..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Jumat, 25 Maret 2016

Yang Penting e-Filing

Sejak awal tahun 2016 ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah gencar mensosialisasikan pelaporan pajak secara online dengan website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) yang disebut sebagai e-Filing. Dengan menggunakan fasilitas e-Filing untuk melaporkan kewajiban SPT, Wajib Pajak diberi kemudahan karena pelaporannya dapat dilakukan dimana saja sepanjang dapat terhubung ke jaringan internet untuk mengakses situs e-Filing ini (https://djponline.pajak.go.id). Pelaporan dengan mengunakan e-Filing tidak dibatasi dengan jam kerja, artinya pelaporan pajak dapat dilakukan setiap saat baik hari libur maupun hari kerja dalam waktu 7 x 24 jam.

Wajib Pajak tidak perlu harus antri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan tidak perlu khawatir dengan jam kerja KPP (apalagi pada saat menjelang jatuh tempo pelaporan SPT). Memang terobosan DJP untuk mengaplikasikan pelaporan SPT yang berbasis online tanpa harus melalui Application Service Provider (ASP) adalah terobosan yang sangat cemerlang dan sangat membantu Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pelaporan SPT.

Untuk mensukseskan program pelaporan pajak melalui e-Filing ini, saat ini DJP sangat gencar dan antusias untuk menghimbau para Wajib Pajak yang akan menyampaikan SPT Tahunan (terutama SPT Tahunan PPh Orang Pribadi) agar menggunakan fasilitas e-Filing ini.

Namun sayangnya himbauan yang dilakukan oleh sebagian besar petugas di KPP kepada para Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan melaporkan SPT Tahunannya terkesan agak memaksakan. Ini pengalaman yang dilihat langsung oleh penulis di beberapa KPP serta curhat yang disampaikan oleh para Wajib Pajak kepada Penulis. Para Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah dengan semangatnya datang ke KPP membawa SPT Tahunan mereka (berbentuk hardcopy) dan berniat untuk melaporkan SPT Tahunan mereka ternyata harus menghadapi "himbauan" dari para petugas di KPP yang melayani mereka. Mereka ini tidak bersedia menerima SPT Tahunan berbentuk hardcopy yang telah dibawa oleh para Wajib Pajak dan mengarahkan para Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh EFIN (electronic filing number, yaitu nomor identifikasi untuk dapat mengakses situs e-Filing), mengaktivasi EFIN serta menginput kembali isi SPT Tahunan mereka ke dalam komputer yang sudah terhubung dengan situs e-Filing.

Sebagian Wajib Pajak yang ternyata tidak membawa dokumen yang dipersyaratkan untuk mengajukan permintaan EFIN (persyaratannya harus membawa fotokopi KTP dan fotokopi NPWP), disarankan untuk pulang dahulu dan melengkapi persyaratannya ini dengan diberikan formulir pendaftaran EFIN. Sedangkan Wajib Pajak yang menyuruh kurir atau pegawai mereka untuk melaporkan SPT Tahunannya ini tentu saja tidak dapat mengajukan permintaan EFIN ini dan harus pulang lagi memberitahukan kepada atasan/majikan mereka ini.

Akibat pelayanan seperti ini banyak sekali Wajib Pajak yang bersungut-sungut karena mereka merasa sudah menghabiskan waktu dengan mengorbankan waktu untuk ke kantor pajak (sebagian ada yang bahkan sampai cuti hanya khusus untuk melaporkan SPT), tetapi malah pelaporan SPT Tahunan dalam bentuk hardcopy yang sudah mereka persiapkan dengan bersusah payah tersebut "ditolak".

Masukan Untuk Pihak Direktorat Jenderal Pajak

Melihat hal ini, penulis bermaksud untuk menyampaikan sedikit pendapat pribadi dan masukan kepada pihak Direktorat Jenderal Pajak mengenai pelaksanaan penerimaan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015:
  1. Saat ini dasar hukum dari pelaporan SPT yang terkait juga dengan e-Filing adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2015.
  2. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 dan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2015 menegaskan bahwa SPT Masa dan SPT Tahunan adalah berbentuk formulir kertas (hardcopy); atau dokumen elektronik.
  3. Cara penyampaian SPT diatur dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 serta Pasal 2 ayat (3) dan (4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2015 yaitu secara langsung ke KPP, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat, atau melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
  4. Apabila didasarkan pada ketentuan ini, maka tindakan para petugas di KPP dengan "menolak" menerima SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang disampaikan oleh para Wajib Pajak dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) adalah tindakan yang bertentangan dengan ketentuan.
  5. Jika penulis perhatikan, hanyalah ada Surat Edaran dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang mewajibkan para Aparatur Sipil Negara, Anggota TNI dan POLRI untuk melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi mereka dengan menggunakan e-Filing, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2015 tanggal 31 Desember 2015.
  6. Dengan kondisi saat ini dimana sebagian Wajib Pajak yang melaporkan SPT Tahunannya masih menggunakan formulir kertas ditolak oleh petugas KPP tentunya akan menimbulkan rasa kecewa dan antipati Wajib Pajak terhadap DJP. Mereka akan berpendapat bahwa saat ini "mau lapor SPT saja dipersulit." Apalagi mereka ini sudah harus antri selama beberapa waktu karena membludaknya Wajib Pajak yang akan melaporkan SPT, ternyata setelah sekian lama mengantri dan mendapat giliran untuk lapor SPT malah ditolak oleh petugas KPP. Padahal dasar penolakannya tidak diatur dalam ketentuan perpajakan.
  7. Selain itu, pihak DJP tidak menyadari bahwa sebenarnya situs https://djponline.pajak.go.id yang merupakan situs untuk menginput SPT secara online ini juga sangat sulit untuk diakses (mungkin karena pengunjung yang terlalu banyak dalam waktu yang bersamaan).
  8. Akibat beberapa hal ini, kemungkinan dapat menyebabkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang menyampaikan SPT pada tahun ini dapat menurun.
Melihat keadaan yang telah diuraikan di atas, maka penulis menyarankan beberapa hal:
  1. Sebaik pihak DJP tidak terlalu memaksakan para Wajib Pajak untuk menyampaikan secara e-Filing serta menolak SPT dalam bentuk formulir hardcopy (kecuali bila memang sesuai ketentuan mereka diwajibkan untuk menyampaikan SPT secara e-Filing) yang akan disampaikan oleh Wajib Pajak ini. Setelah mereka selesai melaporkan SPT yang sudah dibuatnya itu, barulah mengarahkan kepada mereka untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan EFIN (karena proses ini akan menghabiskan waktu sekitar 5 sampai 10 menit atau bahkan lebih).
  2. Pihak DJP perlu menghargai usaha para Wajib Pajak yang sudah bersusah payah menyiapkan SPT mereka dalam bentuk formulir kertas. Sebaiknya para petugas KPP tetap menerima SPT yang telah mereka persiapkan ini, setelah itu barulah mengarahkan mereka untuk memiliki EFIN sehingga untuk tahun depan sudah harus melaporkan SPT secara e-Filing.
  3. Untuk memenuhi target yang telah ditetapkan dari pusat atas Wajib Pajak yang menyampaikan SPT secara e-Filing, seharusnya ditujukan kepada Wajib Pajak yang belum sama sekali membuat SPT-nya dalam bentuk formulir kertas sehingga mereka dapat dipandu dalam menyiapkan SPTnya langsung dengan menggunakan e-Filing.
  4. Dalam sisa 4 hari lagi batas waktu penerimaan pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun pajak 2015 di loket KPP, maka sebaiknya tidak ada lagi penolakan terhadap Wajib Pajak yang melaporkan SPT yang disampaikan menggunakan formulir kertas. Hal ini juga agar tingkat kepatuhan penyampaian SPT tahun ini juga dapat tetap tinggi.
Akhirnya penulis menghimbau kepada seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi yang masih belum menyampaikan SPT Tahunannya agar segera menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2015 ini paling lambat tanggal 31 Maret 2016. Tinggal sisa 4 hari pelaporan tentuanya di KPP akan sangat membludak dan antrian panjang, sehingga disarankan untuk menggunakan e-Filing karena penulis juga sudah merasakan bahwa untuk melaporkan SPT Tahunan (khususnya untuk yang menggunakan formulir 1770 S dan 1770 SS) adalah mudah dan efisien, sepanjang Anda telah memiliki EFIN.

Selasa, 23 Februari 2016

Pemerintah Telah Menyampaikan Draft RUU Tax Amnesty ke DPR Untuk Dibahas

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang merupakan ketentuan yang ditunggu oleh hampir sebagian besar Wajib Pajak di Indonesia akhirnya telah diselesaikan oleh Pemerintah dan telah diajukan ke DPR untuk dibahas. Menurut Sekretaris Kabinet Pramono Anung bahwa pada hari ini (23 Februari 2016) bahwa Pemerintah telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) atau yang dikenal sebagai Amanat Presiden (Ampres) dan draft RUU Tax Amnesty ke DPR. Pemerintah berharap bahwa DPR segera melakukan pembahasan atas usulan draft RUU Tax Amnesty ini.

RUU Tax Amnesty ini murni merupakan usulan dari pihak Pemerintah diharapkan dapat menjadi legitimasi bagi peningkatan penerimaan pajak. Tax Amnesty diharapkan dapat menjadi basis bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak. Dalam Tax Amnesty yang diusulkan oleh Pemerintah, yang diampuni adalah hanya pelanggaran pajak saja. Pengampunan ini tidak berlaku bagi tindak pidana lainnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh penulis dari beberapa sumber, disebutkan bahwa Surat Presiden mengenai penyampaian draft RUU Tax Amnesty telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada hari Jumat, 19 Februari 2016. Sebagaimana dalam konferensi pers yang disampaikan oleh Presiden Jokowi di di Bandara Halim Perdana Kusuma pada hari Jumat, 19 Februari 2016 bahwa Presiden telah menandatangani Amanat Presiden ini. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Menko Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Panjaitan. Pembahasan RUU Tax Amnesty ini akan diserahkan ke Komisi XI DPR.

Dengan demikian, kita harapkan bahwa RUU Tax Amnesty ini segera disahkan oleh DPR.

Sabtu, 13 Februari 2016

Mengapa Jadi Susah Untuk Setor Pajak?

Selama ini Direktorat Jenderal Pajak telah membuat berbagai kemudahan bagi Wajib Pajak dalam rangka menyetorkan pajaknya. Salah satu kemudahan adalah dengan membuat sistem penyetoran PPh Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu sesuai ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 yang melalui ATM. Kemudahan untuk melakukan penyetoran pajak melalui ATM ini sudah dirasakan oleh para Wajib Pajak selama setahun belakangan ini. Mereka dapat melakukan penyetoran PPh Final 1%-nya melalui ATM beberapa bank dan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam tanpa khawatir, jam pelayanan di bank telah berakhir.

Namun sayangnya, kemudahan yang dirasakan oleh Wajib Pajak ini terusik lantaran dalam seminggu terakhir ini ketika sebagian Wajib Pajak yang akan menyetorkan pajaknya melalui ATM (terutama ATM BCA), ternyata sistem layanan ini tidak dapat digunakan. Akibat adanya gangguan ini, penulis menerima banyak pertanyaan dari para Wajib Pajak mengenai gangguan layanan ini. Penulis memperoleh informasi dari sebagian Wajib Pajak yang melakukan transaksi pembayaran pajak ini melalui ATM BCA di sejumlah tempat seperti di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Depok, Bogor, Cileungsi.

Penasaran dengan hal ini, penulis pun mencoba sendiri untuk melakukan penyetoran PPh Final 1% ini melalui salah satu ATM BCA di daerah Depok. Ternyata memang benar setoran tersebut mengalami kendala dan pada tahap terakhir dari transaksi di ATM tersebut (yaitu validasi pembayaran untuk dicetakkan struk tanda penyetoran PPh final telah dilakukan) tidak dapat dilakukan. Pada layar ATM tertera pesan: "Maaf, transaksi Anda tidak dapat diproses"

Dugaan penulis, kendala ini terjadi adalah karena koneksi ke server sistem MPN (Modul Penerimaan Negara) yang mengalami gangguan atau server down. Dugaan ini diperkuat karena penulis sudah mencoba menghubungi Halo BCA dan dijawab bahwa dalam sistem di BCA tidak mengalami kendala dan kemungkinan kendala ada di sistem MPN.

Akibat bahwa batas waktu penyetoran PPh Final 1% untuk masa Januari 2016 adalah hingga hari Senin,15 Februari 2016, maka untuk membantu para Wajib Pajak yang akan menyetorkan pajaknya, penulis menyarankan agar mereka mencoba untuk menyetorkan pajaknya ini melalui teller bank atau kantor pos.

Karena sejak 1 Januari 2016, Direktorat Jenderal Pajak telah mengumumkan bahwa penyetoran pajak melalui bank persepsi atau kantor pos sudah diwajibkan dengan menggunakan sistem e-billing, maka hampir semua bank sudah tidak bersedia menerima pembayaran pajak yang masih dilakukan secara manual menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Untuk itu, maka penulis menyarankan agar Wajib Pajak yang akan menyetor PPh Final 1% itu untuk terlebih dahulu mendaftarkan di situs https://sse.pajak.go.id (server e-Billing versi 1). Namun muncul lagi satu kendala, akibat mulai 16 Februari 2016 dimana Direktorat Jenderal Pajak akan memindahkan (migrasi) server e-Billing ini ke versi 2 di https://sse2.pajak.go.id, maka ketika mendaftarkan diri di server e-Billing versi 1 selalu error dan tidak dapat melanjutkan pendaftaran. Sedangkan apabila mendaftar di server e-Billing versi 2, maka dibutuhkan kode EFIN yang harus diperoleh dari Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar (harus meminta secara langsung ke KPP).

Sangat disayangkan mengapa selama ini Direktorat Jenderal Pajak tidak mensosialisasikan secara penuh mengenai perubahan sistem ini. Bahkan mungkin belum dipikirkan kendala yang terjadi di lapangan ketika para Wajib Pajak yang telah memiliki ketaatan penuh untuk melakukan penyetoran pajak ternyata dihadapkan dengan kendala teknis yang menyebabkan tidak dapat membayar pajak. Walaupun sebenarnya kendala ini tidak seharusnya terjadi saat ini karena proses migrasi ke server kedua baru dilakukan tanggal 16 Februari 2016. Bahkan akibat rencana migrasi ini, kemungkinan server MPN yang terhubungan dengan sistem pembayaran di ATM juga sudah mengalami gangguan.

Harapan penulis, semoga pihak berwenang di Direktorat Jenderal Pajak segera mengatasi kendala dan gangguan yang terjadi saat ini, supaya proses penyetoran pajak tidak akan terganggu atau bahkan terhenti, mengingat saat ini penerimaan pajak yang diperoleh dari para Wajib Pajak menjadi tulang punggung bagi pembiayaan APBN.

Rabu, 13 Januari 2016

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2015

Selama tahun 2015, Direktorat Jenderal Pajak berhasil mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.055,61 triliun (data sementara berdasarkan data dari Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara/SPAN sesuai dengan Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak pada tanggal 11 Januari 2016). Nilai penerimaan pajak tahun 2015 ini merupakan pencapaian yang luar biasa karena dalam sejarahnya inilah tahun dimana Direktorat Jenderal Pajak berhasil mengumpulkan penerimaan pajak di atas Rp 1.000 triliun.

Walaupun realisasi penerimaan pajak tahun 2015 ini tidak dapat mencapai target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam APBN-P 2015 (yang sebesar Rp 1.294,3 triliun), namun realisasi penerimaan pajak tahun 2015 ini telah mengalami pertumbuhan sebesar 7,15%. Angka pertumbuhan penerimaan pajak di tahun 2015 ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2014 yang sebesar 6,92%.

Berikut ini rincian detail realisasi penerimaan pajak tahun 2015.

PPh Non Migas:                            Rp  547,50 triliun
PPN dan PPnBM:                          Rp  423,50 triliun
PBB:                                              Rp     29,20 triliun
Pajak Lainnya:                               Rp       5,50 triliun
PPh Migas:                                    Rp      49,70 triliun
Cukai:                                            Rp    144,60 triliun
Pajak Perdagangan Internasional: Rp      35,80 triliun
Total penerimaan Perpajakan:       Rp 1.235,80 triliun

Selasa, 05 Januari 2016

Bayar Pajak Sudah Harus Pakai Sistem e-Billing

Mulai 1 Januari 2016 ini, pembayaran (penyetoran) pajak sudah harus menggunakan sistem e-Billing. Pembayaran pajak secara manual menggunakan hardcopy Surat Setoran Pajak (SSP) yang selama ini kita kenal akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2015. Selanjutnya penyetoran pajak yang akan dilakukan oleh Wajib Pajak sudah harus dilakukan secara online dengan menggunakan sistem e-Billing. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan dalam Siaran Pers dari Direktorat Jenderal Pajak tanggal 30 Desember 2015.

Walaupun sejak 1 Januari 2016, penyetoran pajak secara manual menggunakan hardcopy SSP ini akan diakhiri, namun dalam masa transisi, sistem pembayaran pajak secara manual dengan menggunakan SSP masih dapat dilayani sebagian besar Bank BUMN (yaitu Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Tabungan Negara) serta PT Pos Indonesia (kantor pos). Pelayanan pembayaran pajak secara manual ini akan dilakukan hingga tanggal 30 Juni 2016. Selanjutnya sejak 1 Juli 2016 seluruh pembayaran pajak hanya dapat dilakukan menggunakan sistem e-Billing secara online.

Namun dalam prakteknya beberapa hari ini yang ditemui oleh penulis, sebagian besar Bank BUMN sudah tidak mau menerima setoran pajak secara manual.

Sebenarnya apa itu sistem pembayaran secara online yang disebut e-Billing ini? Bagaimanakah cara pembayaran pajak dengan menggunakan sistem e-Billing? Berikut ini akan penulis uraikan pembayaran pajak sistem e-Billing ini.

Pengertian e-Billing

e-Billing adalah merupakan metode pembayaran pajak secara elektronik menggunakan Kode Billing. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui sistem Billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran pajak yang akan dilakukan oleh Wajib Pajak. Sistem pembayaran elektronik (billing system) ini menggunakan basis Modul Penerimaan Negara (MPN) Generasi kedua (MPN-G2). dengan pembayaran pajak secara sistem e-Billing ini memberikan manfaat:
  1. memudahkan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajak
  2. pembayaran pajak dapat dilakukan kapanpun dalam jangka waktu 24 jam sehari secara online
  3. pembayaran pajak dapat dilakukan dimanapun sepanjang dapat terhubung dengan jaringan internet (tidak harus ke bank persepsi)
  4. menghindari terjadinya kesalahan transaksi akibat kesalahan di bank persepsi atau kantor pos
  5. transaksi terjadi secara real-time sehingga data pembayaran tersebut langsung tercatat di sistem Ditjen Pajak, hal ini tentunya akan mempermudah pengawasan di Ditjen Pajak.
Cara Setor Pajak Pakai e-Billing

Berikut ini akan penulis sajikan panduan cara pendaftaran e-billing dan cara menggunakan e billing untuk melakukan pembayaran pajak.

1. Buka halaman web http://sse.pajak.go.id/index.aspx

2. Pada menu di atas, klik "Daftar baru" dan isikan data NPWP (nanti nama Wajib Pajak akan otomatis muncul) alamat email dan kode verifikasi (Captcha) sesuai dengan kode berupa angka yang muncul. Kemudian klik tombol "Register"

3. Setelah klik tombol "Register" maka akan muncul pop-up menu untuk mengkonfirmasi "Data di simpan?". Klik tombol "OK"

4. Akan muncul pesan bahwa "Data berhasil di simpan. Silakan cek email untuk melakukan konfirmasi. Terima kasih"

5. Tutup web http://sse.pajak.go.id/index.aspx, kemudian buka email yang telah didaftarkan dan akan menerima email konfirmasi dari sistem e-Billing ini.

6. Klik link validasi dari email sistem e-Billing. Note: apabila muncul tampilan error atau tidak bisa divalidasi walaupun sudah menggunakan cara copy paste url-nya, abaikan saja. Selanjutnya buka lagi halaman web http://sse.pajak.go.id/index.aspx lalu login dengan menggunakan UserID dan PIN yang telah diperoleh (diemail). Setelah masuk ke account e-Billing ini, maka kita siap untuk menginput jenis pajak yang akan dibayar, masa pajak serta jumlah pajaknya.

7. Setelah hasil pengisian pembayaran pajak sudah disimpan dan telah terkonfirmasi bahwa data yang diinput sudah disimpan, maka akan muncul tampilan sebagai berikut.

8. Lalu klik tombol "Terbitkan Kode Billing" apabila hasil input telah benar dan sudah siap untuk dicetak untuk melakukan penyetoran pajaknya. Namun apabila masih terdapat data yang salah, maka masih dapat diedit dengan klik tombol "Edit Pengisian SSP".

9. Apabila sudah muncul kode billing, maka Surat Setoran Elektronik (SSE) ini sudah dapat dicetak dan dibawa ke bank persepsi/kantor pos untuk disetorkan pajaknya. Kode Billing ini berlaku selama 7 hari dan apabila pajaknya tidak disetorkan setelah lewat 7 hari, maka kode billing ini akan menjadi tidak berlaku dan Wajib Pajak harus menginput kembali.

Ketentuan mengenai e-Billing ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2014.

Tambahan posting 14 Februari 2016

Mulai 16 Februari 2016, server untuk e-billing pajak versi 1 di http://sse.pajak.go.id sudah akan digantikan dengan e-billing pajak versi 2. Pada e-billing versi 2 ini dilengkapi dengan fitur untuk:
  1. pembuatan Billing atas NPWP pihak lain (untuk Potongan/Pungutan pajak)
  2. pembuatan Billing untuk untuk jenis Pembayaran Pajak tanpa-NPWP
tempat pembayaran pajak yang telah menggunakan MPN G2 ini adalah:

No Bank/Pos Persepsi Kanal Pembayaran
Teller ATM Internet
Banking
Mobile
Banking
EDC
1 PT BRI
ok
ok
ok
ok
ok
2 PT BNI
ok
ok
ok
ok
ok
3 PT Bank Mandiri
ok
ok
ok
ok
ok
4 PT Bank CIMB Niaga
ok
-
ok
-
-
5 PT Pos Indonesia
ok
-
-
-
-
6 BPD Sumsel Babel
ok
-
-
-
-
7 Citibank, N.A
ok
-
-
-
-
8 BPD Jabar Banten
ok
ok
-
-
-
9 Bank Central Asia
ok
ok
ok
-
-
10 PT. BII, Tbk
ok
-
-
-
-
11 Bank Of Tokyo
ok
-
-
-
-
12 BPD Kalsel
ok
-
-
-
-
13 BPD Riau Kepri
ok
-
-
-
-
14 Bank Nusantara Parahyangan
ok
-
-
-
-
15 BPD Lampung
ok
-
-
-
-
16 BPD Nusa Tenggara Timur
ok
-
-
-
-
17 BPD Sumatera Barat
ok
ok
-
-
-
18 BPD Sulawesi Utara
ok
-
-
-
-
19 PT Bank Panin, Tbk
ok
-
-
-
-
20 BPD Sumatera Utara
ok
-
-
-
-
21 PT Bank HSBC
ok
-
-
-
-
22 Bank BNI Syariah
ok
-
-
-
-
23 PT Bank Jawa Timur
ok
ok
-
-
-
24 Dutsche Bank
ok
-
-
-
-
25 PT Bank DBS Indonesia
ok
-
-
-
-
26 PT Bank Permata
ok
-
ok
-
-
27 Bank BTN
ok
-
-
-
-
28 Bank Mizuho
ok
-
-
-
-
29 BPD Bali
ok
-
ok
ok
-
30 PT Bank UOB Indonesia
ok
-
-
-
-
31 PT Bank Aceh
ok
-
-
-
-
32 Ekonomi Raharja
ok
-
-
-
-
33 BPD Kaltim
ok
ok
-
-
-
34 BPD Bengkulu
ok
-
-
-
-
35 Bank Danamon
ok
-
ok
-
-
36 Bank Syariah Mandiri
ok
-
-
-
-
37 Bank Sumitomo
ok
-
-
-
-
38 BPD NTB
ok
-
-
-
-
39 Bank Artha Graha
ok
-
-
-
-
40 Ekonomi Raharja
ok
-
-
-
-
41 BANK ANZ INDONESIA
ok
-
-
-
-
42 BPD SULAWESI SELATAN DAN SULAWESI BARAT
ok
-
-
-
-
43 BPD DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
ok
ok
-
-
-
44 STANDARD CHARTERED BANK
ok
-
-
-
-
45 BANK OF AMERICA
ok
-
-
-
-
46 KEB HANA BANK
ok
-
-
-
-
Last Update 22/10/2015