan pengampunan pajak, antara lain Afrika Selatan, Argentina, India, dan Prancis, (lihat tabel).

Di samping itu, kata Fuad, pasangan JK-Win akan menghapus sejumlah pajak ganda agar menciptakan kepastian berusaha bagi pebisnis. Sebab, selama ini banyak pajak ganda dibebankan bagi dunia usaha. "Penghapusan pajak ganda menjadi pajak final merupakan bagian dari insentif yang menarik bagi pengusaha. Dengan begitu, mereka tidak perlu ragu-ragu menyusul rencana bisnisnya," tutur dia.

Emir Moeis menegaskan, pasangan Megawati-Prabowo tetap memprioritaskan kebijakan sektor pajak guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi. "Kami tetap mengusung platform ekonomi kerakyatan dan peningkatan pajak demi kesejahteraan masyarakat. Kalau pengusaha besar konsisten membayar pajak atau ingin mendapatkan pengampunan pajak, itu sesuatu yang wajar, asalkan kewajibannya membayar pajak tetap dilakukan," ujar Emir yang juga ketua Panitia Anggaran (Panggar) DPR.

Dia menjelaskan, pengampunan pajak hanyalah bersifat sementara, khususnya terhadap sektor tertentu dalam rangka pemberian insentif berkala. Setelah kondisi normal lagi, lanjut Emir, kewajiban membayar pajak harus dilakukan guna mendanai sejumlah sektor strategis,, seperti pembangunan infrastruktur.

Menurut Emir, penerimaan pajak dalam APBN 2009 sebesar Rp 725 triliun belum maksimal, karena kebutuhan berbagai sektor sangat dibutuhkan masyarakat Karena itu, prioritas pengampunan pajak sangat penting untuk menopang kebutuhan negara, khususnya program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat kecil.

M Fadhil Hasan, tim ekonomi JK-Win, menilai, pengampunan pajak merupakan suatu hal yang perlu dikaji. Jika manfaat yang diperoleh akan lebih besar dari biaya, lanjut dia, pihaknya siap mempertimbangkannya. "Saat ini, belum ada argumen yang cukup kuat memberlakukan pengampunan pajak," jelas Fadhil.

Sunset Policy

Sementara itu, tim ekonomi SBY-Boediono Chatib Basri, Raden Pardede, dan Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR Syarif Hasan menegaskan, tax amnesty belum perlu diterapkan, karena program sunset policy telah berlangsung dengan baik. Apalagi, sanksi tegas bagi penunggak WP telah diatur dalam undang-undang (UU).

Menjawab banyaknya pengusaha yang meminta tax amnesty di tengah krisis finansial global, Syarif menegaskan, penegakan hukum tidak seperti itu. Sebab, kebijakan pemerintah bersifat adhoc, setelah itu semua WP harus melunasi kewajiban membayar pajak. "Pendapatan negara dari pajak sangat membantu sekab. Jadi, tidak ada alasan bagi pemerintah memberlakukan pengampunan pajak," ujar dia.

Chatib Basri menambahkan, bentuk insentif dan keringanan pajak bagi pengusaha sudah diberikan melalui sunset policy. Oleh karena itu, program itu sebaiknya dilanjutkan lagi. "Kalau ada usulan perlunyapengampunan pajak bagi dunia usaha pemerintah dapat mempertimbangkannya. Kami tidak mau memberi janji-janji dulu. Kalau tidak dipenuhi, hal tersebut menjadi persoalan di kemudian hari," jelas dia.

Pendapat senada dilontarkan Raden Pardede. Ia menilai, langkah-langkah peningkatan penerimaan pajak sudah diatur dalam UU Perpajakan, termasuk amendemen UU Pajak Penghasilan (PPh) yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), seperti penurunan tarif badan dari 30% menjadi 25%. Sedangkan tarif pajak korporasi dipangkas dari 35% menjadi 25%. "Jika SBY-Boediono terpilih, kebijakan perpajakan akan mengikuti kebijakan yang saat ini dikerjakan Direktorat Jenderal Pajak. Kami akan meneruskan apa yang sudah dikerjakan selama ini, sambil terus membenahi kebijakan yang telah ada hingga 2014," ujar dia.

Menurut Raden, pemerintah bakal lebih fokus melaksanakan aturan perpajakan melalui program ekstensifikasi, intensifikasi, dan perluasan basis pajak.

Pengusaha Dukung

Dihubungi terpisah, Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Djimanto mengatakan, tax amnesty harus dilihat secara menyeluruh dan tidak dari satu sisi. Sebab, kata dia, pengampunan pajak harus didukung oleh kesiapan aparat pajak guna menerapkan administrasi bersih dan kedisiplinan penerapan regulasi pajak dari pemerintah pusat hingga daerah.

Djimanto mengakui, para capres dan cawapres belum memperhatikan tax amnesty. Hal tersebut terbukti dari ketidaksiapan membenahi sistem perpajakan nasional. "Penerapan pengampunan pajak agak telambat, seharusnya sebelum sun-set policy diberlakukan," jelas dia.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Soetrisno Benny menambahkan, stimulus fiskal diperlukan untuk menarik modal dari luar ke dalam negeri. Kalau tax holiday sulit dilaksanakan, lanjut Benny, karena APBN bergantung dari penerimaan pajak, tax amnesty merupakan harapan pengusaha. Dengan begitu, modal yang tadinya sempat hengkang dari Indonesia bisa masuk lagi dengan aman.

Iman Sugema, tim ekonomi Me-ga-Prabowo mengatakan, masalah perpajakan ditempatkan sebagai bagian dari kerangka reformasi birokrasi. Oleh sebab itu, kata dia, aparatur pemerintahan yang bersih dan sistem administrasi yang baik harus dibentuk terlebih dahulu dan selanjutnya baru membicarakan target-target yang hendak dicapai. Sebab, tanpa diimbangi aparatur yang bersih dan sistem administrasi yang baik, hasil pajak yang dipungut berpotensi disalahgunakan. Dia mengakui, jika berbicara target pajak saat ini, hal itu dapat membebani masyarakat di tengah perekonomian yang belum pulih.

Iman optimistis, pasangan Mega-Probowo mampu meningkatkan rasio pajak (taxratio) terhadap produk domestik druto (PDB) sebesar 20% dalam lima tahun ke depan. Hal ini dapat terealisasi, bila melihat potensi yang masih bisa digali. "Kami akan duduk bersama dengan pengusaha dan berbicara dengan para wajib pajak tentang target-target yang hendak dicapai," tutur dia.

Stimulus Ekonomi

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Publik, Fiskal, dan Moneter Haryadi Sukamdani serta Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa men-desak capres dan cawapres terpilih menjadikan pajak sebagai stimulus penggerak pertumbuhan ekonomi dan bukan sekadar bagian APBN. Sebab, pemerintah sering melupakan fungsi pajak sebagai stimulus perekonomian nasional. "Yang didahulukan selalu fungsi pajak sebagai instrumen dalam meningkatkan anggaran penerimaan negara. Ini yang semestinya harus dibenahi," tutur Haryadi.

Padahal, lanjut dia, di negara-negara lain tarif pajak justru lebih rendah, sehingga tidak membebani dunia usaha. Tapi, penggunaannya sangat efektif, efisien, dan tepat sasaran. Akibatnya, kesadaran WP bertambah besar dan berdampak terhadap perekonomian. Haryadi mengatakan, penerapan pajak di Indonesia sering keliru dan membebani pengusaha.

Dia mencontohkan penerapan pajak ganda dan rencana kenaikan batas atas pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 15% menimbulkan ketidakpastian iklim usaha. Selain itu, rencana kenaikan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) hingga 200% juga tidak efisien. Pasalnya, masyarakat kelas menengah atas akan lari ke luar negeri untuk belanja dan investasi properti kurang menarik lagi. Bahkan, penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) menjadi 28% tahun ini belum kompetitif dibandingkan negara-negara pesaing. "Semestinya PPh tahun depan lebih rendah sekitar 20-22%, sehingga kesadaran WP meningkat tajam," jelas dia.

Erwin mengatakan, pemerintah terpilih harus lebih tegas mengoptimalkan setoran pajak, terutama yang memiliki kekayaan besar. Penerimaan pajak dari ekspor sumber daya alam (SDA) juga perlu digarap maksimal, karena selama ini masih kurang optimal.

Pengamat perpajakan UPH Ronny Bako menambahkan, para capres-cawapres harus bertitik tolak dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), bila berbicara soal visi ekonomi, terutama masalah pajak. Sebab, dalam RPJPN dijelaskan, tentang kemandirian pembiayaan APBN. Banyak objek pajak yang bisa digali, seperti dari asing yang masuk ke Indonesia dan pengusaha besaral. "Pemerintah bisa menggali dan mengelola dengan baik hasil pajak yang diungut dari rakyat Jadi, mereka harus memahami kemandirian pembiayaan dengan menggali sumber anggaran negara," kata dia.

Sumber : Investor Daily Indonesia

Selasa, 19 Mei 2009

PMA Berhak Manfaatkan Diskon Pajak

Direktorat Jenderal Pajak menegaskan perusahaan penanaman modal asing (PMA) berhak memanfaatkan fasilitas diskon pajak penghasilan (PPh) sebesar 50% dari tarif PPh yang berlaku. Kasubdit Peraturan PPh Badan Direktorat Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Astera Primanto Bhakti mengatakan perusahaan PMA dapat memanfaatkan fasilitas tersebut asalkan memenuhi kriteria yang disyaratkan dajam Pasal 31EUU PPh.

"Dalam ketentuannya disebutkan fasilitas ttu untuk wajib pajak dalam negeri, sedangkan PMA kan masih merupakan per-usahaan Indonesia, jadi berhak mendapatkan fasilitas ini," katanya dalam seminar bertema Peraturan Pelaksana UU PPh 2008 dan stimulus fiskal, kemarin.

Pernyataan Prima ini menjawab keraguan PMA untuk memanfaatkan fasilitas diskon pajak. Kendati begitu, secara faktual sedikit sekali perusahaan PMA yang peredaran brutonya di bawah Rp50 miliar. "Cuma kalau PMA omzetnya segini ya ngapain susah-sudah bikin PMA. Tapi ya tetap masuk kalau memenuhi kriterianya."

Berdasarkan Pasa] 31E UU No. 36/2008 tentang PPh, pengurangan tarif PPh sebesar 50% hanya diberikan kepada WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 mi-liar. Pengenaan tarif dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar.

Artinya dengan ketentuan ini, WP badan hanya dikenai PPh sebesar 14% untuk tahun pajak 2009 dan sebesar 12,5% untuk tahun pajak 2010. Tarif normal PPh badan yang berlaku umum adalah 28% untuk 2009 dan 25% mulai 2010.

Pengamat Pajak dari Tax Center UI Darussalam berpendapat apabila dilihat dari status perusahaan PMA yang masuk dalam kategori WP badan dalam negeri, perusahaan PMA dapat memanfaatkan fasilitas tersebut. "Jadi boleh memanfaatkan fasilitas diskon itu sepanjang peredaran brutonya di bawah Rp50miliar," katanya.

Dia menjelaskan pada dasarnya pembentukan perusahaan PMA dilakukan berdasarkan UU PT di Indonesia sehingga perusahaan PMA masuk dalam kategori WP dalam negeri {resident taxpayer).

"Intinya Pasal 31 E ini sifatnya fluktuatif untuk semua WP dalam negeri. Jadi untuk semua WP dalam negeri (baik UMKM maupun bukan) yang peredaran brutonya di bawah Rp50 miliar berhak manfaatkan fasilitas ini," jelasnya.

Terbitkan juklak

Di pihak lain. Anggota Komisi Xl DPR yang juga merupakan Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Harry Azhar Azis mende-sak pemerintah segera menerbitkan peraturan pelaksana (juklak) yang menjelaskan subjek WP yang berhak memanfaatkan fasilitas itu.

"Ini tugas Menteri Keuangan dan Menteri UMKM untuk menjelaskan ini. Karena semangat pemberian fasilitas diskon ini adalah untuk UMKM," katanya.

Menurut dia, ketentuan dalam Pasal 31 E tersebut masih menimbulkan multitafsir di kalangan WP terutama mengenai apakah fasilitas tersebut berlaku secara umum atau hanya untuk UMKM.

"Kalau tidak jelas dikhawatirkan bisa memicu moral hazard karena dengan hanya* diatur balas peredaran bruto mengakibatkan ini menjadi fluktuatif."


Sumber : Bisnis Indonesia

Rabu, 29 April 2009

Menkeu Lantik Sejumlah Pejabat Eselon II di Lingkungan Depkeu

Jakarta, 28/04/09 (Fiscal News) – Menteri Keuangan Ri Sri Mulyani Indrawati melantik sejumlah Pejabat Eselon II di lingkungan Departemen Keuangan. Acara ini dihadiri pula oleh jajaran Pejabat Eselon I dan II di lingkungan Departemen Keuangan.

Dalam sambutannya, Menteri Keuangan menyampaikan bahwa penempatan jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk di lingkungan Departemen Keuangan diikat dengan peraturan kepegawaian yang berlaku bagi PNS di Indonesia. Namun demikian, hal itu harus tetap sejalan dengan semangat reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan. Dalam kesempatan tersebut, Menkeu juga menekankan bahwa tidak akan ada toleransi bagi pejabat dengan performa pas-pasan. “Para pejabat yang dilantik hari ini harus mampu mempersembahkan yang terbaik bagi negeri ini,” ujarnya.

Adapun pejabat yang dilantik adalah sebagai berikut.


Pada Sekretariat Jenderal :

1. Dra. Sri Hartati, M.B.A. diangkat sebagai Pj. Kepala Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik
2. Dr. Annies Said Basalamah, Ak., M.B.A. diangkat sebagai Tenaga Pengkaji Bidang Sumber Daya Aparatur
3. Drs. Charmeida Tjokrosuwarno, M.A. diangkat sebagai Tenaga Pengkaji Bidang Perencanaan Strategik
4. Moh. Hatta, Ak., M.B.A. diangkat sebagai Tenaga Pengkaji Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara Departemen Keuangan

Pada Direktorat Jenderal Pajak :

1. Drs. Djonifar Abdul Fatah, M.A. diangkat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
2. Catur Rini Widosari, S.E., Ak., M.B.T. diangkat sebagai Pj. Direktur Peraturan Perpajakan I
3. Dr. Achmad Sjarifudin Alsah diangkat sebagai Direktur Peraturan Perpajakan II
4. Drs. Ramram Brahmana, Ak., M.Sc. diangkat sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
5. Drs. Bambang Basuki, M.A., M.P.A. diangkat sebagai Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Manusia
6. Dr. Eddy Marlan, Ak., M.B.A. diangkat sebagai Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak, Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak
7. Wahyu Karya Tumakaka, Ak., M.P.A. diangkat sebagai Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Perpajakan, Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak
8. Drs. Dicky Hartanto, M.Sc. diangkat sebagai Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia, Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak
9. Drs. Riza Noor Karim, Ak., M.B.A. diangkat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar
10. Drs. Muhammad Haniv, Ak., M.S.T. diangkat sebagai Pj. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh
11. Yusri Natar Nasution, S.H.

diangkat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I, Medan

12. Drs. Peni Harijanto, Ak., M.B.A. diangkat sebagai Pj. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Barat dan Jambi, Padang
13. Estu Budiarto, Ak., M.B.A diangkat sebagai Pj. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung, Palembang
14. Drs. Sutrisno Ali, M.Sc., M.M. diangkat sebagai Pj. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan
15. Drs. Djalintar Sidjabat, M.B.A. diangkat sebagai Pj. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Utara
16. Dedi Rudaedi, Ak., M.Sc. diangkat sebagai Pj. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Banten, Serang
17. Suryo Utomo, S.E., Ak., M.B.T. diangkat sebagai Pj. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I, Semarang
18. Drs. Agus Hudiyono diangkat sebagai Pj. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Selatan dan Tengah, Banjarmasin
19. Drs. Adjat Djatnika, Ak., M.B.A diangkat sebagai Pj. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nusa Tenggara, Mataram;

Pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai :

1. Drs. Thomas Sugijata, Ak., M.M. diangkat sebagai Direktur Penindakan dan Penyidikan
2. Drs. Hanafi Usman diangkat sebagai Direktur Audit
3. Drs. Kushari Suprianto, Ak. diangkat sebagai Pj. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai
4. Drs. Bambang Prasodjo diangkat sebagai Kepala Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai
5. Drs. Nofrial, M.A. diangkat sebagai Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai
6. Drs. Muhammad Chariri diangkat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sumatera Bagian Selatan, Palembang
7. Ir. Rahmat Subagio diangkat sebagai Pj. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Jakarta
8. Drs. R.P. Jusuf Indarto diangkat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalimantan Bagian Barat, Pontianak


Sumber: www.depkeu.go.id

Senin, 13 April 2009

Telat Serahkan SPT Bebas Denda Rp 100 Ribu, Asalkan....

Wajib pajak orang pribadi yang telat menyerahkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak bisa bebas dari denda Rp 100 ribu. Syaratnya, wajib pajak orang pribadi tersebut baru membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada masa awal tahun 2008 hingga akhir Maret 2009. Hal ini dikatakan oleh Dirjen Pajak Darmin Nasution dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (13/4/2009).

"Denda Rp 100 ribu untuk wajib pajak orang pribadi karena keterlambatan penyampaian SPT ditiadakan tapi untuk NPWP yang dibuat awal 2008 sampai akhir Maret 2009," jelas Darmin.

Namun keterlambatan penyampaian SPT pajak hanya bisa ditolerir hingga akhir 2009, dari tenggat waktu seharusnya pada 31 Maret 2009. WP orang pribadi yang bersangkutan juga tetap berkewajiban membayar bunga sebesar 2% dari pajak yang dibayar.

Darmin menjelaskan, pembebasan dari denda Rp 100 ribu dilakukan karena masih banyak wajib pajak baru yang belum tahu mengenai kewajiban penyerahan SPT ini.

"Saya tegaskan bahwa SPT ini bisa diserahkan dimana saja, tidak harus di kantor pajak tempat dia terdaftar," ulang Darmin lagi.

Sumber : Detik Finance



Kamis, 26 Februari 2009

Gaji di Bawah Rp 5 Juta Dapat Insentif PPh

Kabar gembira bagi Anda yang saat ini menjadi pegawai atau karyawan dengan penghasilan di bawah Rp 5 juta sebulan akan mendapatkan insentif dari Pemerintah berupa PPh Pasal 21 yang terutang akan ditanggung oleh Pemerintah. Kebijakan ini merupakan salah satu bagian dari paket stimulus fiskal yang diberikan oleh Pemerintah dalam rangka menghadapi krisis ekonomi dunia ini.
Kebijakan ini akan diterapkan untuk pembayaran gaji yang diterima oleh karyawan atau pegawai untuk bulan Februari 2009.
Berikut cuplikan artikel yang diambil dari www.kompas.com:

Hore.. Gaji di Bawah Rp 5 Juta Dapat Insentif

Rabu, 25 Februari 2009 | 20:36 WIB
JAKARTA, RABU — Pemerintah akan memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 untuk karyawan dengan gaji di bawah Rp 5 juta.

Hal tersebut disampaikan Dirjen Pajak Darmin Nasution, di gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/2). "Yang jelas, yang kita rancang hanya karyawan dengan gaji sampai Rp 5 juta. Yang di atas Rp 5 juta tidak. Kalau sektornya, saya belum bisa bicara," kata Darmin.

Menurut Darmin, saat ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tengah dirancang bersama Menkeu. Penentuan pembatasan gaji untuk insentif PPh 21 dilakukan karena karyawan dengan gaji di bawah Rp 5 juta dinilai pantas mendapat insentif.

"Yang di atas Rp 5 juta itu kan sudah menikmati penurunan tarif. Lagi pula, yang pantas itu yang bawahlah," ujarnya.

Darmin mengatakan, insentif PPh 21 ini akan berlaku masa pajak Februari dan pembayarannya dilakukan Maret.

ANI

Jumat, 30 Januari 2009

"Sunset Policy" Hasilkan Rp 5,56 Triliun

Jakarta, Kompas - Program sunset policy atau pengampunan sanksi pajak berupa denda telah menambah penerimaan pajak Rp 5,56 triliun, selama tahun 2008. Ini berasal dari wajib pajak yang mengaku kesalahannya dalam melaporkan penerimaan kena pajaknya selama tahun 2007.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hal tersebut dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, kamis (29/1).

Sunset policy mulai berlaku 1 Januari 2008 hingga 31 Desember 2008, tetapi pemerintah menambah batas waktunya menjadi 28 Februari 2009. Fasilitas sunset policy ini hanya dapat dimanfaatkan jika wajib pajak melaporkan penerimaan yang belum disebutkan pada saat membayar pajak tahun 2007. Oleh karenanya, mereka harus mengoreksi surat pemberitahuan pajak (SPT) tahun 2007. Laporan wajib pajak ini akan menambah penerimaan pajak.

556.194 berkas

Menurut Sri Mulyani, pada periode Januari-Desember 2008, jumlah SPT yang dikoreksi wajib pajak sebanyak 556.194 berkas, dengan nilai pajak kurang bayarnya senilai Rp 5,56 triliun. Nilai penerimaan itu setara 15,2 persen terhadap surplus penerimaan pajak tahun 2008.

Surplus penerimaan pajak terjadi karena realisasi penerimaan pajak yang dihimpun lebih tinggi dibanding target awalnya. Target penerimaan pajak dalam APBN Perubahan 2008 mencapai Rp 534,53 triliun, tetapi realisasinya sebesar Rp 571,1 triliun sehingga ada surplus Rp 36,57 triliun.

”Dari 556.194 SPT yang dilaporkan, sebanyak 508.465 di antaranya masuk selama Desember 2008. Itu artinya, sebagian besar wajib pajak yang melaporkan perubahan SPT di akhir masa berlakunya sunset policy,” ujar Sri Mulyani.

Penyampaian koreksi SPT tersebut belum termasuk laporan SPT yang dimasukkan wajib pajak pada periode 1-28 Januari 2009. Pada periode tersebut ada tambahan SPT sebanyak 156.759 berkas, dengan nilai kekurangan pajak Rp 1,43 triliun.

Dengan demikian, total SPT yang dilaporkan sejak sunset policy diberlakukan pada 1 Januari 2008 hingga 28 Januari 2009 mencapai 712.953 berkas, dengan nilai kekurangan pajak yang dilaporkan Rp 6,99 triliun.

Banyak menolak

Anggota Komisi XI DPR Dradjad H Wibowo mengatakan, perpanjangan masa sunset policy bisa dilakukan jika DPR menerima perubahan atas Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

”Namun, ini masih banyak yang menolaknya karena UU tersebut baru saja disahkan. Seperti tidak lazim jika sudah diubah lagi,” ujarnya.

Sumber: Kompas 30 Januari 2009

Sabtu, 03 Januari 2009

Ingat: Nomor Seri Faktur Pajak (PPN) agar Kembali ke Nomor Seri "1"

Berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-159/PJ./2006, maka setiap PKP yang menerbitkan faktur pajak, pada awal tahun (mulai tanggal 1 Januari 2009 ini) nomor faktur pajak harus dikembalikan ke nomor urut awal yaitu nomor urut "1" serta kode tahunnya menjadi: "09".
Sehingga format nomor faktur pajak yang diterbitkan pertama kali mulai 1 Januari 2009 ini adalah menjadi (diandaikan bahwa penyerahan ini adalah kepada "penyerahan kepada selain Pemungut PPN" dengan kode transaksi 01 dan faktur normal serta kode cabang adalah "000"):
010.000-09.00000001


Rabu, 31 Desember 2008

Press Release DJP: Perpanjangan Sunset Policy Hingga 29 Februari 2009

Sehubungan dengan masih sangat tingginya antusiasme masyarakat untuk mengikuti program sunset policy, namun hingga tanggal 30 Desember 2008 masih belum dapat mengikuti program tersebut, maka Pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan memperpanjang program sunset policy ini hingga 28 Februari 2009. Sambil menunggu diterbitkannya peraturan mengenai perpanjangan program sunset policy tersebut, Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Siaran Pers (Press Release) tertanggal 30 Desember 2008 yang ditandatangani oleh Direktur P2 Humas, Djoko Slamet Surjoputro.

Berikut isi dari Siaran Pers tersebut.

"Perpanjangan Batas Waktu Pelaksanaan Pasal 37A ayat (1) UU KUP"

Jakarta, 30 Desember 2008 – Untuk lebih memperkuat basis perpajakan nasional dalam mengantisipasi dampak krisis keuangan global serta antusiasme masyarakat yang luar biasa dalam memanfaatkan Pasal 37A ayat (1) UU KUP (sunset policy) namun tidak dapat memenuhi batas waktu yang ditetapkan dalam Undang-Undang, maka pemerintah memperpanjang pelaksanaan sunset policy, baik penyampaian pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) Pajak Penghasilan maupun pembayaran pajak yang kurang dibayar yang tadinya sampai dengan 31 Desember 2008 menjadi sampai dengan 29 Pebruari 2009. Produk hukum sebagai landasan perpanjangan sunset policy ini sedang dalam proses.
Demikian agar masyarakat maklum

Selesai.

Direktur P2 Humas

ttd

Djoko Slamet Surjoputro
NIP 060044562

Contact Person:
Richard Burton, Kasubdit Humas Dit P2Humas
Gedung B Lantai 15 Kantor Pusat DJP
Jln Gatot Subroto 40-42
Telp. 5251609, 5250208 Ext. 3597, 3598
Fax. 5736088

DOWNLOAD ISI SIARAN PERS ASLINYA

Selasa, 30 Desember 2008

Program Sunset Policy Diperpanjang Hingga Pebruari 2009?

Penulis banyak mendapatkan pertanyaan dari rekan-rekan pembaca mengenai adanya informasi bahwa Program Sunset Policy diperpanjang hingga akhir Pebruari 2009. Namun penulis sendiri belum mendapatkan aturan mengenai hal ini. Beberapa informasi yang berhasil diperoleh adalah berita dari detik.com dan runing text Metro TV. Hingga saat ini penulis masih berusaha untuk mengumpulkan informasi mengenai kepastian ini.
Berikut kutipan berita dari detik.com.

Selasa, 30/12/2008 17:04 WIB
Permintaan Membludak, Sunset Policy Diperpanjang Februari 2009
Alih Istik Wahyuni, Angga Aliya ZRF - detikFinance

Jakarta - Departemen Keuangan akan memperpanjang sunset policy atau kebijakan penghapusan sanksi pajak yang seharusnya berakhir besok menjadi Februari 2009.

Demikian disampaikan Menkeu Sri Mulyani dalam temu wicara dengan pelaku bursa di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (30/12/2008).

Sri Mulyani saat ditemui di kantor presiden sebelumnya mengungkapkan, pemerintah mempertimbangkan untuk memperpanjang sunset policy ke Februari 2009.

Pemerintah memperpanjang program ini karena membludaknya pendaftaran wajib pajak di detik-detik akhir pentutupan sunset policy di 2008.

"Sunset Policy akan diperpanjang sampai Februari, tapi jangan tunggu sampai 28 Februari lagi. Ini adalah (perpanjangan) yang terakhir," katanya..

Menurut Sri Mulyani, pihaknya hari ini sangat kewalahan melayani pendaftaran wajib pajak di kantor-kantor pajak. "Karena banyak wajib pajak yang register sunset policy. Karena deadline besok pagi," katanya.

Bahkan ada wajib pajak yang sampai mengeluh karena proses pendaftaran yang membludak. "Sampai ada yang bilang, 'saya mau kasih uang ke negara saja kok susah'. Padahal tadinya kita yang kejar-kejar untuk bayar," kata Sri Mulyani.

Namun ia menyatakan, kondisi ini cukup melegakan karena artinya ada kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.


(lih/qom)

Jumat, 26 Desember 2008

Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Tidak Perlu Lapor SPT

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri tidak perlu menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), apabila telah bekerja dan tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahun. Orang Pribadi [TKI/TKW] yang bekerja dan tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahun, maka mereka akan dikategorikan sebagai Subjek Pajak Luar Negeri. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana yang dikutip oleh Harian Bisnis Indonesia edisi tanggal 26 Desember 2008.

Penegasan tersebut menjawab keresahan mengenai penetapan status perpajakan bagi TKI yang bekerja di luar negeri apakah digolongkan WP dalam negeri atau WP luar negeri.

Dengan berstatus sebagai WP luar negeri, TKI tidak lagi dikenai pungutan pajak penghasilan (PPh) atas penghasilannya selama dia bekerja dan tinggal di luar negeri. Mereka hanya dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan, dan tidak wajib menyampaikan SPT.

Akan tetapi, apabila pekerja itu berstatus sebagai WP dalam negeri, TKI tersebut akan dikenai pungutan PPh baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Mereka akan dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, dan wajib menyampaikan SPT.

Berikut kutipan dari Harian Bisnis Indonesia edisi 26 Desember 2008.
Jumat, 26/12/2008
NPWP akan bertambah 20 juta pada 2009
JAKARTA: Direktorat Jenderal Pajak menargetkan kepemilikan nomor pokok wajib pajak (NPWP) baru hingga akhir 2009 akan bertambah 20 juta atau 40% dari total rumah tangga di Indonesia sebanyak 55 juta keluarga.
Direktur Jenderal Pajak Depkeu Darmin Nasution mengungkapkan total penduduk Indonesia sekitar 230 juta jiwa yang diperkirakan terbagi dalam 55 keluarga.
Dari jumlah keluarga tersebut, hanya 40% atau sekitar 20 juta kepala keluarga yang memiliki penghasilan kena pajak, sedangkan sisanya berpendapatan di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
"Itu perhitungan agak kasar. Kami menganggap kalau sudah mencapai 20 juta itu sudah hampir semua," ujar dia usai rapat pimpinan Depkeu, Rabu.
Sejauh ini, jelas dia, kebijakan Ditjen Pajak telah berhasil meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang tampak dari meningkatnya rata-rata pembuatan NPWP. Hingga bulan ini, pertumbuhan NPWP baru telah melonjak drastis hingga 3,5 juta dibandingkan dengan bulan lalu yang hanya tumbuh 2,5 juta.
"Kalau tadinya [permohonan NPWP] sehari bisa 7.000-8.000, pada Desember ini 50.000-100.000 per hari. Pernah terjadi sehari bisa sampai 200.000. Saya kira sampai hari ini bertambahnya kira-kira 3,5 jutaan dari awal tahun."
enurut Darmin, pencapaian pertumbuhan NPWP baru telah melampaui dari harapan pemerintah. Secara keseluruhan, total NPWP di Indonesia sudah sekitar 10 juta. "Saya kira tadinya tidak sampai sebesar itu. Jadi kalau 10 juta itu sudah bagus. Ya siapa yang bisa membayangkan bisa seperti ini dapat 10 juta."
Terkait dengan rencana kenaikan tarif fiskal luar negeri menjadi Rp2,5 juta untuk orang yang tak memiliki NPWP, dia berharap kebijakan tersebut dapat merangsang masyarakat untuk membuat NPWP.
Kendati begitu, Dirjen Pajak meyakini kebijakan kenaikan tarif fiskal itu tidak akan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak tahun depan. Bahkan, jika semakin banyak masyarakat membuat NPWP, penerimaan dari fiskal justru semakin berkurang karena ada ketentuan pembebasan pembayaran. "Kalau semua mengurus NPWP, penerimaan dari bea fiskal bisa nol."
Lebih lanjut dia menjelaskan pengurusan NPWP saat ini jauh lebih singkat dari tahun-tahun sebelumnya. Sebelumnya, waktu yang dibutuhkan untuk mengurus NPWP sekitar sebulan dan kini hanya membutuhkan waktu 3 hari.

Pajak TKI

Di tempat terpisah, Darmin menegaskan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri tidak perlu menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), apabila telah bekerja dan tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahun.
"Kalau dia [TKI/TKW] bekerja dan tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahun mereka [digolongkan] WP luar negeri," tegasnya beberapa waktu lalu.
Penegasan tersebut menjawab keresahan mengenai penetapan status perpajakan bagi TKI yang bekerja di luar negeri apakah digolongkan WP dalam negeri atau WP luar negeri.
Dengan berstatus sebagai WP luar negeri, TKI tidak lagi dikenai pungutan pajak penghasilan (PPh) atas penghasilannya selama dia bekerja dan tinggal di luar negeri. Mereka hanya dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan, dan tidak wajib menyampaikan SPT.
Akan tetapi, apabila pekerja itu berstatus sebagai WP dalam negeri, TKI tersebut akan dikenai pungutan PPh baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Mereka akan dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, dan wajib menyampaikan SPT.
Dalam APBN 2009, penerimaan pajak ditergetkan tumbuh 21,65% atau Rp650,29 triliun, lebih rendah dari pada target APBN-P 2008 sebesar 23,52%. Penurunan proyeksi tersebut karena mempertimbangkan revisi UU PPh terkait dengan penerapan tarif PPh baru.
Penerimaan pajak pada 2009 akan dioptimalkan dari PPh dengan target Rp364,4 triliun. Untuk target penerimaan Pajak Pertambahan Nilai adalah Rp245,43 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan Rp36,16 triliun dan pajak lainnya Rp4,27 triliun.(15/16) (redaksi@bisnis.co.id)
Bisnis Indonesia 

 
Artikel Terkait:
-Wajib Pajak yang Tinggal di Luar Negeri Dapat Menjadi WP Non Efektif 

-Perlakuan Pengenaan Pajak Bagi Pekerja Indonesia di Luar Negeri

Jumat, 12 Desember 2008

Tarif Biaya Fiskal yang Baru Tinggal Menanti Persetujuan Presiden

Pemerintah sudah membuat keputusan yang lebih jelas soal pungutan biaya fiskal untuk warga yang bepergian ke luar negeri. Keputusan ini adalah hasil rapat lintas departemen yang membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Bebas Fiskal. Rapal lintas departemen ini menyepakati kenaikan tarif biaya fiskal untuk warga yang tidak memiliki Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP). Jika bepergian lewat bandar udara per mulai Januari 2009 mendatang, mereka harus membayar Rp 2,5 juta per orang per keberangkatan. Biaya ini naik 150% dari tarif yang belaku sekarang sebesar Rp 1 juta. Sedangkan tarif biaya fiskal lewat jalur laut juga naik menjadi Rp 1 juta, dari tarid sekarang Rp 500.000.
Namun pemerintah belum menetapkan tarif fiskal lewat jalur darat. Saat ini tarifnya masih Rp 200.000 per orang setiap kali berangkat. "Sampai saat ini tidak ada tarif baru untuk biaya fiskal jalur darat. Bisa jadi nanti penetapannya lewat Surat Edaran Dirjen Pajak," kata Wicipto.
Kenaikan tarif biaya fiskal lewat udara dan laut ini sedikit lebih rendah dari rencana semula. Sebelumnya, ada usulan bahwa tarif biaya fiskal lewat udara adalah Rp 3 juta dan biaya fiskal lewat laut naik menjadi Rp 1,5 juta. Sedangkan tarif biaya fiskal lewat darat akan naik menjadi Rp 600.000 (KONTAN, 2 Desember 2008).

Tak ada syarat tambahan
Selain soal tarif, rapat juga sepakat tidak jadi menerapkan syarat tambahan bagi pemegang NPWP agar bisa mendapatkan fasilitas bebas biaya fiskal. Salah satu syarat tambahan itu, misalnya, pemegang NPWP harus sudah memilikinya minimal satu bulan sebelum tanggal keberangkatan untuk bisa mendapatkan fasilitas bebas fiskal. Tadinya, ini adalah usulan Direktorat Jenderal Pajak.
Penghapusan syarat tambahan ini rupanya tak terelakkan. Sebab, "Penghapusan syarat ini cuma menyesuaikan dengan Undang-Undang Pajak Pengha-silan yang tidak menyatakan syarat apa-apa," kata Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM Wicipto Setiadi kepada KONTAN.
Saat ini, RPP tentang Bebas Fiskal yang sudah rampung melewati tahap harmonisasi di Departemen Hukum dan HAM.RPP itu kini berada di meja Menteri Keuangan yang berikutnya akan menyerahkannya ke Presiden untuk pengesahan. Direktur Perpajakan II Ditjen Pajak Djonifar Abdul Fatah menambahkan, Ditjen Pajak juga akan mengeluarkan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) bebas fiskal. Juklak ini bisa menjadi pegangan bagi masyarakat dan petugas pajak. Tapi, "Saya belum bisa menjelaskan lebih banyak, sebelum Juklak itu terbit," kata Djonifar.
Yang jelas, juklak itu akan mengatur mekanisme bebas fiskal bagi istri atau pun anak yang belum berusia 21 tahun. Syaratnya, suami atau ayah mereka telah memiliki NPWP. Mereka adalah yang pajaknya ditanggung oleh suami atau ayah," kata Djonifar. Istri atau anak itu harus menyertakan fotokopi kartu keluarga
Maka, nanti akan ada petugas pajak yang melakukan pemeriksaan NPWP di bandara dan pelabuhan. RPP Bebas Fiskal menyebutkan, yang dapat ditanggung oleh pemegang NPWP adalah paling banyak tiga orang. Yakni, seorang istri dan dua anak yang belum berusia 21 tahun dan masih menjadi tanggungan orangtuanya.
Sumber : Harian Kontan

Beberapa ketentuan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut adalah:
Pihak-pihak yang secara otomatif bebas fiskal adalah:
* WP OP yang berusia kurang dari 21 tahun
* Orang asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan
* Pejabat Perwajilan Diplomatik
* Pejabat Perwajilan Organisasi Internasional
* WNI yang memiliki dokumen resmi penduduk negara lain
* Jamaah Haji
* Pelintas batas jalan darat
* Tenaga Kerja Indonesia dengan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).

Yang bebas Fiskal Luar Negeri dengan Surat Keterangan Bebas adalah:

  • Mahasiswa asing dengan rekomendasi perguruan tinggi.
  • Orang asing yang melakukan penelitian.
  • Tenaga kerja asing di pulau Batam, Bintan dan Karimun
  • Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk seorang pendamping.
  • Anggota misi kesenian, kebudayaan, olah raga dan keagamaan.
  • Program pertukaran mahasiswa dan pelajar
  • Tenaga Kerja Indonesia selain KTKLN.

Bagi WP OP yang bebas fiskal karena memiliki NPWP, maka persyaratannya:
  1. Menyerahkan fotokopi kartu NPWP atau Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau Surat Keterangan Terdaftar Sementara (SKTS), fotokopi paspor dan boarding pass ke petugas Unit Pelaksana Fiskal Luar Negeri (UPFLN).Jika kartu NPWP atas nama Kepala Keluarga, maka anggota keluarga yang akan berangkat ke luar negeri harus melampirkan fotokopi kartu keluarga.
  2. Petugas UPFLN menerima dan meneliti fotokopi kartu NPWP/SKT/SKTS, fotokopi paspor dan boarding pass serta fotokopi kartu keluarga, kemudian menginput NPWP pada aplikasi yang tersedia.
  3. Apabila NPWP dinyatakan valid, maka petugas UPFLN menempelkan stiker bebas fiskal pada bagian belakang boarding pass yang ditujukan untuk penumpang.
  4. Penumpang menyerahkan boarding pass yang telah ditempel stiker Bebas Fiskal kepada petugas konter pengecekan FLN untuk diteliti.
  5. Penumpang tujuan luar negeri tetap wajib membayar FLN jika:
  • Tidak menyerahkan fotokopi kartu NPWP/SKT/SKTS.
  • Menyerahkan fotokopi NPWP/SKT/SKTS namun check digit menyatakan tidak valid.
  • Menyerahkan fotokopi kartu NPWP/SKT/SKTS yang dimiliki oleh Kepala Keluarga namun tidak melampirkan kartu keluarga atau melampirkan kartu keluarga tetapi nama penumpang tidak tercantum dalam susunan kartu keluarga itu.

Ketentuan yang terkait yang telah disetujui: Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2008.