..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Minggu, 05 Januari 2025

Petunjuk Teknis Pembuatan Faktur Pajak Sebagai Pelaksana Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024

Sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Bab IV Pasal 4 angka 2 Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), maka sejak 1 Januari 2025 tarif PPN telah naik menjadi 12%. Namun karena kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang kurang baik serta adanya masukan dari berbagai pihak kepada Pemerintah untuk menunda kenaikan tarif PPN ini, maka melalui pertimbangan dan konsultasi dengan DPR, akhirnya Pemerintah menetapkan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% hanya akan diterapkan untuk Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong Mewah yang dikenai PPnBM. Penetapan kenaikan tarif PPN menjadi 12% ini telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tanggal 31 Desember 2024.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 tanggal 3 Januari 2025 mengenai petunjuk teknis pembuatan Faktur Pajak dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024.

Faktur Pajak dan Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah yang dikenai PPnBM sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 PMK 131 Tahun 2024 dan penyerahan Barang Kena Pajak (selain yang tergolong Mewah) serta Jasa Kena Pajak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 PMK 131 Tahun 2024 wajib untuk membuat Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Ketentuan teknis mengenai pembuatan Faktur Pajak dan Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025.

Faktur Pajak dan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak ini wajib diisi secara benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dimana harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
  1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. jenis barang atau jasa, jumlah harga atau penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak dan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak meliputi:
  1. nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;
  2. nama, alamat, dan NPWP atau Nomor Induk Kependudukan (NIK), bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
  4. nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 UU PPh.
Ketentuan Pembuatan Faktur Pajak Untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran Kepada Pembeli Konsumen Akhir

Untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang merupakan pedagang eceran yang melakukan penyerahan kepada pembeli dengan karakteristik sebagai konsumen akhir, maka PKP pedagang eceran ini dapat membuat Faktur Pajak yang tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.

Dikecualikan dari ketentuan bagi PKP pedagang eceran yang melakukan penyerahan kepada konsumen akhir, untuk tetap harus mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dalam Faktur Pajak yang dibuatnya, meliputi:

Barang Kena Pajak tertentu, yaitu:
  1. angkutan darat berupa kendaraan bermotor;
  2. angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau yacht;
  3. angkutan udara berupa pesawat terbang, helicopter, dan/atau balon udara;
  4. tanah dan/atau bangunan; dan
  5. senjata api dan/atau peluru senjata api; dan
Jasa Kena Pajak tertentu, yaitu:
  1. jasa penyewaan angkutan darat berupa kendaraan bermotor;
  2. jasa penyewaan angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau yacht;
  3. jasa penyewaan angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau balon udara; dan
  4. jasa penyewaan tanah dan/atau bangunan,
Ketentuan Pembuatan Faktur Pajak Dalam Masa Transisi

Faktur Pajak dan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang dibuat sejak tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Maret 2025 untuk Impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak (selain yang tergolong Mewah), penyerahan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak sesuai ketentuan Pasal 3 PMK 131 Tahun 2024, yang mencantumkan:
  1. Dasar Pengenaan Pajak dari harga jual/penggantian/nilai Impor sepenuhnya dan tarif 12%; atau
  2. Dasar Pengenaan Pajak dari harga jual/penggantian/nilai Impor sepenuhnya dan tarif 11%,
dianggap telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PER-1/PJ/2025, yaitu telah diisi secara benar, lengkap dan jelas sesuai dengan ketentuan.

Atas kelebihan pemungutan PPN karena pencantuman Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar 12%, berlaku ketentuan:
  1. pihak terpungut meminta pengembalian kelebihan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Kena Pajak penjual; dan
  2. berdasarkan permintaan pengembalian dari pihak terpungut, Pengusaha Kena Pajak penjual melakukan pembetulan atau penggantian Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang dibuat sejak tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Maret 2025, yang belum mencantumkan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) PMK 131 Tahun 2024 (yaitu besarnya DPP yang dihitung sebesar 11/12 dari harga jual), tetapi telah memuat keterangan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dianggap telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PER-1/PJ/2025, yaitu telah diisi secara benar, lengkap dan jelas sesuai dengan ketentuan.

Ketentuan Pembuatan Faktur Pajak Untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah

Untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang merupakan pedagang eceran yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah kepada pembeli dengan karakteristik sebagai konsumen akhir, atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. mulai tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan tanggal 31 Januari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual; dan
  2. mulai tanggal 1 Februari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa harga jual.
Penghitungan PPN tersebut di atas, tidak berlaku untuk penyerahan BKP yang tergolong mewah berupa BKP tertentu dan JKP tertentu yang diatur dalam Pasal 3 ayat (3) PER-1/PJ/2025, yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran.

Masa berlaku ketentuan PER-1/PJ/2025

PER-1/PJ/2025 berlaku mulai tanggal ditetapkan yaitu 3 Januari 2025.
(c) 05012025 syafrianto.blogspot.com

Kamis, 02 Januari 2025

Ringkasan Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Tentang Tarif PPN 12% - Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024

Mulai 1 Januari 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebesar 12%.

Formula perhitungan PPN dengan tarif 12% adalah 12% x Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dengan perincian DPP sebagai berikut:
  1. Untuk Barang Kena Pajak (BKP) Barang Mewah yang dikenai PPnBM, DPP adalah: harga jual atau nilai impor
  2. Untuk Barang Kena Pajak (BKP) selain Barang Mewah dan Jasa Kena Pajak (JKP), DPP adalah berupa nilai lain: 11/12 x harga jual, nilai impor atau penggantian
Sehingga formula perhitungan PPN adalah menjadi:
  1. Untuk Barang Kena Pajak (BKP) Barang Mewah yang dikenai PPnBM, formulanya adalah: 12% x harga jual atau nilai impor
  2. Untuk Barang Kena Pajak (BKP) selain Barang Mewah dan Jasa Kena Pajak, Formulanya adalah: 12% x 11/12 x harga jual, nilai impor atau penggantian
Catatan: untuk pengenaan PPN atas BKP selain Barang Mewah dan JKP dengan DPP berupa nilai lain 11/12 x harga jual, nilai impor atau penggantian ini tidak berlaku untuk transaksi yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan khusus untuk pengenaan PPN yang:
  1. menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain yang ketentuannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan secara tersendiri; dan
  2. besaran tertentu yang ketentuannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana yang diatur dalam PMK 131 Tahun 2024 ini adalah merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

Masa Peralihan dalam menghitung PPN tarif 12% untuk Untuk Barang Kena Pajak (BKP) Barang Mewah yang dikenai PPnBM atas penyerahan yang dilakukan oleh PKP kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir berlaku ketentuan:
  1. mulai 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Januari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara: 12% x Dasar Pengenaan Pajak (berupa nilai lain sebesar 11/12 x harga jual); dan
  2. mulai tanggal 1 Februari 2025, dihitung dengan cara: 12% x Dasar Pengenaan Pajak berupa harga jual atau nilai impor.

Contoh Kasus

1.Transaksi Penjualan Barang Mewah Mulai 1 Februari 2025

Kasus:
Tanggal 2 Februari 2025 PT Lapak Tax Learning (PKP) menjual 1 unit tas mewah merek “eLVie” kepada Ny. Ayu seharga Rp 100.000.000 maka perhitungan PPN-nya adalah sebagai berikut.

Perhitungan:
PPN = 12% x DPP (Harga Jual)
PPN = 12% x Rp 100.000.000
PPN = 12.000.000

2. Barang Mewah yang Dikenai PPnBM Mulai 1 Januari 2025 s.d. 31 Januari 2025

Kasus:
Tanggal 1 Januari 2025 PT Lapak Tax Learning (PKP) menjual 1 unit tas mewah merek “eLVie” kepada Ny. Indah seharga Rp 100.000.000 maka perhitungan PPN-nya adalah sebagai berikut.

Perhitungan:
PPN = 12% x DPP (berupa Nilai Lain)
PPN = 12% x (11/12 x Harga Jual)
PPN = 12% x (11/12 x Rp 100.000.000)
PPN = 11.000.000

3.Transaksi Penjualan BKP selain Barang Mewah

Kasus:
Tanggal 25 Januari 2025 PT Lapak Tax Learning (PKP) menjual 2 dus air mineral merek “Air Minum” kepada PT Kantor Megah seharga Rp 100.000. Maka perhitungan PPN-nya adalah sebagai berikut.

Perhitungan:
DPP = 11/12 x Harga Jual
DPP = 11/12 x Rp 100.000
DPP = 91.666,67

PPN = 12% x DPP
PPN = 12% x 91.666,67
PPN = 11.000

4.Transaksi Penyerahan JKP

Kasus:
Tanggal 25 Januari 2025 PT Tax Learning (PKP) menyerahkan jasa pelatihan PMK 131 Tahun 2024 kepada CV Belajar Pajak seharga Rp 10.000.000. Maka perhitungan PPN-nya adalah sebagai berikut.

Perhitungan:
DPP = 11/12 x Harga Jual
DPP = 11/12 x Rp 10.000.000
DPP = 9.166.666,67

PPN = 12% x DPP
PPN = 12% x 9.166.666,67
PPN = 1.100.000

Catatan Tambahan Dari Penulis:
Di dalam PMK 131 Tahun 2024 ini tidak pernah mengatur mengenai mekanisme penerbitan Faktur Pajak dan Kode Transaksi atas penerbitan Faktur Pajak transaksi ini (karena memang teknis mengenai Faktur Pajak dan administrasinya diatur di Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Menteri Keuangan), maka Penulis menggunakan logika hukum dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang selama ini mengatur mengenai Faktur Pajak yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2022 untuk menentukan Kode Transaksi untuk Pembuatan Faktur Pajak. Sehingga Kode Transaksi untuk Faktur Pajak atas transaksi yang diatur di PMK 131 Tahun 2024 ini adalah menggunakan kode transaksi:
  1. Kode Transaksi 01 untuk transaksi impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) Barang Mewah yang dikenai PPnBM mulai 1 Februari 2025.
  2. Kode Transaksi 04 untuk transaksi impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) Barang Mewah yang dikenai PPnBM mulai 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Januari 2025, transaksi penyerahan Barang Kena Pajak selain Barang Mewah yang dikenai PPnBM, transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak.
(c)02012025 syafrianto.blogspot.com

Rabu, 01 Januari 2025

Pemberlakuan Tarif PPN 12% Pada Tanggal 1 Januari 2025

Mulai 1 Januari 2025, tarif PPN ditetapkan naik menjadi 12%. Sesuai dengan amanat dari Bab IV Pasal 4 angka 2 Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang menetapkan bahwa tarif PPN yaitu sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% ini diumumkan oleh Presiden Prabowo pada tanggal 31 Desember 2024 petang, setelah melakukan rapat tutup tahun dengan Menteri Keuangan beserta jajarannya di Kementerian Keuangan, Jakarta.

Dalam pengumumannya tersebut, Presiden Prabowo menegaskan bahwa setelah berkoordinasi dengan DPR RI, maka pada hari ini (31 Desember 2024) pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat berada, masyarakat mampu. Berikut ini adalah cuplikan video pengumuman kenaikan tarif PPN oleh Presiden Prabowo yang disiarkan oleh Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden.



Penjelasan Tentang Kenaikan Tarif PPN 12% oleh Menteri Keuangan

Selanjutnya Menteri Keuangan memberikan penjelasan teknis dan detail mengenai kenaikan tarif PPN menjadi 12% sebagaimana yang telah diumumkan oleh Presiden Prabowo sebelumnya. Penjelasan Menteri Keuangan, Sri Mulyani dapat disaksikan pada cuplikan video berikut ini.



Peraturan Menteri Keuangan tentang Kenaikan Tarif PPN 12%

Sebagai peraturan pelaksanaannya, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 (PMK 131 Tahun 2024) tanggal 31 Desember 2024 tentang Perlakukan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean. Dalam PMK 131 Tahun 2024 ini diatur antara lain:

Atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha terutang PPN yang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa:
  1. Untuk impor Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak di Dalam Daerah Pabean atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), DPP adalah berupa harga jual atau nilai impor.
  2. Untuk Barang Kena Pajak selain yang tergolong mewah, Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, DPP adalah berupa nilai lain. Nilai lain ini dihitung sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari nilai impor, harga jual atau penggantian
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana yang disebut pada angka 1 dan 2 di atas adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

Ketentuan yang diatur dalam PMK 131 Tahun 2024 ini tidak berlaku untuk Pengusaha Kena Pajak yang memungut, menghitung dan menyetorkan PPN dengan:
  1. menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain yang ketentuannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan secara tersendiri; dan
  2. besaran tertentu yang ketentuannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir, atas penyerahan Barang Kena Pajak untuk yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. mulai 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Januari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara: 12% x Dasar Pengenaan Pajak (berupa nilai lain sebesar 11/12 x harga jual); dan
  2. mulai tanggal 1 Februari 2025, dihitung dengan cara: 12% x Dasar Pengenaan Pajak berupa harga jual atau nilai impor.
Ringkasan ketentuan yang diatur di PMK 131 Tahun 2024 dapat dibaca di sini.
(c)01012025 syafrianto.blogspot.com

Selasa, 31 Desember 2024

Era Coretax Pengkreditan Pajak Masukan Hanya Dapat Dilakukan Di Bulan Faktur Pajak Diterbitkan dan Tidak Dapat Dikreditkan Di Tiga Masa Pajak Berikut?

Sistem PPN di Indonesia mengenal metode pengkreditan pajak. Ketika Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pembelian Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) akan dikenakan (dipungut) PPN oleh pihak PKP Penjual, ini yang dinamakan sebagai Pajak Masukan. Ketika melakukan penjualan PKP ini akan memungut PPN atas tagihan penjualan yang diterbitkan kepada pihak pembeli (konsumen). PPN yang dipungut ini yang dinamakan sebagai Pajak Keluaran. Pada setiap masanya, PKP ini memiliki kewajiban untuk menyetorkan PPN yang telah dipungutnya dari konsumen dengan terlebih dahulu memperhitungkan (mengurangkan) Pajak Masukan yang berhubungan dengan Pajak Keluaran dan memenuhi syarat untuk dapat dikreditkan. Proses ini yang disebut sebagai proses pengkreditan Pajak Masukan.

Ketentuan yang berlaku selama ini (sesuai Pasal 9 ayat (2) dan ayat (9) UU PPN) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum dilakukan pemeriksaan. Petunjuk pelaksanaan dari Pasal 9 ayat (2) dan ayat (9) UU PPN ini diatur lebih lanjut pada Pasal 62 ayat (1) PMK 18/PMK.03/2021 dan Pasal 63 ayat (1) PMK 18/PMK.03/2021.

Jadi selama ini berlaku ketentuan bahwa Pajak Masukan yang diperoleh dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama atau dapat dikreditkan pada pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Masukan tersebut. Sebagai contoh (seperti yang dicontohkan pada Lampiran XV PMK 18/PMK.03/2021), untuk Faktur Pajak Masukan yang diterbitkan oleh PKP Penjual pada tanggal 8 Agustus 2021 dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak Agustus 2021, atau Masa Pajak September 2021, Masa Pajak Oktober 2021, dan paling lambat Masa Pajak November 2021.

Ketentuan Baru Mengenai Jangka Waktu Pengkreditan Pajak Masukan

Sejak 1 Januari 2025, PKP yang akan mengkreditkan Faktur Pajak Masukan, hanya dapat mengkreditkan Faktur Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Masukan oleh pihak PKP Penjual. Prosedur pengkreditan Pajak Masukan yang baru ini diatur dalam Pasal 375 ayat (1) PMK 81 Tahun 2024 bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Kemudian pada Pasal 376 ayat (1) PMK 81 Tahun 2024 yang menegaskan bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 375 ayat (1), yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukanya dipersamakan dengan Faktur Pajak, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dibuat.

Dari Pasal 376 ayat (1) PMK 81 Tahun 2024 ini dapat kita lihat perbedaan pengaturan dengan ketentuan yang selam ini berlaku (PMK 18/PMK.03/2021 dan PMK 18/PMK.03/2021) yaitu untuk Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya untuk paling lama 3 (tiga) Masa Pajak adalah hanya dibatasi untuk Pajak Masukan yang berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

Pada Pasal 470 PMK 81 Tahun 2024 menegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang tidak sama yang dicontohkan pada Lampiran huruf WWW (halaman 547) PMK 81 Tahun 2024 ini.

Artinya bahwa mulai 1 Januari 2025, Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak (selain dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak) hanya dapat dikreditkan pada Masa Pajak sesuai dengan Masa Pajak Faktur Pajak Masukan tersebut diterbitkan.

Dan perlu menjadi perhatian bagi Para Pembaca Setia Tax Learning bahwa ketentuan ini berlaku mulai 1 Januari 2025, artinya semua Faktur Pajak yang diterbitkan di tahun pajak 2024, hanya dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya untuk paling lama 3 (tiga) Masa Pajak, paling lambat hanya dapat dilakukan untuk Masa Pajak Desember 2024. Jadi misalkan Faktur Pajak Masukan yang terbit di Masa Pajak November 2024, hanya dapat dikreditkan di Masa Pajak November 2024 dan Masa Pajak Desember 2024. Untuk Faktur Pajak Masukan yang terbit di Masa Pajak Desember 2024, hanya dapat dikreditkan di Masa Pajak Desember 2024 saja.
(c)31122024 http://syafrianto.blogspot.com

Rabu, 25 Desember 2024

Implementasi Awal Sistem Coretax DJP - Wajib Pajak Dapat Login di Akun Coretax Lebih Awal

Pagi ini, 24 Desember 2024, Direktorat Jenderal Pajak telah membuka akses bagi Wajib Pajak untuk dapat melakukan login ke Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) yang dalam istilah Bahasa Inggris dinamakan sebagai Core Tax Administration System (CTAS) atau lebih dikenal sebagai Coretax DJP.

Rencananya Coretax DJP yang akan diluncurkan (launching) di 1 Januari 2025 ini, telah dapat diakses oleh Wajib Pajak melalui tautan berikut: https://coretaxdjp.pajak.go.id/identityproviderportal/Account/Login selama masa praimplementasi (implementasi awal). Masa praimplementasi Coretax DJP ini telah dilakukan sejak tanggal 16 Desember 2024 hingga 31 Desember 2024. Pada hari ini, 24 Desember 2024, para Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk menjajal Coretax DJP ini dengan terlebih dahulu melakukan reset password dan menambahkan passphrase yang kelak akan berfungsi sebagai tanda tangan digital dalam sistem Coretax DJP.

Langkah-Langkah Login dan Mengatur Ulang Kata Sandi di Sistem Coretax DJP

  1. Coretax DJP ini dapat diakses oleh Wajib Pajak yang telah memiliki akun di DJP Online. Caranya adalah dengan masuk ke tautan: https://coretaxdjp.pajak.go.id/identityproviderportal/Account/Login
  2. Lalu masukkan "ID Pengguna", yaitu berupa NIK atau NPWP 16 digit. Sebenarnya dalam petunjuk di menu login disebutkan bahwa pada kolom ID Pengguna ini dapat diinput kode angka untuk NIK, NPWP, NITKU Identitas khusus untuk ILAP (Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lainnya) atau Lembaga Keuangan. Namun ketika penulis mencoba untuk menggunakan NPWP lama format 15 digit, proses login gagal. Jadi disarankan kepada para Pembaca Setia Tax Learning yang akan Login ke Coretax DJP ini agar menggunakan NIK 16 digit.
  3. Kemudian masukkan kata sandi (password) yang biasanya digunakan untuk akun Wajib Pajaknya di DJP Online.
  4. Pada kolom "Pemilihan Bahasa" disediakan 2 pilihan Bahasa yaitu Bahasa Indonesia (id-ID) dan Bahasa Inggris (en-US). Pilihlah bahasa yang ingin digunakan.
  5. Kemudian masukkan kode CAPTCHA lalu klik tombol "Login"
  6. Selanjutnya akan muncul layar berikut yaitu untuk mengatur ulang (reset) password. Pilihlah pada bagian Tujuan Konfirmasi, sebagai sarana bagi Sistem Coretax DJP ini untuk mengirimkan tautan (link) reset passwordnya, apakah ke alamat email atau nomor handphone yang terdaftar di akun DJP Online. Pilih salah satu sarana komunikasi ini dengan cara memberi pilihan (tick) pada lingkaran untuk "Surat Elektronik" (email) atau "Nomor Gawai" (nomor handphone). Kemudian masukkan kode CAPTCHA dan beri tanda centang (check mark) pada kotak di bagian "Pernyataan". Lalu klik tombol "Kirim".
  7. Selanjutnya cek email atau pesan pada handphone (dimana media yang telah dipilih pada langkah nomor 6 di atas). Lalu klik tautan (link) yang ada pada pesan yang telah dikirimkan oleh DJP ke email atau pesan pada handphone.
  8. Maka akan diarahkan ke laman untuk mengubah password. Masukkan password baru (yang dilanjutkan dengan mengkonfirmasi password baru tersebut) dan passphrase (yang dilanjutkan juga dengan mengkonfirmasi passphrase tersebut). Pastikan bahwa password dan passphrase tidak boleh sama. Ketentuan Password minimal 8 karakter dimana karakternya minimal terdapat 1 huruf kapital, 1 huruf kecil, 1 karakter angka dan 1 karakter khusus (simbol).

  9. Kemudian masukkan kode CAPTCHA lalu klik tombol "Simpan" atau "Save". Maka Password Anda telah diubah dan dapat login ke akun Coretax DJP.
Catatan:
Pada langkah ke-8, dimana ada menu untuk menginput passphrase, akan muncul untuk pengaktifan akun Wajib Pajak Orang Pribadi. Sedangkan untuk akun Wajib Pajak Badan dan Instansi Pemerintah, tidak akan muncul opsi untuk menambahkan passphrase, namun setelah login ke akun Coretax DJP nya, maka diminta agar Wajib Pajak memastikan bahwa data profil Wajib Pajak termasuk penanggung jawab (Person in Charge/PIC) telah sesuai dan penanggung jawab dapat login ke Coretax DJP. Jika penanggung jawab belum sesuai, maka Wajib Pajak dapat memperbaharui data profil dan penanggung jawab melalui Coretax DJP mulai tanggal 1 Januari 2025.

Menu Akun Coretax DJP Wajib Pajak yang ditampilkan selama masa implementasi awal hingga 31 Desember 2024 ini masih terbatas dan hanya ditampilkan menu Profil Wajib Pajak saja (seperti tampak pada gambar di bawah ini). Setelah 1 Januari 2025, menu lengkap baru akan muncul.