..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Sabtu, 03 Maret 2018

Laporan Tahunan Tax Amnesty

Wajib Pajak yang pada masa pemberlakuan Program Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) telah mengikutinya dengan menyampaikan Surat Pernyataan Harta Pengampunan Pajak dan telah memperoleh Surat Keteragan Pengampunan Pajak (SKPP), maka wajib menyampaikan Laporan Tahunan atas Harta yang dideklarasikan di Dalam Negeri ataupun atas Harta di Luar Negeri yang direpatriasi (dilaporkan untuk dipindahkan) ke Dalam Negeri.

Kedua jenis laporan ini wajib dilaporkan oleh Wajib Pajak (sesuai dengan jenis Pengampunan Pajak yang dilakukannya apakah Deklarasi Dalam Negeri atau Repatriasi) secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak Harta tambahan yang dialihkan telah seluruhnya disetorkan atau dialihkan ke dalam Rekening Khusus dengan menggunakan format yang telah diatur secara khusus dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017.

Untuk pelaporan tahun pertama, batas waktu menyampaikan Laporan Tahunan ini adalah:
1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah tanggal 31 Maret 2018.
2. Bagi Wajib Pajak Badan adalah tanggal 30 April 2018.

Kewajiban penyampaian laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan (bagi Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dan menyatakan akan mengalihkan Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan/atau penempatan Harta tambahan (Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dan mengungkapkan Harta tambahan yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia) berlaku bagi seluruh Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan. Kewajiban penyampaian Laporan Tahunan ini juga tidak berlaku bagi Wajib Pajak UMKM yang artikelnya dapat di baca di sini.

Laporan Tahunan yang harus disampaikan oleh Wajib Pajak yang telah mendapatkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak dengan adanya harta yang dideklarasi di dalam NKRI atau harta di Luar Negeri yang direpatriasi ke dalam NKRI formatnya adalah sebagai berikut:
  1. Laporan Penempatan Harta Tambahan Dalam Wilayah NKRI (bagi yang Deklarasi dalam NKRI)
  2. Laporan Pengalihan dan Realisasi Investasi Harta Tambahan (bagi yang Repatriasi ke dalam NKRI)

Persyaratan Penyampaian Laporan Tahunan Pengampunan Pajak

Laporan Tahunan Pengampunan Pajak yang harus disampaikan ini wajib:

  1. ditandatangani; dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi harus ditandatangani sendiri dan tidak dapat dikuasakan dan dalam hal Wajib Pajak Badan, ditandatangani oleh pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan atau kuasanya.
  2. mencantumkan informasi Harta tambahan.
  3. disampaikan oleh Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk dengan melampirkan surat kuasa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pengampunan Pajak.
  4. disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) dan salinan digital (softcopy), dalam hal disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar secara langsung; atau dokumen elektronik, dalam hal disampaikan melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.

Wajib Pajak UMKM Tidak Wajib Menyampaikan Laporan Tahunan

Bagi Wajib Pajak yang ketika menyampaikan Surat Pernyataan Harta Pengampunan Pajak menggunakan tarif untuk Uang Tebusan sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2016, yaitu tarif khusus bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran usaha sampai dengan Rp 4.800.000.000 pada Tahun Pajak Terakhir atau yang biasa dikenal istilah sebagai Wajib Pajak UMKM tidak wajib menyampaikan Laporan Tahunan Pengampunan Pajak. Ketentuan selengkapnya baca di sini.

Catatan:
Dalam beberapa pesan di media sosial yang menyatakan adanya selebaran yang ditempel di beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang menyatakan bahwa Syarat penyampaian Laporan Penempatan Harta Tambahan (laporan tahunan TA):

  1. Copy Surat Keterangan Tax Amnesty
  2. Copy NPWP & KTP wajib pajak
  3. Surat Kuasa (jika dikuasakan)
  4. Copy KTP & NPWP penerima kuasa (jika dikuasakan)
  5. Kertas Laporan TA ditandatangani (hardcopy)
  6. CD/flashdisk berisi, Laporan TA dalam bentuk excel (format DJP)
  7. Batas waktu laporan 31 Maret 2018

Penulis tidak setuju dengan persyaratan nomor 1 dan 2 di atas yaitu untuk fotokopi Surat Keterangan Tax Amnesty dan fotokopi NPWP dan KTP Wajib Pajak, karena kedua persyaratan ini tidak tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 khususnya di Pasal 4.

Apabila ada KPP yang mewajibkan persyaratan bagi Wajib Pajak yang akan menyampaikan laporan tahunan ini wajib melampirkan dengan fotokopi Surat Keterangan Tax Amnesty dan fotokopi NPWP dan KTP dan kebetulan Wajib Pajak tidak membawanya (karena memang dalam peraturannya tidak dipersyaratkan), tentulah hal ini akan menyulitkan Wajib Pajak karena hanya untuk melakukan pelaporan ini harus bolak balik akibat persyaratan tambahan yang diminta. Apalagi sejak awal sudah ditegaskan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak bahwa Surat Keterangan Pengampunan Pajak tersebut sangat bersifat rahasia dan tidak dapat diberikan kepada siapapun bahkan kepada petugas pajak yang tidak berkompeten, maka tentu Wajib Pajak akan tidak bersedia menyampaikan fotokopi Surat Keterangan Pengampunan Pajak.

Saran Penulis adalah apabila memang pihak Direktorat Jenderal Pajak akan mewajibkan untuk melampirkan fotokopi Surat Keterangan Pengampunan Pajak, maka sebaiknya janganlah disampaikan seperti ini namun haruslah melalui Peraturan Menteri Keuangan atau Peraturan Direktur Jenderal Pajak secara resmi.

Akibat Bagi Wajib Pajak Yang Tidak Menyampaikan Laporan Tahunan Pengampunan Pajak

Bagi Wajib Pajak yang tidak menyampaikan laporan tahunan Pengampunan Pajak sesuai ketentuan di atas, maka pihak KPP dapat menerbitkan Surat Peringatan. Atas Surat Peringatan yang disampaikan oleh KPP ini wajib ditanggapi dengan menyampaikan laporan tahunan dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal pengiriman surat peringatan dari KPP. Apabila setelahnya Wajib Pajak masih tidak menanggapi surat peringatan ini dan tidak menyampaikan laporan tahunan, maka terhadap Wajib Pajak ini dapat dilakukan pemeriksaan pajak.

Berikut ini adalah slide sosialisasi tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan ini yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak, dapat download di sini.

Saat ini penyampaian Laporan Tahunan Pengampunan Pajak ini dapat dilakukan secara online melalui menu DJP Online. Artikel terkait ini silakan baca di sini.

Senin, 26 Februari 2018

Tata Cara Pendaftaran dan Penyampaian Laporan Informasi Keuangan Secara Otomatis Bagi Lembaga Keuangan

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan dan petunjuk pelaksanaannya dimana Lembaga Keuangan diwajibkan untuk menyampaikan Laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis, maka Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2018 tanggal 31 Januari 2018 mengenai tata cara pendaftaran bagi Lembaga Keuangan dan Penyampaian Laporan yang berisi Informasi Keuangan secara otomatis.

Pendaftaran

Lembaga Keuangan Pelapor yang dimaksud dalam peraturan ini adalah:

  1. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) di sektor perbankan, berupa: Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Umum Syariah, Bank Perkredita Rakyat Syariah.
  2. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) di sektor Pasar Modal, berupa: Perantara Pedagang Efek, Manajer Investasi, Bank Kustodian. 
  3. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) di sektor Perasuransian, berupa: Perusahaan asuransi umum dan umum syariah, perusahaan asuransi jiwa dan jiwa syariah, perusahaan reasuransi dan reasuransi syariah, perusahaan asuransi lainnya.
  4. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Lainnya, berupa: Lembaga Keuangan Mikro, Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
  5. Entitas lain berupa: pialang perdagangan berjangka, Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi yang memiliki unit simpan pinjam.
  6. LJK, LJK Lainnya dan Entitas Lain selain yang disebutkan di nomor 1 s.d. nomor 5 di atas;
maka diwajibkan untuk mendaftarkan diri sebagai Lembaga Keuangan Pelapor ke KPP tempat LJK, LJK atau Entitas Lain terdaftar, dengan menggunakan formulir pendaftaran dengan format pada huruf B Lampiran PER-04/PJ/2018. Pendaftaran ini harus dilakukan paling lambat akhir bulan Februari tahun kalender berikutnya setelah tahun terpenuhinya kriteria sebagai Lembaga Keuangan Pelapor atau Lembaga Keuangan Nonpelapor.

**Catatan:
Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Penegasan Nomor S-68/PJ/2018 tanggal 23 Februari 2018 yang memberikan penegasan bahwa batas waktu pendaftaran lembaga keuangan pelapor dan lembaga keuangan nonpelapor untuk tahun 2018 dapat dilakukan sampai dengan akhir bulan Maret 2018.

Pada saat pendaftaran ini, harus menyampaikan formulir pendaftaran secara hardcopy serta softcopy.

Untuk mendownload file formulir pendaftaran elektronik Lembaga Keuangan dapat mengakses di sini:
1. Aplikasi Forms Viewer
2. EOI Form

Sebelum menjalankan EOI Form, terlebih dahulu harus menginstall Aplikasi Forms Viewer.

Dalam waktu 5 hari setelah diterima pendaftaran dari Lembaga Keuangan Pelapor atau Lembaga Keuangan Nonpelapor (serta diterbitkan tanda terima pendaftaran) maka Kepala KPP menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar.

Bagi Lembaga Keuangan Pelapor atau Lembaga Keuangan Nonpelapor yang tidak melaksanakan kewajiban pendaftaran sampai dengan batas waktu pendaftaran, maka Kepala KPP dapat menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar secara jabatan.

Apabila terjadi perubahan data Lembaga Keuangan Pelapor atau Lembaga Keuangan Nonpelapor, maka Lembaga Keuangan Pelapor atau Lembaga Keuangan Nonpelapor harus menyampakan permohonan perubahan data ke KPP dengan mengisi Formulir Pendaftaran.

Bagi Lembaga Keuangan Pelapor atau Lembaga Keuangan Nonpelapor yang telah terdaftar, dapat mengajukan pencabutan status terdaftarnya apabila sudah tidak memenuhi kriteria sebagai Lembaga Keuangan Pelapor atau Lembaga Keuangan Nonpelapor.

Penyampaian Laporan

Lembaga Keuangan Pelapor atau Lembaga Keuangan Nonpelapor yang telah terdaftar wajib menyampaikan laporan mengenai informasi keuangan paling sedikit memuat informasi berupa:
a. Identitas pemegang Rekening Keuangan;
b. Nomor Rekening Keuangan;
c. Identitas Lembaga Keuangan Pelapor;
d. Saldo atau Nilai Rekening Keuangan; dan
e. Penghasilan yang terkait dengan Rekening Keuangan,

Dengan rincian dan penjelasan sesuai dengan format pada Lampiran Huruf G Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2018.

Laporan ini dibuat dalam bentuk dokumen elektronik dengan format:
  1. Extensible Markup Language (XML); atau
  2. Microsoft Excel, dan dilakukan pengamanan atau enkripsi dengan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Laporan ini disampaikan melalui:
  1. Mekanisme elektronik yang dilakukan secara online melalui laman Direktorat Jenderal Pajak atau laman lain yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak; atau
  2. Mekanisme nonelektronik yang dilakukan secara langsung ke Kantor Pengolahan Data Eksternal (KPDE) atau melaui KPP.
Laporan informasi keuangan ini wajib disampaikan oleh Lembaga Keuangan Pelapor atau Lembaga Keuangan Nonpelapor paling lama akhir bulan April tahun kalendar berikutnya bagi Lembaga Keuangan Pelapor yang langsung disampaikan ke Ditjen Pajak oleh LJK Lainnya atau Entitas Lainnya dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasional dan LJK, LJK Lainnya atau Entitas Lainnya dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Sedangkan untuk Laporan yang disampaikan ke Ditjen Pajak melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) oleh LJK dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasional yang tata cara penyampaiannya diatur oleh OJK, maka laporan harus disampaikan ke OJK paling lambat tanggal 1 Agustus tahun kalender berikutnya.

Apabila batas waktu penyampaian laporan tersebut jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum atau cuti bersama secara nasional, penyampaian laporan dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.

Atas laporan yang terdapat kekeliruan dalam pengisian laporan, maka dapat dilakukan pembetulan.

Peraturan ini mulai berlaku tanggal 31 Januari 2018.

Rabu, 10 Januari 2018

Kumpulan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Tahun 2018

Berikut ini adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang diterbitkan selama tahun 2018 yang mengatur ketentuan pelaksanaan dari peraturan perpajakan.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-25/PJ/2018
Tanggal 21 November 2018
Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
Lampiran: DGT Form format Ms. Excel

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-24/PJ/2018
Tanggal 31 Oktober 2018
Tata Cara Pertukaran Informasi Secara Spontan Dalam Rangka Melaksanakan Perjanjian Internasional



Kembali ke Menu KUMPULAN KETENTUAN PERPAJAKAN

Kumpulan Peraturan Menteri Keuangan Tahun 2018

Berikut ini adalah Peraturan Menteri Keuangan yang diterbitkan selama tahun 2018 yang berkaitan dengan perpajakan yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Perpajakan atau Undang-Undang Kepabeanan dan Cukai.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 210/PMK.010/2018
Tanggal 31 Desember 2018
Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce)

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 99/PMK.03/2018
Tanggal 24 Agustus 2018
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 46/PMK.010/2018
Tanggal 9 Mei 2018
Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah atas Bunga atau Imbalan Surat Berharga Negara Yang Diterbitkan Di Pasar Internasional dan Penghasilan Pihak Ketiga atas Jasa Yang Diberikan Kepada Pemerintah Dalam Penerbitan dan/atau Pembelian Kembali/Penukaran Surat Berharga Negara Di Pasar Internasional

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 15/PMK.03/2018
Tanggal 12 Februari 2018
Cara Lain untuk Menghitung Peredaran Bruto

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 9/PMK.03/2018
Tanggal 23 Januari 2018
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT)



Kembali ke Menu KUMPULAN KETENTUAN PERPAJAKAN

Rabu, 03 Januari 2018

Pencantuman NIK atau Nomor Passpor Pada eFaktur Yang Diterbitkan Kepada Pembeli Tanpa NPWP Berlaku 1 April 2018

Setelah sempat ditunda pemberlakukan ketentuan untuk mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Passpor atas transaksi penyerahan/penjualan BKP/JKP ke Pembeli yang tidak memiliki atau tidak bersedia memberikan NPWP, maka saat ini Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan peraturan perubahannya melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2017 tanggal 29 Desember 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Dalam PER-31/PJ/2017 ini Ditjen Pajak tetap mewajibkan para Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan e-Faktur kepada Pembeli Orang Pribadi yang tidak memiliki NPWP untuk mencantumkan NIK atau Nomor Paspor. Ketentuan Pencantuman NIK atau Nomor Paspor ini berlaku mulai 1 April 2018.

Pada Pasal 4A Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2017 menetapkan dan mengatur bahwa: dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, bagi pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi wajib diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. nama dan alamat pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak diisi dengan nama dan alamat sebagaimana tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk atau Paspor; dan
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak diisi dengan NPWP 00.000.000.0-000.000 dan wajib mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor Paspor untuk Warga Negara Asing (WNA).
  3. Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki NPWP harus menyampaikan keterangan berupa nama, alamat dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor Paspor untuk WNA kepada Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur.
  4. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak penjual tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan/atau keterangan berupa nama, alamat (sesuai KTP) pembeli BKP/penerima JKP Orang Pribadi dan NIK atau Nomor Paspor pembeli BKP/penerima JKP Orang Pribadi dalam aplikasi atau sistem elektronik yang telah ditentukan dan/atau disedikan Ditjen Pajak, maka e-Faktur tidak dapat diterbitkan.
  5. Dalam hal e-Faktur diterbitkan dengan tidak mencantumkan keterangan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya, e-Faktur tersebut termasuk e-Faktur yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
Namun ada satu ketentuan di PER-26/PJ/2017 yang dihapus dengan PER-31/PJ/2017 ini, yaitu ketentuan Pasal 11A. Sebagaimana kita ketahui bahwa di Pasal 11A PER-26/PJ/2017 mengatur mengenai sanksi bagi pembuatan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan ini. Pada pasal ini diatur bahwa Faktur Pajak yang dibuat dengan mencantumkan keterangan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya atau dibuat tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini bukan merupakan Faktur Pajak. Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak yang tidak sesuai denga keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya adalah merupakan Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat Faktur Pajak sehingga dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP. Sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak yang demikian tidak dapat mengkreditkan PPN-nya sebagai Pajak Masukan.

Dengan dihapuskannya Pasal 11A PER-26/PJ/2017 dan memindahkan ketentuan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan NIK ke Pasal 4A ayat (4) dan ayat (5), maka ketentuan di PER-31/PJ/2017 ini hanyalah mengatur bahwa e-Faktur yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 4A ayat (2), yaitu tidak mencantumkan nama, alamat, NIK/Nomor Paspor Pembeli dalam sistem aplikasi pembuatan e-Faktur, maka e-Faktur tersebut tidak dapat diterbitkan. Sedangkan apabila e-Faktur diterbitkan dengan tidak mencantumkan keterangan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya, e-Faktur tersebut termasuk e-Faktur yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.

Sedangkan ketentuan mengenai sanksi yang akan dikenakan sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (4) UU KUP serta e-Faktur tersebut tidak dapat dijadikan sebagai Faktur Pajak Masukan telah dihapuskan dari PER-31/PJ/2017 ini.