..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Selasa, 13 Juli 2010

Tata Cara Penetapan Pengusaha Kena Pajak Risiko Rendah

Dalam ketentuan UU PPN yang baru, menetapkan adanya kriteria Pengusaha Kena Pajak Risiko Rendah yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Kriterian PKP risiko rendah ini diatur dalam Pasal 9 ayat (4c) dan Pasal 9 ayat (4d). Aturan pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010.

Tata cara mengenai penetapan PKP kriteria risiko rendah ini lebih lanjut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2010 tanggal 5 Juli 2010 tentang Tata Cara Penetapan Pengusaha Kena Pajak Risiko Rendah, yang disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-76/PJ/2010 tanggal 5 Juli 2010.

Ketentuan ini mengatur antara lain:

Untuk mendapatkan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, terlebih dahulu PKP harus mengajukan permohonan kepada Kepala KPP tempat dia terdaftar dan dikukuhkan sebagai PKP untuk ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah dengan melampirkan:
  1. keterangan dari instansi yang berwenang, yang dapat berupa Laporan Bulanan Kepemilikan Saham Emiten atau Perusahaan Publik dan Rekapitulasi, bagi perusahaan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
  2. keterangan dari instansi yang berwenang, yang dapat berupa Akta Pendirian dan perubahannya, bagi perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah; atau
  3. Surat Pernyataan bahwa nilai Barang Kena Pajak yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) adalah produksi sendiri dan Laporan Keuangan untuk 2 (dua) tahun pajak sebelumnya yang diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian, bagi produsen selain Perusahaan Terbuka dan BUMN/BUMD.

Kepala KPP menerbitkan keputusan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah atau surat pemberitahuan bahwa permohonan tidak dapat diproses paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan Wajib Pajak.

Keputusan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah ini berlaku untuk 24 (dua puluh empat) Masa Pajak sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.

Surat Keputusan Penetapan Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah ini dinyatakan tidak berlaku lagi apabila dalam masa berlakunya jangka waktu sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah ini, terhadap Pengusaha Kena Pajak dilakukan:
  1. pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan; atau
  2. pemeriksaan dan ternyata dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa Pengusaha Kena Pajak tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.

Ketentuan ini berlaku pada tanggal ditetapkannya yaitu tanggal 5 Juli 2010.

Konsultasi Pajak Gratis: Syarat Untuk Bebas Fiskal Luar Negeri

Ketentuan pembayaran Fiskal Luar Negeri bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan bertolak ke Luar Negeri akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2010, sehingga sejak tanggal 1 Januari 2011, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan bertolak ke Luar Negeri akan dibebaskan dari pengenaan Fiskal Luar Negeri tanpa terkecuali. Berarti jangka waktu pengenaan Fiskal Luar Negeri ini hanya tinggal setengah tahun lagi. Namun walaupun demikian, masih banyak Pembaca Setia Tax Learning yang mengajukan pertanyaan kepada penulis seputar ketentuan perpajakan atas pengenaan Fiskal Luar Negeri ini.
Berikut beberapa pertanyaan yang berhasil dirangkum oleh penulis, antara lain:

  1. pak anto saya rachel, saya berumur 21 tahun, dan saya mahasiswa atau belum bekerja sama sekali dan belum berpenghasilan, jadi saya masih tanggungan orang tua, dan bulan depan saya mau berlibur ke LN, pertanyaan saya apakah saya bisa menggunakan npwp papa saya supaya saya bisa bebas fiskal atau saya harus punya npwp sendiri?soalnya kalo saya tidak punya npwp mahal bgt kalo harus byr fiskal 2,5 juta..gmn menurut bpk yang hrs saya lakukan biar saya bisa bebas dari fiskal LN? makasih pak..
  2. dear mas anto^^ saya mo tanya nich....saya mahasiswa umur 24 tahun...saya mau ke LN tapi tidak punya NPWP saya belum kerja....klo saya pakai NPWP adik saya bagaimana dan saya lampir kan KK Nantinya bisa bebas fiskal???
  3. saya mempunyai NPWP,tetapi kedua ortu saya tidak mempunyai NPWP. apa mereka hrs membyar Fiskal? umur bapak saya udah 60 lbh si, atau hanya lampirkan KK dan NPWP saya?atau harus isi fomulir apa? thanks..
  4. Jika saya sudah mempunyai npwp dan orang tua karena tinggal di daerah tidak mempunyai npwp, jadi kalau mao keluar negri dengan memakai npwp saya yang masi dalam 1 kartu keluarga, apakah bisa bebas fiskal. thanks
  5. ibu saya seorang PNS /guru SD,,saya mau keluar negeri karena acara kampuz,,tapi ibu saya tidak punya kartu NPWP karena pendaftarannya secara kolektif,,bukan kah ibu saya wajib pajak??apakah saya tidak bisa bebas biaya fiskal??

Jawab:

Ketentuan mengenai pengenaan Fiskal Luar Negeri terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan bertolak ke Luar Negeri diatur dalam Pasal 25 ayat (8) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Jangka waktu ketentuan mengenai fiskal luar negeri ini berlaku hingga tanggal 31 Desember 2010 sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (8a) UU PPh.
Aturan pelaksanaan dari Pasal 25 ayat (8) UU PPh ini diatur lebih lanjut dalam:
-Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2009.
Artikel mengenai ketentuan fiskal luar negeri ini telah dibahas oleh penulis dalam tulisan berikut:
-Tata Cara Pembayaran dan Pengecualian Pembayaran Fiskal Luar Negeri
-Ralat Kedua Peraturan Dirjen Pajak tentang Fiskal Luar Negeri
-Artikel lainnya tentang Fiskal Luar Negeri

Memang dalam ketentuan Pasal 25 ayat (8) UU PPh, Pasal 1 ayat (1) PP Nomor 80 Tahun 2008 dan Pasal 2 ayat (1) PER-53/PJ/2008 sebagaimana telah diubah dengan PER-14/PJ/2009 ditegaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan bertolak ke luar negeri wajib membayar PPh (disebut sebagai Fiskal Luar Negeri). Jadi jika kita mencermati ketentuan ini, maka dapat dipastikan bahwa Wajib Pajak yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan bertolak ke luar negeri wajib memiliki NPWP agar terbebas dari pengenaan Fiskal Luar Negeri (FLN).
Dengan adanya ketentuan ini, maka akan timbul pertanyaan di masyarakat seperti pertanyaan-pertanyaan yang telah penulis ungkapkan di atas ini. Apabila seorang mahasiswa yang belum memiliki penghasilan dan hidupnya masih sepenuhnya ditanggung oleh orang tua seperti kasus Rachel di atas, atau kasus yang dialami oleh mahasiswa yang berumur 24 tahun namun belum memiliki penghasilan tersebut, apakah wajib memiliki NPWP dahulu baru dapat memperoleh pembebasan FLN?
Untuk mengantisipasi hal ini, sebenarnya Dirjen Pajak telah mengeluarkan penegasan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-88/PJ/2008 (artikel dan aturannya dapat dibaca di sini).
Bagi Orang Pribadi yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun namun masih belum memiliki penghasilan atau seluruh kehidupannya masih ditanggung oleh orang tua seperti kasus Rachel tersebut dapat memperoleh pembebasan pengenaan FLN sesuai dengan penegasan dalam angka 1 SE-88/PJ/2008 dimana Orang pribadi dalam negeri yang tidak memenuhi persyaratan sebagai Wajib Pajak dalam negeri karena belum memenuhi syarat objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tidak wajib membayar FLN dengan melampirkan Surat Pernyataan Berpenghasilan Di Bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (contoh Lampiran II SE-88/PJ/2008).

Sedangkan atas pertanyaan lainnya mengenai ketentuan dapat menanggung anggota keluarga bagi pemilik NPWP, sehingga anggota keluarga yang tidak memiliki NPWP tersebut dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan pengenaan FLN dengan menggunakan NPWP keluarga atau saudaranya tersebut, berikut penjelasan yang dapat diberikan. Ketentuan FLN ini adalah berlaku untuk Wajib Pajak Orang Pribadi beserta anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya. Apabila Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah memiliki NPWP akan bertolak ke Luar Negeri, maka anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya juga mendapatkan fasilitas pembebasan FLN dengan menggunakan NPWP Wajib Pajak penanggung sepenuhnya ini, walaupun anggota keluarga tersebut tidak memiliki NPWP. Yang termasuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan Wajib Pajak sepenuhnya menurut PER-53/PJ/2008 adalah isteri atau suami, anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak (yang memiliki NPWP tersebut) dan diakui oleh Wajib Pajak tersebut berdasarkan dokumen pendukung dan hukum yang berlaku. Jadi disini dapat kita artikan Wajib Pajak yang menanggung sepenuhnya ini adalah merupakan kepala keluarga dan anggota keluarga yang dapat ditanggungnya adalah isteri (atau suami), anak kandung, anak tiri, orang tua kandung, mertua (orang tua kandung isteri atau suami), dan anak angkat yang seluruh kehidupannya ditanggung oleh Wajib Pajak. Ini sama seperti ketentuan untuk PTKP. Jadi menjawab pertanyaan penanya nomor 3 atau nomor 4 di atas, orang tuanya yang telah berusia lebih dari 60 tahun ini dapat saja ditanggung apabila memang orang tuanya ini tidak mendapatkan penghasilan sama sekali dan seluruh kehidupannya telah ditanggung oleh sang anak yang telah memiliki NPWP tersebut. Apabila memang memenuhi ketentuan pembebasan dari pengenaan FLN, maka dokumen yang harus dilampirkan adalah fotokopi NPWP/SKT/SKTS si penanggung pajak (yang memiliki NPWP), fotokopi kartu keluarga dan/atau Surat Pernyataan Menanggung Sepenuhnya orang tua yang tidak terdaftar dalam Kartu Keluarga (bentuk formulirnya seperti pada Lampiran IV.2 PER-53/PJ/2008).

Menjawab pertanyaan nomor 5 dimana sang Ibu adalah seorang guru (PNS) yang tidak memiliki NPWP, maka tidak dapat menanggung Anda untuk mendapatkan pembebasan FLN. Namun apabila Anda memang tidak memiliki penghasilan, maka Anda dapat melihat solusi atas pertanyaan Mahasiswi Rachel dan Mahasiswa yang berusia 24 tahun di atas, yaitu dapat memperoleh fasilitas tidak wajib membayar FLN dengan melampirkan Surat Pernyataan Berpenghasilan Di Bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (contoh Lampiran II SE-88/PJ/2008).

Semoga penjelasan ini dapat dipahami.

Selasa, 06 Juli 2010

Ketentuan PPh atas Bunga Simpanan Koperasi

Guna melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi, maka Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2010 tanggal 14 Juni 2010 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi.

Dalam peraturan ini diatur ketentuan sebagai berikut:

Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar:
  1. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau
  2. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.
Pajak Penghasilan ini wajib dipotong oleh koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi pada saat pembayaran.

Koperasi sebagai pemotong PPh ini wajib memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) kepada Wajib Pajak orang pribadi yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan baik atas penghasilan dari bunga simpanan yang dikenakan pemotongan PPh sebesar 10% (sepuluh persen) maupun 0% (nol persen).

Kewajiban Penyetoran PPh
Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh koperasi ini wajib disetor ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Apabila tanggal jatuh tempo penyetoran ini bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Kewajiban Pelaporan
Koperasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan yang telah dilakukannya tersebut dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir. Apabila batas akhir pelaporan ini bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya, yaitu tanggal 14 Juni 2010 dan sekaligus mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/1998 tentang Batas Bunga Simpanan Anggota Koperasi yang Tidak Dipotong Pajak Penghasilan, dan dinyatakan tidak berlaku.

Ketentuan PPh atas Dividen yang Diterima WP Orang Pribadi

Pengenaan PPh atas Penghasilan berupa Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi tidak lagi dikenakan PPh Pasal 23 melainkan dikenakan PPh tersendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2c) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Ketentuan yang berlaku mulai tahun pajak 2009 ini menetapkan bahwa PPh atas dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dikenakan tarif sebesar 10% (maksimal) dan bersifat final. Lebih lanjut ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009.

Tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh atas dividen yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri ini diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2010 tanggal 14 Juni 2010.

Dalam ketentuan ini diatur hal-hal sebagai berikut:

Atas penghasilan dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto dan bersifat final.

Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen dan dilakukan pada saat dividen tersebut disediakan untuk dibayarkan.

Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen wajib memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan. PPh yang telah dipotong oleh pihak yang wajib melakukan pemotongan ini harus disetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Apabila tanggal jatuh tempo penyetoran ini bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Atas pemotongan PPh yang dilakukan oleh pihak pembayar dividen ini harus dilaporkan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Apabila batas akhir penyampaian laporan tersebut bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Ketentuan ini mulai berlaku sejak tanggal Peraturan Menteri Keuangan ini diundangkan, yaitu tanggal 14 Juni 2010.

Selasa, 08 Juni 2010

Aturan Pelaksanaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri

Kegiatan membangun sendiri adalah merupakan suatu kegiatan/transaksi yang menjadi objek pengenaan PPN. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 16C Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN). Batasan dan tata cara pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010. Dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 ini disebutkan bahwa tata cara pengisian Surat Setoran Pajak (SSP), pelaporan dan pengawasan pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Untuk menjalankan ketentuan Pasal 8 ini, Direktur Jenderal Pajak menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-27/PJ/2010 tanggal 2 Juni 2010 yang disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-70/PJ/2010 tanggal 2 Juni 2010 (catatan: SE ini penulis gabung jadi satu dengan file PER-27/PJ/2010 di atas).