..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Selasa, 27 Januari 2009

Daftar NPWP Januari dan Pebruari 2009 Dapat Fasilitas Sunset Policy

Pemberian Fasilitas Sunset Policy kepada Wajib Pajak diperpanjang batas waktunya hingga tanggal 28 Pebruari 2009 melalui Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 5 Tahun 2008. Namun dalam PERPU Nomor 5 Tahun 2009 ini (yang mengubah ketentuan Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007), hanya mengubah isi ketentuan dari Pasal 37A ayat (1). Sehingga perpanjangan batas waktu pemberian fasilitas sunset policy hingga tanggal 28 Pebruari 2009 tersebut hanya diberikan kepada Wajib Pajak yang telah terdaftar hingga tanggal 31 Desember 2008 untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh-nya. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang baru mendaftarkan diri (mulai 1 Januari 2009 sampai dengan 28 Pebruari 2009) tidak diberikan fasilitas sunset policy, karena ketentuannya masih tetap mengacu kepada Pasal 37A ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang tidak diubah (baca artikelnya di: Peraturan Pengganti UU tentang Perpanjangan Sunset Policy).
Namun demikian, ternyata pada prakteknya di lapangan masih banyak orang pribadi yang tidak dapat dilayani proses pendaftarannya untuk memperoleh NPWP sebelum tanggal 1 Januari 2009, yang salah satunya disebabkan oleh sistem aplikasi Direktorat Jenderal Pajak yang belum mampu melayani seluruh proses pendaftaran tersebut.
Menghadapi permasalahan tersebut, maka Direktur Jenderal Pajak memberikan penegasan mengenai bagaimana perlakuannya terhadap Wajib Pajak yang baru terdaftar sejak 1 Januari 2009 sampai dengan 28 Pebruari 2009 melalui Surat Nomor S-11/PJ/2009 tanggal 23 Januari 2009.

Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-11/PJ/2009 ini ditegaskan bahwa untuk memberikan pelayanan dan kemudahan bagi Wajib Pajak yang tidak terlayani karena keterbatasan kemampuan sistem aplikasi, maka terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh NPWP dalam bulan Januari dan Pebruari 2009 diperlakukan sama dengan Wajib Pajak orang pribadi yang mendaftarkan diri secara sukarela dalam tahun 2008. Sehingga Wajib Pajak orang pribadi tersebut dapat memanfaatkan fasilitas Sunset Policy dengan menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007 dan Tahun-Tahun Pajak sebelumnya paling lambat tanggal 31 Maret 2009.

Rabu, 21 Januari 2009

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

Jika kita cermati isi dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 dimana dalam salah satu pasalnya mengenai Definisi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, ternyata terdapat “perbedaan” pendefinisian istilah "wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu" dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Berikut definisi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu mengenai kedua aturan tersebut:

  1. Dalam Memori Penjelasan Pasal 25 ayat (7) huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa: Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha, besarnya angsuran pajak paling tinggi sebesar 0,75% (nol koma tujuh lima persen) dari peredaran bruto.
  2. Dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 disebutkan bahwa Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili.

Bagi sebagian orang awam yang membaca definisi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dari kedua ketentuan tersebut, maka akan mengatakan bahwa definisi yang dikemukakan kedua aturan tersebut adalah bertentangan.

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh), Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah orang pribadi yang memiliki 1 (satu) atau lebih tempat usaha. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008, Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah orang pribadi yang memiliki tempat usaha lebih dari satu, atau memiliki tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili. Apakah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 ini bertentangan dengan UU PPh?


Jika kita kaji lebih mendalam terhadap isi dari kedua ketentuan ini, sebenarnya tidak ada yang bertentangan antara kedua aturan tersebut. Dalam UU PPh, ditegaskan bahwa yang dimaksud sebagai Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah orang pribadi yang memiliki 1 (satu) atau lebih tempat usaha, artinya orang pribadi pengusaha tertentu ini dapat hanya memiliki 1 (satu) tempat usaha ataupun lebih dari 1 (satu) tempat usaha/beberapa tempat usaha. Jadi Wajib Pajak orang pribadi yang hanya memiliki 1 (satu) tempat usahapun dapat dikategorikan sebagai Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.

Sedangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008, ditegaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah orang pribadi yang memiliki tempat usaha lebih dari satu. Jika kita hanya baca sampai kalimat ini saja, maka akan ditafsirkan bahwa menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 menegaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu harus memiliki beberapa tempat usaha (lebih dari satu tempat usaha) dan ini tentunya bertentangan dengan UU PPh yang menegaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dapat berupa orang pribadi yang memiliki 1 (satu) tempat usaha. Namun jika kita baca lebih lanjut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008, maka terdapat kalimat bahwa Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dapat juga berupa orang pribadi yang memiliki tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili. Artinya bahwa orang pribadi yang memiliki tempat usaha (walaupun hanya satu saja) yang lokasi/alamatnya berbeda dengan alamat tempat tinggalnya (domisili).

Simpulan


Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah orang pribadi yang memiliki tempat usaha:
  1. Satu tempat usaha, yang didefinisikan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 sebagai Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki 1 (satu) tempat usaha dengan syarat alamat tempat usahanya tersebut berbeda dengan alamat domisilinya (tempat tinggalnya), atau
  2. Lebih dari satu tempat usaha.
© Syafrianto 21012009

Senin, 19 Januari 2009

Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh

Dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan sebagai tindak lanjut untuk melaksanakan Undang-Undang tersebut, maka Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Pelaksana atas UU PPh tersebut yang terdiri dari:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.03/2008
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.03/2008
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.03/2008
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008
10.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008
11.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008
12.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008
13.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008
14.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008
15.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008
16.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008
17.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008
Seluruh Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2009, kecuali untuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.03/2008 berlaku surut mulai tanggal 1 Januari 2008.

Download peraturan-peraturan tersebut:

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.03/2008 tanggal 30 Desember 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan dan Pengawasan Pemberian Penurunan Tarif Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Jenis Jasa Lain sebagai Objek Pajak Penghasilan Pasal 23.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Badan-Badan Dan Orang Pribadi Yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil Yang Menerima Harta Hibah, Bantuan atau Sumbangan Yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Bantuan atau Santunan Yang Dibayarkan Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kepada Wajib Pajak Tertentu Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Amortisasi atas Pengeluaran Untuk Memperoleh Harta Tak Berwujud dan Pengeluaran Lainnya Untuk Bidang Usaha Tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penyusutan Atas Pengeluaran Untuk Memperoleh Harta Berwujud Yang Dimiliki dan Digunakan Dalam Bidang Usaha Tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan.
Inti dari peraturan ini adalah mengenai:
1. Besarnya Biaya Jabatan yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp 500.000,00 (lima ratus ribu) sebulan. Sebelumnya sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 setahun atau Rp 108.000,00 sebulan.
2. Besarnya Biaya Pensiun yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto untuk pensiunan sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) sebulan. Sebelumnya sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 432.000,00 setahun atau Rp 36.000,00 sebulan.


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penghasilan atas Jasa Keuangan Yang dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan Yang Tidak dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan , Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Wajib Pajak Badan tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
Inti dari peraturan ini adalah mengenai:
1. Batasan penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh oleh Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya sampai dengan Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan.
2. Ketentuan tersebut di atas tidak berlaku dalam hal penghasilan bruto jumlahnya melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) sebulan dalam hal penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.
3. Ketentuan tersebut di atas juga tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Usaha Tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Deviden oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha Yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari Penjualan atau Pengalihan Saham Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 18 Ayat 3c Undang-Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri.

Jumat, 16 Januari 2009

NPWP dari Pendaftaran Kolektif Karyawan Dapat Digunakan untuk Pembebasan Fiskal LN

Saat ini banyak beredar isu yang mengatakan bahwa NPWP yang diperoleh dari pendaftaran secara kolektif melalui pemberi kerja (pendaftaran NPWP sesuai Peraturan Dirjek Pajak Nomor PER-16/PJ/2007 atau diistilahkan sebagai NPWP untuk karyawan) tidak akan mendapatkan fasilitas bebas fiskal luar negeri ketika orang pribadi yang bersangkutan pemilik NPWP tersebut akan ke luar negeri (NPWPnya tidak valid). Bahkan banyak pertanyaan dan email yang diterima oleh penulis dimana para pengirim email atau pertanyaan tersebut merasa panik, khawatir bahwa NPWP yang mereka peroleh melalui pendaftaran secara kolektif oleh perusahaan tempat mereka bekerja tersebut tidak dapat digunakan untuk mendapatkan pembebasan fiskal luar negeri ketika mereka akan bepergian ke luar negeri.

Apakah memang demikian?

Isu yang saat ini beredar yang mengatakan bahwa NPWP yang diperoleh secara kolektif melalui pendaftaran yang dilakukan oleh pemberi kerja tidak valid dan tidak dapat digunakan untuk mendapatkan pembebasan Fiskal Luar Negeri bagi orang pribadi yang bersangkutan ketika akan bepergian ke luar negeri adalah TIDAK BENAR. Hal ini terjadi akibat adanya kesalahan penafsiran di lapangan.

Sebenarnya NPWP yang diperoleh melalui pendaftaran secara kolektif di tempat orang pribadi yang bersangkutan bekerja dikategorikan sebagai NPWP yang diperoleh oleh orang pribadi yang bersangkutan secara sukarela. Walaupun pendaftarannya tidak dilakukan sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat, namun NPWP ini diterbitkan berdasarkan permohonan dari Wajib Pajak sendiri. Dalam ketentuan perpajakan, Wajib Pajak wajib untuk mendaftarkan sendiri dirinya untuk mendapatkan NPWP. Jika Wajib Pajak yang telah memenuhi ketentuan perpajakan namun tidak mendaftarkan diri, maka pihak Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan secara jabatan kepada Wajib pajak yang bersangkutan untuk mendapatkan NPWP.
Pendaftaran NPWP baik secara sukarela maupun secara jabatan adalah valid dan Wajib Pajak yang bersangkutan secara langsung memiliki kewajiban serta dapat pula menuntut haknya.
Hak-hak yang dimiliki oleh seorang Wajib Pajak antara lain adalah:

  1. Mendapatkan pengembalian atas kelebihan pembayaran/pemotongan pajak
  2. Mengajukan keberatan/banding/peninjauan kembali jika terjadi sengketa dalam penetapan pajak
  3. Mendapatkan fasilitas pembebasan pengenaan pajak, antara lain adalah pembebasan pembayaran fiskal luar negeri.
Oleh sebab itu, maka Wajib Pajak yang mendapatkan NPWP melalui proses pendaftaran secara koleksi dari tempatnya bekerja juga berhak untuk mendapatkan fasilitas perpajakan termasuk juga pembebasan fiskal luar negeri. Oleh sebab itu, maka isu yang beredar saat ini tentang NPWP yang diperoleh karyawan dari pendaftaran secara kolektif tidak mendapatkan fasilitas pembebasan fiskal luar negeri adalah TIDAK BENAR.

Kamis, 15 Januari 2009

Tata Cara Pembebasan Fiskal Luar Negeri