..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Jumat, 17 Januari 2014

Tampilan Baru Blog Tax Learning

Sudah 6 (enam) tahun sejak tahun 2008 Blog Tax Learning online dan menampilkan artikel dan informasi terkini seputar perpajakan. Blog Tax Learning dibuat oleh penulis sebagai harapan dan cita-cita penulis untuk dapat memberikan sedikit ilmu dan pengetahuan yang dimiliki untuk disampaikan ke setiap orang dimanapun mereka berada yang memiliki kebutuhan akan informasi mengenai perpajakan di Indonesia.

Sebenarnya blog Tax Learning telah dibuat sejak 31 Agustus 2007, namun artikel pertama yang membahas tentang perpajakan baru diposting pada tanggal 1 Mei 2008. Sejak itu, secara berkala penulis selalu berusaha untuk menulis artikel di blog Tax Learning ini.

Akibat kurangnya pengetahuan penulis mengenai dunia web design, hosting dan segala hal yang berkaitan dengan internet, sehingga penulis memanfaatkan fasilitas blogging yang secara instant sudah tersedia dan tidak perlu harus mendalami ilmu seputar web dan internet. Sehingga penulis menggunakan fasilitas gratis yang diperoleh dari Blogger, Multiply dan situs upload dan share dokumen gratis Ziddu.

Seiring dengan perkembangan dunia internet, ternyata beberapa fasilitas gratis yang digunakan oleh penulis mengalami masalah, seperti situs tempat penulis meletakkan file-file yang dapat didownload oleh pembaca secara gratis ditutup (yaitu situs Multiply) atau situs yang telah dikomersialkan sedemikian rupa sehingga saat ini sangat banyak spam (yaitu situs Ziddu). Kedua situs ini menjadi permasalahan serius bagi para Pembaca Setia Tax Learning, karena menjadi terganggu ketika akan mendownload file yang telah penulis share (seperti file peraturan perpajakan atau file formulir perpajakan). Oleh sebab itu, saat ini penulis meminta maaf apabila para Pembaca Setia Tax Learning mengalami kendala atau gangguan akibat beberapa file yang telah penulis upload di kedua situs tersebut.

Mulai tahun 2014 ini, penulis berusaha untuk menyempurnakan blog Tax Learning ini, yaitu dengan cara memindahkan semua file yang telah penulis upload di situs Multiply dan Ziddu, ke situs Google Drive yang lebih mudah dan aman untuk diakses. Namun untuk melakukan pekerjaan ini adalah tidak mudah, karena dibutuhkan waktu ekstra untuk mencari file tersebut dan mengubah link akses di blog ini. Untuk itu, penulis juga meminta bantuan kepada para Pembaca Setia Tax Learning untuk menginformasikan file-file yang masih belum dapat didownload tersebut.

Selain itu, mulai 1 Januari 2014, penulis juga berusaha mengubah tampilan blog supaya menjadi lebih menarik. Walaupun template tampilan blog kali ini masih penulis dapatkan dari salah satu sumber secara gratis, namun diharapkan dengan tampilan baru ini akan memudahkan Pembaca Setia Tax Learning dalam mengakses blog ini. Penulis juga sangat berterima kasih apabila ada di antara Pembaca Setia Tax Learning yang bersedia mengajari penulis atau bahkan membantu men-design tampilan dari blog ini secara gratis supaya menjadi lebih menarik lagi.

Penulis juga meminta maaf apabila masih banyak iklan yang muncul di blog ini, karena iklan-iklan ini merupakan sumber bagi penulis untuk mengelola blog ini. Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan support dari para pembaca dan pengiklan di blog ini, sehingga hingga hari ini blog ini dapat tetap eksis dengan kunjungan setiap harinya rata-rata antara 800 hingga 1.200 page view.

Senin, 13 Januari 2014

Pemberitahuan Nomor Faktur Pajak Yang Tidak Terpakai

Sejak 1 April 2013, nomor Faktur Pajak tidak dapat ditetapkan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Untuk membuat Faktur Pajak, PKP harus mendapatkan Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP tersebut dikukuhkan. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 diatur bahwa Nomor Seri Faktur Pajak diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP tersebut dikukuhkan setelah mendapatkan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak dari PKP yang bersangkutan.

Ketentuan Nomor Faktur Pajak

Format Nomor Faktur Pajak yang ditetapkan oleh PER-24/PJ/2012 ini terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu:
-Kode Faktur Pajak yang terdiri dari 3 digit angka; dan
-Nomor Seri Faktur Pajak yang terdiri dari 13 digit angka.

Nomor Faktur Pajak yang akan diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak adalah untuk Nomor Seri Faktur Pajak yang terdiri dari 13 digit angka, sedangkan Kode Faktur Pajak ditetapkan sendiri oleh PKP sesuai dengan jenis transaksi yang dilakukan.

Pada format Nomor Seri Faktur Pajak yang terdiri dari 13 digit angka, pada angka digit keempat dan kelima adalah merupakan kode tahun penerbitan Faktur Pajak. Dalam Lampiran III huruf B nomor 3 c Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 ditegaskan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak.
Berdasarkan prosedur yang dijelaskan dalam Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-52/PJ/2012 Kantor Pelayanan Pajak akan memberikan Nomor Seri Faktur Pajak kepada PKP yang mengajukan permintaan dengan jumlah sebanyak:
-maksimal 75 nomor seri untuk PKP baru atau PKP yang melaporkan SPT secara manual/hardcopy; atau
-maksimal nomor seri faktur yang diberikan sebanyak 120% dari jumlah penerbitan Faktur Pajak selama 3 (tiga) bulan sebelumnya untuk PKP yang melaporkan SPT Masa PPN untuk masa pajak sebelumnya secara elektronik (e-SPT).

Apabila dalam suatu tahun pajak, nomor seri Faktur Pajak ini telah habis digunakan, maka PKP dapat mengajukan permintaan kembali Nomor Seri Faktur Pajak.

Nomor Seri Faktur Pajak yang Tidak Terpakai

Berdasarkan ketentuan mengenai Nomor Faktur Pajak yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak hanya dapat digunakan dalam tahun pajak yang sama dengan tahun pajak diberikannya Nomor Seri Faktur Pajak tersebut. Apabila Nomor Seri Faktur Pajak tersebut tidak habis digunakan dalam tahun pajak yang bersangkutan, maka Nomor Seri tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk tahun pajak berikutnya.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 yang menegaskan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan dalam suatu tahun pajak tertentu, tidak dapat digunakan lagi pada tahun pajak berikutnya dan harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan. Pelaporan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan ini dilakukan bersamaan dengan pelaporan SPT Masa PPN Masa Pajak Desember tahun pajak yang bersangkutan dan menggunakan formulir sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Lampiran IVF Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012.

Simpulan

Yang perlu diperhatikan oleh para Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan ketentuan penomoran Faktur Pajak yang baru ini adalah:

Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak, hanya dapat digunakan dalam tahun pajak sesuai dengan tahun pajak diberikannya Nomor Seri Faktur Pajak tersebut dari Kantor Pelayanan Pajak.

Nomor Seri Faktur Pajak yang tersisa yang masih belum terpakai hingga akhir tahun pajak, tidak boleh digunakan lagi pada tahun pajak berikutnya.

Atas Nomor Seri Faktur Pajak yang tersisa dan tidak terpakai ini, harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menggunakan format surat sesuai Lampiran IVF Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012. Pelaporan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak terpakai ini dilakukan bersamaan dengan saat pelaporan SPT Masa PPN Masa Pajak Desember tahun pajak yang bersangkutan.

Download:
Template Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak Tidak Terpakai (lampiran IVF) versi Word
(c)http://syafrianto.blogspot.com
 
Catatan:

Senin, 06 Januari 2014

Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar, PKP Dicabut?

Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013, maka batasan pengusaha yang wajib untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) berubah dari ketentuan sebelumnya adalah memperoleh Peredaran Bruto setahunnya di atas Rp 600 juta naik menjadi Rp 4,8 miliar. Dengan adanya kenaikan batasan ini tentunya akan berakibat bagi pengusaha yang memiliki Peredaran Bruto (omzet) setahunnya antara Rp 600 juta hingga Rp 4,8 miliar yang selama ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan memiliki kewajiban PPN, sejak 1 Januari 2014 seharusnya sudah tidak lagi diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Akibatnya banyak Pengusaha Kena Pajak yang telah terdaftar namun memiliki Peredaran Bruto yang masih di bawah Rp 4,8 miliar setahun menjadi ragu, apakah mereka tetap diwajibkan untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak ataukah sudah tidak diwajibkan lagi untuk menjadi seorang Pengusaha Kena Pajak. Akibatnya pertanyaan terkait dengan hal ini sering diterima oleh penulis beberapa saat terakhir ini. Untuk mengatasi kebingungan yang timbul di antara para Pembaca Setia Tax Learning ini, maka berikut akan diulas beberapa hal mengenai kewajiban pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Pencabutan PKP Karena Termasuk Sebagai Pengusaha Kecil

Dalam ketentuan PPN, dikenal adanya istilah Pengusaha Kecil. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 ditegaskan bahwa Pengusaha Kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan dalam rangka kegiatan usaha dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4,8 miliar.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 ditegaskan bahwa Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.

Oleh sebab itu, Pengusaha Kecil dengan peredaran bruto yang tidak lebih dari Rp 4,8 miliar tidak perlu mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Apabila dalam suatu kondisi, ternyata Pengusaha Kena Pajak memperoleh peredaran bruto dalam setahun tidak melebihi batasan untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (dalam hal ini mulai 1 Januari 2014 adalah sebesar Rp 4,8 miliar), maka berdasarkan ketentuan Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013, maka Pengusaha Kena Pajak ini dapat mengajukan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Dengan demikian, pencabutan pengukuhan PKP ini dapat dilakukan apabila Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan mengajukan permohonan pencabutan PKP.

Selain itu, pencabutan pengukuhan PKP juga dapat dilakukan apabila berdasarkan hasil verifikasi lapangan atau berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas pajak ternyata ditemukan fakta bahwa PKP tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Pengusaha Kecil dengan Peredaran Bruto Tidak Lebih dari Rp 4,8 Miliar Boleh Dikukuhkan PKP

Pengusaha yang dalam 1 (satu) tahun buku telah melakukan penyerahan dengan peredaran bruto yang melebihi Rp 4,8 miliar wajib mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Sedangkan bagi pengusaha yang melakukan penyerahan dengan peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 4,8 miliar (Pengusaha Kecil), sebagaimana yang telah diuraikan di atas, tidak diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Namun apabila Pengusaha Kecil dengan peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 4,8 miliar ini ingin dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013, Pengusaha Kecil ini diperbolehkan untuk mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Bagi Pengusaha Kecil yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka ia memiliki kewajiban PPN yang sama dengan Pengusaha Kena Pajak dengan peredaran bruto yang lebih dari Rp 4,8 miliar yaitu wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.

Bagi pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 dan ternyata peredaran bruto setahunnya masih di bawah Rp 4,8 miliar namun tetap ingin dikukuhkan sebagai PKP, maka pengusaha ini tidak perlu mengajukan permohonan pencabutan PKP, sehingga ia tetap memiliki kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(c) http://syafrianto.blogspot.com

Minggu, 05 Januari 2014

Kumpulan Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Tahun 2014

Berikut ini adalah daftar Pengumuman Yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat di bawahnya yang diterbitkan selama tahun 2014:

PENGUMUMAN DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN I NOMOR PENG-4/PJ.02/2014
Tanggal 23 Desember 2014
Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak

PENGUMUMAN DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN I NOMOR PENG-3/PJ.02/2014
Tanggal 19 Desember 2014
Syarat dan Ketentuan Pemberian Sertifikat Elektronik


Kembali ke Menu Kumpulan Peraturan Perpajakan

Jumat, 03 Januari 2014

Batasan Pengusaha Kena Pajak Naik Jadi Rp 4,8 Miliar

Dalam Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) diatur bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. Batasan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang mengharuskan Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah jumlah penyerahan (peredaran usaha/omzet) yang diperoleh dalam 1 tahun pajak.

Selama ini batasan yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 adalah omzet sebesar Rp 600 juta setahun, artinya bagi Wajib Pajak/Pengusaha dengan omzet Rp 600 juta atau kurang dalam setahun dikategorikan sebagai Pengusaha Kecil dan tidak diwajibkan untuk mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.

Mulai 1 Januari 2014, Pemerintah menaikkan batasan batasan untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) ini menjadi sebesar Rp 4.800.000.000 (4,8 miliar Rupiah) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tanggal 20 Desember 2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.

Jumlah Omzet sebesar Rp 4.800.000.000 ini adalah merupakan jumlah keseluruhan peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya selama 1 (satu) tahun buku. Sedangkan bagi orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku sebagaimana dimaksud di atas adalah tahun kalender.

Kewajiban Mendaftarkan Untuk Dikukuhkan PKP
Pengusaha wajib melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya telah melebihi Rp 4,8 miliar dan dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4,8 miliar.

Apabila kewajiban ini tidak dipenuhi oleh Pengusaha yang bersangkutan, maka Direktur Jenderal Pajak (dalam hal ini pihak Kantor Pelayanan Pajak) dapat melakukan pengukuhan PKP terhadap pengusaha tersebut secara jabatan. Apabila pengusaha dikukuhkan PKP secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk masa Pajak sebelum pengusaha tersebut dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak terhitung sejak saat peredaran brutonya melebihi Rp 4,8 miliar.

Pencabutan PKP
Apabila dalam suatu tahun pajak ternyata peredaran bruto yang diperoleh oleh Pengusaha Kena Pajak kurang dari Rp 4,8 miliar, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(c) http://syafrianto.blogspot.com

Artikel Terkait:
Pencabutan Pengukuhan PKP Secara Jabatan Atas Pengusaha Beromzet Kurang dari Rp 4,8 Miliar Setahun