..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Kamis, 01 Januari 2015

Kumpulan Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Tahun 2015

Berikut ini adalah daftar Pengumuman Yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat di bawahnya yang diterbitkan selama tahun 2015:

PENGUMUMAN DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN I NOMOR PENG-7/PJ.02/2015
Tanggal 2 Desember 2015
Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak

PENGUMUMAN DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN I NOMOR PENG-6/PJ.02/2015
Tanggal 16 Juni 2015
Penegasan atas e-Faktur

PENGUMUMAN DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN I NOMOR PENG-5/PJ.02/2015
Tanggal 10 Juni 2015
Penegasan atas Tampilan Cetakan e-Faktur

PENGUMUMAN DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN I NOMOR PENG-4/PJ.02/2015
Tanggal 29 Mei 2015
Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (e-Faktur)

PENGUMUMAN DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN I NOMOR PENG-3/PJ.02/2015
Tanggal 28 Mei 2015
Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (e-Faktur)


Kembali ke Menu Kumpulan Peraturan Perpajakan

Selasa, 30 Desember 2014

Hasil Seleksi Lelang Jabatan Dirjen Pajak Menyisakan 7 Orang Calon

Saat ini proses seleksi terbuka untuk pengisian jabatan eselon I di Kementerian Keuangan telah menyelesaikan tahap Assessment Center, Pemeriksaan Kesehatan, Wawancara, Rekam Jejak dan Uji Kelayakan Publik. Dari hasil seleksi yang telah dilakukan tersebut, Panitia Seleksi pada tanggal 29 Desember 2014 telah mengumumkan nama-nama peserta seleksi terbuka yang dinyatakan lulus dalam tahap-tahap seleksi tersebut melalui Pengumuman Nomor PENG-11/PANSEL/2014. Para peserta calon Direktur Jenderal Pajak yang telah dinyatakan lulus tersebut terdiri dari.
  1. Catur Rini Widosari
  2. Drs. Ken Dwijugiasteadi, Ak., M.Sc.
  3. Poltak Maruli John Liberty Hutagaol
  4. Puspita Wulandari, S.E., M.M., DBA.
  5. Rida Handanu, Ak., MBA.
  6. Sigit Priadi Pramudito
  7. Suryo Utomo, S.E., Ak., MBT
Di samping ketujuh nama calon Dirjen Pajak yang dinyatakan lulus tersebut, Panitia Seleksi juga telah menetapkan nama-nama calon peserta yang lulus untuk mengisi jabatan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara, dan Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi. Nama-nama calon yang juga dinyatakan lulus tersebut terdiri dari.

I. CALON KEPALA BADAN KEBIJAKAN FISKAL
  1. Andin Hadiyanto
  2. Djoko Hendratto
  3. Prof. Suahasil Nazara, SE., MSc., Phd.
II. CALON KEPALA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
  1. Agus Hermawan
  2. Robert Arthur Simanjuntak
  3. Sumiyati
III. CALON STAF AHLI BIDANG PENERIMAAN NEGARA
  1. Astera Primanto Bhakti
  2. Drs. Freddy Rikson Saragih, M.P.Acc.
  3. Drs. Robby Tampubolon, Ak., S.H., M.M.
IV. CALON STAF AHLI BIDANG ORGANISASI, BIROKRASI, DAN TEKNOLOGI INFORMASI
  1. Dharma Nursani
  2. Harry Gumelar
  3. Susiwijono

Selanjutnya para calon peserta yang telah dinyatakan lulus dalam tahap ini akan mengikuti tahap selanjutnya yaitu wawancara dengan Menteri Keuangan.

Jumat, 19 Desember 2014

Pengadilan Pajak Pindah ke Gedung Baru

Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap suatu Sengketa Pajak. Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Dalam melaksanakan tugasnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, Pengadilan Pajak dibentuk dan berkedudukan di ibukota Negara. Dalam pelaksanaannya Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya. Namun dengan pertimbangan untuk memperlancar dan mempercepat penanganan Sengketa Pajak serta apabila dipandang perlu, tempat sidang dapat dilakukan di tempat lain yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Pajak. Hal ini sesuai dengan prinsip penyelesaian perkara yang dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 ini, maka sejak bulan April 2002 ditetapkanlah tempat kedudukan Pengadilan Pajak adalah di Gedung D Departemen Keuangan, Jalan Kalilio No. 1, Senen, Jakarta Pusat. Seiring dengan pembangunan dan penataan gedung-gedung di lingkungan Departemen Keuangan (Kementerian Keuangan), sehingga pintu keluar Gedung tempat Pengadilan Pajak sudah tidak melalui Jl. Kalilio, melainkan dipusatkan melalui Jl. Wahidin Raya. Nama Gedung D pun diganti nama menjadi Gedung Sutikno Slamet. Maka alamat saat ini menjadi Gedung Sutikno Slamet - Kementerian Keuangan, Jl. Wahidin Raya, Jakarta Pusat 10701 dengan nomor telepon +62 21 34357204 dan nomor faksimili +62 21 3506102, +62 21 3453710.

Namun kemarin ketika mendatangi Pengadilan Pajak, penulis melihat adanya banner pengumuman yang menyatakan bahwa Pengadilan Pajak akan menempati gedung baru efektif mulai tanggal 2 Januari 2015. Pada banner tersebut terpampang alamat gedung baru Pengadilan Pajak yang akan digunakan mulai tanggal 2 Januari 2015 adalah di Jl. Hayam Wuruk No. 7 Jakarta Pusat – 10120 dengan nomor telepon +62 21 29806333 dan nomor faksimili +62 21 29806334 dengan SMS Center tetap di nomor 0813 10 333333.

Penulis mencoba untuk melakukan penelusuran lokasi tepatnya dari Gedung baru Pengadilan Pajak ini. Ternyata gedung baru Pengadilan Pajak nanti akan menempati gedung yang selama ini digunakan sebagai Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau yang dikenal sebagai BPKP. Apabila kita berjalan dari Harmoni menuju ke arah Kota, maka Gedung BPKP yang nantinya akan ditempati oleh Pengadilan Pajak ini berada di sisi kanan jalan.

Penulis mencoba melakukan penelusuran, diperoleh informasi bahwa Pengadilan Pajak menempati Gedung BPKP ini hanya sekedar menumpang, karena direncanakan telah disiapkan sebidang tanah yang kelak akan dibangun gedung Pengadilan Pajak yang berlokasi di Jl. Jend Sudirman di dekat Gedung Bursa Efek Indonesia yang merupakan tanah milik Taspen.

Jadi bagi para Pembaca Setia Tax Learning yang akan beraktivitas di Pengadilan Pajak, maka setelah tahun baru 2015 nanti, sudah harus datang ke alamat baru Pengadilan Pajak ini.

Konsultasi Pajak Gratis: Pemberian Dari Tamu Undangan Saat Pernikahan Objek PPh?

Menurut ketentuan perpajakan dalam hal ini UU PPh ditegaskan bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan adalah merupakan penghasilan. Penghasilan yang diperoleh diperoleh oleh Wajib Pajak ini berdasarkan Pasal 4 UU PPh terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
  1. Penghasilan yang merupakan objek PPh yang dikenakan tarif umum sesuai dengan ketentuan Pasal 17 UU PPh yang biasa dikenal dengan istilah sebagai Penghasilan Non Final,
  2. Penghasilan yangmerupakan objek PPh yang bersifat Final yang besarnya tarif PPh diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, dan
  3. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak (tidak dikenakan PPh).
Salah satu penghasilan yang dikategorikan sebagai penghasilan yang tidak dikenakan PPh adalah penghasilan yang diperoleh yang berupa bantuan atau sumbangan. Namun dalam prakteknya, ada perbedaan penafsiran antara petugas pajak (fiskus) dengan Wajib Pajak mengenai perlakuan perpajakan atas bantuan atau sumbangan yang diterima oleh Wajib Pajak.

Penulis sering mendapatkan pertanyaan mengenai pengertian bentuk sumbangan atau bantuan seperti apa yang merupakan penghasilan yang bukan objek PPh. Salah satu pertanyaan yang sudah sangat sering penulis peroleh adalah mengenai penghasilan yang diterima dari sumbangan atau pemberian yang diperoleh oleh Wajib Pajak ketika mengadakan pesta pernikahan, yaitu pemberian dari para tamu undangan (baik dalam bentuk uang ataupun barang). Berikut pertanyaan yang baru diperoleh penulis mengenai perlakuan perpajakan atas sumbangan pernikahan tersebut yang akan penulis ulas kembali dalam artikel berikut ini.

Pertanyaan dari salah satu pembaca Setia Tax Learning:
Mohon bantuan advicenya mengenai permasalahan pajak pribadi atas sumbangan pernikahan yang sedang diproses oleh kantor pajak.

Pada tahun 2010, saya menikah dan mendapatkan sumbangan (total dari setiap tamu yang datang) sebesar total Rp. 350 juta. Sementara kondisi saya baru lulus kuliah dan saya belum punya npwp.

Pada tahun 2011 saya memiliki npwp dan bekerja di Indonesia. Waktu SPT pajak 2011 saya melaporkan Rp. 350 juta (sebagai hasil sumbangan pernikahan).

Di tahun 2014 ini, kantor pajak mengirimkan surat yang menyatakan bahwa sumbangan Rp. 350 juta yang saya terima di 2010 tersebut merupakan objek pajak, dan dihitung tarif progresif maka saya berhutang pajak Rp. 57 juta berikut bunganya selama 3 tahun yaitu lamanya kantor pajak menemukan dan mempermasalahkan hal ini, yang seharusnya tidak memakan waktu selama itu….

Di pasal 4 ayat 3 menyebutkan pengecualian obyek pajak adalah salah satunya dari Sumbangan. Namun AR kantor pajak tetap ingin memproses pembetulan menjadi objek pajak dan saya mau dikenakan hutang pajak tersebut.

Mohon bantuannya untuk dasar2 argumentasi yang betul.

Jawab:
Penulis pernah membahas mengenai topik ini pada artikel berikut ini.

Menurut penulis, pemberian dari para tamu undangan pada acara pernikahan lebih tepat dikategorikan sebagai sumbangan, karena uang atau barang yang diberikan oleh para tamu undangan ini adalah bersifat pemberian sukarela tanpa adanya “paksaan” dari pihak yang mengundang.

Apabila kita telaah ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) mengenai sumbangan ini ditegaskan bahwa yang tidak dikecualikan dari objek pajak adalah bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia..., sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Jadi menurut ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU PPh ini, pemberian sumbangan yang sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan, maka sumbangan yang diterima tersebut bukanlah objek PPh.

Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh ini ditegaskan lebih lanjut pada Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 bahwa hubungan tersebut dapat terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain (pihak pemberi sumbangan dan pihak penerima sumbangan) secara langsung atau tidak langsung berkenaan dengan: usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan. Hubungan ini dapat terjadi apabila:
  1. terdapat transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah pihak,
  2. terdapat hubungan di antara pihak yang berkenaan dengan pekerjaan, pemberian jasa atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau tidak langsung, serta
  3. terdapat kepemilikan atau penguasaan (baik penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung atau hubungan penguasaan secara langsung atau tidak langsung) antara pihak pemberi dan penerima sumbangan tersebut.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa pemberian sumbangan pernikahan dalam kasus ini tidak dapat dikaitkan dengan adanya hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak pemberi sumbangan dengan pihak penerima sumbangan. Apalagi ada di antara pemberian sumbangan yang sengaja tidak mencantumkan nama pemberi sehingga akan sulit ditelusuri siapa pemberi dan apa hubungan dalam pemberian tersebut.

Jadi pemberian sumbangan dalam pernikahan ini tidak dapat dikelompokkan sebagai penghasilan yang merupakan objek PPh, kecuali apabila antara pemberi sumbangan dan penerima sumbangan memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, misalkan atasan/pemberi kerja yang menghadiri pernikahan karyawan yang dipekerjakannya dan mengharapkan bahwa sumbangan yang diberikan oleh atasan ini harus dihitung sebagai bagian dari imbalan sehingga karyawan tersebut harus meningkatkan kontribusinya akibat menerima sumbangan tersebut. Namun tentunya tidak pernah kita temukan motif seseorang yang memberikan sumbangan dalam pernikahan yang mengharapkan adanya balasan yang akan diperoleh dari pihak penerima sumbangan. Karena sumbangan dalam pernikahan yang diberikan ini sebenarnya adalah merupakan tanda ikut bersuka cita dan merayakan kebahagiaan yang sedang dialami oleh pihak penerima sumbangan.

Sehingga penulis berkesimpulan bahwa kurang tepat bagi pihak fiskus yang menetapkan bahwa sumbangan dalam pernikahan ini sebagai objek PPh, kecuali pihak fiskus dapat membuktikan adanya hubungan sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU PPh tersebut.

Pelaporan Dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Walaupun Penghasilan yang diperoleh dari sumbangan pemberian tamu undangan dalam acara pernikahan ini bukan merupakan objek PPh, namun Wajib Pajak penerimanya perlu melaporkan sumbangan yang diterimanya ini sebagai penghasilan yang bukan objek PPh dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya pada tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melaporkan SPT Tahunannya menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770, penghasilan dari sumbangan pernikahan ini diisi pada Lampiran III (Form 1770 - III) Bagian B nomor urut 1: “Bantuan/Sumbangan/Hibah”.

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melaporkan SPT Tahunannya menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770 S, penghasilan dari sumbangan pernikahan ini diisi pada Lampiran I (Form 1770 S - I) Bagian B nomor urut 1: “Bantuan/Sumbangan/Hibah”.

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melaporkan SPT Tahunannya menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770 SS, penghasilan dari sumbangan pernikahan ini diisi pada Induk SPT Form 1770 SS Bagian B nomor urut 10: “Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak”.

Jumlah Penghasilan yang diisikan pada kolom Penghasilan Bruto untuk penghasilan dari sumbangan pernikahan ini adalah jumlah bruto dari sumbangan yang diperoleh. Apabila sumbangan tersebut dalam bentuk barang, maka jumlah bruto yang dilaporkan adalah nilai ganti dari barang tersebut (dapat berupa nilai pasarnya).
(c) 2014 http://syafrianto.blogspot.com

Kamis, 04 Desember 2014

Sebelas Nama Lolos Tahap Berikutnya Seleksi Pengisian Jabatan Dirjen Pajak

Dari 28 orang calon Dirjen Pajak yang mengikuti tahap pertama Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan Dirjen Pajak dan telah dinyatakan lulus untuk dapat mengikuti tahap seleksi berikutnya menjadi 11 calon Dirjen Pajak. Hal diperoleh dari hasil Seleksi Penulisan Makalah dan Keputusan Rapat Panitia Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (Eselon I.a dan I.b) di Lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Tahun 2014 dan 2015 tanggal 1 Desember 2014. Sesuai dengan Pengumuman Panitia Seleksi Nomor PENG-09/PANSEL/2014 tanggal 3 Desember 2014. Kesebelas calon yang lulus ini dan berhak untuk mengikuti seleksi tahap berikutnya yaitu Assessment Center dan Pemeriksaan Kesehatan adalah Catur Rini Widosari, Dadang Suwarna, Muhammad Haniv, Poltak Maruli John Liberty Hutagaol, Puspita Wulandari, Rida Handanu, Sigit Priadi Pramudito, Suryo Utomo, Edi Slamet Irianto, Ken Dwijugiasteadi dan Wahju Karya Tumakaka.

Selanjutnya Tahapan Seleksi Assessment Center diadakan pada tanggal 2 dan 3 Desember 2014. Kemudian tahapan seleksi Pemeriksaan Kesehatan akan diadakan pada tanggal 5 Desember 2014.
Peserta yang lolos tahapan seleksi Assessment Center dan Pemeriksaan Kesehatan nanti akan dipanggil untuk tahpan seleksi berikutnya, yaitu wawancara dengan panitia seleksi dan wawancara dengan Menteri Keuangan (Menkeu).

Pada tahap wawancara dengan menkeu, panitia seleksi akan merekomendasikan lima nama calon Dirjen Pajak kepada Menkeu dengan tidak  memberikan ranking. Menkeu kemudian yang akan memberikan ranking sebelum diberikan ke Presiden. Demikian diungkapkan Wakil Menteri Keuangan, sekaligus Ketua Panitia Seleksi, Mardiasmo kepada media massa beberapa waktu lalu di Jakarta.

Untuk uji kelayakan dan rekam jejak, Panitia Seleksi menyampaikan pula kepada media massa agar masyarakat dapat ikut menilai integritas para peserta seleksi terbuka pengisian jabatan Dirjen Pajak. Panitia Seleksi di awal juga telah  meminta pendapat PPATK dan kalau perlu pada saat konfirmasi terakhir Panitia Seleksi akan minta juga pendapat KPK.