..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Selasa, 06 Desember 2022

Aturan Pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan - PPN

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Wajib Pajak mendapatkan panduan tentang pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), karena pada tanggal 2 Desember 2022, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 terdiri dari 33 Pasal dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 2 Desember 2022, mengatur ketentuan pelaksanaan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 terdiri dari 38 Pasal dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 12 Desember 2022, mengatur ketentuan Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean

Untuk aturan pelaksanaan untuk Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan Pajak Penghasilan (PPh) akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang terpisah. Silakan simak aturan pelaksanaan untuk kedua jenis ketentuan perpajakan ini di blog Tax Learning ini pada artikel selanjutnya.

Bagi Anda yang ingin mendapatkan:

- PP Nomor 44 Tahun 2022, silakan DOWNLOAD DI SINI.

- PP Nomor 49 Tahun 2022. silakan DOWNLOAD DI SINI.

Selasa, 08 November 2022

Situs Resmi Ditjen Pajak Pagi Ini Down

Sebagian besar Wajib Pajak yang pagi ini (8 November 2022 sekitar pukul 10.00 WIB) mencoba melakukan akses situs resmi pajak.go.id,  menemukan bahwa situs yang diaksesnya muncul gambar sebagai berikut.


Sehingga ramai di media sosial pertanyaan yang diajukan terkait dengan situs resmi Ditjen Pajak yang tidak dapat diakses ini atau muncul notifikasi seperti pada gambar di atas.

Penulis mencoba menelusuri ke pihak Ditjen Pajak, dan diperoleh informasi bahwa memang pada pagi ini situs Ditjen Pajak ini sedang dalam pemeliharaan (maintenance).

Hal ini juga sebagaimana konfirmasi yang disampaikan oleh akun resmi Ditjen Pajak di twitter yaitu @DitjenPajakRI.


 

Jadi bagi para Pembaca Setia Tax Learning yang pagi ini bermaksud melaksanakan kewajiban perpajakan dengan mengakses situs djp online, akan mengalami kendala dan gangguan ini. Jadi dimohon untuk bersabar menunggu hingga situs ini selesai diperbaiki.

Update News:

Sebagai tambahan informasi, bahwa pada pukul 10.52, penulis mencoba untuk mengakses situs pajak.go.id dan tampaknya situs ini sudah dapat diakses secara normal kembali, namun untuk situs djponline.pajak.go.id yang masih tidak dapat diakses.

Kamis, 22 September 2022

Kumpulan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Tahun 2022

Berikut ini adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang diterbitkan selama tahun 2022 yang mengatur ketentuan pelaksanaan dari peraturan perpajakan.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-12/PJ/2022
Tanggal 09 September 2022
Klasifikasi Lapangan Usaha
Lampiran:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-05/PJ/2022
Tanggal 24 Mei 2022
Bentuk dan Isi Nota Penghitungan, Surat Ketetapan Pajak, serta Surat Tagihan Pajak

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-03/PJ/2022 --> Telah Diubah dengan PER-11/PJ/2022
Tanggal 31 Maret 2022
Faktur Pajak


Kembali ke Menu KUMPULAN KETENTUAN PERPAJAKAN

Kamis, 01 September 2022

Ketentuan Pencantuman Alamat Pembeli Pada Faktur Pajak

Ketentuan Untuk Pembeli Yang Melakukan Pemusatan Tempat Terutang PPN

Mulai hari ini 1 September 2022, bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang akan membuat Faktur Pajak untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) kepada PKP yang melakukan pemusatan tempat terutang PPN, perlu memperhatikan hal-hal baru yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-11/PJ/2022, terutama untuk ketentuan pencantuman alamat pembeli pada Faktur Pajak.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sebelum 1 April 2022, atas penyerahan (baca: penjualan) BKP/JKP kepada Pembeli yang melakukan pemusatan tempat terutang PPN, maka alamat pembeli yang dicantumkan pada Faktur Pajak harus mencantumkan alamat pusat (alamat pemusatan PPN terutang). Namun ketentuan mengenai pencantuman alamat pembeli pada Faktur Pajak mengalami perubahan yang signifikan sejak 1 April 2022 ketika diberlakukannya Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-03/PJ/2022. Sejak 1 April 2022 atas penyerahan (baca: penjualan) BKP/JKP kepada Pembeli yang merupakan PKP yang dilakukan pemusatan tempat PPN terutang di KPP Wajib Pajak Besar, KPP Khusus dan KPP Madya (baca: alamat pemusatan/pusat), namun BKP/JKP dimaksud dikirimkan/diserahkan ke tempat PPN terutang yang dipusatkan (baca: alamat tempat yang dipusatkan/cabang), maka alamat pembeli yang dicantumkan pada Faktur Pajak harus menggunakan alamat cabang tempat barang tersebut dikirimkan/diserahkan.

Ketentuan Pencantuman Alamat Pembeli Sejak 1 September 2022

Sejak 1 September 2022, ketentuan tentang pencantuman alamat ini mengalami perubahan kembali seperti sebelum 1 April 2022 kecuali untuk penyerahan ke kawasan tertentu. Ketentuan mengenai pencantuman alamat pembeli sejak 1 September 2022 adalah atas penyerahan BKP/JKP ke PKP yang melakukan pemusatan tempat terutang PPN, maka pihak penjual yang melakukan penyerahan harus menerbitkan Faktur Pajak dengan mencantumkan alamat pembeli adalah alamat pemusatannya (alamat pusat), kecuali atas penyerahan BKP/JKP kepada pembeli yang melakukan pemusatan tempat terutang PPN, yang BKP/JKP-nya dikirimkan/diserahkan ke cabang (tempat PPN dipusatkan) yang berada di tempat tertentu (yaitu kawasan berikat dan kawasan bebas) yang mendapatkan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketentuan pencantuman alamat pembeli harus menggunakan alamat cabang, dimana PKP Pembeli adalah merupakan PKP yang melakukan pemusatan tempat terutang PPN (alamat pusat) dan barang dikirimkan/diserahkan ke alamat tempat PPN terutang dipusatkan (alamat cabang) syaratnya adalah sebagai berikut:
  1. pembeli adalah merupakan PKP yang melakukan pemusatan di KPP Wajib Pajak Besar, KPP Khusus, dan KPP Madya
  2. BKP/JKP dikirimkan ke tempat terutang PPN dipusatkan (alamat cabang) yang berada di tempat/kawasan tertentu yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut; dan
  3. penyerahannya mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut.


Contoh Kasus 1:
Pengusaha Kena Pajak PT Aneka Jual Produk melakukan melakukan transaksi penjualan BKP kepada PT Selalu Beli Barang (yang merupakan PKP yang terdaftar di KPP Madya Tangerang dengan NPWP 01.234.567.8-415.000, yang melakukan pemusatan tempat terutang PPN di KPP Madya Tangerang). BKP ini dikirimkan ke alamat cabang PT Selalu Beli Barang di Jalan Pulobuaran No. 88 Kawasan Industri Pulogadung, Kec. Cakung, Jakarta Timur (merupakan kawasan berikat) yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Cakung Satu dengan NPWP 01.234.567.8-004.001. Atas penyerahan BKP ke PT Selalu Beli Barang ini mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut.

Dengan demikian PT Aneka Jual Produk harus membuat Faktur Pajak atas transaksi ini dengan mencantumkan identitas pembeli PT Selalu Beli Barang sebagai berikut:
  1. nama disi dengan nama PT Selalu Beli Barang (sesuai yang terdaftar di pusat/KPP Madya Tangerang)
  2. NPWP disi dengan NPWP PT Selalu Beli Barang yang terdaftar di pusat/KPP Madya Tangerang, yaitu 01.234.567.8-415.000
  3. alamat diisi dengan alamat PT Selalu Beli Barang cabang yaitu Jalan Pulobuaran No. 88 Kawasan Industri Pulogadung, Kec. Cakung, Jakarta Timur
Contoh Kasus 2:
Pengusaha Kena Pajak PT Aneka Jual Produk melakukan melakukan transaksi penjualan BKP kepada PT Suka Jaya Makmur (yang merupakan PKP yang terdaftar di KPP Madya Bekasi dengan NPWP 01.876.543.2-431.000, yang melakukan pemusatan tempat terutang PPN di KPP Madya Bekasi) dengan alamat Jalan Sersan Awan No. 7 Margaharu, Bekasi. BKP ini dikirimkan ke alamat cabang PT Suka Jaya Makmur di Jalan Tomang Raya No. 22, Cideng, Kec. Gambir Jakarta Pusat (bukan merupakan kawasan khusus dan tidak mendapatkan fasilitas PPN) yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan dengan NPWP 01.876.543.2-036.001.

Dengan demikian PT Aneka Jual Produk harus membuat Faktur Pajak atas transaksi ini dengan mencantumkan identitas pembeli PT Suka Jaya Makmur sebagai berikut:
  1. nama disi dengan nama PT Suka Jaya Makmur (sesuai yang terdaftar di pusat/KPP Madya Bekasi)
  2. NPWP disi dengan NPWP PT Selalu Beli Barang yang terdaftar di pusat/KPP Madya Bekasi, yaitu 01.876.543.2-431.000
  3. alamat diisi dengan alamat PT Suka Jaya Makmur pusat yaitu Jalan Sersan Awan No. 7 Margaharu, Bekasi
(c) 01092022 http://syafrianto.blogspot.com

Rabu, 13 Juli 2022

Perseroan Perorangan Diperlakukan Sebagai Wajib Pajak Badan

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), maka dalam dunia usaha dikenal ada 1 (satu) jenis badan usaha baru dari Perseroaan Terbatas yaitu Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sesuai ketentuan PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan (untuk Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).

Ketentuan lebih lanjut mengenai Perseroan Perorangan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil, mengatur mengenai perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang sebagai bagian dari perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil.

Sebenarnya Perseroan Perorangan yang baru ditetapkan dalam UU Ciptaker ini sudah dikenal di negara-negara lain selama ini. Di Amerika Serikat, Kanada dan Singapura selama ini menyebut perseroan perorangan ini sebagai Sole Proprietorship. Sedangkan di Inggris, dikenal sebagai Sole Trader. Di Vietnam perseroan perorangan ini dinamakan sebagai Private Enterprise. Dan di Belanda perseroan perorangan ini dikenal dengan nama Eenmanszaak. Walaupun demikian, Perseroan Perorangan yang diatur di UU Ciptaker ini memiliki perbedaan dengan jenis-jenis perseroan perorangan di negara-negara yang telah disebutkan di atas. Perbedaannya terletak ada:
  1. Perseroan perorangan menurut UU Ciptaker sebagaimana diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 8 Tahun 2021 memiliki konsep perseroan dengan tanggung jawab terbatas yang berbentuk badan hukum.
  2. Adanya pemisahan kekayaan pribadi dan perusahaan.

Persyaratan Mendirikan Badan Hukum Perseroan Perorangan
  1. Didirkan oleh 1 orang sebagai pemegang saham sekaligus sebagai direksi.
  2. Hanya bisa dimiliki oleh WNI atau Warga Negara Indonesia yang berusia paling rendah 17 tahun dan cakap hukum.
  3. Perseroan Perorangan adalah Perseroan yang didirikan oleh satu orang dengan modal kurang dari Rp 5 miliar (termasuk kategori kegiatan usaha mikro dengan modal sampai dengan Rp 1 miliar atau kategori kegiatan usaha kecil dengan modal antara Rp 1 miliar sampai dengan Rp 5 miliar).
 
MODAL

Perseroan Perorangan harus memiliiki modal paling banyak adalah hingga Rp 5 miliar. Modal dasar perseroan perorangan berasal dari kekayaan pendiri yang dipisahkan dan besarannya ditentukan berdasarkan keputusan pendiri. Modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh paling sedikit 25% yang dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah dan bukti dimaksud wajib disampaikan secara elektronik kepada Menkumham dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengisian pernyataan pendirian.

LAPORAN KEUANGAN

Setiap tahunnya Direksi perseroan perorangan diharuskan untuk membuat laporan keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut wajib dilaporkan kepada Menkumham dengan melakukan pengisian format isian penyampaian laporan keuangan secara elektronik paling lambat 6 (enam) bulan setelah akhir periode akuntansi berjalan.

KEWAJIBAN PERPAJAKAN

Hingga saat ini belum ada aturan pelaksana dari ketentuan perundang-undangan perpajakan yang mengatur khusus mengenai Perseroan Perorangan ini. Sehingga untuk memberikan penegasan lebih detil, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2022 tanggal 7 Juli 2022 tentang Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengenaan Pajak Penghasilan Bagi Perseroan Perorangan. Dalam SE-20/PJ/2022 ini ditegaskan perlakuan perpajakan untuk Perseroan Perorangan adalah sebagai berikut.

1. Pendaftaran dan Pemberian NPWP

Wajib Pajak Perseroan Perorangan merupakan subjek pajak badan. Perseroan Perorangan mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dengan mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis dengan dilampiri dokumen persyaratan berupa:
  1. fotokopi dokumen pendirian badan usaha, berupa akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahannya, yaitu sertifikat pendaftaran secara elektronik yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; dan
  2. dokumen yang menunjukkan identitas diri seluruh pengurus badan, yaitu bagi Perseroan Perorangan adalah fotokopi Kartu NPWP.
Pendaftaran NPWP secara elektronik ini dilakukan melalui:
  1. laman https://ptp.ahu.go.id/ atau
  2. laman https://ereg.pajak.go.id/, dalam hal penerbitan NPWP tidak berhasil dilakukan melalui laman https://ptp.ahu.go.id/. Pendaftaran pada laman ini dilakukan pada menu pendaftaran Perseroan Perorangan. Apabila menu pendaftaran Perseroan Perorangan ini belum tersedia, maka Wajib Pajak dapat menggunakan menu pendaftaran Wajib Pajak badan. Sedangkan untuk syarat pendaftaran Perseroan Perorangan berupa dokumen sertifikat pendaftaran secara elektronik dilakukan dengan memasukkan nomor dokumen sertifikat dimaksud pada elemen nomor dokumen pendirian.

2. Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh)

Perusahan Perseroan dikategorikan sebagai Wajib Pajak badan. Perusahaan Perseoran yang memiliki penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 (4,8 miliar Rupiah) dalam 1 tahun pajak dikenai PPh bersifat final sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 sebesar 0,5% dari peredaran bruto setiap bulannya. Tidak seperti untuk Wajib Pajak orang pribadi yang berhak untuk tidak dikenai PPh final atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000, maka pengenaan PPh Final untuk Perseroan Perorangan adalah dikenai atas seluruh peredaran usaha yang diterima selama 1 tahun pajak.

Dalam hal Perseroan Perorangan:
  1. tidak memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018; atau
  2. memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018 tetapi memilih untuk dikenai PPh berdasarkan tarif umum,
maka Perseroan Perorangan tersebut dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 31E UU PPh, yaitu Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif PPh bagi Wajib Pajak badan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar.

3. Kewajiban Pembukuan Untuk Tujuan Perpajakan

Seperti halnya Wajib Pajak badan lainnya, maka bagi Perusahaan Perorangan diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan walaupun Wajib Pajak Perusahaan Perorangan ini memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018.