..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Senin, 29 Maret 2010

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2010 - Pemusatan PPN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 19/PJ/2010

TENTANG

PENETAPAN SATU TEMPAT ATAU LEBIH SEBAGAI TEMPAT
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih Sebagai Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005;


MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENETAPAN SATU TEMPAT ATAU LEBIH SEBAGAI TEMPAT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG.

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan :
  1. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  2. Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang adalah tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha yang dipilih sebagai tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang.
  3. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang.


Pasal 2

(1) Pengusaha Kena Pajak yang memiliki lebih dari satu tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang dapat memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang.
(2) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang, Pengusaha Kena Pajak dimaksud harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang akan dipusatkan.


Pasal 3

Tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak yang :
  1. berada di Kawasan Berikat;
  2. berada di Kawasan Ekonomi Khusus;
  3. mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor.
tidak dapat dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang atau tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang akan dipusatkan.


Pasal 4

Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus memenuhi persyaratan :
  1. memuat nama, alamat, dan NPWP tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang;
  2. memuat nama, alamat, dan NPWP tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang akan dipusatkan; dan
  3. dilampiri surat pernyataan bahwa administrasi penjualan diselenggarakan secara terpusat pada tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang.


Pasal 5

(1) Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) menerbitkan :
  1. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, dalam hal pemberitahuan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; atau
  2. Surat Pemberitahuan Penolakan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, dalam hal pemberitahuan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang mulai berlaku untuk masa pajak berikutnya setelah tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan.


Pasal 6

(1) Dalam hal terdapat penambahan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang akan dipusatkan atau pengurangan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dipusatkan, Pengusaha Kena Pajak yang telah mendapatkan persetujuan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah.
(2) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak telah mendapatkan persetujuan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pengusaha Kena Pajak dapat memilih tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang lain sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang baru dan wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah.
(3) Pemberitahuan perubahan Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sejak masa pajak dimulainya pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang.
(4) Jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku apabila Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang secara permanen tidak lagi melakukan aktivitas usaha.
(5) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi persyaratan :
  1. memuat nama, alamat, dan NPWP tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang;
  2. memuat nama, alamat, dan NPWP tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang akan dipusatkan; dan
  3. dilampiri surat pernyataan bahwa administrasi penjualan diselenggarakan secara terpusat pada tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang.
(6) Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menerbitkan :
  1. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang baru, dalam hal pemberitahuan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5); atau
  2. Surat Pemberitahuan Penolakan Perubahan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, dalam hal pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Persetujuan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang baru mulai berlaku untuk masa pajak berikutnya setelah tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a diterbitkan.


Pasal 7

Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 6 ayat (1), dan Pasal 6 ayat (2) tidak disetujui, Pengusaha Kena Pajak dapat menyampaikan kembali pemberitahuan secara tertulis dengan melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau Pasal 6 ayat (5).


Pasal 8

(1) Pengusaha Kena Pajak yang telah melaksanakan pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang pencabutan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang kepada Kepala Kantor Wilayah.
(2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum masa pajak dimana Pengusaha Kena Pajak tidak lagi menginginkan tempat-tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang dipusatkan, dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat-tempat Pengusaha Kena Pajak terdaftar yang semula dipusatkan.
(3) Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pencabutan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang.


Pasal 9

(1) Pengusaha Kena Pajak yang telah melaksanakan pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang dapat memperpanjang atau tidak memperpanjang jangka waktu pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang dan harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah.
(2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum batas waktu persetujuan pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang berakhir.
(3) Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang baru.
(4) Dalam hal batas waktu paling lama 2 (dua) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan Pengusaha Kena Pajak tidak menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dianggap tidak memperpanjang jangka waktu pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang.
(5) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat menyampaikan kembali pemberitahuan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang dalam jangka waktu setelah 2 (dua) tahun sejak Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang berakhir.
(6) Persetujuan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang baru mulai berlaku untuk masa pajak berikutnya setelah tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan.


Pasal 10

(1) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (6), atau Pasal 9 ayat (3) Kepala Kantor Wilayah tidak menerbitkan :
  1. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang; atau
  2. Surat pemberitahuan penolakan pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang, atau surat pemberitahuan penolakan perubahan pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang,
maka pemberitahuan dari Pengusaha Kena Pajak dianggap disetujui, dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang harus diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu dimaksud berakhir.
(2) Persetujuan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang mulai berlaku untuk masa pajak berikutnya setelah jangka waktu 14 hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (6), atau Pasal 9 ayat (3) berakhir.


Pasal 11

Surat Keputusan tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (6) huruf a, Pasal 9 ayat 3, dan Pasal 10 ayat (1) huruf a berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak masa pajak dimulainya pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang.


Pasal 12

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang mengadministrasikan Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang dapat melakukan pemeriksaan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang telah melaksanakan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui bahwa Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi syarat lagi untuk melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada Kepala Kantor Wilayah.
(3) Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pencabutan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang berlaku mulai masa pajak berikutnya setelah dikeluarkannya surat keputusan pencabutan.


Pasal 13

Bentuk formulir :
  1. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (6) huruf a, Pasal 9 ayat (3), dan Pasal 10 ayat (1) huruf a adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  2. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pencabutan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 12 ayat (3) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  3. Surat Pemberitahuan Penolakan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Surat Pemberitahuan Penolakan Perubahan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) huruf b adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  4. Contoh Surat Pemberitahuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  5. Contoh Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dan Pasal 6 ayat (5) huruf c adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  6. Contoh Surat Pemberitahuan Penambahan dan/atau Pengurangan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan pada lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  7. Contoh Surat Pemberitahuan Perubahan Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah sebagaimana ditetapkan pada lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  8. Contoh Surat Pemberitahuan Perpanjangan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; dan
  9. Contoh Surat Pemberitahuan Pencabutan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan pada lampiran IX Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 14

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku :
  1. penetapan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-128/PJ./2003 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih Sebagai Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Bagi Wajib Pajak Selain yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya;
  2. terhadap permohonan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-128/PJ./2003 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih Sebagai Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Bagi Wajib Pajak Selain yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar yang belum diberi keputusan sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, permohonan Pengusaha Kena Pajak dianggap sebagai pemberitahuan pemusatan yang disampaikan tanggal 1 April 2010 dan diproses dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  3. penetapan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak yang diadministrasikan di Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak Madya sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, dinyatakan tetap berlaku sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut; dan
  4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-128/PJ./2003 tentang Penetapan satu Tempat atau Lebih Sebagai Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Bagi Wajib Pajak Selain yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 15

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku mulai tanggal 1 April 2010.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Maret 2010
DIREKTUR JENDERAL

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911
Lampiran...

SPT Masa PPN Baru, Berlaku Masa April 2010

Seiring akan berlakunya ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM mulai 1 April 2010 serta telah terbitnya aturan-aturan pelaksana dari UU Nomor 42 Tahun 2009 ini, maka mekanisme pelaporan SPT Masa PPN juga mengalami beberapa penyempurnaan. Penyempurnaan aturan tentang SPT Masa PPN serta mekanisme dan tata cara pelaporannya ini ditetapkan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010 dan disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-43/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010.
Penggunaan SPT Masa PPN yang disesuaikan dengan PER-14/PJ/2010 ini mulai digunakan untuk pelaporan SPT Masa PPN Masa Pajak April 2010.
Apakah otomatis SPT Masa PPN mulai April 2010 berubah dan SPT Masa PPN formulir 1107 yang digunakan saat ini sudah tidak dapat dipakai lagi?

SPT Masa PPN yang ditetapkan dalam PER-14/PJ/2010 ini, sebenarnya masih menggunakan formulir 1107 yang selama ini kita kenal. Tidak ada perubahan atas formulir SPT Masa PPN 1107. Yang mengalami perubahan hanyalah petunjuk pengisian SPT yang pada beberapa bagian, data yang diisikan disesuaikan dengan ketentuan baru UU PPN. Antara lain yaitu:
  1. Adanya penambahan Pengusaha Kena Pajak yang dapt mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Masukan.
  2. Ketentuan yang mengatur mengenai PKP yang hanya dapat mengajukan restitusi pada akhir tahun buku.
  3. Ketentuan yang mengatur mengenai penambahan objek baru yang dikenakan PPN, yaitu ekspor BKP Tidak Berwujud dan ekspor JKP.
  4. Ketentuan tentang pembatalan penyerahan JKP (sehubungan dengan Nota Pembatalan).
  5. Tata Cara pelaporan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
  6. Ketentuan mengenai Faktur Pajak, seperti tidak adanya Faktur Pajak Sederhana, penomoran Faktur Pajak, pelaporan dokumen tertentu yang dipersamakan dengan Faktur Pajak, dan pelaporan Faktur Pajak atas penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri.
  7. Ketentuan mengenai penyetoran dan pelaporan SPT Masa PPN.
  8. Perubahan contoh-contoh untuk menyesuaikan dengan ketentuan baru UU PPN.
  9. Penambahan 1 (satu) lampiran baru berupa Daftar Rincian Penyerahan Barang Kena Pajak kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri.

Jumat, 26 Maret 2010

Aturan Pelaksana Tentang Nota Retur dan Nota Pembatalan

Saat ini melalui UU PPN yang baru, mekanisme pengembalian Barang Kena Pajak (BKP) atau pembatalan transaksi Jasa Kena Pajak (JKP) yang sebelumnya telah dibuatkan Faktur Pajak diatur secara lebih jelas. Apalagi dalam ketentuan UU PPN yang baru ini, dikenal lagi adanya pembatalan penyerahan JKP yang sebelumnya telah diterbitkan Faktur Pajak dan telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Mekanisme pengembalian BKP atau Pembatalan penyerahan JKP umumnya kita kenal melalui pembuatan Nota Retur.

Aturan pelaksana dan petunjuk teknis mengenai tata cara pembuatan Nota Retur dan Nota Pembatalan (istilah untuk retur JKP) saat ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2010 tanggal 18 Maret 2010.

Kamis, 25 Maret 2010

Peraturan Dirjen Pajak tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak

Inilah yang ditunggu-tunggu para Pembaca Setia Tax Learning, ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembuatan Faktur Pajak telah diterbitkan. Ketentuan pelaksana dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 yang mengatur mengenai mekanisme pembuatan Faktur Pajak, bentuk Faktur Pajak, Pembetulan atau Penggantian dan Pembatalan Faktur Pajak telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010. Peraturan ini disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010.
Dengan keluarnya aturan ini, menjadi jelaslah bagaimana jenis dan bentuk faktur pajak serta bagaimana tata cara pembuatan faktur pajak.

Dengan aturan yang baru ini, maka mulai 1 April 2010 Faktur Pajak hanya terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu Faktur Pajak dan Faktur Pajak Gabungan.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Faktur Pajak harus dibuat pada saat:
-penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau jasa Kena Pajak (JKP);
-penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP;
-penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
-PKP menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN.

Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.

Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dan pengisiannya sesuai dengan Tata Cara Pengisian Keterangan pada Faktur Pajak, dipersamakan dengan Faktur Pajak. Oleh sebab itu saat ini dimungkinkan bagi PKP untuk membuat Faktur Penjualan yang sekaligus juga sebagai Faktur Pajak.

Saat ini tidak ada ketentuan bagaimana bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak, karena ini semua diserahkan untuk disesuaikan dengan kepentingan PKP. Seperti sebelumnya pengadaan formulir Faktur Pajak juga dilakukan sendiri oleh PKP.

Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, benar dan sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak. Apabila tidak memenuhi ini maka akan dianggap sebagai Faktur Pajak cacat.

Ketentuan ini telah diubah dan diperbaharui dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010 tanggal 31 Desember 2010.

Rabu, 24 Maret 2010

Perubahan Ketentuan Piutang yang Dapat Dikurangkan Sebagai Biaya

Menteri Keuangan kembali mengubah ketentuan mengenai Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto yang sebelumnya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009. Perubahan ketentuan ini ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 tanggal 9 Maret 2010.



Artikel Terkait:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009