..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Senin, 17 Februari 2025

Kebijakan Terbaru atas Tata Cara dan Prosedur Pemeriksaan Pajak

Guna melakukan penyesuaian terhadap Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 khususnya dalam pengaturan mengenai pemeriksaan pajak, maka Menteri Keuangan telah menerbitkan ketentuan baru mengenai Pemeriksaan Pajak ini melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 Tahun 2025 tanggal 10 Februari 2025 (PMK 15-2025).

Sebagaimana kita ketahui bahwa Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Direktur Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam pelaksanaannya, pelaksanaan administrasi pemeriksaan ini kewenangannya dilimpahkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Jenis atau Tipe Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan tipe:
  1. Pemeriksaan Lengkap;
  2. Pemeriksaan Terfokus; atau
  3. Pemeriksaan Spesifik.

Jenis Pajak yang Dicakup Dalam Pemeriksaan

Ketentuan mengenai Pemeriksan Pajak yang diatur dalam PMK 15-2025 ini mengatur mengenai pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewaijban perpajakan meliputi satu, beberapa atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak termasuk satu atau beberapa Objek Pajak PBB. Jenis pajak yang dicakup dalam pemeriksaan ini, yang meliputi:
  1. Pajak Penghasilan,
  2. Pajak Pertambahan Nilai,
  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
  4. Bea Meterai,
  5. Pajak Bumi dan Bangunan,
  6. Pajak Penjualan,
  7. Pajak Karbon, dan
  8. pajak lainnya yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Jangka Waktu pemeriksaan pajak yang diatur dalam PMK 15-2025 ini terdiri dari jangka waktu pengujian dan jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.

Jangka waktu pengujian ditetapkan paling lama:
  1. 5 bulan untuk Pemeriksaan Lengkap;
  2. 3 bulan untuk Pemeriksaan Terfokus; atau
  3. 1 bulan Pemeriksaan Spesifik,
terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.

Sedangkan jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan adalah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

Jangka waktu pengujian untuk Wajib Pajak yang terkait dengan:
  1. Wajib Pajak dalam satu grup; dan/atau
  2. Wajib Pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang terindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4 bulan.
Untuk Pemeriksaan Tujuan Lain, jangka waktu Pemeriksaan dilakukan paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

Jangka Waktu Bagi Wajib Pajak untuk Menyampaikan Tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
Wajib Pajak wajib menyampaikan Tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) paling lama 5 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak.
(c)17022025 http://syafrianto.blogspot.com

Kamis, 13 Februari 2025

Pengusaha Kena Pajak Tertentu Dapat Membuat Faktur Pajak di e-Faktur Client Desktop (Aplikasi e-Faktur Lama)

Sebagai tindak lanjut dari hasil RDP dengan Komisi XI DPR RI pada tanggal 10 Februari 2025, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 tanggal 12 Februari 2025 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Tertentu. KEP-54/PJ/2025 ini ditetapkan dengan tujuan untuk memberikan kemudahan dalam pembuatan Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu danuntuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2024 tentang Pembuatan Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu Sehubungan dengan Penerapan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 ini menetapkan bahwa Pengusaha Kena Pajak tertentu yang dapat membuat Faktur Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop dan aplikasi e-Faktur Host-to-Host. Pengusaha Kena Pajak tertentu yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena Pajak yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-24/PJ/2025 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-39/PJ/2025.

Pengusaha Kena Pajak Tertentu yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 ini tetap dapat membuat Faktur Pajak dengan menggunakan modul dalam Portal Wajib Pajak pada Sistem Inti Administrasi Perpajakan (yang dikenal sebagai Coretax System). Ketentuan ini berlaku pada tanggal 12 Februari 2025.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mulai 12 Februari 2025, seluruh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop untuk membuat Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Sehingga sejak 12 Februari 2025, terdapat 3 (tiga) saluran utama untuk pembuatan Faktur Pajak yaitu melalui Coretax DJP, Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) yang terintegrasi dengan Coretax DJP, dan aplikasi e-Faktur Client Desktop.

PKP yang Dapat Menggunakan Aplikasi e-Faktur Client Desktop

Lalu siapakah Pengusaha Kena Pajak Tertentu yang dimaksud dalam Keputusan ini yang dapat memilih menggunakan saluran aplikasi e-Faktur Client Desktop? PKP yang dapat memilih untuk menggunakan saluran aplikasi e-Faktur Client Desktop adalah seluruh PKP, kecuali:
  1. PKP yang dikukuhkan setelah 1 Januari 2025.
  2. PKP yang menjadikan cabang sebagai tempat pemusatan.

Faktur Pajak Tidak Dapat Dibuat Tanggal Mundur (Backdate)

Aplikasi e-Faktur Client Desktop yang dipilih oleh PKP untuk membuat Faktur Pajak ini tidak dapat digunakan untuk membuat Faktur Pajak dengan tanggal mundur (backdate). Jika PKP ingin membuat FP dengan tanggal mundur, maka mereka harus memastikan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) telah tersedia sebelum tanggal penerbitan FP yang dimaksud.

Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) di e-Faktur Client Desktop Memiliki Digit Berbeda dengan di Coretax DJP

NSFP Masa Januari 2025 yang berasal dari aplikasi e-Faktur Client Desktop memiliki 16 digit, sedangkan NSFP yang dibuat di Coretax DJP memiliki 17 digit. Kelak Coretax DJP akan melakukan penambahan secara otomatis satu digit pada NSFP awal yaitu angka 9 pada digit yang ke-5.

Fitur Yang Tersedia di aplikasi e-Faktur Client Desktop

Melalui aplikasi e-Faktur Client Desktop, PKP dapat membuat Faktur Pajak serta melakukan penggantian Faktur Pajak (untuk Faktur Pajak yang dibuat menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop).

Faktur Pajak dengan Kode Transaksi 07 untuk Masa Januari 2025 Tidak Dapat dibuat di aplikasi e-Faktur Client Desktop

Pembuatan Faktur Pajak dengan Kode Transaksi 07 untuk masa Januari 2025 dan seterusnya hanya bisa dilakukan melalui Coretax DJP, karena data yang divalidasi dan di-prepopulated berasal dari sistem Ditjen Bea dan Cukai dan Lembaga Nasional Single Window (LNSW) yang kini hanya dikoneksikan dengan Coretax DJP.

Faktur Pajak dengan Kode Transaksi 06 Tidak Dapat dibuat di aplikasi e-Faktur Client Desktop

pembuatan Faktur Pajak dengan kode transaksi 06 dan 07 tidak dapat dilakukan melalui aplikasi e-Faktur Client Desktop. Pembuatan Faktur Pajak dengan kode tersebut harus dilakukan melalui sistem Coretax DJP

Terdapat Perbedaan Nilai Harga Jual di Cetakan Faktur Pajak dari aplikasi e-Faktur Client Desktop dengan di Coretax DJP

Perbedaan harga jual ini terjadi karena di Coretax DJP, harga jual tidak bisa dikosongkan. Saat ini, perbaikan sudah dilakukan agar harga jual yang dimigrasikan dari aplikasi e-Faktur Client Desktop tetap sama dengan nilai harga jual sebelumnya di Coretax DJP, dengan nilai harga jual yang telah dikurangi diskon.

Hasil Pembuatan Faktur Pajak di aplikasi e-Faktur Client Desktop Tidak Dapat Menghasilkan File PDF

Saat ini, PDF yang dihasilkan dari aplikasi e-Faktur Client Desktop belum dapat diunduh di Coretax DJP. Namun, wajib pajak tetap dapat mengunduh PDF pada aplikasi e-Faktur Client Desktop.

Retur/Pembatalan Faktur Pajak dan Pelaporan SPT Masa PPN Tidak Dapat Dilakukan di aplikasi e-Faktur Client Desktop

Saat ini, proses retur, pembatalan FP, dan pelaporan SPT masa PPN dilakukan melalui Coretax DJP

Data Faktur Pajak di Aplikasi e-Faktur Client Desktop Baru Dapat Ditampilkan di Coretax DJP Setelah H+2 Penerbitan Faktur Pajak

Data FP yang dibuat di aplikasi e-Faktur Client Desktop akan tersedia di Coretax DJP paling lama H+2 penerbitan faktur pajak.

Simpulan Penulis:

Kebijakan kepada para PKP untuk memilih menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop ini hanya berfungsi dalam hal pembuatan Faktur Pajak saja. Sedangkan untuk pelaporan SPT Masa PPN dan Proses retur dan pembatalan Faktur Pajak tetap harus dibuat oleh PKP, yang telah memilih menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop, melalui sistem Coretax DJP.

Bagi PKP yang telah memilih menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop untuk membuat Faktur Pajak ini, perlu mengantisipasi, karena adanya jeda waktu 2 hari saat proses migrasi data Faktur Pajak yang dibuatnya di aplikasi e-Faktur Client Desktop ke sistem Coretax DJP, yang dapat menghambat dalam proses berikutnya yaitu pelaporan SPT Masa PPN.

Selain itu, ada potensi data yang hilang atau berubah saat proses migrasi data Faktur Pajak dari aplikasi e-Faktur Client Desktop ke Coretax DJP. Tentunya potensi ini perlu diantisipasi oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak serta oleh Wajib Pajak juga. Pada saat pelaporan SPT Masa PPN, Wajib Pajak perlu mengecek sekali lagi apakah Faktur Pajak yang telah dibuatnya di aplikasi e-Faktur Client Desktop telah sama dan sesuai dengan data yang muncul di Coretax DJP.

Selasa, 11 Februari 2025

Error Sistem Coretax - Kompensasi Lebih Bayar PPh Pasal 21 dari Masa Desember 2024 Tidak Dapat Dibawa ke Masa Januari 2025 di Coretax

Hari ini penulis menemukan lagi satu kesalahan sistem Coretax pada Modul SPT Masa PPh Pasal 21. Kesalahan (error) yang masih ada di Modul SPT Masa PPh Pasal 21 adalah pada kolom Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dari Masa Pajak sebelumnya yang akan dibawa untuk dikompensasikan di Masa Pajak Januari 2025 yang dibuat melalui sistem Coretax.

Menurut pemikiran penulis, secara sistem kolom kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dari masa pajak sebelumnya dibuat untuk diisikan secara otomatis berdasarkan pelaporan yang sudah dilakukan oleh Wajib Pajak. Sehingga kolom Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 di masa pajak berjalan yang sedang dibuatkan SPT-nya tidak dapat diinput secara manual (berwarna abu-abu, tidak dapat diinput namun terisi secara sistem). Kolom Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dari Masa Pajak Sebelumnya dapat dilihat pada contoh gambar di bawah ini.


Yang menjadi permasalahan adalah Kelebihan Bayar PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Masa Pajak Desember 2024 (yang dibuat di sistem lama DJP Online/legacy), tidak dapat terbawa ke Masa Pajak Januari 2025 di sistem baru Coretax. Selain itu, tidak ada opsi untuk melakukan input secara manual atas kelebihan bayar PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Masa Pajak sebelumnya di modul SPT Masa PPh Pasal 21 sistem Coretax.

Tentunya hal ini haruslah menjadi perhatian dari tim pengembang PSIAP (Coretax) untuk menyempurnakan modul ini.

Catatan: Penulis sebenarnya kurang setuju dengan istilah yang dibuat pada kolom ini sebagai "PENYERAHAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DARI PERIODE PAJAK SEBELUMNYA". Istilah yang digunakan oleh Coretax ini tidak sesuai dengan istilah perpajakan yang berlaku sesuai ketentuan perundang-undangan di Indonesia, antara lain:
  1. Istilah "Penyerahan" sebenarnya tidak cocok digunakan untuk jenis Pajak Penghasilan (apalagi PPh Pasal 21), karena terminologi "Penyerahan" cenderung digunakan untuk jenis Pajak Pertambahan Nilai. Apabila kita lihat SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang sudah digunakan selama ini, istilah untuk kolom ini adalah "KELEBIHAN PENYETORAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 DARI MASA PAJAK ..." 
  2. Istilah "Periode Pajak Sebelumnya" juga kurang cocok, karena biasanya terminologi yang digunakan dalam perpajakan di Indonesia adalah "Masa Pajak" dan bukan "Periode Pajak".

(c)11022025 syafrianto.blogspot.com

Senin, 10 Februari 2025

Tombol Bayar dan Lapor Pada Menu SPT Masa PPh Pasal 21 Sistem Coretax Telah Muncul Kembali

Setelah sempat "menghilang" Tombol "Bayar dan Lapor" pada beberapa jenis SPT Masa di sistem Coretax beberapa hari yang lalu, dimana jagat maya sempat diramaikan dengan keluhan dari para Wajib Pajak yang tidak dapat menyelesaikan pelaporan SPT Masa PPh untuk Masa Januari 2025, malam ini (10 Februari 2025 pukul 21.40 WIB) dari hasil pantauan penulis, tampak bahwa tombol "Bayar dan Lapor" ini telah kembali muncul.

Sebagaimana yang diinformasikan beberapa hari yang lalu dalam salah satu akun X (dahulu twitter) @coretaxdjp, bahwa tombol "Bayar dan Lapor" di menu Surat Pemberitahuan (untuk beberapa jenis SPT) yang sempat hilang seperti dalam cuitannya berikut ini:

Untuk diketahui bahwa tombol "Bayar dan Lapor" ini muncul pada bagian akhir dari SPT yang akan dilaporkan, setelah Wajib Pajak melakukan tahapan membuat Bukti Potong. Setelah semua bukti potong dalam suatu masa pajak yang akan dilaporkan selesai, dilanjutkan dengan tahap membuat konsep Surat Pemberitahuan (SPT). Setelah konsep SPT berhasil dibuat dan setelah semua data, kemudian dipilih simpan draft SPT yang sudah dibuat tersebut. Lalu Wajib Pajak diminta untuk memasukkan kode passphrase untuk otorisasi tanda tangan elektronik (sertifikat elektronik) pada SPT yang sudah berhasil dibuat tersebut. Setelah berhasil memasukkan kode passphrase ini, maka berikutnya pada halaman SPT akan muncul tombol untuk "Bayar dan Lapor". Ini menjadi tahap akhir bagi Wajib Pajak untuk menyetorkan dan melaporkan SPT-nya.

Selama beberapa hari ini, Wajib Pajak terkendala, karena pada tahap terakhir ini ternyata tombol "Bayar dan Lapor" tidak muncul. Akibatnya banyak Wajib Pajak yang mengalami kendala tidak dapat melanjutkan pelaporan SPT-nya.

Dengan telah munculnya kembali tombol "Bayar dan Lapor", maka Wajib Pajak sudah dapat melanjutkan proses pembayaran pajak yang terutang yang harus dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak yang bersangkutan berakhir, serta batas waktu pelaporan dimana untuk jenis pajak PPh adalah tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak yang bersangkutan berakhir. Silakan bagi Para Pembaca Setia Tax Learning untuk segera melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan masa pajak Januari 2025 ini, karena saat ini untuk menu pelaporan di sistem Coretax telah berhasil diperbaiki oleh tim pengembang dari Direktorat Jenderal Pajak.

Hasil Rapat Dengar Pendapat DPR-DJP, Sistem Coretax Terus Berjalan dengan Didampingi Sistem Lama Sebagai Mitigasi Risiko


Pada hari ini, Senin, 10 Februari 2025, Komisi XI DPR RI memanggil Direktur Jenderal untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dengan implementasi sistem Coretax. Dalam RDP yang diselenggarakan secara tertutup ini, Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo didampingi oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal, dan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi. RDP ini dipimpin oleh Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun.

Dari hasil RDP antara Komisi XI DPR RI dengan Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan tersebut disepakati hal-hal sebagai berikut:
  1. Komisi XI DPR RI telah mendengar penjelasan dari Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan tentang implementasi sistem Coretax.
  2. Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama, sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak.
  3. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan menjamin bahwa sistem IT apapun yang digunakan, tidak akan mempengaruhi upaya kolektivitas penerimaan pajak di APBN Tahun Anggaran 2025.
  4. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan menyiapkan roadmap implementasi Coretax berbasis risiko yang paling rendah dan mempermudah Pelayanan terhadap Wajib Pajak.
  5. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan tidak mengenakan sanksi terhadap Wajib Pajak yang diakibatkan oleh gangguan penerapan sistem Coretax pada tahun 2025.
  6. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan dalam rangka penyempurnaan sistem Coretax wajib memperkuat Cyber Security.
  7. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan melaporkan perkembangan sistem Coretax kepada Komisi XI DPR RI secara berkala.
  8. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan akan menyampaikan jawaban tertulis atas pertanyaan dan tanggapan Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR RI paling lama 7 (tujuh) hari kerja.