..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Senin, 09 Maret 2015

Penjualan Tanah dan/atau Bangunan Masih Status PPJB Kena PPh Tarif Umum atas Capital Gain

Tahun 2013 dan 2014 Direktorat Jenderal Pajak gencar dalam menggali potensi pajak yang berasal dari transaksi penjualan tanah dan/atau bangunan. Mulanya program penggalian potensi pajak ini ditujukan kepada para perusahaan pengembang (developer) perumahan. Program penggalian potensi pajak ini dilakukan karena adanya indikasi bahwa adanya potensi pajak yang hilang dari sektor usaha bisnis properti ini.

Dari hasil penggalian potensi pajak ini, ditemukan adanya transaksi penjualan tanah dan/atau bangunan (properti) yang baru sampai pada tahap terjadinya perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) tanah dan/atau bangunan antara pihak pengembang dengan pihak pembeli (dalam hal ini penulis sebut sebagai pihak pembeli pertama) namun oleh pihak pembeli pertama, properti ini sudah langsung dijualkan kepada pihak pembeli kedua. Kelak pada saat pembuatan Akta Jual Beli (AJB), transaksi yang tercantum dalam akta ini adalah merupakan transaksi pengalihan hak (penjualan) atas properti dari pihak pengembang kepada pihak pembeli kedua tanpa mencantumkan transaksi yang terjadi dengan pihak pembeli pertama.

Umumnya pihak Notaris yang membuat Akta Jual Beli ini, hanya dapat melakukan pengawasan dengan meminta pembayaran PPh Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada pihak Developer atas pengalihan (penjualan) properti ini kepada pihak pembeli kedua. Sedangkan transaksi sebenarnya pengalihan properti dari pihak Pembeli pertama ke pihak pembeli kedua justru tidak terdeteksi sehingga potensi PPh yang seharusnya diterima oleh negara menjadi hilang.

Perlakuan PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Sebelum AJB

Akibat adanya kejadian pembeli properti yang belum melakukan proses AJB namun sudah menjual kembali properti yang dibelinya tersebut kepada pembeli lain, yang dimana kejadian ini sulit untuk diawasi, maka pihak Direktorat Jenderal Pajak segera mengeluarkan surat penegasan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2014 tanggal 14 Agustus 2014 tentang Pengawasan atas Transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Melalui Jual Beli.

Tujuan dari penetapan surat edaran ini adalah untuk memberikan acuan dan pedoman dalam rangka pengawasan atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui jual beli yang dilakukan oleh Wajib Pajak pemegang hak atas tanah yang belum dilakukan penandatanganan Akta Jual Beli sehingga terdapat keseragaman dalam pelaksanaannya.

Penegasan Pengenaan PPh Tidak Final Atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Dalam SE-30/PJ/2014 ini, Direktur Jenderal Pajak menegaskan mengenai perlakuan pengenaan PPh atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diperoleh baru melalui PPJB dan belum dilakukan penandatanganan AJB yaitu: Dalam hal sebelum dilakukan penandatanganan Akta Jual Beli antara penjual dengan pembeli terjadi perubahan nama pembeli yang tercantum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli, maka atas penghasilan dari perubahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pembeli yang semula namanya tercantum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli, merupakan penghasilan berupa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak pembeli yang semula namanya tercantum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli.

Sebagai contoh kasus, dalam SE-30/PJ/2014 ini diilustrasikan sebagai berikut:

Odik Wijaya membeli 1 unit rumah dari developer PT Bali Griya Persada seharga Rp500.000.000,00 secara tunai. Antara PT Bali Griya Persada dengan Odik Wijaya belum dilakukan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB), karena sertifikat rumah tersebut masih dalam proses pemecahan sehingga dilakukan terlebih dahulu dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara PT Bali Griya Persada sebagai penjual dan Odik Wijaya sebagai pembeli. Sertifikat rumah tersebut masih atas nama PT Bali Griya Persada. Sebelum dilakukan AJB antara PT Bali Griya Persada dengan Odik Wijaya, rumah tersebut oleh Odik Wijaya dijual kepada Indra Adi, sehingga akibat transaksi tersebut nama penjual dan pembeli yang tercantum dalam PPJB rumah tersebut menjadi PT Bali Griya Persada sebagai penjual dan Indra Adi sebagai pembeli.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Odik Wijaya dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan berupa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang PPh yang dikenai PPh berdasarkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang PPh dan wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh.

Jadi dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa atas transaksi penjualan tanah dan/atau bangunan yang masih dalam bentuk PPJB dan belum dilakukan penandatanganan AJB, maka akan dikenakan PPh dengan tarif Pasal 17 (tidak final) atas selisih keuntungan dari penjualan tanah dan/atau bangunan tersebut (capital gain). Penjualan tanah dan/atau bangunan yang belum ditandatangani AJB ini bukan lagi merupakan objek PPh Final sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008.

Komentar atas Penegasan ini

Definisi Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 adalah:
  1. penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;
  2. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus;
  3. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Transaksi penjualan tanah dan/atau bangunan yang masih berstatus perikatan jual beli memang secara legal belum ada pengalihan hak atas suatu tanah dan/atau bangunan dari penjual kepada pembeli. Namun biasanya dalam praktek, pembeli yang membeli suatu unit properti ke pengembang, diawali dengan suatu perikatan jual beli. Sering ditemukan bahwa pada prakteknya pembeli tidak akan meningkatkan status tanah dan/atau bangunan yang dibeli menjadi akta jual beli (AJB), namun segera dijual ke pembeli baru walaupun status tanah dan/atau bangunan masih PPJB. Sebenarnya untuk kasus ini dapat kita lihat walaupun status atas pembelian tanah dan/bangunan tersebut masih PPJB, namun pihak pembeli sudah memiliki hak atas kepemilikan tanah tersebut, bahkan sudah dapat menjualkan kembali kepada pihak lainnya sebagai pembeli baru. Sehingga seharusnya definisi pelepasan hak/penyerahan hak dari pengembang kepada pembeli pertama sudah terpenuhi. Sehingga walaupun transaksi dari pengembang ke pembeli pertama masih berstatus PPJB, namun definisi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sudah terpenuhi, karena pihak pembeli pertama ini sudah memiliki hak untuk melepaskannya kepada pihak lainnya.

Sehingga menurut penulis, dengan menerbitkan Surat Edaran yang mengatur bahwa transaksi penjualan tanah dan/atau bangunan yang masih berstatus PPJB yang bukan merupakan objek PPh Final sesuai ketentuan PP Nomor 71 Tahun 2008 kurang menguntungkan bagi penerimaan negara, dalam kondisi apabila nilai keuntungan (capital gain) dari transaksi ini masih rendah. Karena seharusnya jika transaksi penjualan tanah dan/atau bangunan yang masih berstatus PPJB ini dianggap sebagai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, maka akan dikenakan PPh Final atas total nilai transaksi tanpa mempedulikan berapa keuntungan yang diperoleh oleh pembeli pertama.

Sebagai contoh, suatu tanah yang dibeli oleh pembeli pertama dari pengembang seharga Rp 100.000.000. Kemudian dijual kembali (dalam status tanah yang masih PPJB dengan pengembang) kepada pembeli kedua seharga Rp 120.000.000. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan SE-30/PJ/2014 ini, maka PPh yang terutang ini adalah hanya dikenakan atas capital gain sebesar Rp 20.000.000 (Rp 120.000.000 – Rp 100.000.000) dengan tarif umum PPh untuk orang pribadi yaitu sebesar 5%. Maka PPh terutangnya adalah sebesar Rp 1.000.000.

Padahal seharusnya apabila diterapkan PP Nomor 71 Tahun 2008, maka PPh yang harus disetorkan atas transaksi ini adalah sebesar Rp 120.000.000 x 5% atau sebesar Rp 6.000.000.

Jumat, 06 Maret 2015

Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Form 1770 S Tahun 2014 Format Excel

Berdasarkan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2014, bentuk formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk tahun pajak 2014 mengalami sedikit perubahan. Salah satu perubahan yang terjadi adalah juga untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melaporkan kewajiban perpajakannya menggunakan Formulir 1770 S.

Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Sederhana (Formulir 1770 S) ini wajib digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan:
  1. dari satu atau lebih pemberi kerja;
  2. dalam negeri lainnya; dan/atau
  3. yang dikenakan PPh Final dan/atau bersifat Final dan/atau bersifat final.

Untuk membantu para Pembaca Setia Tax Learning yang ingin melaporkan kewajiban perpajakannya menggunakan Formulir 1770 S ini, penulis mencoba untuk membuat formulir yang disajikan dalam format Microsoft Excel 2013. Semoga formulir yang disajikan ini dapat membantu para Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan tahun pajak 2014.

SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2014 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 31 Maret 2015. Apabila ada pajak yang kurang bayar berdasarkan perhitungan dalam SPT Tahunan tersebut, maka kekurangan bayar pajak ini harus disetorkan paling lambat tanggal 31 Maret 2015 sebelum SPT Tahunan disampaikan.

Atas keterlambatan penyampaian SPT Tahunan ini akan dikenakan denda sebesar Rp 100.000. Sedangkan untuk keterlambatan penyetoran PPh Kurang Bayar (PPh Pasal 29) berdasarkan perhitungan SPT Tahunan ini akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung sejak batas akhir penyetoran PPh Kurang Bayar.

Untuk memperoleh file ini, silakan download di link berikut ini.

Artikel Terkait:
Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Form 1770 SS Format Excel

Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Form 1770 SS Format Excel

Berdasarkan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2014, bentuk formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk tahun pajak 2014 mengalami sedikit perubahan. Salah satu perubahan yang terjadi adalah juga untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melaporkan kewajiban perpajakannya menggunakan Formulir 1770 SS.

Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Sangat Sederhana (Formulir 1770 SS) ini dapat digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 60.000.000,00 setahun.

Untuk membantu para Pembaca Setia Tax Learning yang ingin melaporkan kewajiban perpajakannya menggunakan Formulir 1770 SS ini, penulis mencoba untuk membuat formulir yang disajikan dalam format Microsoft Excel 2013. Semoga formulir yang disajikan ini dapat membantu para Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan tahun pajak 2014.

SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2014 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 31 Maret 2015. Apabila ada pajak yang kurang bayar berdasarkan perhitungan dalam SPT Tahunan tersebut, maka kekurangan bayar pajak ini harus disetorkan paling lambat tanggal 31 Maret 2015 sebelum SPT Tahunan disampaikan.

Atas keterlambatan penyampaian SPT Tahunan ini akan dikenakan denda sebesar Rp 100.000. Sedangkan untuk keterlambatan penyetoran PPh Kurang Bayar (PPh Pasal 29) berdasarkan perhitungan SPT Tahunan ini akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung sejak batas akhir penyetoran PPh Kurang Bayar.

Untuk memperoleh file ini, silakan download di link berikut ini.

Artikel Terkait:
Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Form 1770 S Tahun 2014 Format Excel

Selasa, 03 Maret 2015

Perubahan Cara Mengisi Daftar Harta pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2014

Wajib Pajak wajib untuk melaporkan seluruh harta yang dimilikinya dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi pada bagian “Harta pada Akhir Tahun”. Bagi Wajib Pajak yang menggunakan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir:
  1. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (Formulir 1770), maka laporan harta yang dimilikinya tersebut harus dilaporkan pada Bagian A Lampiran 1770 – IV secara terperinci per jenis harta.
  2. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Sederhana (Formulir 1770 S), maka laporan harta yang dimilikinya tersebut harus dilaporkan pada Bagian B Lampiran 1770 S – II secara terperinci per jenis harta.
  3. Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Sangat Sederhana (Formulir 1770 SS), maka laporan harta yang dimilikinya tersebut harus dilaporkan pada Bagian C angka 11 dengan mencantumkan hanya jumlah total dari seluruh harta yang dimilikinya pada akhir tahun pajak (tidak perlu merinci satu persatu hartanya).
Untuk tahun pajak 2014 ini terdapat perubahan pada bentuk dan isi pada bagian “Harta pada Akhir Tahun” pada Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk Formulir 1770 dan Formulir 1770 S sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2014.

Berikut ini adalah bagian dari masing-masing formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang memuat informasi pelaporan jumlah harta pada akhir tahun pajak.

Gambar 1 – Bagian Daftar Harta pada Formulir SPT 1770

Gambar 2 – Bagian Daftar Harta pada Formulir SPT 1770 S

Gambar 3 – Bagian Daftar Harta pada Formulir SPT 1770 SS


Selama ini, Wajib Pajak bebas mengisi jenis hartanya, sehingga tidak terdapat keseragaman dalam pengisian dan pengelompokan jenis harta. Pada formulir SPT Tahunan tahun 2014 ini, pengisian Jenis Harta diatur menjadi lebih rinci dan lebih distandarkan. Standarisasi pengelompokan jenis harta pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2014 ini dilakukan dengan adanya kode harta. Dengan demikian, maka Wajib Pajak tidak dapat dengan sesukanya mengelompokkan nama dan jenis harta, namun pengelompokannya tersebut harus berdasarkan urutan kode dan jenis harta.

Pengelompokan harta pada SPT Tahunan tahun 2014 ini yang berdasarkan kode harta menyebabkan penyajian jenis harta pada SPT ini juga menjadi semakin detail dan terperinci. Sebagai contoh, selama ini banyak ditemukan Wajib Pajak yang melaporkan harta berupa uang tunai, tabungan, giro, deposito dan setara kas lainnya menjadi satu jenis harta dengan nama Kas dan Setara Kas. Mulai tahun pajak 2014 ini, Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki harta uang tunai, tabungan, giro, deposito dan setara kas ini harus mencantumkan dalam daftar harta pada SPT Tahunannya secara terpisah menjadi 5 (lima) kelompok harta. Jadi pencantuman kelima jenis harta ini sudah tidak boleh digabung menjadi satu. Selain itu, Wajib Pajak wajib mencantumkan kode harta (sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi) pada kolom Kode Harta (kolom no. 2).

Untuk pencantuman Nama Harta, dalam petunjuk pengisan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi mensyaratkan agar nama harta yang diisi adalah sebagai berikut:
  1. Untuk tanah, dicantumkan lokasi dan luas tanah;
  2. Untuk Bangunan (cantumkan lokasi dan luas bangunan);
  3. Untuk Kendaraan bermotor, mobil, sepeda motor (cantumkan merek dan tahun pembuatannya);
  4. Untuk Kapal pesiar, pesawat terbang, helikopter, jetski, peralatan olah raga khusus, dan sejenisnya (cantumkan merek/jenis dan tahun pembuatannya);
  5. Untuk Uang Tunai Rupiah, Valuta Asing sepadan US Dollar;
  6. Untuk Simpanan termasuk tabungan dan deposito di Bank Dalam dan Luar Negeri (cantumkan nama bank untuk setiap rekening simpanan);
  7. Untuk Piutang (cantumkan identitas pihak yang menerima);
  8. Untuk Efek-efek (saham, obligasi, commercial paper, dan sebagainya) (cantumkan nama penerbit);
  9. Untuk Keanggotaan perkumpulan eksklusif (keanggotaan golf, time sharing dan sejenisnya) (cantumkan nama perkumpulan);
  10. Untuk Penyertaan modal lainnya dalam perusahaan lain yang tidak atas saham (CV, Firma) (cantumkan nama tempat penyertaan modal);
  11. Untuk Harta berharga lainnya, misalnya batu permata, logam mulia, dan lukisan.
Untuk kolom Tahun Perolehan dan kolom Harga Perolehan diisi dengan tahun dan harga diperolehnya masing-masing harta tersebut. Sedangkan untuk kolom Keterangan diisi dengan keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu. Misalnya untuk rumah dan tanah diberi keterangan Nomor Objek Pajak (NOP) sesuai yang tertera dalam SPPT PBB atau untuk kendaraan bermotor diisi Nomor Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB).

Apabila dibandingkan dengan pengisian daftar harta pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2013 dan sebelumnya, maka pengisian daftar harta pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2014 harus lebih rinci dan lebih detail seperti untuk nama harta yang harus dicantumkan secara rinci misalkan nama bank untuk setiap rekening simpanan tabungan/deposito, lokasi dan luas bangunan, merek dan tahun produksi kendaraan bermotor, identitas pihak yang berpiutang.

Daftar Kode Harta

Berikut ini adalah daftar kode harta yang wajib diisikan pada kolom Kode Harta (kolom nomor 2) pada daftar harta di SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kas dan Setara Kas:
011 : uang tunai
012 : tabungan
013 : giro
014 : deposito
019 : setara kas lainnya
Piutang:
021 : piutang
022 : piutang afiliasi (piutang kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh)
029 : piutang lainnya
Investasi:
031 : saham yang dibeli untuk dijual kembali
032 : saham
033 : obligasi perusahaan
034 : obligasi pemerintah Indonesia (Obligasi Ritel Indonesia atau ORI, surat berharga syariah negara, dll)
035 : surat utang lainnya
036 : reksadana
037 : Instrumen derivatif (right, warran, kontrak berjangka, opsi, dll)
038 : penyertaan modal dalam perusahaan lain yang tidak atas saham meliputi penyertaan modal pada CV, Firma, dan sejenisnya
039 : Investasi lainnya
Alat Transportasi:
041 : sepeda
042 : sepeda motor
043 : mobil
049 : alat transportasi lainnya
Harta Bergerak Lainnya:
051 : logam mulia (emas batangan, emas perhiasan, platina batangan, platina perhiasan, logam mulia lainnya)
052 : batu mulia (intan, berlian, batu mulia lainnya)
053 : barang-barang seni dan antik (barang-barang seni, barang-barang antik)
054 : kapal pesiar, pesawat terbang, helikopter, jetski, peralatan olahraga khusus
055 : peralatan elektronik, furnitur
059 : harta bergerak lainnya
Harta Tidak Bergerak
061 : tanah dan/atau bangunan untuk tempat tinggal.
062 : tanah dan/atau bangunan untuk usaha (toko, pabrik, gudang, dan sejenisnya)
063 : tanah atau lahan untuk usaha (lahan pertanian, perkebunan, perikanan darat, dan sejenisnya)
069 : harta tidak gerak lainnya.

Contoh Pengisian Daftar Harta

Berikut adalah contoh pengisian Daftar Harta pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Jumat, 20 Februari 2015

Perubahan Nomor Kring Pajak 500200

Sebagai akibat dari adanya perubahan dari pihak Telkom mengenai penomoran nomor telepon yang berimbas juga terhadap nomor Kring Pajak. Selama ini, masyarakat dan Wajib Pajak yang memiliki berbagai pertanyaan mengenai perpajakan dapat menghubungi secara langsung melalui telepon yang dikenal sebagai Kring Pajak dengan nomor yang dapat dihubungi dari seluruh Indonesia adalah 500 200.

Sejak bulan Oktober 2014, telah dilakukan migrasi sehubungan dengan penggantian nomor, sehingga nomor Kring Pajak berubah menjadi 1 500 200. Selama masa transisi, masyarakat yang masih menelepon ke nomor lama yaitu 500 200, secara perlahan akan dialihkan ke nomor baru 1 500 200. Berikut adalah jadwal peralihan nomor Kring Pajak ini sebagaimana yang diumumkan dalam situs resmi Direktorat Jenderal Pajak.
  1. Bulan Oktober-Desember 2014, nomor akses 500-200 (eksisting) dan 1-500-200 dapat dihubungi keduanya oleh pelanggan (paralel).
  2. Bulan Januari-Juni 2015, pelanggan yang menghubungi nomor akses 500-200 akan menerima pemberitahuan bahwa nomor akses dan panggilan masih bisa tersambung.
  3. Bulan Juli-Desember 2015, pelanggan yang menghubungi nomor akses 500-200 akan menerima pemberitahuan adanya perubahan nomor akses lalu panggilan terputus. Pelanggan harus melakukan dial-ulang ke 1-500-200.