..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Jumat, 24 November 2023

Tarif Efektif Rata-rata PPh Pasal 21 Akan Berlaku 1 Januari 2024

Direktorat Jenderal Pajak berencana akan melakukan simplifikasi (penyederhanaan) perhitungan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Pegawai dan Bukan Pegawai dengan menggunakan formula perhitungan tarif efektif rata-rata (TER). Rencananya penyederhanaan ini akan mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2024. Dasar hukum penyederhanaan penghitungan PPh Pasal 21 ini akan diatur melalui Peraturan Pemerintah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Berdasarkan konferensi pers secara daring yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, pada hari ini Jumat, 24 November 2023 menjelaskan bahwa sampai saat ini proses penyusunan atau dasar hukum untuk tetapkan tarif efektif rata-rata yaitu PP dalam proses dan insya Allah beberapa saat ke depan akan ditandatangani dan diterbitkan. "Dan aturan pelaksanaannya, PMK sudah kami siapkan dan insya Allah mulai masa Januari 2024 sekiranya semua bisa terlaksana dengan baik, tertandatangani dan terpublikasikan, mulai dapat kami jalankan dengan baik," kata Suryo Utomo.

Rencana penerapan tarif efektif rata-rata dalam menghitung PPh Pasal 21 ini dilatarbelakangi oleh kondisi saat ini dimana pemotong PPh Pasal 21 kerepotan dalam menghitung PPh Pasal 21 baik untuk pegawai maupun bukan pegawai, karena terdapat sekitar 400 skenario penghitungan pemotongan PPh Pasal 21. Sehingga sesuai dengan Reformasi Perpajakan yang terus dijalankan oleh Pemerintah, seiring dengan implementasi sistem perpajakan terintegrasi di Direktorat Jenderal Pajak, Coretax System, maka Pemerintah akan melakukan simplifikasi dalam penghitungan PPh Pasal 21.

Simplifikasi dalam penghitungan PPh Pasal 21 ini bertujuan untuk memberikan kemudahan pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan kepada Wajib Pajak terutama dalam menghitung PPh Pasal 21, yaitu dengan cara menerapkan Tarif Efektif Pemotongan PPh Pasal 21. Pengaturan ini akan dituankan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Untuk diketahui bahwa selama ini peraturan mengenai tata cara penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 diatur untuk:

A. Umum; yang diatur dalam:

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 Umum dan teknis tata cara penghitungannya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.03/2016 tentang penetapan bagian penghasilan pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan PPh.

B. PNS (ASN)/TNI/Polri/Pejabat Negara; yang diatur dalam:

  1. PP Nomor 80 Tahun 2010 tentang tarif pemotongan dan pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan dari APBN/APBD.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 PNS/TNI/Polri/Pejabat Negara.

Rencana Pengaturan Tarif Efektif PPh Pasal 21

Kelak simplifiasi penghitungan PPh Pasal 21 ini akan diatur melalui jenis peraturan:

  1. Peraturan Pemerintah, yang akan mengatur TER. TER akan berlaku untuk Pegawai kriteria Umum dan PNS/TNI/Polri/Pejabat Negara.
  2. Peraturan Menteri Keuangan, yang akan mengubah dan mengatur ulang tata cara penghitungan PPh Pasal 21 sebagaimana yang selama diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.03/2016.
  3. Pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 serta penyempurnaan administrasi pemotongan PPh Pasal 21 akan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Rencananya Tarif Efektif Rata-rata (TER) ini akan dibuat nilai persentase tarif efektif PPh untuk setiap lapisan tarif (tabel). TER ini akan terbagi menjadi:
  1. TER untuk Pegawai Tetap yang terbagi dalam 3 Tabel Tarif Bulanan berdasarkan PTKP yang terdiri dari sekitar 40 lapisan tarif/tabel. 
  2. TER untuk Bukan Pegawai yang terbagi dalam 1 Tabel Tarif yang terdiri dari 35 lapisan tarif.
  3. TER untuk Pegawai Harian yang terbagi dalam 2 kelompok tarif berdasarkan jumlah penghasilan bruto yaitu untuk kelompok penghasilan bruto yang kurang dari Rp 450.000 (dengan tarif harian 0%) dan kelompok penghasilan bruto lebih dari Rp 450.000 sampai dengan Rp 2.500.000 (dengan tarif 0,5%).
Rencananya mekanisme penghitungan PPh Pasal 21 kelak akan terbagi menjadi 2 jenis perhitungan yaitu:
  1. Untuk masa pajak Januari s.d. November yaitu mengalikan TER dengan Penghasilan Bruto setiap bulannya; dan
  2. Untuk masa pajak terakhir (Desember) yaitu dengan mengalikan tarif Pasal 17 UU PPh dengan jumlah penghasilan bruto dikurangi Biaya Jabatan/Pensiun, Iuran Pensiun dan PTKP.
(c) syafrianto.blogspot.com

Rabu, 26 Juli 2023

Jenis Harta Sesuai Kelompok Harta Berwujud Selain Bangunan Untuk Penyusutan Fiskal

Baik dalam standar akuntansi maupun ketentuan perpajakan, perlakuan atas suatu aktiva tetap berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun buku, pembebanan atas nilai perolehan dari aktiva tersebut harus dilakukan melalui metode penyusutan untuk mengalokasikan nilai perolehan aktiva tersebut sepanjang masa manfaat dari aktiva tersebut.

Dalam ketentuan perpajakan, aturan mengenai penyusutan aktiva tetap ini diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 (UU PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP). Aturan pelaksanaan dari Pasal 11 UU Nomor 7 Tahun 2021 terkait dengan penyusutan ini diatur lebih lanjut dalam Bab V Pasal 21 dan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55 Tahun 2022) serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2023 tentang Penyusutan Harta Berwujud dan/atau Amortisasi Harta Tak Berwujud.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2023 (PMK Nomor 72 Tahun 2023) yang ditetapkan pada tanggal 13 Juli 2023 mengatur secara teknis dan detil mengenai penyusutan aktiva berwujud dan amortisasi aktiva tidak berwujud yang telah diatur pada Pasal 11 dan 11A UU PPh. PMK Nomor 72 Tahun 2023 mengubah dan menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 yang sejak tahun pajak 2009 telah digunakan sebagai panduan bagi Wajib Pajak dalam menerapkan ketentuan penyusutan aktiva berwujud dan amortisasi aktiva tidak berwujud.

PMK Nomor 72 Tahun 2023 ini juga menetapkan kembali jenis-jenis aktiva berwujud yang dikelopokkan ke 4 Kelompok Aktiva Untuk Penyusutan secara Perpajakan (fiskal) sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 11 ayat (6) UU PPh. Jika kita bandingkan Jenis-jenis harta yang telah ditetapkan dalam setiap kelompok pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009, maka dapat dilihat bahwa pada dasarnya jenis harta yang dikelompokkan ke setiap kelompok aktiva tersebut masih serupa. Hanya ada penambahan sekelompok aktiva tetap untuk jenis usaha Industri Pengolahan Tembakau pada PMK Nomor 72 Tahun 2023 ini ke dalam Kelompok 2. Jenis harta tambahan di Kelompok 2 pada PMK Nomor 2 Tahun 2023 ini yaitu "Mesin yang menghasilkan/ memproduksi hasil olahan tembakau, seperti mesin rajang tembakan, mesin linting rokok, dan sejenisnya."

Selebihnya jenis harta yang ditetapkan pada Lampiran PMK Nomor 72 Tahun 2023 hanyalah memperbaiki kesalahan ketik typo) atau revisi redaksional saja.

Untuk dapat melihat perbedaan jenis-jenis harta yang dibagi ke dalam 4 Kelompok Aktiva Tetap Berwujud antara yang ditetapkan dalam Lampiran PMK Nomor 96/PMK.03/2009 dengan PMK Nomor 72 Tahun 2023, penulis sajikan dalam tabel berikut ini.
(c)syafrianto.blogspot.com 26072023

Rabu, 12 Juli 2023

PPN atas Penyerahan Agunan Yang Diambil Alih oleh Kreditur Kepada Pembeli Agunan

Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perepajakan (UU HPP) beserta peraturan pelaksananya memberikan pengaturan yang lebih jelas mengenai pengenaan PPN atas penyerahan agunan yang diambil alih oleh kreditur kepada pembeli agunan. Ketentuan yang mengatur mengenai pengenaan PPN atas penyerahan agunan yang diambil alih oleh kreditur kepada pembeli agunan ini diatur secara tegas pada Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023 (PMK Nomor 41 Tahun 2023) tanggal 11 April 2023.

Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) PP Nomor 44 Tahun 2022 dan Pasal 2 PMK Nomor 41 Tahun 2023 mengatur bahwa Penyerahan Agunan oleh Kreditur kepada Pembeli Agunan termasuk dalam pengertian Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian dan merupakan penyerahan hak atas Barang Kena Pajak yang dikenai PPN. Agunan yang diserahkan oleh Kreditur kepada Pembeli merupakan Agunan yang diambil alih oleh Kreditur untuk penyelesaian Kredit, Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah, atau Pinjaman atas Dasar Hukum Gadai dengan pengambilalihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor keuangan.

Agunan sebagaimana dimaksud pada ketentuan ini merupakan Barang Kena Pajak yang diambil alih oleh kreditur berdasarkan:
  1. hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah;
  2. jaminan fidusia;
  3. hipotek;
  4. gadai; atau
  5. pembebanan sejenis lainnya
Saat terutangnya PPN untuk transaksi ini adalah pada saat agunan yang diambil alih (disita) oleh Kreditur ini dijual kepada Pembeli Agunan dan diterima pembayarannya dari Pembeli Agunan.

Kreditur (sebagai PKP) harus memungut PPN dengan Besaran Tertentu dengan perhitungan: Tarif PPN x 10% x Dasar Pengenaan Pajak (DPP), atau secara efektif tarifnya adalah: 1,1% x Harga Jual Agunan.

Atas pemungutan PPN ini, kreditur diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak. Faktur Pajak yang dibuat oleh kreditur ini dipermudah dengan memperlakukan Tagihan atas penjualan Agunan atau dokumen lain yang sejenis sebagai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Namun syaratnya dokumen tagihan atas penjualan agunan ini minimal harus memuat informasi/keterangan:
  1. nomor dan tanggal dokumen,
  2. nama dan NPWP Kreditur
  3. nama dan NPWP atau nomor induk kependudukan Debitur
  4. nama dan NPWP atau nomor induk kependudukan Pembeli Agunan,
  5. uraian Barang Kena Pajak,
  6. dasar pengenaan pajak, dan
  7. Jumlah PPN yang dipungut
Kreditur menyetorkan dan melaporkan pemungutan PPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPN yaitu dengan Kode akun pajak 411211 dan Kode jenis setoran 100 serta melaporkan dalam SPT Masa PPN Formulir 1111.

Sedangkan perlakuan pengkreditan pajak masukan atas transaksi Penyerahan Agunan oleh Kreditur kepada Pembeli Agunan adalah sebagai berikut:
  1. Bagi Kreditur: Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Agunan tidak dapat dikreditkan oleh Kreditur.
  2. Bagi Pembeli Agunan: Pembeli Agunan yang merupakan PKP dapat mengkreditkan PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2023 mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2023.

(c)2023 syafrianto.blogspot.com

Materi ini telah disampaikan oleh Penulis dalam acara Bincang Pajak bersama IKPI Depok yang diselenggarakan pada tanggal 12 Juli 2023 pukul 09.00 s.d. 11.00 WIB.

Selasa, 04 Juli 2023

Perlakuan PPh atas Penggantian atau Imbalan Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan

Menteri Keuangan telah menerbitkan petunjuk teknis mengenai perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas Penggantian atau Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 (PMK 66 Tahun 2023) tanggal 27 Juni 2023. PMK 66 Tahun 2023 yang merupakan peraturan pelaksana dari PP Nomor 55 Tahun 2022 khususnya Pasal 31, berlaku mulai 1 Juli 2023 ini antara lain mengatur ketentuan sebagai berikut.

Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan menjadi objek PPh

Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang menjadi objek PPh sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah merupakan:
  1. penggantian atau imbalan yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pemberi kerja dan Pegawai.
  2. penggantian atau imbalan karena adanya transaksi jasa antar-Wajib Pajak.
  3. penggantian atau imbalan dalam bentuk barang selain uang yang dialihkan kepemilikannya dari pemberi kepada penerima.
  4. penggantian atau imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan yang bersumber dari aktiva pemberi penggantian atau imbalan; dan/atau pihak ketiga yang disewa dan/atau dibiayai pemberi, untuk dimanfaatkan oleh penerima.
Ketentuan mengenai penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagai objek PPh berlaku sejak:
  1. tanggal 1 Januari 2022, bagi Pegawai atau penerima penggantian atau imbalan yang menerima atau memperoleh penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan atau imbalan dari pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan yang menyelenggarakan pembukuan tahun buku 2022 dimulai sebelum 1 Januari 2022.
  2. tahun buku 2022 dari pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dimulai, bagi Pegawai atau penerima penggantian atau imbalan yang menerima atau memperoleh penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari pemberi kerja atau pemberi penggantian imbalan yang menyelenggarakan tahun buku 2022 dimulai tanggal 1 Januari 2022 atau setelahnya.
Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan yang Dikecualikan Dari Objek PPh

Dikecualikan dari objek PPh atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang meliputi:
  1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai;
  2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
  3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
  4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), dan/atau anggaran pendapatan dan belanja desa; atau
  5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

Makanan Minuman Yang Dikecualikan dari Objek PPh

Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai yang dikecualikan dari objek PPh meliputi:
  1. makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja;
  2. kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya; dan/atau
  3. bahan makanan dan/atau bahan minuman bagi seluruh Pegawai dengan batasan nilai tertentu.

Kupon makanan dan/atau minuman

Kupon makanan dan/atau minuman yang dimaksud pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b PMK 66 Tahun 2023 ini merupakan alat transaksi bukan uang yang dapat ditukarkan dengan makanan dan/atau minuman. Termasuk dalam pengertian kupon ini merupakan penggantian oleh pemberi kerja atas pengeluaran untuk pembelian atau perolehan makanan dan/atau minuman di luar tempat kerja yang ditanggung terlebih dahulu oleh Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya (sistem reimbursement).

Nilai kupon yang dikecualikan dari objek PPh ini sepanjang:

  1. tidak melebihi Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) untuk setiap Pegawai dalam jangka waktu 1 (satu) bulan; atau
  2. nilai pengeluaran penyediaan makanan dan/atau minuman untuk tiap Pegawai dalam jangka waktu 1 (satu) bulan yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja, dalam hal nilai pengeluaran oleh pemberi kerja dimaksud lebih dari Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) untuk tiap Pegawai dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.

Selisih lebih dari nilai kupon yang sebenarnya setelah dikurangi nilai Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) sebagaimana disebutkan di atas, adalah merupakan objek PPh.

Natura dan/atau Kenikmatan yang Harus Disediakan oleh Pemberi Kerja Dalam Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dikecualikan dari Objek PPh

Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan meliputi natura dan/atau kenikmatan sehubungan dengan persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan Pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan, meliputi:

  1. pakaian seragam;
  2. peralatan untuk keselamatan kerja;
  3. sarana antar jemput Pegawai;
  4. penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya; dan/atau
  5. natura dan/atau kenikmatan yang diterima dalam rangka penanganan endemi, pandemi, atau bencana nasional.

Natura dan/atau Kenikmatan Dengan Jenis dan/atau Batasan Tertentu Yang Dikecualikan dari Objek PPh

Penentuan natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu didasarkan pada:

  1. jenis natura dan batasan tertentu dari natura berupa kriteria penerima dan/atau nilai dari natura; dan
  2. jenis kenikmatan dan batasan tertentu dari kenikmatan berupa kriteria penerima, nilai, dan/atau fungsi dari kenikmatan.

Penentuan natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu termasuk untuk yang diperuntukkan bagi bahan makanan dan/atau bahan minuman dengan batasan nilai tertentu dan termasuk juga diperuntukkan bagi natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh penerima selama tahun 2022.

Selisih lebih dari nilai natura atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh penerima setelah dikurangi batasan tertentu, adalah merupakan objek PPh.
(c)syafriannto.blogspot.com

Rabu, 28 Juni 2023

Ketentuan PPN Baru atas Batasan Rumah Bebas PPN di Tahun 2023

Pemerintah melalui Menteri Keuangan merevisi aturan pemberian pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian rumah pertama bagi masyarakat yang masuk kriteria berpenghasilan rendah. Revisi aturan ini ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. PMK ini ditetapkan tanggal 9 Juni 2023 yang diundangkan dan mulai berlaku pada 12 Juni 2023. PMK ini mencabut dan menggantikan PMK Nomor 81/PMK.010/2019.

PMK Nomor 60 Tahun 2023 yang merupakan salah satu aturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 secara ringkas mengatur hal-hal sebagai berikut.

Objek dari Ketentuan Ini

Pembebasan PPN dapat diberikan atas penyerahan rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta rumah pekerja.

Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi orang pribadi Warga Negara Indonesia yang termasuk dalam kriteria masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perumahan dan kawasan permukiman. Fungsi runah umum ini adalah hanya sebagai bangunan tempat tinggal yang layak huni, tidak termasuk rumah toko dan rumah kantor. Syarat rumah umum yang dimaksud di PMK ini harus memenuhi ketentuan:
  1. luas bangunan minimal 21 m2 sampai dengan 36 m2
  2. luas tanah minimal 60 m2 sampai dengan 200 m2
  3. harga jual (yang merupakan nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang dimintakan atau seharusnya diminta oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan tidak termasuk PPN, tidak termasuk biaya yang diminta pihak ketiga selain pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan seperti biaya transaksi jual beli dan biaya transaksi pembiayaan) tidak melebihi batasan harga jual sebagaimana yang disajikan di Lampiran PMK Nomor 60 Tahun 2023 ini.
  4. merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria masyarakat berpenghasilan rendah, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 tahun sejak dimiliki.
Rumah umum ini wajib memiliki kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi di kementerian yang menyelnggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dan/atau badan yang mengelola tabungan perumahan rakyat.

Rumah pekerja adalah bangunan yang dibiayai dan dibangun oleh pemberi kerja dan diperuntukkan bagi karyawannya sendiri Warga Negara Indonesia yang termasuk dalam kriteria masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perumahan dan kawasan permukiman. Rumah pekerja ini selain dibangun oleh pemberi kerja dapat juga dibangun oleh pemberi kerja dengan menggunakan jasa perusahaan jasa konstruksi. Fungsi runah pekerja ini adalah hanya sebagai bangunan tempat tinggal yang layak huni, tidak termasuk rumah toko dan rumah kantor. Syarat rumah umum yang dimaksud di PMK ini harus memenuhi ketentuan:
  1. luas bangunan minimal 21 m2 sampai dengan 36 m2
  2. luas tanah minimal 60 m2 sampai dengan 200 m2
  3. harga jual (yang merupakan nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang dimintakan atau seharusnya diminta oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan tidak termasuk PPN, tidak termasuk biaya yang diminta pihak ketiga selain pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan seperti biaya transaksi jual beli dan biaya transaksi pembiayaan) tidak melebihi batasan harga jual sebagaimana yang disajikan di Lampiran PMK Nomor 60 Tahun 2023 ini.
  4. merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria masyarakat berpenghasilan rendah, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 tahun sejak dimiliki.

Cara Pembebasan PPN

Pembebasan pengenaan PPN dilakukan dengan pemberitahuan pemanfaatan fasilitas oleh pihak yang memperoleh barang kena pajak atas penyerahan rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta rumah pekerja, melalui saluran elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Terhadap pihak yang memperoleh barang kena pajak berupa rumah umum yang telah terdaftar sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah umum dari pemerintah, yang dibuktikan dengan nomor lolos pengujian tagihan pembayaran, dipersamakan dengan pemberitahuan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud di paragraf di atas ini.

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta rumah pekerja wajib membuat faktur pajak secara lengkap dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan harus mencantumkan pada faktur pajak tesebut, keterangan: "PPN DIBEBASKAN BERDASARKAN PP NOMOR 49 Tahun 2022 (.......)". Untuk titik-titik dalam kurung ini diisi sesuai dengan jenis objek rumah yang diserahkan yaitu: "(rumah umum)", "(pondok boro)", "(asrama mahasiswa dan pelajar)" atau "(rumah pekerja)".

Untuk aturan selengkapnya emngenai batasan rumah yang bebas PPN ini, dapat dipelajari di PMK Nomor 60 Tahun 2023 ini.
 
Download: