Tanggal 14 Juli baru diperingati sebagai Hari Pajak di tahun 2018 ini. Penetapan Hari Pajak ini dilandasi dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017 tentang Penetapan Hari Pajak. Keputusan ini menetapkan bahwa tanggal 14 Juli 1945 ditetapkan sebagai Hari Pajak yang diperingati di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Dalam rangka memperingati Hari Pajak ini, maka setiap tanggal 14 Juli di seluruh unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan upacara bendera. Selain itu dapat juga diselenggarakan kegiatan berupa kegiatan olah raga, kegiatan seni, kegiatan sosial, dan/atau kegiatan lain yang dapat meningkatkan rasa kebanggaan terhadap tanah air Indonesia serta institusi Direktorat Jenderal Pajak, menguatkan rasa kebersamaan antar pegawai, serta memberikan nilai manfaat bagi para pemangku kepentingan.
Sejarah Hari Pajak
Dasar Direktur Jenderal Pajak menetapkan tanggal 14 Juli 1945 sebagai Hari Pajak setelah pada
bulan September 2017 Arsip Nasional RI membuka secara terbatas dokumentasi dokumen otentik BPUPKI-PPKI koleksi AK PRinggodigdo yang dirampas Belanda (Sekutu) ketika masuk Yogyakarta dan menangkap Bung Karno pada 1946. Berdasarkan penelusuran atas dokumen-dokumen ini menunjukkan bahwa sejarah pajak dimulai pada saat sidang BPUPKI.
Kata "Pajak" pertama kali disebut oleh Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dalam suatu sidang panitia kecil soal "KEUANGAN" dalam masa reses BPUPKI setelah pidato Soekarno yang dibacakan pada tanggal 1 Juni 1945 mengusulkan 5 butir usulan. Dari kelima usulan Radjiman tersebut, pada butir yang keempat disebutkan bahwa: "Pemungutan pajak harus diatur hukum".
Sebagaimana kita ketahui bahwa sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diawali dengan kekalahan Jepang dalam perang Pasifik sehingga pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan kelak setelah tercapai kemengangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Selanjutnya pada tanggal 1 Maret 1945 pemimpin pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yang dinamakan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dalam bahasa Jepang adalah Dokuritsu Junbi Cosakai.
BPUPKI melakukan sidang pembukaan pada tanggal 28 Mei 1945 dengan melantik para pejabatnya dan keesokan harinya, 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 dilakukan sidang pertama di gedung Chuo Sangi In (gedung Volksraad atau semacam lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda dan saat ini dikenal sebagai Gedung Pancasila yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 Jakarta). Sidang ini dilakukan dalam rangka merumuskan bentuk dan dasar negara Indonesia
Kemudian pada masa reses antara masa sidang pertama ke sidang kedua yang dilaksanakan kembali pada tanggal 10 Juli 1945, dibentuklah panitia kecil yaitu Panitia Sembilan guna menggodok berbagai masukan dan konsep yang telah dikemukan oleh para anggota BPUPKI dalam sidang pertama. Selama masa reses antara tanggal 2 Juni sampai dengan 9 Juli 1945 ini, berhasil dikumpulkan usul-usul dari anggota BPUPKI yang meliputi:
- Indonesia merdeka selekas-lekasnya
- Dasar negara
- Bentuk negara uni atau federasi
- Daerah negara Indonesia
- Badan perwakilan rakyat
- Badan penasihat
- Bentuk negara dan kepala negara
- soal pembelaan
- soal keuangan.
Kemudian dalam persidangan kedua dari tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan 17 Juli 1945, salah satu agendanya yaitu Panitia Kecil pada tanggal 12 Juli 1945 melakukan sidang yang membahas 3 pokok pembahasan, yaitu:
- Rapat Panitia Perancang UUD
- Rapat Bunkakai Keuangan dan Ekonomi
- Rapat Bunkakai Pembelaan
"Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang"
Kemudian pada tanggal 16 Juli 1945 rancangan Pasal 23 UUD ini dibahas khusus dengan merincinya sebagai sumber-sumber penerimaan utama negara dan menjadi isu utama dalam sidang.
Peran Kita Saat Ini Dalam Mengisi Kemerdekaan
Dari sejarah lahirnya pajak di Indonesia yang kita baca pada sekelumit kisah di atas, ini menandakan bahwa para Pendiri Bangsa kita dahulu telah mempersiapkan sedemikian rupa rancangan negara ini dan mereka juga telah memikirkan mekanisme pembiayaan negara ini yang berasal dari pajak. Sungguh suatu visioner yang cukup cemerlang para Pendiri Bangsa kita ini dalam mempersiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, saat ini kita sebagai generasi penerus dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, harus dapat menghargai perjuangan para Pendiri Bangsa kita yang telah merancangkan suatu bentuk negara yang sangat ideal untuk kita Bangsa Indonesia.
Dan perlu disadari bahwa kita segara generasi penerus, perlu tetap melanjutkan perjuangan para pendahulu kita tersebut dengan cara menjalankan dan melaksanakan segala yang telah dirancangkan pada saat pendirian negara kita ini. Salah satunya yaitu pengumpulan pajak. Sehingga saat ini yang paling nyata dapat kita lakukan sebagai Warga Negara Indonesia yang baik dalam melanjutkan perjuangan adalah melaksanakan tugas kita dalam membayar pajak sebagai salah satu amanat yang telah ditetapkan dalam merancang lahirnya Republik Indonesia.
Akhirnya penulis menyerukan kepada segenap Pembaca untuk dapat dengan sukarela dan patuh dalam melakukan tugas kita untuk mengisi kemerdekaan ini dengan cara membayar pajak yang benar.
Selamat Hari Pajak.
Depok, 14 Juli 2018
syafrianto.blogspot.com