..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label Informasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Informasi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 12 Juni 2020

Situs Laporan Realisasi Insentif Pajak (e-reporting Covid-19) Under Maintenance

Mungkin ada di antara Para Pembaca Setia Tax Learning yang hari ini akan menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) dan PPh Final UMKM DTP melalui situs e-reporting Covid-19 di djponline.pajak.go.id, mengalami kendala tidak dapat mengakses menu ini dan muncul informasi seperti gambar di bawah ini.

Hari ini memang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang sedang melakukan penambahan fitur dan pemeliharaan menu e-reporting Covid-19 ini, sehingga bila kita buka menu ini akan muncul informasi bahwa situs ini sedang dalam perbaikan.

Mudah-mudahan situs ini akan kembali normal dan dapat diakses dalam waktu singkat, dan bagi Anda yang akan menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh ini dapat melaporkannya segera sebelum tanggal 20 Juni 2020.

Jumat, 29 Mei 2020

Kantor Pelayanan Pajak Masih Tutup Sampai Dengan 14 Juni 2020

Sore ini (29 Mei 2020) melalui akun instagramnya, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) mengumumkan masa penghentian layanan tatap muka di seluruh kantor di Lingkungan Ditjen Pajak, termasuk di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diperpanjang hingga tanggal 14 Juni 2020.

Dalam postingnya tersebut, disebutkan bahwa perpanjangan masa penghentian layanan tatap muka ini dilakukan sehubungan dengan persiapan yang sedang dilakukan menuju kehidupan normal baru.

Pada kolom komentarnya terlihat sebagian netizen mempertanyakan bagaimana prosedur yang harus mereka tempuh sehubungan dengan keperluan pemenuhan kewajiban perpajakannya seperti lupa sandi eFaktur, konsultasi, penggantian NPWP karena ada kesalahan data yang terinput, mengecek laporan SPT yang telah dikirimkan melalui pos dan sebagainya.

Disimak dari jawaban yang diberikan oleh admin akun ini, disarankan kepada para Wajib Pajak yang akan mendapatkan layanan perpajakan dapat menghubungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat secara online melalui nomor telepon/whatsapp atau email. Sebagaimana yang telah dihimpun oleh Penulis, daftar nomor telepon/whatsapp atau email dari KPP, KP2KP dan Kantor Wilayah di seluruh Indonesia (yang berjumlah 590 unit kerja) dapat dilihat pada Artikel berikut ini.

Kamis, 28 Mei 2020

Daftar Alamat, Nomor Telepon dan Email Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

Selama masa pencegahan penyebaran Pandemi Covid-19 sejak tanggal 16 Maret 2020, seluruh unit kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) termasuk Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia tidak melayani kegiatan tatap muka dengan Wajib Pajak.

Selama masa tersebut, seluruh kegiatan pelayanan terhadap pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan oleh para Pegawai di Lingkungan Ditjen Pajak secara online melalui berbagai saluran online, seperti telepon, email, media sosial, video conference, dan jaringan djponline.

Terkait dengan pelayanan yang dilakukan secara daring tanpa melakukan kontak fisik, maka unit kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) menambah sejumlah sarana agar Wajib Pajak dapat dengan mudah menghubungi para Pegawai KPP dalam rangka melaksanakan pemenuhan hak dan kewajibannya. Sarana-sarana yang ditambah seperti nomor telepon (fixed line maupun telepon seluler), jaringan internet, alamat email, media sosial.

Berikut ini penulis himpun berbagai sarana berkomunikasi dengan Pegawai KPP secara online yang telah disediakan oleh setiap KPP, sebagaimana yang telah dipublikasikan oleh situs resmi Ditjen Pajak.



Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi para Pembaca Setia Tax Learning.

Selasa, 07 Januari 2020

Realisasi Penerimaan Pajak 2019 Mencapai 84,4% dari Target

Realisasi penerimaan pajak tahun 2019 hanya mencapai 84,4% dari target yang semula ditetapkan dalam APBN 2019 yang sebesar Rp 1.577,56 triliun. Jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan Pemerintah selama tahun 2019 ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers pada tanggal 7 Januari 2020, adalah sebesar Rp 1.332,1 triliun.

Jika dibandingkan dengan penerimaan pajak tahun 2018, maka realisasi penerimaan pajak tahun 2019 ini hanya bertumbuh sebesar 1,4%. Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan penerimaan pajak yang kecil ini terjadi sebagai akibat dari tekanan yang terjadi pada perekonomian sehingga berpengaruh pada fiskal dan ini terlihat dari penerimaan negara, terutama pajak.

Berikut ini rincian penerimaan pajak yang dicapai di tahun 2019 ini.



Jika dilihat dari perkembangan pencapaian penerimaan pajak sejak tahun 2013, maka terlihat bahwa selama ini Pemerintah belum berhasil melampaui target penerimaan yang ditetapkan setiap tahunnya. Berikut ini perkembangan pencapaian penerimaan pajak.

Sabtu, 14 Juli 2018

14 Juli adalah Hari Pajak

Mungkin bagi sebagian Pembaca Setia Tax Learning, belum mengetahui hari ini tanggal 14 Juli ditetapkan sebagai Hari Pajak. Dan mungkin setelah membaca judul tulisan ini, ada di antara Pembaca Setia Tax Learning bertanya-tanya, sejak kapan tanggal 14 Juli ditetapkan sebagai Hari Pajak dan mengapa tanggal 14 Juli dapat ditetapkan sebagai Hari Pajak. Untuk menjawab mengapa tanggal 14 Juli ini ditetapkan sebagai Hari Pajak, berikut ini sekelumit kisah dan sejarahnya.

Tanggal 14 Juli baru diperingati sebagai Hari Pajak di tahun 2018 ini. Penetapan Hari Pajak ini dilandasi dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017 tentang Penetapan Hari Pajak. Keputusan ini menetapkan bahwa tanggal 14 Juli 1945 ditetapkan sebagai Hari Pajak yang diperingati di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Dalam rangka memperingati Hari Pajak ini, maka setiap tanggal 14 Juli di seluruh unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan upacara bendera. Selain itu dapat juga diselenggarakan kegiatan berupa kegiatan olah raga, kegiatan seni, kegiatan sosial, dan/atau kegiatan lain yang dapat meningkatkan rasa kebanggaan terhadap tanah air Indonesia serta institusi Direktorat Jenderal Pajak, menguatkan rasa kebersamaan antar pegawai, serta memberikan nilai manfaat bagi para pemangku kepentingan.

Sejarah Hari Pajak

Dasar Direktur Jenderal Pajak menetapkan tanggal 14 Juli 1945 sebagai Hari Pajak setelah pada
bulan September 2017 Arsip Nasional RI membuka secara terbatas dokumentasi dokumen otentik BPUPKI-PPKI koleksi AK PRinggodigdo yang dirampas Belanda (Sekutu) ketika masuk Yogyakarta dan menangkap Bung Karno pada 1946. Berdasarkan penelusuran atas dokumen-dokumen ini menunjukkan bahwa sejarah pajak dimulai pada saat sidang BPUPKI.

Kata "Pajak" pertama kali disebut oleh Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dalam suatu sidang panitia kecil soal "KEUANGAN" dalam masa reses BPUPKI setelah pidato Soekarno yang dibacakan pada tanggal 1 Juni 1945 mengusulkan 5 butir usulan. Dari kelima usulan Radjiman tersebut, pada butir yang keempat disebutkan bahwa: "Pemungutan pajak harus diatur hukum".

Sebagaimana kita ketahui bahwa sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diawali dengan kekalahan Jepang dalam perang Pasifik sehingga pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan kelak setelah tercapai kemengangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Selanjutnya pada tanggal 1 Maret 1945 pemimpin pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yang dinamakan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dalam bahasa Jepang adalah Dokuritsu Junbi Cosakai.

BPUPKI melakukan sidang pembukaan pada tanggal 28 Mei 1945 dengan melantik para pejabatnya dan keesokan harinya, 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 dilakukan sidang pertama di gedung Chuo Sangi In (gedung Volksraad atau semacam lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda dan saat ini dikenal sebagai Gedung Pancasila yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 Jakarta). Sidang ini dilakukan dalam rangka merumuskan bentuk dan dasar negara Indonesia

Kemudian pada masa reses antara masa sidang pertama ke sidang kedua yang dilaksanakan kembali pada tanggal 10 Juli 1945, dibentuklah panitia kecil yaitu Panitia Sembilan guna menggodok berbagai masukan dan konsep yang telah dikemukan oleh para anggota BPUPKI dalam sidang pertama. Selama masa reses antara tanggal 2 Juni sampai dengan 9 Juli 1945 ini, berhasil dikumpulkan usul-usul dari anggota BPUPKI yang meliputi:
  1. Indonesia merdeka selekas-lekasnya
  2. Dasar negara
  3. Bentuk negara uni atau federasi
  4. Daerah negara Indonesia
  5. Badan perwakilan rakyat
  6. Badan penasihat
  7. Bentuk negara dan kepala negara
  8. soal pembelaan
  9. soal keuangan.
Dalam pembahasan soal keuangan inilah salah satu usulan dari Radjiman yang menyebutkan tentang pajak.

Kemudian dalam persidangan kedua dari tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan 17 Juli 1945, salah satu agendanya yaitu Panitia Kecil pada tanggal 12 Juli 1945 melakukan sidang yang membahas 3 pokok pembahasan, yaitu:
  1. Rapat Panitia Perancang UUD
  2. Rapat Bunkakai Keuangan dan Ekonomi
  3. Rapat Bunkakai Pembelaan
Kemudian pada tanggal 14 Juli 1945 dalam sidang, dimunculkanlah kata "pajak" pada Rancangan UUD Kedua yaitu pada Bab VII HAL KEUANGAN - PASAL 23 yang pada butir kedua menyebutkan:

"Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang"

Kemudian pada tanggal 16 Juli 1945 rancangan Pasal 23 UUD ini dibahas khusus dengan merincinya sebagai sumber-sumber penerimaan utama negara dan menjadi isu utama dalam sidang.

Peran Kita Saat Ini Dalam Mengisi Kemerdekaan

Dari sejarah lahirnya pajak di Indonesia yang kita baca pada sekelumit kisah di atas, ini menandakan bahwa para Pendiri Bangsa kita dahulu telah mempersiapkan sedemikian rupa rancangan negara ini dan mereka juga telah memikirkan mekanisme pembiayaan negara ini yang berasal dari pajak. Sungguh suatu visioner yang cukup cemerlang para Pendiri Bangsa kita ini dalam mempersiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, saat ini kita sebagai generasi penerus dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, harus dapat menghargai perjuangan para Pendiri Bangsa kita yang telah merancangkan suatu bentuk negara yang sangat ideal untuk kita Bangsa Indonesia.

Dan perlu disadari bahwa kita segara generasi penerus, perlu tetap melanjutkan perjuangan para pendahulu kita tersebut dengan cara menjalankan dan melaksanakan segala yang telah dirancangkan pada saat pendirian negara kita ini. Salah satunya yaitu pengumpulan pajak. Sehingga saat ini yang paling nyata dapat kita lakukan sebagai Warga Negara Indonesia yang baik dalam melanjutkan perjuangan adalah melaksanakan tugas kita dalam membayar pajak sebagai salah satu amanat yang telah ditetapkan dalam merancang lahirnya Republik Indonesia.

Akhirnya penulis menyerukan kepada segenap Pembaca untuk dapat dengan sukarela dan patuh dalam melakukan tugas kita untuk mengisi kemerdekaan ini dengan cara membayar pajak yang benar.

Selamat Hari Pajak.

Depok, 14 Juli 2018
syafrianto.blogspot.com

Rabu, 29 Maret 2017

Laporan Tahunan Penempatan Harta Pertama Dilaporkan Tahun 2018

Malam ini Direktur P2 Humas, Hestu Yoga Saksama, menyampaikan siaran pers mengenai pelaksanaan Amnesti Pajak. Salah satu hal yang disampaikan yang cukup penting untuk diketahui adalah mengenai Wajib Pajak yang mengikuti program Amnesti Pajak wajib untuk menyampaikan laporan penempatan harta (bagi harta deklarasi dalam negeri) dan/atau laporan pengalihan dan realisasi investasi (bagi harta repatriasi) secara berkala setiap tahun selama tiga tahun. Laporan pertama disampaikan paling lambat pada 31 Maret 2018 untuk Wajib Pajak orang pribadi, atau 30 April 2018 untuk Wajib Pajak badan.

Sebelumnya Suryo Utomo, Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal Pajak tetap membuka seluas-luasnya pelayanan Amnesti Pajak hingga hari terakhir pada tanggal 31 Maret 2017. Sejak tanggal 27 Maret 2017, Direktorat Jenderal Pajak membuka kantor sampai jam 21.00 waktu setempat untuk pemberian layanan Amnesti Pajak. Sedangkan pada tanggal 31 Maret 2017, Direktorat Jenderal Pajak akan membuka kantor hingga pukul 24.00 waktu setempat.

Dalam hal pencapaian yang telah raih dalam pelaksanaan Amnesti Pajak, disampaikan bahwa hingga kemarin, jumlah penerimaan dari Amnesti Pajak sudah mencapai Rp 123,64 Triliun yang terdiri dari uang tebusan Amnesti Pajak 110,01 Triliun, pembayaran tunggakan terkait Amnesti Pajak 12,56 Triliun, dan pembayaran Bukti Permulaan 1,06 Triliun. Dari jumlah tersebut, postur Wajib Pajak terbanyak yang membayar uang tebusan Amnesti pajak adalah Wajib Pajak non UMKM yaitu Rp 88 Triliun, disusul berturut-turut Wajib Pajak UMKM sebesr Rp 7 Triliun, oleh Wajib Pajak Badan Non UMKM sebesar Rp 13 Triliun, dan oleh Wajib Pajak Badan UMKM sebesar Rp 0,5 Triliun.

Sedangkan jumlah Surat Pernyataan Harta (SPH) yang disampaikan dalam rangka Amnesti Pajak adalah 831.976 SPH. Padahal Wajib Pajak peserta Amnesti Pajak adalah 832.631, sehingga ada Wajib Pajak yang menyampaikan lebih dari satu SPH atau dengan kata lain mengikuti Amnesti Pajak lebih dari sekali.

Dari jumlah SPH tersebut, total harta yang dideklarasikan adalah Rp 4668,77 Triliun dan menjadi basis pajak baru ke depannya. Komposisi dari harta yang terdapat dalam SPH adalah total deklarasi dalam negeri sebesar Rp 3.495 Triliun, deklarasi luar negeri sebesar Rp 1.027 T, dan repatriasi sebesar Rp 142 Triliun. Harta yang direpatriasi paling banyak berasal dari Singapura, Cayman Island, Hong Kong, BVI, dan China, sedangkan harta yang dideklarasi di luar negeri paling banyak berasal dari Singapura, BVI, Hongkong, Cayman Island, dan Australia.

Selain memberikan update terkait Amnesti Pajak, Suryo juga menjelaskan terkait isu yang beredar bahwa apabila wajib pajak tidak menyampaikan laporan penempatan harta (bagi harta deklarasi dalam negeri) dan/atau laporan pengalihan dan realisasi investasi (bagi harta repatriasi) secara berkala setiap tahun selama tiga tahun maka Amnesti Pajaknya akan batal. Hal ini salah belaka.

Dikutip dari: pajak.go.id

Peraturan yang mengatur tentang Laporan Tahunan Penempatan Harta Pengampunan Pajak ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017. Ketentuan ini dapat dibaca dan didownload di sini.

Jumat, 01 Juli 2016

Penundaan Pelaporan Data Kartu Kredit oleh Perbankan

Sore ini penulis memperoleh sebuah email dari Humas Direktorat Jenderal Pajak yang menginformasikan tentang penundaan pemberlakuan kewajiban bagi perbankan untuk menyampaikan data kartu kredit ke Direktorat Jenderal Pajak.

Dengan alasan sebagai upaya untuk mendukung program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang telah disahkan dan diundangkan, Pemerintah (dalam hal ini Menteri Keuangan) mengeluarkan kebijakan untuk menunda pelaksanaan penyampaian data kartu kredit oleh perbankan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 Tahun 2016 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 Tentang Rincian Data Dan Informasi Yang Berkaitan Dengan Perpajakan. Penundaan pemberlakuan kepada perbankan untuk menyampaikan data kartu kredit ke pihak Direktorat Jenderal Pajak dilakukan sampai dengan berakhirnya periode pengampunan pajak.

Untuk mendukung program transaksi non-tunai (cash less), khususnya penggunaan kartu kredit oleh masyarakat, maka saat ini Pemerintah sedang mengkaji dan merumuskan kebijakan untuk memberikan insentif perpajakan dengan menetapkan sebagian pembayaran tagihan kartu kredit sebagai pengurang penghasilan bruto dalam perhitungan pajak penghasilan.

Tentunya rencana Pemerintah untuk memberikan insentif bagi pengguna kartu kredit akan dapat meningkatkan partisipasi dari masyarakat untuk melakukan transaksi secara non-tunai dengan menggunakan kartu kredit.

Mulai 1 Juli 2016: Bayar Pajak eBilling dan Faktur Pajak harus eFaktur

Hari ini, 1 Juli 2016 mungkin bagi sebagian orang adalah merupakan hari terakhir beraktivitas dengan pekerjaannya karena hari Senin 4 Juli s.d. 8 Juli 2016 adalah merupakan libur panjang sehubungan dengan Hari Raya Idul Fitri 1437 H. Sehingga seluruh pekerjaan haruslah diselesaikan hari ini supaya pada saat kembali bekerja lagi pada hari Senin, 11 Juli 2016 tidak menjadi kalang kabut dengan pekerjaan yang tertunda atau terlambat.

Terkait tanggal 1 Juli 2016, ada hal penting juga sehubungan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak. Karena Direktorat Jenderal Pajak telah menerapkan ketentuan bahwa mulai 1 Juli 2016:
  1. Seluruh pembayaran pajak yang dilakukan hanya dapat menggunakan eBilling dan tidak dapat lagi dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang dibuat secara manual; dan
  2. Seluruh Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak dengan menggunakan sistem eFaktur.
Terkait dengan penerapan kedua ketentuan ini, maka berikut ini penulis informasikan kembali beberapa tulisan yang terkait yang tulisannya sudah pernah dimuat di blog ini.

eBilling

eBilling adalah merupakan metode pembayaran pajak secara elektronik dengan menggunakan Kode Billing. Kode Billing adalah kode identifikasi pembayaran pajak (yang berjumlah 15 digit) yang diterbitkan terlebih dahulu dengan mengisi uraian pembayaran pajak melalui layanan sistem pembuatan kode billing. Kode Billing yang dibuat saat ini berlaku selama 7 hari mulai sejak diterbitkan.

Pembuatan kode billing ini dapat dilakukan dengan cara:
  1. Melalui laman web, yaitu melalui http://sse.pajak.go.id atau http://sse2.pajak.go.id
  2. Melalui laman intranet pada komputer yang tersedia di KPP https://billing-djp
  3. Melalui bank dengan memanfaatkan fasilitas internet banking dari masing-masing bank atau ke customer service/teller bank dengan menyerahkan SSP manual
  4. Melalui SMS USSD ID Billing via Ponsel (Telkomsel)
Setelah pembuatan Kode Billing, maka Wajib Pajak dapat membawa/menggunakan nomor kode billing ini untuk melakukan pembayaran. Pembayaran dapat dilakukan dengan cara:
  1. Membawa Kode Billing ke Teller Bank/Kantor Pos dan lakukan pembayaran. Teller Bank/Kantor Pos akan mencetak Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang berisi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) sebagai bukti pajak yang dibayar sudah masuk ke Rekening (Kas) Negara. BPN ini akan diserahkan kepada Wajib Pajak untuk diarsip.
  2. Membayar melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dengan memilih menu Pembayaran -- MPN dengan menggunakan kode Billing ini.
  3. Membayar melalui internet banking
  4. Membayar melalui mesin EDC/mini ATM yang tersedia di KPP atau KP2KP di seluruh Indonesia.

Kamis, 31 Desember 2015

Yang Perlu Diperhatikan tentang Faktur Pajak Sehubungan Pergantian Tahun

Memasuki tahun baru 2016, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pembuatan Faktur Pajak. Hal terkait yang perlu diperhatikan adalah mengenai penggunaan nomor seri Faktur Pajak.

Penomoran Faktur Pajak

Nomor Seri Faktur Pajak yang diperoleh dari Kantor Pajak pada tahun 2015 (dimana kode nomor seri faktur pada digit ke-4 dan 5; atau jika diurutkan dari nomor Faktur Pajak secara lengkap termasuk 3 digit kode transaksi di awal adalah pada digit ke-7 dan 8 adalah menunjukkan kode tahun yaitu "15") sudah tidak dapat digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak mulai 1 Januari 2016.

Meminta Nomor Seri Faktur Pajak untuk Penomoran Tahun 2016

Karena Nomor Seri Faktur Pajak yang diperoleh pada tahun 2015 sudah tidak dapat digunakan untuk menerbitkan Faktur Pajak yang diterbitkan di tahun 2016, maka pada awal tahun 2016 (sebelum melakukan transaksi), Pengusaha Kena Pajak wajib untuk meminta jatah nomor seri Faktur Pajak yang baru. Terkait dengan ketentuan bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan tidak boleh mendahului tanggal diperolehnya jatah nomor seri Faktur Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (SE-26/PJ/2015), maka disarankan untuk segera mendapatkan jatah nomor Faktur Pajak untuk tahun 2016 pada tanggal 1 Januari 2016 atau di awal hari pertama kerja, sebelum terjadinya transaksi yang harus menerbitkan Faktur Pajak.

Mengembalikan Sisa Jatah Nomor Seri Faktur Pajak Tahun 2015 Yang Tidak Terpakai

Sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 (sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PER-17/PJ/2014) yang menegaskan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan dalam suatu pajak tertentu harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan bersamaan dengan SPT Masa PPN Masa Pajak Desember tahun pajak yang bersangkutan (baca artikelnya di sini).

Oleh sebab itu, untuk sisa Nomor Seri Faktur Pajak di tahun 2015 yang tidak terpakai agar dilaporkan ke KPP bersamaan dengan pelaporan SPT Masa PPN masa Desember 2015 (pada akhir Januari 2016).

Perlu diperhatikan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak terpakai yang telah dilaporkan ke KPP, maka sudah tidak dapat digunakan lagi, maka sebaiknya yakinkan bahwa tidak ada lagi transaksi di tahun 2015 yang belum diterbitkan Faktur Pajaknya. Jangan sampai terjadi ketika PKP sudah tidak memiliki nomor seri Faktur Pajak untuk tahun 2015, namun ternyata masih ada transaksi tahun 2015 yang perlu diterbitkan Faktur Pajak di tahun 2015. Karena untuk keadaan seperti ini, PKP sudah tidak dapat lagi menerbitkan Faktur Pajak untuk tahun 2015.

Demikian sekilas informasi yang dapat disampaikan untuk mengantisipasi pergantian tahun. Dengan ini Pengasuh Tax Learning mengucapkan Selamat Tahun Baru 2016. Semoga di tahun 2016 ini, usaha yang dijalankan oleh para Pembaca Setia Tax Learning sekalian juga akan semakin lancar dan sukses serta berkembang semakin besar. Juga semoga seluruh resolusi, harapan dan cita-cita para Pembaca Setia Tax Learning sekalian di tahun mendatang ini akan tercapai.

Rabu, 25 Maret 2015

KPP Buka Loket Penerimaan SPT Tahunan 2014 Hari Sabtu dan Minggu

Batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun pajak 2014 tinggal 6 (enam) hari lagi. Berbagai upaya dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan pelayanan penerimaan pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang dilakukan oleh Wajib Pajak, seperti membuka lokasi-lokasi penyampaian SPT di pusat perkantoran atau pusat perbelanjaan yang disebut drop box, membuat aplikasi penyampaian SPT secara online yang disebut e-Filing, hingga pelayanan konvensional yaitu membuka loket tambahan di halaman KPP untuk melayani Wajib Pajak yang melaporkan SPT Tahunan langsung ke KPP.

Selain itu, upaya tambahan yang dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak yaitu membuka loket penerimaan SPT Tahunan pada hari Libur yaitu pada hari Sabtu tanggal 28 Maret 2015 dan Minggu tanggal 29 Maret 2015.

Jadwal tambahan jam pelayanan penerimaan SPT Tahunan PPh ini disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ/2015 tanggal 23 Maret 2015 tentang Pelayanan Sehubungan dengan Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) Tahun Pajak 2014.

Dalam SE-21/PJ/2014 ini diinstruksikan kepada seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan (KLIP) dan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia untuk tetap buka dan memperpanjang jam kerja pada:
  1. Sabtu, 28 Maret 2015 dari pukul 10.00 s.d. 15.00 waktu setempat
  2. Minggu, 29 Maret 2015 dari pukul 10.00 s.d. 15.00 waktu setempat
Jenis pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak selama penambahan jam kerja sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah pelayanan konsultasi dan penyampaian SPT Tahunan PPh.

Batas waktu jam kerja tambahan ini dapat diperpanjang sampai dengan pelayanan selesai.

Jumat, 20 Februari 2015

Perubahan Nomor Kring Pajak 500200

Sebagai akibat dari adanya perubahan dari pihak Telkom mengenai penomoran nomor telepon yang berimbas juga terhadap nomor Kring Pajak. Selama ini, masyarakat dan Wajib Pajak yang memiliki berbagai pertanyaan mengenai perpajakan dapat menghubungi secara langsung melalui telepon yang dikenal sebagai Kring Pajak dengan nomor yang dapat dihubungi dari seluruh Indonesia adalah 500 200.

Sejak bulan Oktober 2014, telah dilakukan migrasi sehubungan dengan penggantian nomor, sehingga nomor Kring Pajak berubah menjadi 1 500 200. Selama masa transisi, masyarakat yang masih menelepon ke nomor lama yaitu 500 200, secara perlahan akan dialihkan ke nomor baru 1 500 200. Berikut adalah jadwal peralihan nomor Kring Pajak ini sebagaimana yang diumumkan dalam situs resmi Direktorat Jenderal Pajak.
  1. Bulan Oktober-Desember 2014, nomor akses 500-200 (eksisting) dan 1-500-200 dapat dihubungi keduanya oleh pelanggan (paralel).
  2. Bulan Januari-Juni 2015, pelanggan yang menghubungi nomor akses 500-200 akan menerima pemberitahuan bahwa nomor akses dan panggilan masih bisa tersambung.
  3. Bulan Juli-Desember 2015, pelanggan yang menghubungi nomor akses 500-200 akan menerima pemberitahuan adanya perubahan nomor akses lalu panggilan terputus. Pelanggan harus melakukan dial-ulang ke 1-500-200.

Sabtu, 10 Januari 2015

Profil 7 Calon Direktur Jenderal Pajak Hasil Seleksi Terbuka

Hasil pemilihan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak)melalui proses seleksi terbuka atau yang dikenal dengan istilah Lelang Jabatan telah memasuki tahap akhir. Pada tanggal 8 Januari 2015, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang didampingi oleh Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, yang juga sebagai Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Terbuka Pengisian Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan telah menyerahkan 4 nama calon Dirjen Pajak kepada Presiden Joko Widodo. Menteri Keuangan masih menutup rapat siapa nama keempat calon yang diusulkan tersebut. Namun berdasarkan "bocoran" yang disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan, bahwa keempat nama calon Dirjen Pajak yang diusulkan tersebut terdiri dari 3 orang pria dan 1 orang wanita.

Sampai dengan saat ini informasi siapa keempat orang tersebut masih belum diumumkan sehingga tentunya membuat sebagian orang penasaran. Sehingga banyak beredar isu yang menyebutkan siapa nama keempat calon yang diusulkan ke Presiden tersebut.

Untuk mengetahui lebih jelas siapa saja calon-calon Dirjen Pajak tersebut, berikut penulis ringkaskan profil dari ke-7 orang calon Dirjen Pajak yang telah ditetapkan lulus seleksi oleh Menteri Keuangan dan telah diumumkan pada tanggal 29 Desember 2014 lalu.

1. Catur Rini Widosari, S.E., Ak., MBT

Saat ini Catur Rini Widosari menjabat sebagai Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal Pajak. Catur Rini dilantik oleh Menteri Keuangan saat itu, Sri Mulyani, sebagai Pejabat eselon II pada posisi Direktur Keberatan dan Banding pada tanggal 6 April 2010. Catur Rini  yang lahir pada tanggal 7 Mei 1961 telah berkarir di Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 1991.

Selama karirnya di Direktorat Jenderal Pajak, Catur Rini belum pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP.

Berdasarkan data LHKPN dari KPK yang dirilis oleh salah satu media online, disebutkan bahwa jumlah harta yang dilaporkan oleh Catur Rini per 30 April 2010 adalah sekitar Rp 2,14 miliar.

2. Puspita Wulandari, S.E., M.M., DBA.

Lahir di Jakarta pada tanggal 02 Nopember 1965. Menempuh pendidikan Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen. Gelar sarjananya diraih pada tahun 1992. Melanjutkan jenjang studi S2 di Universitas Gadjah Mada dan meraih gelar Magister Manajemen pada tahun 1993. Pendidikannya di lanjutkan di Swinburne University of Technology AUS dan meraih gelar Doctor of Business Administration pada tahun 2008. Memulai karirnya pada tahun 1995 di Direktorat Jenderal Pajak. Pernah menjabat sebagai Kepala Sub Seksi Pengawasan Pembayaran masa PPh Badan tahun 1997, Kepala Seksi Kerjasama Perpajakan Multilateral tahun 1999. Kepala Seksi Pajak Penghasilan Badan tahun 2004. Tahun 2007 dipercaya sebagai Kepala Subdirektorat Transformasi Organisasi dan pada tanggal 14 Agustus 2012 diangkat sebagai Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia di Direktorat Jenderal Pajak. Pada tanggal 27 Maret 2013 diangkat sebagai Sekretaris Komite Pengawas Perpajakan.
NIP. 196511021995032001 dan pendidikan terakhir adalah Doctor of Philosophy in Management dengan golongan ruang terakhir di PNS adalah IV/a.

Berdasarkan data LHKPN dari KPK yang dirilis oleh salah satu media online, disebutkan bahwa jumlah harta yang dilaporkan oleh Puspita Wulandari per 23 Juni 2011 adalah sekitar Rp 2,07 miliar. [Sumber: 1, 2]

3. Drs. Ken Dwijugiasteadi, Ak., M.Sc.

Terakhir menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur III. Lahir pada tanggal 08 November 1957 dan telah berkarir di Direktorat Jenderal Pajak sejak 1984 dengan NIP. 195711081984081001 dan pendidikan terakhir adalah Master of Science in Tax Auditing dengan golongan ruang terakhir di PNS adalah IV/d.

Berdasarkan data LHKPN dari KPK yang dirilis oleh salah satu media online, disebutkan bahwa jumlah harta yang dilaporkan oleh Ken Dwijugiasteadi per 12 Mei 2010 adalah sekitar Rp 3,25 miliar dan meningkat berdasarkan laporan per 25 Mei 2013 sebesar Rp 3,40 miliar. [Sumber]


4. Prof. Dr. Poltak Maruli John Liberty Hutagaol, S.E., Ak., M.Acc., M.Ec. (Hons)

Terakhir menjabat sebagai Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak. Lahir pada tanggal 27 November 1965 dan telah berkarir di Direktorat Jenderal Pajak sejak 1989 dengan NIP. 196511271989101001 dan pendidikan terakhir adalah Program S3 - Manajemen Bisnis dengan golongan ruang terakhir di PNS adalah IV/c. Saat ini John Hutagaol juga menjabat sebagai Ketua Kompartemen Akuntan Pajak Ikatan Akuntan Indonesia (IAI KAPj).

Berdasarkan data LHKPN dari KPK yang dirilis oleh salah satu media online, disebutkan bahwa jumlah harta yang dilaporkan oleh John Hutagaol per 1 November 2011 adalah sekitar Rp 2,50 miliar. Kemudian pada tanggal 31 Desember 2012 harta yang dilaporkannya meningkat menjadi Rp 2,84 miliar. [Sumber]


5.Rida Handanu, Ak., MBA.

Terakhir menjabat sebagai Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban SDM Direktorat Jenderal Pajak.

Berdasarkan data LHKPN dari KPK yang dirilis oleh salah satu media online, disebutkan bahwa jumlah harta yang dilaporkan oleh Rida Handanu per 17 Juni 2010 adalah sekitar Rp 200 juta.







6. Sigit Priadi Pramudito

Terakhir menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar. Lahir pada tanggal 17 September 1959 dan telah berkarir di Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 1987 dengan NIP. 195909171987091001 dan pendidikan terakhir adalah Master of Arts in Economics dengan golongan ruang terakhir di PNS adalah IV/c.

Berdasarkan data LHKPN dari KPK yang dirilis oleh salah satu media online, disebutkan bahwa jumlah harta yang dilaporkan oleh Sigit Priadi per 31 Desember 2009 adalah sekitar Rp 13,88 miliar. Kemudian berdasarkan laporan per 31 Desember 2011 jumlah harta yang dilaporkan naik menjadi sebesar Rp 21,85 miliar.




7. Suryo Utomo, S.E., Ak., MBT


Suryo Utomo pernah menjabat sebagai Direktur Peraturan Perpajakan I. Kemudian mengambil cuti di luar tanggungan negara selama 3 tahun untuk melanjutkan kuliah. Saat ini ia baru masuk dengan jabatan status sebagai pelaksana

Lahir pada tanggal 26 Maret 1969 dan telah bekerja di Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 1993.

Berdasarkan data LHKPN dari KPK yang dirilis oleh salah satu media online, disebutkan bahwa jumlah harta yang dilaporkan oleh Suryo Utomo per 23 November 2007 adalah sekitar Rp 4,20 miliar. Kemudian berdasarkan laporan per 30 April 2010 jumlah harta yang dilaporkan naik menjadi sebesar Rp 4,94 miliar.


Selasa, 30 Desember 2014

Hasil Seleksi Lelang Jabatan Dirjen Pajak Menyisakan 7 Orang Calon

Saat ini proses seleksi terbuka untuk pengisian jabatan eselon I di Kementerian Keuangan telah menyelesaikan tahap Assessment Center, Pemeriksaan Kesehatan, Wawancara, Rekam Jejak dan Uji Kelayakan Publik. Dari hasil seleksi yang telah dilakukan tersebut, Panitia Seleksi pada tanggal 29 Desember 2014 telah mengumumkan nama-nama peserta seleksi terbuka yang dinyatakan lulus dalam tahap-tahap seleksi tersebut melalui Pengumuman Nomor PENG-11/PANSEL/2014. Para peserta calon Direktur Jenderal Pajak yang telah dinyatakan lulus tersebut terdiri dari.
  1. Catur Rini Widosari
  2. Drs. Ken Dwijugiasteadi, Ak., M.Sc.
  3. Poltak Maruli John Liberty Hutagaol
  4. Puspita Wulandari, S.E., M.M., DBA.
  5. Rida Handanu, Ak., MBA.
  6. Sigit Priadi Pramudito
  7. Suryo Utomo, S.E., Ak., MBT
Di samping ketujuh nama calon Dirjen Pajak yang dinyatakan lulus tersebut, Panitia Seleksi juga telah menetapkan nama-nama calon peserta yang lulus untuk mengisi jabatan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara, dan Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi. Nama-nama calon yang juga dinyatakan lulus tersebut terdiri dari.

I. CALON KEPALA BADAN KEBIJAKAN FISKAL
  1. Andin Hadiyanto
  2. Djoko Hendratto
  3. Prof. Suahasil Nazara, SE., MSc., Phd.
II. CALON KEPALA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
  1. Agus Hermawan
  2. Robert Arthur Simanjuntak
  3. Sumiyati
III. CALON STAF AHLI BIDANG PENERIMAAN NEGARA
  1. Astera Primanto Bhakti
  2. Drs. Freddy Rikson Saragih, M.P.Acc.
  3. Drs. Robby Tampubolon, Ak., S.H., M.M.
IV. CALON STAF AHLI BIDANG ORGANISASI, BIROKRASI, DAN TEKNOLOGI INFORMASI
  1. Dharma Nursani
  2. Harry Gumelar
  3. Susiwijono

Selanjutnya para calon peserta yang telah dinyatakan lulus dalam tahap ini akan mengikuti tahap selanjutnya yaitu wawancara dengan Menteri Keuangan.

Jumat, 19 Desember 2014

Pengadilan Pajak Pindah ke Gedung Baru

Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap suatu Sengketa Pajak. Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Dalam melaksanakan tugasnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, Pengadilan Pajak dibentuk dan berkedudukan di ibukota Negara. Dalam pelaksanaannya Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya. Namun dengan pertimbangan untuk memperlancar dan mempercepat penanganan Sengketa Pajak serta apabila dipandang perlu, tempat sidang dapat dilakukan di tempat lain yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Pajak. Hal ini sesuai dengan prinsip penyelesaian perkara yang dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 ini, maka sejak bulan April 2002 ditetapkanlah tempat kedudukan Pengadilan Pajak adalah di Gedung D Departemen Keuangan, Jalan Kalilio No. 1, Senen, Jakarta Pusat. Seiring dengan pembangunan dan penataan gedung-gedung di lingkungan Departemen Keuangan (Kementerian Keuangan), sehingga pintu keluar Gedung tempat Pengadilan Pajak sudah tidak melalui Jl. Kalilio, melainkan dipusatkan melalui Jl. Wahidin Raya. Nama Gedung D pun diganti nama menjadi Gedung Sutikno Slamet. Maka alamat saat ini menjadi Gedung Sutikno Slamet - Kementerian Keuangan, Jl. Wahidin Raya, Jakarta Pusat 10701 dengan nomor telepon +62 21 34357204 dan nomor faksimili +62 21 3506102, +62 21 3453710.

Namun kemarin ketika mendatangi Pengadilan Pajak, penulis melihat adanya banner pengumuman yang menyatakan bahwa Pengadilan Pajak akan menempati gedung baru efektif mulai tanggal 2 Januari 2015. Pada banner tersebut terpampang alamat gedung baru Pengadilan Pajak yang akan digunakan mulai tanggal 2 Januari 2015 adalah di Jl. Hayam Wuruk No. 7 Jakarta Pusat – 10120 dengan nomor telepon +62 21 29806333 dan nomor faksimili +62 21 29806334 dengan SMS Center tetap di nomor 0813 10 333333.

Penulis mencoba untuk melakukan penelusuran lokasi tepatnya dari Gedung baru Pengadilan Pajak ini. Ternyata gedung baru Pengadilan Pajak nanti akan menempati gedung yang selama ini digunakan sebagai Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau yang dikenal sebagai BPKP. Apabila kita berjalan dari Harmoni menuju ke arah Kota, maka Gedung BPKP yang nantinya akan ditempati oleh Pengadilan Pajak ini berada di sisi kanan jalan.

Penulis mencoba melakukan penelusuran, diperoleh informasi bahwa Pengadilan Pajak menempati Gedung BPKP ini hanya sekedar menumpang, karena direncanakan telah disiapkan sebidang tanah yang kelak akan dibangun gedung Pengadilan Pajak yang berlokasi di Jl. Jend Sudirman di dekat Gedung Bursa Efek Indonesia yang merupakan tanah milik Taspen.

Jadi bagi para Pembaca Setia Tax Learning yang akan beraktivitas di Pengadilan Pajak, maka setelah tahun baru 2015 nanti, sudah harus datang ke alamat baru Pengadilan Pajak ini.

Selasa, 01 Januari 2013

Kumpulan Peraturan Pemerintah Tahun 2013

Berikut ini daftar kumpulan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan Perpajakan yang diterbitkan selama tahun 2013

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 100 TAHUN 2013
Tanggal 31 Desember 2013
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 47 TAHUN 2013
Tanggal 17 Juni 2013
Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013
Tanggal 12 Juni 2013 Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2013
Tanggal 23 Mei 2013
Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Kamis, 27 Desember 2012

Kantor Pelayanan Pajak Tetap Buka Tanggal 31 Desember 2012

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa hari Senin tanggal 31 Desember 2012 telah ditetapkan sebagai Hari Cuti Bersama melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, yaitu Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012; Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.28/MEN/I/2012 dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor SKB/01/M.PAN-RB/01/2012 tanggal 31 Januari 2012 yang merevisi SKB yang telah diterbitkan sebelumnya.

Walaupun tanggal 31 Desember 2012 telah ditetapkan sebagai Hari Cuti Bersama, namun pihak Direktorat Jenderal Pajak tetap akan membuka pelayanannya untuk melayani Wajib Pajak pada hari yang telah ditetapkan sebagai Hari Cuti Bersama tersebut. Perintah untuk tetap membuka pelayanan diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada para jajarannya di bawahnya (Kantor Pelayanan Pajak) melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ/UP.41/2012 tanggal 19 Desember 2012.

Berbagai pelayanan tetap dapat diperoleh para Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember 2012 mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.00 waktu setempat, antara lain seperti pendaftaran NPWP, menerima pelaporan SPT, pelayanan konsultasi, memperoleh formulir-formulir perpajakan dan layanan perpajakan lainnya.

Jadi bagi para Pembaca Setia Tax Learning yang akan melaporkan SPT Masa PPN masa November 2012 yang kebetulan jatuh temponya pada akhir bulan Desember 2012, tetap dapat melaporkan SPT tersebut ke KPP setempat pada tanggal 31 Desember 2012.

Kamis, 09 Juni 2011

KPP Perusahaan Masuk Bursa Pindah Alamat

Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB) yang selama ini berlokasi di Jl. Jend. Sudirman No. 56 Jakarta Selatan, mulai tanggal 27 Juni 2011 akan berkantor di gedung baru yaitu di:

K-Link Office Tower Lt. 7, 18 & 19
Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 59A
Jakarta Selatan 12950
Telepon : 021 - 30435904-07
Faksimili : 021 - 30435908-09


Untuk itu segala urusan pelayanan kepada Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP PMB mulai tanggal 27 Juni 2011 akan dilaksanakan di gedung baru tersebut.

Sebagai informasi, letak gedung K-Link ini berada tepat di sebelah RS Medistra.Apabila dari Semanggi arah ke Cawang, letaknya sebelum RS Medistra.

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa KPP PMB adalah Kantor Pelayanan Pajak yang khusus menangani Wajib Pajak yang pernyataan pendaftaran emisi saham telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan termasuk badan-badan khusus (Self Regulatory Organization) yang didirikan dan beroperasi di bursa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Perusahaan efek non bank, yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.


Sabtu, 14 Mei 2011

Libur cuti bersama 16 Mei 2011, Setor PPh Pasal 25 Diundur

Secara mendadak Jumat, 13 Mei 2011 hampir seluruh pekerja, penngusaha dan instansi Pemerintah dibuat heboh dengann beredarnya informasi bahwa hari Senin, 16 Mei 2011 telah ditetapkan sebagai hari libur cuti bersama. Kabarnya cuti bersama ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama 3 (tiga) Menteri (SKB No 2/ 2011/ Kep./Men/V/ 2011&SKB/01/M.Pan-RB/05/2011).

Banyak pelaku usaha yang dibuat pusing dengan keputusan yang sangat mendadak ini, karena mereka telah menyusun rencana bisnisnya. Dan terlebih lagi untuk pihak-pihak yang terlibat dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, karena pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 adalah merupakan batas waktu penyetoran PPh Pasal 25 untuk masa April 2011. Selain itu, banyak juga rekan-rekan oenulis yang telah membuat janji/jadwal dengan pihak DJP atau Pengadilan Pajak, dalam menyelesaikan kasus mereka.

Apalagi hingga malam, pengumuman resmi dari pihak Kementerian Keuangan tentang penerapan cuti bersama ini juga belum terbit. Rekan-rekan Penulis yang bekerja di lingkungan Kementerian Keuangan kebingungan mengantisipasi kebijakan ini.

Akhirnya malam tanggal 13 Mei 2011, Sekjen Kementerian Keuangan menngeluarkan Surat Edaran nomor SE-257/SJ/2011 tgl 13-05-2011, yang mengacu kepada. SKB tentang cuti bersama menyatakan bahwa Senin, 16-05-2011 ditetapkan sbg libur cuti bersama di lingkungan Kementerian Keuangan.

Dengan demikian, maka berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 yang mengatur mengenai toleransi penyetoran pajak dan pelaporan SPT apabila tanggal jatuh tempo jatuh pada hari libur maka penyetoran dan pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Karena jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 masa April 2011 jatuh pada hari minggu, senin dan selasa tanggal 16 dan 17 Mei 2011 adalah hari libur, maka penyetoran PPh Pasal 25 masa April 2011 dapat dilakukan pada tanggal 18 Mei 2011.

Informasi yang berhasil penulis peroleh, pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011, BI tetap membuka layanan seperti biasa dan menginstruksikan kepada seluruh perbankan untuk memberikan pelayanan seperti biasa. Jadi saran Penulis kepada para Pembaca setia Tax Learning untuk melakukan penyetoran PPh Pasal 25 pada hari Senin, 16 Mei 2011 untuk menghindari terjadinya dispute mengenai kebijakan penetapan tanggal 16 Mei 2011 sebagai hari Libur Cuti Bersama.

Semoga para pembaca memperoleh pencerahan dari artikel ini dan semoga juga Pemerintah tidak dengan gegabah menetapkan suatu aturan dengan tiba-tiba lagi. Karena ini terkesan bahwa Pemerintah mengeluarkan kebijakan tanpa rencana dan mengakibatkan kebingungan dalam prakteknya di masyarakat. Kebijakan pemberian cuti bersama ini sangat kontraproduktif apabila dimaksudkan agar para karyawan dapat memanfaatkan libur yang panjang. Pemberian cuti bersama yang mendadak ini sangat merugikan bagi para pegawai yang bekerja jauh dari keluarga, karena moda transportasi yang tidak berhasil diperoleh (tiket transportasi tentu mahal jika dibeli secara mendadak). Pegawai juga dirugikan karena jatah cuti mereka telah berkurang tanpa terencana.