Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun.
Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU tentang APBN 2010.
Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP), terutama pada transaksi yang dinilai tidak wajar.
Enam jenis transaksi tidak wajar yang biasanya dilakukan untuk menghindari pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) adalah mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. Melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. Mengkreditkan PPh Pasal 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. Menyandingkan omzet PPh dengan omzet Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menyandingkan biaya gaji dengan PPh Pasal 21. Pembebanan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Pasal 23 atau Pasal 4 Ayat 2.
Adapun enam transaksi tidak wajar lainnya yang digunakan untuk menghindari pembayaran PPN adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. Wajib pajak memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. Wajib pajak nonperusahaan kena pajak menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.
Selain itu, wajib pajak menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. Wajib pajak melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. Wajib pajak terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.
Selain menggunakan OPDP, strategi lain yang dilakukan pemerintah adalah melanjutkan program pemetaan dan penetapan tolok ukur atas wajib pajak di sektor industri yang sama, yang dilakukan dengan lima langkah.
Pertama, memantapkan profil semua wajib pajak di kantor pelayanan pajak (KPP) madya, KPP large taxpayer office/kantor wajib pajak besar) dan khusus, serta 500 wajib pajak di masing-masing KPP Pratama.
Kedua, membuat profil wajib pajak berdasarkan gedung tempat bekerja. Ketiga, pengawasan secara intensif PPh Pasal 25 dari perusahaan ritel. Keempat, mengawasi wajib pajak pribadi potensial. Kelima, optimalisasi penggalian pajak dari wajib pajak bendahara.
”Tax ratio (rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto) tahun 2010 ditetapkan 12,4 persen, naik dibandingkan 2009, yakni 12 persen,” ujar Sri Mulyani. (OIN)
Sumber: Kompas.com, Senin, 5 Oktober 2009 | 07:37 WIB
Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun.
Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU tentang APBN 2010.
Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP), terutama pada transaksi yang dinilai tidak wajar.
Enam jenis transaksi tidak wajar yang biasanya dilakukan untuk menghindari pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) adalah mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. Melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. Mengkreditkan PPh Pasal 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. Menyandingkan omzet PPh dengan omzet Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menyandingkan biaya gaji dengan PPh Pasal 21. Pembebanan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Pasal 23 atau Pasal 4 Ayat 2.
Adapun enam transaksi tidak wajar lainnya yang digunakan untuk menghindari pembayaran PPN adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. Wajib pajak memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. Wajib pajak nonperusahaan kena pajak menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.
Selain itu, wajib pajak menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. Wajib pajak melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. Wajib pajak terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.
Selain menggunakan OPDP, strategi lain yang dilakukan pemerintah adalah melanjutkan program pemetaan dan penetapan tolok ukur atas wajib pajak di sektor industri yang sama, yang dilakukan dengan lima langkah.
Pertama, memantapkan profil semua wajib pajak di kantor pelayanan pajak (KPP) madya, KPP large taxpayer office/kantor wajib pajak besar) dan khusus, serta 500 wajib pajak di masing-masing KPP Pratama.
Kedua, membuat profil wajib pajak berdasarkan gedung tempat bekerja. Ketiga, pengawasan secara intensif PPh Pasal 25 dari perusahaan ritel. Keempat, mengawasi wajib pajak pribadi potensial. Kelima, optimalisasi penggalian pajak dari wajib pajak bendahara.
”Tax ratio (rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto) tahun 2010 ditetapkan 12,4 persen, naik dibandingkan 2009, yakni 12 persen,” ujar Sri Mulyani. (OIN)
Sumber: Kompas.com, Senin, 5 Oktober 2009 | 07:37 WIB
0 Comments
Posting Komentar