..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Selasa, 04 Oktober 2011

Bentuk dan Isi SPT Tahunan PPh Bagi WP Bidang Usaha Hulu Migas

Ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-28/PJ/2010 tanggal 19 September 2011 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan/atau Gas Bumi.

Dalam ketentuan ini, diatur mengenai bagaimana bentuk dan pengisian SPT Tahunan PPh Bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha hulu Migas.

Formulir SPT Tahunan PPh yang digunakan oleh Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha hulu Migas adalah sesuai dengan formulir SPT Tahunan PPh umum sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2010 dan melampirkan keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk:
-Financial Quarterly Report untuk periode terakhir Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
-Bukti penyetoran Pajak Penghasilan.

Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang usaha hulu minyak dan/atau gas bumi wajib mengisi Lampiran Khusus Penghitungan Pajak Penghasilan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas, Lampiran Khusus Rincian Biaya dalam rangka Kontrak Kerja Sama Migas, dan Lampiran Khusus Daftar Penyusutan dalam Rangka Kontrak Kerja Sama Migas, sesuai dengan Lampiran I, II dan III PER-28/PJ/2011 ini.

Artikel:
PPh atas Penghasilan Kontrak Kerja Sama Migas Diturunkan

Rabu, 28 September 2011

Persiapan Menghadapi Sensus Pajak Nasional bagi Orang Pribadi

Sebagaimana telah dijelaskan pada artikel sebelumnya, dalam melakukan pengumpulan data, petugas sensus pajak akan melakukan teknik wawancara sesuai dengan sejumlah data/pertanyaan yang telah tercantum dalam Formulir Isian Sensus (FIS). FIS ini dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu FIS yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dari orang pribadi dengan menggunakan formulir FIS-DJP.01 dan FIS yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dari badan dengan menggunakan formulir FIS-DJP.02.

Dalam mengumpulkan data perpajakan melalui Sensus Pajak Nasional ini, Direktorat Jenderal Pajak melakukan pendekatan sensus pada lokasi objek bangunan atau lokasi usaha dimana Subjek Pajak berusaha. Jadi bisa saja dalam pelaksanaan sensus ini, satu orang subjek pajak disensus beberapa kali karena memiliki lokasi usaha atau tempat tinggal di beberapa daerah yang berbeda.

Formulir Isian Sensus untuk Orang Pribadi

Pertanyaan yang akan diajukan oleh petugas sensus berdasarkan FIS untuk Orang Pribadi terdiri dari:

A. Subjek Pajak Sensus (Identitas)
Pada bagian ini terdiri dari 15 pertanyaan mengenai identitas dan pemenuhan kewajiban perpajakan rensponden dalam pemenuhan kewajiban pendaftaran sebagai Wajib Pajak dan penyampaian SPT Tahunan. Pertanyaan yang harus dijawab responden pada bagian A ini adalah:
-Nama (sesuai dengan KTP) dan gelar. Untuk data nama, wajib diisikan pada FIS ini.
-Tempat/tanggal lahir. Data ini wajib diisi.
-Jenis kelamin. Data ini wajib diisi.
-Alamat tempat tinggal (sesuai dengan KTP). Data ini wajib diisi.
-Nomor pelanggan PLN. Bagi responden yang memiliki lebih dari satu ID pelanggan, maka data yang diisikan untuk pertanyaan ini cukup salah satu nomor ID pelanggan.
-Nomor telepon
-Nomor handphone
-Nomor Faksimile
-Email
-Kewarganegaraan (data ini wajib diisi). Bagi responden yang kewarganegaraannya adalah WNA, maka harus mengisikan negara asalnya. Pada pertanyaan nomor ini, juga dimintakan data nomor identitas (data ini wajib diisi). Kartu identitas dapat berupa KTP/Paspor/KITAS
-WP Terdaftar (data ini wajib diisi). Pertanyaan ini adalah menanyakan mengenai apakah responden telah mendaftarkan diri/terdaftar memiliki NPWP. Apabila jawaban untuk nomor ini adalah “Ya”, maka wajib diisikan NPWP milik responden yang bersangkutan.
-Menyampaikan SPT Tahunan (data ini wajib diisi). Apabila responden telah memiliki NPWP (WP terdaftar) dan telah/pernah menyampaikan SPT Tahunan, maka pada kolom Tahun Pajak Terakhir diisi dengan tahun pajak terakhir dari SPT Tahunan yang disampaikan tersebut.
-PKP terdaftar (data ini wajib diisi).
-Kedudukan (data ini wajib diisi). Khusus untuk data ini diisi oleh petugas sensus.
-Alamat korespondensi. Data ini wajib diisi apabila alamat tempat tinggal responden saat ini tidak sama dengan alamat yang tertera pada KTP yang digunakan untuk mengisi pertanyaan nomor 4 di atas.

B. Lokasi Sensus (Tempat Tinggal/Usaha)
Pada bagian ini terdiri dari 6 pertanyaan dengan nomor dimulai dari nomor 16 sampai dengan nomor 21. Pertanyaan yang ditanyakan pada bagian B ini adalah yang berkaitan dengan bangunan tempat petugas sensus mendatangi responden pada saat sensus dilakukan. Pertanyaan yang harus dijawab responden pada bagian B ini adalah:
-Status (data ini wajib diisi). Pertanyaan ini adalah menyangkut status kepemilikan bangunan/lokasi yang ditempati oleh responden pada saat petugas sensus datang melakukan sensus.
-Ada kegiatan membangun sendiri (data ini wajib diisi). Pertanyaan ini adalah sehubungan dengan kegiatan melakukan pembangunan yang dilakukan sendiri oleh responden atas bangunan yang digunakan oleh responden pada saat petugas sensus mendatangi responden. Yang termasuk kriteria kegiatan membangun sendiri di sini adalah pembangunan baru atau renovasi atas bangunan tersebut dengan luas lebih dari 300 m2.

Untuk pertanyaan nomor 18 sampai dengan nomor 21 diisi apabila status kepemilikan bangunan yang disensus tersebut (jawaban pada pertanyaan nomor 16) adalah sewa.
-Nama pemilik (data ini wajib diisi), nama pemilik yang diisikan pada pertanyaan ini adalah nama pemiliki apabila pemilik bangunan individu (orang pribadi) atau nama perusahaan/badan apabila pemilik bangunan yang disensus adalah badan.
-Nomor identitas. Nomor identitas yang dimaksudkan di sini adalah NPWP atau Nomor KTP apabila pemilik bangunan yang disensus adalah individu, atau NPWP apabila pemilik bangunan yang disensus adalah badan.
-Alamat Tempat tinggal. Pertanyaan nomor 21 ini diisi dengan alamat tempat tinggal pemilik/yang menyewakan bangunan yang disensus.
-Pembayaran PPh atas persewaan tanah dan/atau bangunan. Untuk pertanyaan ini diisi dengan ada atau tidaknya dilakukan pembayaran PPh serta pihak mana (penyewa atau pemilik bangunan yang disewakan) melakukan pembayaran PPh atas sewa bangunan tersebut.

C. Kondisi Subjek Pajak Sensus (Kegiatan Usaha)
Pada bagian ini terdiri dari 5 (lima) pertanyaan dengan nomor dimulai dari nomor 22 sampai dengan nomor 26. Pertanyaan yang ditanyakan pada bagian C ini adalah yang berkaitan dengan status perkawinan dan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan responden, kegiatan usaha yang dilakukan oleh responden, serta penghasilan yang diperoleh responden. Pertanyaan yang harus dijawab responden pada bagian C ini adalah:
-Status (data ini wajib diisi), yang dimaksud status pada pertanyaan ini adalah status perkawinan bagi responden.
-Tanggungan (data ini wajib diisi). Jumlah tanggungan yang dimaksud dalam pertanyaan ini adalah jumlah anggota keluarga yang benar-benar ditanggung oleh responden (bukan jumlah tanggungan berdasarkan PTKP sebagaimana diatur dalam UU PPh). Anggota keluarga yang ditanggung meliputi anak, orang tua, saudara, dan tanggungan lainnya.
-Sumber penghasilan (data ini wajib diisi). Sumber penghasilan diisi berdasarkan jenis penghasilan seluruhnya yang diterima oleh responden. Sumber penghasilan berdasarkan pertanyaan ini terbagi menjadi: penghasilan dari pekerjaan, penghasilan dari usaha, penghasilan dari modal/investasi, penghasilan lainnya (penghasilan lainnya seperti dari MLM, komisi dan lainnya). Khusus untuk sumber penghasilan dari pekerjaan swasta, responden harus memilih salah satu jabatan apakah pengurus, manager atau pegawai. Sedangkan pada bagian sumber penghasilan dari usaha, terdapat kotak KLU (Klasifikasi Lapangan Usaha) ini diisi oleh petugas sensus.
-Sumber penghasilan dan Jumlah Penghasilan Kotor per Bulan (data ini wajib diisi). Pada bagian ini responden diminta untuk mengisi jumlah penghasilan kotor yang diterima per bulan. Jumlah penghasilan dibagi menjadi 7 range (lapis): yaitu 0 s.d. 10 juta, 11 juta s.d. 25 juta, 26 juta s.d. 50 juta, 51 juta s.d. 100 juta, 101 juta s.d. 200 juta, 201 juta s.d. 400 juta, serta di atas 400 juta.
-Jumlah karyawan (data ini wajib diisi). Karyawan yang dimaksud adalah karyawan yang bekerja pada responden.
Pada bagian ini terdapat juga terdapat 3 kolom untuk ditandatangani oleh responden, petugas sensus dan ketua UPS (atasan petugas sensus).

D. Alamat Sensus
Bagian ini diisi oleh petugas sensus apabila alamat lokasi sensus tidak ada dalam peta blok.

Kendala Informasi yang Harus Diberikan Kepada Petugas Sensus

Setelah mempelajari seluruh daftar pertanyaan sensus, mungkin ada 1 (satu) pertanyaan yang dapat menimbulkan penafsiran berbeda dari responden maupun petugas sensus, yaitu pertanyaan nomor 25, Penghasilan kotor per bulan. Penghasilan kotor yang dimaksudkan di sini adalah Penghasilan Bruto atau Peredaran Usaha atau omzet, yaitu jumlah pendapatan yang diterima oleh responden sebelum dikurangi dengan HPP maupun biaya-biaya.

Selain itu, apabila responden yang disensus juga memiliki lokasi usaha lainnya di luar tempat sensus, maka apakah penghasilan kotor yang dilaporkan di sini hanya meliputi penghasilan kotor di cabang tempat sensus atau penghasilan keseluruhan yang diterima responden (dari seluruh cabang usaha).


Dokumen Yang Harus Dipersiapkan Dalam Menghadapi Sensus Pajak Bagi Orang Pribadi

Guna menghadapi sensus pajak nasional, maka dokumen dan data yang harus dipersiapkan oleh orang pribadi adalah:
  1. KTP atau identitas lainnya seperti Paspor atau KITAS
  2. Kartu NPWP
  3. Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (apabila sudah PKP)
  4. Kartu/Nomor Pelanggan PLN
  5. SPT Tahunan PPh (hanya perlu mengingat tahun terakhir penyampaian SPT).
  6. SPPT PBB
  7. Nama dan identitas pemilik bangunan lokasi sensus, apabila status responden sebagai pihak yang menyewa bangunan tersebut
  8. Data penghasilan kotor per bulan atas seluruh penghasilan yang diterima responden


Tips Menghadapi Sensus Pajak Nasional

Bagi Pembaca Setia Tax Learning yang didatangi oleh petugas sensus pajak, penulis menyarankan perlu berhati-hati supaya tidak ditipu oleh petugas sensus pajak gadungan. Berikut beberapa tips untuk menghadapi petugas sensus:
  1. Petugas sensus selalu dilengkapi dengan Surat Tugas yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak daerah setempat dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan SPN. Mintalah untuk diperlihatkan Surat Tugasnya.
  2. Petugas sensus selalu mengenakan rompi dan topi yang bertuliskan sensus pajak nasional, tanda pengenal (name tag).
  3. Dalam satu tim sensus pajak pasti ada orang dari Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan memiliki tanda pengenal dari DJP.
  4. Apabila masih meragukan tim sensus yang mendatangi Pembaca Setia Tax Learning, maka segera telepon ke Kantor Pelayanan Pajak daerah setempat atau ke Kring Pajak 500200.
  5. Pertanyaan yang diajukan oleh petugas sensus hanya sebatas yang ada dalam Formulir Isian Sensus (FIS) dan tidak akan lebih dari itu.
  6. Jangan sekali-kali memberikan fotokopi dokumen-dokumen yang diminta, karena petugas sensus hanya bertugas mewawancara dan mengumpulkan data dari hasil wawancara. Tidak ada data fisik yang harus dikumpulkan petugas sensus.
  7. Hasil wawancara akan dituangkan dalam FIS, setelah selesai wawancara, responden diminta untuk menandatangani FIS. Sebelum menandatangani, telitilah kembali apakah isian dalam FIS telah sesuai dengan hasil wawancara.
  8. Petugas sensus dibekali dengan stiker SPN, setelah sensus selesai, mereka akan menempelkan stiker ini sebagai tanda telah dilakukan sensus.

(c)http://syafrianto.blogspot.com 28092011

Selasa, 27 September 2011

Apa Yang Harus Dilakukan Untuk Menghadapi Sensus Pajak Nasional

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan memulai pelaksanaan Sensus Pajak Nasional (SPN) pada tanggal 30 September 2011. Kegiatan pada tahap pertama SPN ini akan dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan. Selanjutnya tahap kedua akan dilaksanakan selama tahun 2012. Seminggu sebelum pelaksanaan SPN ini DJP telah mengawalinya dengan melakukan uji coba di 5 (lima) pusat perdagangan di Jakarta.

Sensus Pajak Nasional Menggunakan Teknik Wawancara

SPN adalah merupakan salah satu program penggalian potensi perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak, pencapaian target penerimaan perpajakan dan pengamanan penerimaan. SPN dilakukan melalui kegiatan pendataan objek pajak dalam rangka pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dengan cara mendatangi Subjek Pajak di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan pendataan untuk mengumpulkan data ini menggunakan Teknik Wawancara langsung kepada responden (dalam hal ini adalah subjek pajak). Wawancara yang dilakukan oleh petugas sensus adalah berdasarkan pertanyaan yang terdapat pada Formulir Isian Sensus (FIS).

Formulir FIS harus diisi oleh petugas sensus berdasarkan keterangan responden, kecuali apabila responden tidak dapat ditemui secara langsung. Apabila responden tidak dapat ditemui secara langsung, maka petugas sensus akan meninggalkan Formulir FIS di lokasi sensus untuk diisi oleh responden dan akan diambil kembali pada waktu yang telah ditentukan oleh petugas sensus.

Sehingga untuk menghadapi kegiatan SPN ini, para Pembaca Setia Tax Learning harus mempersiapkan dokumen dan data yang dibutuhkan untuk diisikan pada FIS.

Jenis Formulir FIS

Formulir FIS yang digunakan dalam kegiatan FIS ini terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
  1. Formulir FIS-DJP.01, yaitu formulir yang digunakan untuk kategori Orang Pribadi; dan
  2. Formulir FIS-DJP.02, yaitu formulir yang digunakan untuk kategori Badan.

Petugas sensus yang mengisi data dari responden pada Formulir FIS ini harus mengisi dengan huruf balok dan tinta berwarna hitam. Bagian pada Formulir FIS yang berwarna abu-abu (warna lebih gelap) diisi langsung oleh Supervisor selaku ketua Unit Pelaksana Sensus.

Data dan Informasi Yang Diminta Dalam Sensus Pajak Nasional

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dalam SPN ini, data dan pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam SPN ini secara garis besar terbagi terbagi menjadi 4 (empat) Bagian pertanyaan (baik untuk Orang Pribadi maupun Badan), yaitu:
  1. Subjek Pajak Sensus (Identitas)
  2. Lokasi Sensus (Tempat Tinggal/Usaha)
  3. Kondisi Subjek Pajak Sensus (Kegiatan Usaha)
  4. Alamat Sensus (bagian ini diisikan oleh petugas sensus).

Rincian selengkapnya mengenai pertanyaan-pertanyaan dalam Formulir FIS yang jawabannya perlu disiapkan oleh responden akan penulis bahas pada artikel berikutnya.

Artikel Terkait:
Peraturan Menteri Keuangan tentang Sensus Pajak
(c)http://syafrianto.blogspot.com 27092011

Senin, 26 September 2011

Pengenaan PPh Untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah

Saat ini transaksi kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip syariah sudah semakin berkembang. Kegiatan usaha yang telah menerapka prinsip syariah saat ini sudah meliputi kegiatan perbankan syariah, asuransi syariah, obligasi atau surat utang syariah (sukuk), instrument pasar modal syariah, reksadana syariah, serta kegiatan transaksi lainnya yang pelaksanaannya berdasarkan prinsip syariah.

Prinsip syariah adalah suatu prinsip hukum agama Islam dalam kegiatan perekonomian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang mewakili kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Yang membedakan antara kegiatan dengan transaksi yang berdasarkan sistem konvensional dan transaksi yang berdasarkan prinsip syariah adalah pada kegiatan usaha yang berbasiskan syariah, harus memenuhi prinsip: kehalalan produk, kemaslahatan bersama, menghindari spekulasi, dan riba.

Dengan adanya perbedaan prinsip antara kegiatan usaha dengan sistem konvensional dengan kegiatan usaha yang berbasiskan syariah, maka akan menyebabkan adanya perlakuan perpajakan yang berbeda. ketentuan pajak mengatur secara khusus atas kegiatan usaha yang berbasis syariah. Dengan adanya perbedaan perlakuan ini, maka pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan kegiatan usaha berbasis syariah. Aturan pelaksana dari PP Nomor 25 Tahun 2009 ini dijabarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2011 tanggal 19 Agustus 2011 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah.

Definisi

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2011 menegaskan beberapa istilah yang mendapat perlakuan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan ini, yaitu:
  1. Perusahaan Syariah adalah lembaga keuangan di luar Bank yang melakukan kegiatan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
  2. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan dari usaha Perusahaan Syariah berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
  3. Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan Syariah sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.
  4. Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan Syariah sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang yang disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
  5. Wakalah bil Ujrah adalah pelimpahan kuasa oleh satu pihak (al muwakkil) kepada pihak lain (al wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan (ujrah).
  6. Murabahah adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya (harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran dengan harga lebih sebagai laba
  7. Salam adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati para pihak.
  8. Istishma’ adalah akad pembiayaan untuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustahni’) dan penjual (pembuat, shani’) dengan harga yang disepakati bersama oleh para pihak.
  9. Mudharabah adalah kegiatan pendanaan yang dilakukan melalui akad kerja sama antara Perusahaan Syariah dan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), dimana penyandang dana (shahibul maal) membiayai 100% (seratus persen modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang tidak ditentukan oleh Perusahaan Syariah (Mudharabah Mutlaqah) atau untuk proyek yang ditentukan Perusahaan Syariah (Mudharabah Muqayyadah), dan keuntungan usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
  10. Mudharabah Musyatarakah adalah kegiatan pendanaan yang dilakukan melalui akad kerja sama antara Perusahaan Syariah dan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), dimana penyandang dana dan Perusahaan Syariah selaku pengelola dana (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerja sama investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
  11. Musyarakah adalah kegiatan pendanaan yang dilakukan melalui akad kerja sama antara Perusahaan Syariah dan pihak lain untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad.

Kegiatan Usaha

Ketentuan usaha pembiayaan yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah meliputi:
  1. Sewa Guna Usaha, yang dilakukan berdasarkan Ijarah atau Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
  2. Anjak Piutang, yang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.
  3. Pembiayaan Konsumen, yang dilakukan berdasarkan Murabahah, Salam, atau Istishna’.
  4. Usaha Kartu Kredit yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.
  5. Kegiatan pembiayaan lainnya yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.

Kegiatan sewa guna usaha yang dilakukan berdasarkan prinsip Ijarah sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas diperlakukan sama dengan kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease).

Kegiatan sewa guna usaha yang dilakukan berdasarkan prinsip Ijarah Muntahiyah Bittamlik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sama dengan kegiatan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease).

Perlakukan PPh atas Kegiatan Usaha Syariah

Ketentuan mengenai penghasilan, biaya dan pemotongan atau pemungutan pajak dari kegiatan usaha pembiayaan yang dilakukan Perusahaan Syariah berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam UU PPh.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Perusahaan dari:
-Sewa Guna Usaha yang dilakukan berdasarkan Ijarah, dikenai PPh sesuai ketentuan pengenaan PPh atas sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease); dan
- Sewa Guna Usaha yang dilakukan berdasarkan Ijarah Muntahiyah Bittamlik dikenai PPh atas sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease).

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Perusahaan dari:
-kegiatan usaha anjak piutang yang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah berupa keuntungan atau imbalan; dan
-kegiatan pembiayaan konsumen yang dilakukan berdasarkan akad Murahabah, Salam, atau Istishna’ berupa margin keuntungan atau laba,
dikenai PPh sesuai ketentuan pengenaan PPh atas bunga.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Perusahaan Syariah dari kegiatan usaha kartu kredit yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah berupa fee atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun dikenai PPh sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU PPh.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Perusahaan Syariah dari kegiatan usaha pembiayaan lainnya yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah berupa fee atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun dikenai PPh sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU PPh.

Pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penyandang dana (shohibul maal) dari kegiatan pendanaan pada Perusahaan Syariah dengan akad Mudharabah, Mudharabah Musytarakah, atau Musyarakah berupa keuntungan dan/atau bagi hasil, dikenai PPh sesuai ketentuan pengenaan PPh berupa bunga.

Perusahaan dapat membebankan biaya sesuai dengan:
-ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh, termasuk keuntungan dan/atau bagi hasil yang dibayarkan atau terutang oleh Perusahaan Syariah kepada penyandang dana (shohibul maal); dan
-jumlah yang diperjanjikan dalam akad berdasarkan Prinsip Syariah.

Perlakuan PPh atas Pengalihan Harta atau Sewa Harta
Dalam hal terdapat transaksi pengalihan harta atau sewa harta yang wajib dilakukan untuk memenuhi Prinsip Syariah yang mendasari kegiatan pembiayaan oleh Perusahaan Syariah berlaku ketentuan sebagai berikut:
1.Transaksi pengalihan harta dari pihak ketiga yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi Prinsip Syariah dalam rangka kegiatan pembiayaan oleh Perusahaan Syariah tidak termasuk dalam pengertian pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam UU PPh.
2.Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas maka pengalihan harta tersebut dianggap pengalihan harta langsung dari pihak ketiga kepada Nasabah Perusahaan, yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Artikel Terkait:
PPh atas Kegiatan Usaha Berbasis Syariah

Jumat, 23 September 2011

Peraturan Menteri Keuangan tentang Sensus Pajak Nasional

Saat ini Direktorat Jenderal Pajak sedang melaksanakan Sensus Pajak Nasional. Guna mengatur ketentuan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional ini, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2011 tanggal 12 September 2011 tentang Sensus Pajak Nasional.

Latar Belakang Dilakukan Sensus Pajak Nasional

-Dalam rangka pendataan objek pajak sesuai ketentuan UU PBB dan untuk memperluas basis pajak, maka perlu dilakukan pengumpulan data berbasis objek pajak.
-Kegiatan pengumpulan data ini harus dilakukan melalui sensus pajak nasional.

Definisi

Sensus Pajak Nasional merupakan salah satu program penggalian potensi perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak, pencapaian target penerimaan perpajakan dan pengamanan penerimaan negara. Sensus pajak nasional diselenggarakan melalui kegiatan pendataan objek pajak dalam rangka pengumpulan data perpajakan.

Pelaksana Sensus Pajak Nasional

Penyelenggaran Sensus Pajak Nasional ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan dapat bekerja sama dengan pihak lain.

Dalam melakukan sensus pajak nasional ini, Menteri Keuangan membentuk tim sensus pajak nasional yang terdiri dari:
-tim pada tingkat pusat;
-tim pada tingkat kantor wilayah; dan
-tim pada tingkat kantor pelayanan pajak.

Guna mendukung pelaksanaan tugas tim sensus pajak nasional ini, Direktur Jenderal Pajak dapat menggunakan tenaga non Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak untuk jangka waktu tertentu.

Cara Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional

Sensus Pajak Nasional dilakukan dengan cara mendatangi subjek pajak di lokasi subjek pajak. Lokasi subjek pajak yang dimaksudkan di sini adalah domisili, tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat kedudukan dari subjek pajak.

Penyelenggaraan Sensus Pajak Nasional dilakukan di seluruh Wilayah Indonesia yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.

Ketentuan mengenai pedoman teknis dari kegiatan sensus pajak nasional ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Tindak Lanjut dari Kegiatan Sensus Pajak Nasional

Data perpajakan yang diperoleh dari hasil penyelenggaraan sensus pajak nasional, ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Petunjuk Pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan 149/PMK.03/2011

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2011 telah dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan yang bersifat lebih teknis yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2011 tanggal 27 September 2011 tentang Pedoman Teknis Sensus Pajak Nasional.


Download:
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2011
-Formulir Isian Sensus Pajak Nasional untuk Orang Pribadi - Alternatif download klik di sini.
-Formulir Isian Sensus Pajak Nasional untuk Badan