..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Jumat, 19 Desember 2014

Konsultasi Pajak Gratis: Pemberian Dari Tamu Undangan Saat Pernikahan Objek PPh?

Menurut ketentuan perpajakan dalam hal ini UU PPh ditegaskan bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan adalah merupakan penghasilan. Penghasilan yang diperoleh diperoleh oleh Wajib Pajak ini berdasarkan Pasal 4 UU PPh terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
  1. Penghasilan yang merupakan objek PPh yang dikenakan tarif umum sesuai dengan ketentuan Pasal 17 UU PPh yang biasa dikenal dengan istilah sebagai Penghasilan Non Final,
  2. Penghasilan yangmerupakan objek PPh yang bersifat Final yang besarnya tarif PPh diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, dan
  3. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak (tidak dikenakan PPh).
Salah satu penghasilan yang dikategorikan sebagai penghasilan yang tidak dikenakan PPh adalah penghasilan yang diperoleh yang berupa bantuan atau sumbangan. Namun dalam prakteknya, ada perbedaan penafsiran antara petugas pajak (fiskus) dengan Wajib Pajak mengenai perlakuan perpajakan atas bantuan atau sumbangan yang diterima oleh Wajib Pajak.

Penulis sering mendapatkan pertanyaan mengenai pengertian bentuk sumbangan atau bantuan seperti apa yang merupakan penghasilan yang bukan objek PPh. Salah satu pertanyaan yang sudah sangat sering penulis peroleh adalah mengenai penghasilan yang diterima dari sumbangan atau pemberian yang diperoleh oleh Wajib Pajak ketika mengadakan pesta pernikahan, yaitu pemberian dari para tamu undangan (baik dalam bentuk uang ataupun barang). Berikut pertanyaan yang baru diperoleh penulis mengenai perlakuan perpajakan atas sumbangan pernikahan tersebut yang akan penulis ulas kembali dalam artikel berikut ini.

Pertanyaan dari salah satu pembaca Setia Tax Learning:
Mohon bantuan advicenya mengenai permasalahan pajak pribadi atas sumbangan pernikahan yang sedang diproses oleh kantor pajak.

Pada tahun 2010, saya menikah dan mendapatkan sumbangan (total dari setiap tamu yang datang) sebesar total Rp. 350 juta. Sementara kondisi saya baru lulus kuliah dan saya belum punya npwp.

Pada tahun 2011 saya memiliki npwp dan bekerja di Indonesia. Waktu SPT pajak 2011 saya melaporkan Rp. 350 juta (sebagai hasil sumbangan pernikahan).

Di tahun 2014 ini, kantor pajak mengirimkan surat yang menyatakan bahwa sumbangan Rp. 350 juta yang saya terima di 2010 tersebut merupakan objek pajak, dan dihitung tarif progresif maka saya berhutang pajak Rp. 57 juta berikut bunganya selama 3 tahun yaitu lamanya kantor pajak menemukan dan mempermasalahkan hal ini, yang seharusnya tidak memakan waktu selama itu….

Di pasal 4 ayat 3 menyebutkan pengecualian obyek pajak adalah salah satunya dari Sumbangan. Namun AR kantor pajak tetap ingin memproses pembetulan menjadi objek pajak dan saya mau dikenakan hutang pajak tersebut.

Mohon bantuannya untuk dasar2 argumentasi yang betul.

Jawab:
Penulis pernah membahas mengenai topik ini pada artikel berikut ini.

Menurut penulis, pemberian dari para tamu undangan pada acara pernikahan lebih tepat dikategorikan sebagai sumbangan, karena uang atau barang yang diberikan oleh para tamu undangan ini adalah bersifat pemberian sukarela tanpa adanya “paksaan” dari pihak yang mengundang.

Apabila kita telaah ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) mengenai sumbangan ini ditegaskan bahwa yang tidak dikecualikan dari objek pajak adalah bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia..., sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Jadi menurut ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU PPh ini, pemberian sumbangan yang sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan, maka sumbangan yang diterima tersebut bukanlah objek PPh.

Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh ini ditegaskan lebih lanjut pada Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 bahwa hubungan tersebut dapat terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain (pihak pemberi sumbangan dan pihak penerima sumbangan) secara langsung atau tidak langsung berkenaan dengan: usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan. Hubungan ini dapat terjadi apabila:
  1. terdapat transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah pihak,
  2. terdapat hubungan di antara pihak yang berkenaan dengan pekerjaan, pemberian jasa atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau tidak langsung, serta
  3. terdapat kepemilikan atau penguasaan (baik penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung atau hubungan penguasaan secara langsung atau tidak langsung) antara pihak pemberi dan penerima sumbangan tersebut.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa pemberian sumbangan pernikahan dalam kasus ini tidak dapat dikaitkan dengan adanya hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak pemberi sumbangan dengan pihak penerima sumbangan. Apalagi ada di antara pemberian sumbangan yang sengaja tidak mencantumkan nama pemberi sehingga akan sulit ditelusuri siapa pemberi dan apa hubungan dalam pemberian tersebut.

Jadi pemberian sumbangan dalam pernikahan ini tidak dapat dikelompokkan sebagai penghasilan yang merupakan objek PPh, kecuali apabila antara pemberi sumbangan dan penerima sumbangan memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, misalkan atasan/pemberi kerja yang menghadiri pernikahan karyawan yang dipekerjakannya dan mengharapkan bahwa sumbangan yang diberikan oleh atasan ini harus dihitung sebagai bagian dari imbalan sehingga karyawan tersebut harus meningkatkan kontribusinya akibat menerima sumbangan tersebut. Namun tentunya tidak pernah kita temukan motif seseorang yang memberikan sumbangan dalam pernikahan yang mengharapkan adanya balasan yang akan diperoleh dari pihak penerima sumbangan. Karena sumbangan dalam pernikahan yang diberikan ini sebenarnya adalah merupakan tanda ikut bersuka cita dan merayakan kebahagiaan yang sedang dialami oleh pihak penerima sumbangan.

Sehingga penulis berkesimpulan bahwa kurang tepat bagi pihak fiskus yang menetapkan bahwa sumbangan dalam pernikahan ini sebagai objek PPh, kecuali pihak fiskus dapat membuktikan adanya hubungan sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU PPh tersebut.

Pelaporan Dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Walaupun Penghasilan yang diperoleh dari sumbangan pemberian tamu undangan dalam acara pernikahan ini bukan merupakan objek PPh, namun Wajib Pajak penerimanya perlu melaporkan sumbangan yang diterimanya ini sebagai penghasilan yang bukan objek PPh dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya pada tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melaporkan SPT Tahunannya menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770, penghasilan dari sumbangan pernikahan ini diisi pada Lampiran III (Form 1770 - III) Bagian B nomor urut 1: “Bantuan/Sumbangan/Hibah”.

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melaporkan SPT Tahunannya menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770 S, penghasilan dari sumbangan pernikahan ini diisi pada Lampiran I (Form 1770 S - I) Bagian B nomor urut 1: “Bantuan/Sumbangan/Hibah”.

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melaporkan SPT Tahunannya menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770 SS, penghasilan dari sumbangan pernikahan ini diisi pada Induk SPT Form 1770 SS Bagian B nomor urut 10: “Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak”.

Jumlah Penghasilan yang diisikan pada kolom Penghasilan Bruto untuk penghasilan dari sumbangan pernikahan ini adalah jumlah bruto dari sumbangan yang diperoleh. Apabila sumbangan tersebut dalam bentuk barang, maka jumlah bruto yang dilaporkan adalah nilai ganti dari barang tersebut (dapat berupa nilai pasarnya).
(c) 2014 http://syafrianto.blogspot.com

Kamis, 04 Desember 2014

Sebelas Nama Lolos Tahap Berikutnya Seleksi Pengisian Jabatan Dirjen Pajak

Dari 28 orang calon Dirjen Pajak yang mengikuti tahap pertama Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan Dirjen Pajak dan telah dinyatakan lulus untuk dapat mengikuti tahap seleksi berikutnya menjadi 11 calon Dirjen Pajak. Hal diperoleh dari hasil Seleksi Penulisan Makalah dan Keputusan Rapat Panitia Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (Eselon I.a dan I.b) di Lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Tahun 2014 dan 2015 tanggal 1 Desember 2014. Sesuai dengan Pengumuman Panitia Seleksi Nomor PENG-09/PANSEL/2014 tanggal 3 Desember 2014. Kesebelas calon yang lulus ini dan berhak untuk mengikuti seleksi tahap berikutnya yaitu Assessment Center dan Pemeriksaan Kesehatan adalah Catur Rini Widosari, Dadang Suwarna, Muhammad Haniv, Poltak Maruli John Liberty Hutagaol, Puspita Wulandari, Rida Handanu, Sigit Priadi Pramudito, Suryo Utomo, Edi Slamet Irianto, Ken Dwijugiasteadi dan Wahju Karya Tumakaka.

Selanjutnya Tahapan Seleksi Assessment Center diadakan pada tanggal 2 dan 3 Desember 2014. Kemudian tahapan seleksi Pemeriksaan Kesehatan akan diadakan pada tanggal 5 Desember 2014.
Peserta yang lolos tahapan seleksi Assessment Center dan Pemeriksaan Kesehatan nanti akan dipanggil untuk tahpan seleksi berikutnya, yaitu wawancara dengan panitia seleksi dan wawancara dengan Menteri Keuangan (Menkeu).

Pada tahap wawancara dengan menkeu, panitia seleksi akan merekomendasikan lima nama calon Dirjen Pajak kepada Menkeu dengan tidak  memberikan ranking. Menkeu kemudian yang akan memberikan ranking sebelum diberikan ke Presiden. Demikian diungkapkan Wakil Menteri Keuangan, sekaligus Ketua Panitia Seleksi, Mardiasmo kepada media massa beberapa waktu lalu di Jakarta.

Untuk uji kelayakan dan rekam jejak, Panitia Seleksi menyampaikan pula kepada media massa agar masyarakat dapat ikut menilai integritas para peserta seleksi terbuka pengisian jabatan Dirjen Pajak. Panitia Seleksi di awal juga telah  meminta pendapat PPATK dan kalau perlu pada saat konfirmasi terakhir Panitia Seleksi akan minta juga pendapat KPK.

Kamis, 27 November 2014

Inilah Daftar Nama Yang Mendaftar Sebagai Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan

Saat ini Kementerian Keuangan sedang melakukan seleksi terbuka untuk mencari 4 (empat) orang yang akan menduduki posisi setingkat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuanngan. Keempat posisi jabatan yang akan ditempati melalui proses yang dikenal dengan istilah "lelang jabatan" ini terdiri dari Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi, serta Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara

Pada tanggal 26 November 2014, Panitia Seleksi Terbuka ini telah mengumumkan 54 orang peserta yang dinyatakan lulus dalam seleksi tahap pertama yaitu seleksi administrasi melalui Pengumuman Nomor PENG-06/PANSEL/2014. Ke-54 orang yang dinyatakan lulus dalam seleksi tahap pertama ini adalah:

  1. Andin Hadiyanto
  2. Arif Baharudin
  3. Astera Primanto Bhakti
  4. Awan Nurmawan Nuh
  5. Batara Situmorang
  6. Bey Tradi Machmudin
  7. Catur Rini Widosari
  8. Dadang Suwarna
  9. Dharma Nursani
  10. Djoko Hendratto
  11. Aseo Ahmad Saefulloh
  12. Faizul Ishom
  13. Haryanto
  14. Hedi Muhammad Idris
  15. Freddy Rikson Saragih
  16. Robby Tampubolon
  17. Syafri Adnan Baharuddin
  18. Estu Budiarto
  19. Hario Damar
  20. Harry Gumelar
  21. Herry Abdul Aziz
  22. Irfa Ampri
  23. Iwan Djuniardi
  24. Kukuh Sumardono Basuki
  25. Kushari Suprianto
  26. Makmun
  27. Muhammad Haniv
  28. Poltak Maruli John Liberty Hutagaol
  29. Suahasil Nazara
  30. Puspita Wulandari
  31. Rida Handanu
  32. Robert Pakpahan
  33. Sigit Priadi Pramudjito
  34. Suryo Utomo
  35. Susiwijono
  36. Abdullah Sani
  37. Angin Prayitno
  38. Arfan
  39. Andi Sinrang
  40. Edi Slamet Irianto
  41. Muhammad Handry Imansyah
  42. I Ketut Puspa Adnyana
  43. Bustan Ramli
  44. Ken Dwijugiasteadi
  45. Pontas Pane
  46. Harta Indra Tarigan
  47. Ikhsan Thoha
  48. Ihwan Sudrajat
  49. Kusmahendri
  50. Mekar Satria Utama
  51. Mohammad Isnaeni
  52. Robert Leonard Marbun
  53. Fahsul Falah
  54. Peni Hirjanto
Selanjutnya para peserta lelang jabatan yang dinyatakan lulus dalam Tahap Pertama ini akan menjalani seleksi tahap kedua yaitu Tahap Penulisan Makalah yang akan dilakukan pada tanggal 28 November 2014.

Selasa, 04 November 2014

Pengumuman Hasil USKP Periode III - Oktober 2014

Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) Periode ke-3 bulan Oktober 2014 yang diselenggarakan oleh BP-USKP adalah merupakan periode terakhir penyelenggaraan USKP sebelum ketentuan baru mengenai Konsultan Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 diberlakukan. USKP yang diselenggarakan pada tanggal 18 dan 19 Oktober 2014 yang lalu, hasilnya telah diumumkan pada tanggal 31 Oktober 2014 melalui Keputusan BP USKP Nomor KEP-009/USKP 0.1/X/2014 hasilnya adalah sebagai berikut:

1. LAMPIRAN TINGKAT (BREVET) A
a. Ulang ke-2 (Unduh A_Ulang2)
b. Ulang ke-3 (Unduh A_Ulang3)
2. LAMPIRAN TINGKAT (BREVET) B
a. Ulang ke-2 (Unduh B_Ulang2)
b. Ulang ke-3 (Unduh B_Ulang3)
3. LAMPIRAN TINGKAT (BREVET) C
a. Ulang ke-2 (Unduh C_Ulang2)
b. Ulang ke-3 (Unduh C_Ulang3)

Untuk peserta yang pada ujian kali ini masih dinyatakan belum lulus dan masih dapat mengulang, dapat mengikuti ujian kembali sesuai dengan USKP yang kelak akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014.

Kamis, 09 Oktober 2014

Penegasan Pelaksanaan Pengenaan PPh Final 1% bagi WP Tertentu sesuai PP 46 Tahun 2013 (Bagian 2)

Pada artikel sebelumnya, penulis telah membahas sebagian dari pokok-pokok penegasan Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2014 (sebagaimana yang diralat dengan SE-38/PJ/2014). Pada artikel berikut ini, adalah merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya sisa dari beberapa pokok penegasan lainnya.

3. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Badan atau Lembaga Nirlaba Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan

Perlakuan PPh bagi Wajib Pajak badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan perlakuannya adalah sebagai berikut.
  • Atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut adalah bukan merupakan penghasilan yang bukan objek PPh.
  • Dalam hal ketentuan persyaratan penanaman kembali sisa lebih sebagaimana diuraikan di atas tidak terpenuhi, maka atas sisa lebih tersebut merupakan objek PPh. Oleh sebab itu, perlakuan perpajakan bagi Wajib Pajak badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan adalah mengacu kepada ketentuan tarif umum PPh.
4. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Reksa Dana

Reksa dana adalah suatu bentuk kegiatan usaha yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat pemodal, untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi yang dapat berbentuk perseroan atau kontrak investasi kolektif sesuai UU Pasar Modal.

Aliran penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak reksa dana termasuk dalam kategori penghasilan yang berasal dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh. Sehingga, dalam hal Wajib Pajak reksa dana memenuhi kriteria PP 46 Tahun 2013, maka Wajib Pajak reksa dana dikenai PPh yang bersifat final sesuai ketentuan PP 46 Tahun 2013.

5. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Bank/Bank Perkreditan Rakyat/Koperasi Simpan Pinjam/Lembaga Pemberi Dana Pinjaman

Bagi Wajib Pajak bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 46 Tahun 2013, maka atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperolehnya dikenai PPh bersifat final sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan.

Peredaran bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak bagi Wajib Pajak bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman adalah jumlah seluruh penghasilan usaha jasa perbankan/peminjaman, antara lain:
  • pendapatan bunga, fee, komisi, dan seluruh penghasilan yang terkait dengan pemberi kredit/pinjaman, tidak termasuk pembayaran pokok kredit/pinjaman,
  • penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan atas simpanan di bank lain, serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, kecuali bagi Wajib pajak selain bank/bank perkreditan rakyat.
Dalam hal Wajib Pajak bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman tidak memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 46 Tahun 2013, maka atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak dikenai PPh berdasarkan tarif umum PPh.

6. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (Wajib Pajak OPPT)

Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 Tahun Pajak yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak OPPT dan kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 46 Tahun 2013, maka atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperolehnya dikenai PPh bersifat final sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan.

Bagi Wajib Pajak OPPT yang memiliki peredaran bruto melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 Tahun Pajak dan memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak OPPT, maka pengenaan PPh bagi Wajib Pajak tersebut mengacu pada ketentuan tarif umum UU PPh dan pembayaran angsuran PPh mengacu pada ketentuan Pasal 25 ayat (7) UU PPh yaitu sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat kegiatan usaha.

7. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Wajib Pajak orang pribadi yang berprofesi sebagai PPAT sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah:
  • mempunyai persamaan kewenangan dengan Notaris, yaitu merupakan pejabat umum yang diberikan kewenangan membuat akta otentik tertentu yakni akta yang berkaitan dengan pertanahan; dan
  • dapat dipersamakan dengan notaris sebagai Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.
Perlakuan perpajakan bagi Wajib Pajak PPAT adalah mengacu pada ketentuan umum UU PPh yang dikenakan tarif PPh umum.

8. Penegasan Mengenai Ketentuan Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Sesuai Ketentuan PP 46 Tahun 2013

a. Ketentuan Penyetoran PPh

Wajib Pajak wajib menyetorkan PPh terutang ke kas negara melalui:
  • kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP;
  • Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bank-bank tertentu dimana Wajib Pajak menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN) dengan teraan Nomor Transaksi Penerimaa Negara (NTPN) dalam bentuk cetakan struk ATM yang kedudukannya disamakan dengan SSP;
Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Contoh: untuk setoran PPh Final 1% masa pajak September 2014 disetorkan paling lambat tanggal 15 Oktober 2014.

b.Ketentuan Pelaporan SPT Masa

Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Contoh: untuk melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) masa pajak September 2014 dilaporkan paling lambat tanggal 20 Oktober 2014.

Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran PPh final 1% dan telah mendapatkan validasi NTPN, dianggap telah menyampaikan/melaporkan SPT Masa PPh, dengan tanggal pelaporan sesuai tanggal NTPN yang tercantum pada SSP atau cetakan struk ATM.

Wajib Pajak dengan jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini.

Ketentuan mengenai pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini diberlakukan mulai Masa Pajak Januari 2014, sehingga atas keterlambatan pelaporan (sesuai tanggal validasi NTPN) masa Juli s.d. Desember 2013 tidak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000 untuk setiap masa pelaporan.

Catatan: mulai 1 Juli 2018 ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 ini telah diubah dengan PP Nomor 23 Tahun 2013. Informasinya baca di sini.