..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label Tax Amnesty. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tax Amnesty. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 Juli 2016

Formulir Yang Digunakan Untuk Pengampunan Pajak

Untuk mengikuti Pengampunan Pajak, Wajib Pajak harus mengajukan Surat Pernyataan Harta. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ditegaskan bahwa Surat Pernyataan Harta adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan. Lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 diatur bahwa Pengampunan Pajak diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan Harta.

Lalu bagaimanakah bentuk Surat Pernyataan Harta itu? Ternyata bentuk Surat Pernyataan Harta ini berbeda dengan bentuk SPT yang kita kenal selama ini. Surat Pernyataan Harta ini terdiri dari 1 lembar formulir induk yang disertai dengan beberapa formulir lampirannya.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 diatur mengenai bentuk dari Surat Pernyataan Harta beserta lampirannya. Walaupun bentuk formulir Surat Pernyataan Harta ini telah dipublish di situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id), namun ternyata sampai dengan saat ini masih banyak Wajib Pajak yang akan mengikuti Pengampunan Pajak ini masih bingung dalam mencari bentuk dari formulir Surat Pernyataan Harta beserta lampirannya ini.

Sehingga untuk memudahkan bagi para Pembaca Setia Tax Learning, maka berikut ini penulis sajikan template dari formulir-formulir Pengampunan Pajak tersebut. Seluruh formulir ini harus dicetak (print) di atas kertas ukuran Folio (8,5’ x 13’) dengan berat kertas minimal 70 gram. Khusus untuk Template Daftar Harta dan Utang yang harus disajikan juga dalam bentuk softcopy, harus disimpan dalam file excel 2013 (ekstensi *.xlsx).

Template Formulir Pengajuan Pengampunan Pajak

1. Formulir Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak - Induk
2. Template Daftar Harta dan Utang – untuk Manual dan Softcopy
3. Permohonan SKB PPh atas Pengalihan Hak atas Saham
4. Permohonan SKB PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan
5. Surat Permintaan Informasi Tertulis Mengenai Jumlah Pajak yang Tidak atau Kurang Dibayar:
- Untuk Wajib Pajak Badan
- Untuk Wajib Orang Pribadi
6. Surat Permohonan Pencabutan atas Permohonan dan Pengajuan Upaya Hukum
7. Surat Pernyataan Besaran Peredaran Usaha
8. Surat Pernyataan Mencabut Permohonan dan Pengajuan
9. Surat Pernyataan Mengalihkan dan Menginvestasikan Harta Tambahan
10.Surat Pernyataan Tidak Mengalihkan Harta Tambahan dari Dalam Negeri ke Luar Negeri


Template Laporan

Selain itu, setelah memperoleh Surat Keterangan Pengampunan Pajak, maka secara berkala Wajib Pajak yang telah mendapatkan Pengampunan Pajak harus membuat dan menyampaikan Laporan. Laporan ini harus disampaikan secara berkala setiap 6 bulan selama 3 tahun sejak pengalihan harta. Untuk periode Januari sampai dengan Juni, Laporan harus disampaikan paling lambat tanggal 20 Juli. Sedangkan untuk periode Juli sampai dengan Desember, laporan harus disampaikan paling lambat tanggal 20 Januari.

Berikut ini adalah format dari laporan yang harus disampaikan tersebut.

  1. Laporan Penempatan Harta Tambahan yang Berada di Dalam Wilayah NKRI
  2. Laporan Pengalihan dan Realisasi Investasi Harta Tambahan

Selasa, 19 Juli 2016

Peraturan-Peraturan Terkait Pengampunan Pajak

Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia untuk tahun 2016 mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2016 dan akan berakhir pada tanggal 31 Maret 2017. Sebagai landasan untuk melaksanakan ketentuan Pengampunan Pajak ini, DPR bersama Pemerintah telah mengesahkan dan menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Untuk melaksanakan ketentuan Pengampunan Pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 ini, Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan aturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Ketentuan Pelaksanaan tersebut terdiri dari:

PERATURAN/KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 600/KMK.03/2016 tentang Penetapan Bank Persepsi Yang Bertindak Sebagai Penerima Uang Tebusan Dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Investasi Di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.08/2016 tanggal 8 Agustus 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.08/2016 Tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 658/KMK.03/2016 tanggal 19 Agustus 2016 tentang Penetapan Kantor Pusat Dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sebagai Tempat Tertentu Untuk Tempat Penyampaian Surat Pernyataan Harta Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.010/2016 tanggal 23 Agustus 2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle.
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tanggal 23 September 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2016 tanggal 23 September 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127 /PMK.010/2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.08/2016 tanggal 30 September 2016 tentang tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan pada Instrumen Investasi di Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.08/2016 tanggal 30 September 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.08/.2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan pada Investasi di Luar Pasar Keuangan Menimbang dalam Rangka Pengampunan Pajak
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
  1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2016 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 Tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 tanggal 18 Juli 2016 tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen Dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2016 tanggal 1 Agustus 2016 tentang Pendaftaran dan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Orang Pribadi melalui Tempat Tertentu Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2016 tanggal 19 Agustus 2016 Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 tentang Dokumen Dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 tanggal 29 Agustus 2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2016 tanggal 5 September 2016 tentang Tata Cara Pengadministrasian Laporan Gateway Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2016 tanggal 26 September 2016 tentang Tata Cara Penerimaaan Surat Pernyataan pada Minggu Terakhir Periode Pertama Penyampaian Surat Pernyataan
  8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2016 tanggal 27 September 2016 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pernyataan Dalam Hal Terjadi Gangguan Pada Jaringan dan/atau Keadaan Luar Biasa Pada Akhir Periode Penyampaian Surat Pernyataan
  9. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2016 tanggal 3 Oktober 2016 tentang Tata Cra Penyampaian Surat Pernyataan Bagi Wajib Pajak Tertentu serta Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan dan Penerbitan Surat Keterangan Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Usaha Tertentu
  10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2016 tanggal 6 Oktober 2016 tentang Pengembalian Kelebihan Pembayaran Uang Tebusan dalam Rangka Pengampunan Pajak
  11. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pengiriman Surat Keterangan Pengampunan Pajak
  12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tentang Tata Cara Pencabutan atas Surat Pernyataan
  13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2016 tanggal 19 Desember 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen Dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  14. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2016 tanggal 22 Desember 2016 tentang Ketentuan Pengalihan Harta Berupa Dana ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dalam Rangka Pengampunan Pajak
SURAT EDARAN/SURAT/INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PAJAK
  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2016 tanggal 15 Juli 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ/2016 tanggal 1 Agustus 2016 tentang Petunjuk Pengelolaan Dokumen Pengampunan Pajak di Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/2016 tanggal 1 Agustus 2016 tentang Petunjuk Pengemasan dan Penyampaian Dokumen Pengampunan Pajak ke Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-36/PJ/2016 tanggal 1 Agustus 2016 tentang Petunjuk Penerimaan dan Tindak Lanjut Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak di Tempat Tertentu
  5. Instruksi Direktur Jenderal Pajak Pajak Nomor Ins-03/PJ/2016 tanggal 3 Agustus 2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
Bagi Pembaca Setia Tax Learning yang memerlukan aturan-aturan terkait Pengampunan Pajak dapat mendownload di bawah ini:
-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.03/2016
-Keputusan Menteri Keuangan Nomor 600/KMK.03/2016
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.08/2016
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.08/2016
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.010/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 | Lampiran
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2016
-Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2016 | File zip
-Instruksi Direktur Jenderal Pajak Nomor Ins-03/PJ/2016
-Keterangan Pers tanggal 30 Agustus 2016

Frequently Asked Question (FAQ) Tax Amnesty

Pengampunan Pajak - Apa dan Bagaimana (Bagian 1)

Apa Yang Dimaksud Dengan Pengampunan Pajak?

Pengampunan pajak adalah sebuah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang berupa penghapusan terhadap pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang telah timbul dan membayar Uang Tebusan.


Mengapa Saya Perlu Ikut Pengampunan Pajak?

Kebijakan Pengampunan Pajak adalah terobosan kebijakan yang didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena semakin transparannya sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas pertukaran informasi antarnegara. Selain itu, mulai tahun 2017, hampir seluruh negara di dunia telah menandatangani kesepakatan pertukaran informasi secara otomatis terutama informasi perpajakan. Kebijakan Pengampunan Pajak juga tidak akan diberikan secara berkala. Setidaknya, hingga beberapa puluh tahun ke depan, kebijakan Pengampunan Pajak tidak akan diberikan lagi.

Kebijakan Pengampunan Pajak, dalam penjelasan umum Undang-Undang Pengampunan Pajak, hendak diikuti dengan kebijakan lain seperti penegakan hukum yang lebih tegas dan penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan perbankan sehingga membuat ketidakpatuhan Wajib Pajak akan tergerus di kemudian hari melalui basis data kuat yang dihasilkan oleh pelaksanaan Undang-Undang ini.

Bahkan dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak (Pasal 18 ayat (2) dan ayat (4)) ditegaskan bahwa dalam hal Wajib Pajak yang tidak mengikuti program Pengampunan Pajak dan Direktr Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, maka atas harta tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta tersebut, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak ini berlaku, serta akan dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Siapakah Yang Dapat Mengikuti Pengampunan Pajak?

Yang dapat mengikuti kebijakan pengampunan pajak ini adalah:
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi
  2. Wajib Pajak Badan
  3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
  4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak
Siapakah Yang Tidak Dapat Mengikuti Pengampunan Pajak?

Wajib Pajak yang dikecualikan dan tidak dapat mengikuti program Pengampunan Pajak ini adalah:
  1. Wajib Pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (status P-21),
  2. Wajib Pajak yang sedang dalam proses peradilan, atau
  3. Wajib Pajak yang sedang menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Apa Persyaratan Untuk Mengikuti Pengampunan Pajak?

Persyaratan Wajib Pajak yang dapat mengikuti program Pengampunan Pajak ini adalah:
  1. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
  2. membayar Uang Tebusan;
  3. melunasi seluruh Tunggakan Pajak;
  4. melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan;
  5. menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
  6. mencabut permohonan: o pengembalian kelebihan pembayaran pajak; o pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang; o pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar; o keberatan; o pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan; o banding; o gugatan; dan/atau o peninjauan kembali, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
Kapan dan Berapa Lama Masa Berlakunya Pengampunan Pajak?

Pengampunan Pajak mulai berlaku sejak diundangkan sampai dengan 31 Maret 2017, dan pelaksanaannya terbagi ke dalam 3 (tiga) periode, yaitu:
  1. Periode I: mulai tanggal diundangkan s.d 30 September 2016
  2. Periode II: mulai tanggal 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016
  3. Periode III: mulai tanggal 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017
Apa Objek Pengampunan Pajak?

Pengampunan Pajak diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya melalui Surat Pernyataan. Harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam mengikuti Pengampunan Pajak ini adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selama ini belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

Kemana Saya Harus Mengajukan Pengampunan Pajak?

Wajib Pajak yang akan memperoleh Pengampunan Pajak harus harus mengajukan Surat Pernyataan Ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan dengan membawa Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Bagaimana Cara Pengajuan Pengampunan Pajak?

1. Wajib Pajak datang ke KPP

Wajib Pajak mendatangi KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pernyataan.

Kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pernyataan adalah: o bukti pembayaran Uang Tebusan; o bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak; o daftar rincian Harta beserta informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan; o daftar Utang serta dokumen pendukung; o bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan; o fotokopi SPT PPh Terakhir; dan o surat pernyataan mencabut segala permohonan yang telah diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak o surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan repatriasi; o melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan deklarasi; o surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang UMKM

2. Wajib Pajak membayar Uang Tebusan dan Tunggakan Pajak

Selain melengkapi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, Wajib Pajak membayar Uang Tebusan, melunasi tunggakan pajak, dan melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan.

3. Penyampaian Surat Pernyataan ke KPP

Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau Tempat Lain yang ditentukan Menteri Keuangan.

4. Menerima tanda terima Surat Pernyataan

Setelah menyampaikan Surat Pernyataan ke KPP, Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima Surat Pernyataan.

5. Surat Keterangan Pengampunan Pajak

Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak kepada Wajib Pajak.

Apabila jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri belum menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan dianggap diterima.

6. Penyampaian Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali.

Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 di mana Surat Pernyataan Kedua dan Ketiga dapat disampaikan sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya dikeluarkan

Bagaimana Cara Menghitung Besarnya Uang Tebusan Pengampunan Pajak?

Besarnya Uang Tebusan = Tarif x Dasar Pengenaan
Dasar Pengenaan = Nilai Wajar Harta Yang Diungkap - Nilai Harta Terkait dengan Harta Yang Diungkap

Berapa Besarnya Tarif Uang Tebusan Pengampunan Pajak?

Untuk Harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh yang berada di Dalam Negeri yang diungkapkan (deklarasi di Dalam Negeri) dan Harta yang Berada di Luar Negeri yang dibawa ke Dalam Negeri (repatriasi) tarifnya terbagi menjadi:
  1. 2% untuk periode 1 Juli 2016 s.d. 30 September 2016
  2. 3% untuk periode 1 Oktober 2016 s.d. 31 Desember 2016
  3. 5% untuk periode 1 Januari 2017 s.d. 31 Maret 2017
Untuk Harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh yang berada di Luar Negeri yang diungkapkan dan tidak dibawa ke Dalam Negeri (deklarasi di Luar Negeri) tarifnya terbagi menjadi:
  1. 4% untuk periode 1 Juli 2016 s.d. 30 September 2016
  2. 6% untuk periode 1 Oktober 2016 s.d. 31 Desember 2016
  3. 10% untuk periode 1 Januari 2017 s.d. 31 Maret 2017
Untuk Wajib Pajak dengan peredaran usaha sampai dengan Rp 4.800.000.000 pada Tahun Pajak terakhir (sesuai dengan yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015), tarifnya adalah:
  1. 0,5% bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 dalam Surat Pernyataan
  2. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 dalam Surat Pernyataan
untuk periode penyampaian Surat Pernyataan tanggal 1 Juli 2016 s.d. tanggal 31 Maret 2017.
(c) http://syafrianto.blogspot.co.id

Jumat, 15 Juli 2016

Download Undang-Undang Pengampunan Pajak

Undang-Undang Pengampunan Pajak yang disahkan oleh DPR dalam Sidang Paripurna tanggal 28 Juni 2016 telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 1 Juli 2016. Undang-Undang Pengampunan Pajak yang telah diberi nomor 11 Tahun 2016tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2016 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899 ini berlaku mulai tanggal diundangkan yaitu tanggal 1 Juli 2016.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ini terdiri dari 13 Bab dan 25 Pasal mengatur mengenai ketentuan Pengampunan Pajak yang akan berlaku hingga tanggal 31 Maret 2017. Susunan dari ke-13 Bab yang diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak ini terdiri dari:
  1. Bab I: Ketentuan Umum (Pasal 1)
  2. Bab II: Asas dan Tujuan (Pasal 2)
  3. Bab III: Subjek dan Objek Pengampunan Pajak (Pasal 3)
  4. Bab IV: Tarif dan Cara Menghitung Uang Tebusan (Pasal 4 s.d. Pasal 7)
  5. Bab V: Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan, Penerbitan Surat Keterangan, dan Pengampunan atas Kewajiban Perpajakan (Pasal 8 s.d. Pasal 11)
  6. Bab VI: Kewajiban Investasi atas Harta yang Diungkapkan dan Pelaporan (Pasal 12 s.d. Pasal 13)
  7. Bab VII: Perlakuan Perpajakan (Pasal 14 s.d. Pasal 17)
  8. Bab VIII: Perlakuan atas Harta yang Belum atau Kurang Diungkap (Pasal 18)
  9. Bab IX: Upaya Hukum (Pasal 19)
  10. Bab X: Manajemen Data dan Informasi (Pasal 20 s.d. Pasal 22)
  11. Bab XI: Ketentuan Pidana (Pasal 23)
  12. Bab XII: Ketentuan Pelaksanaan Pengampunan Pajak (Pasal 24)
  13. Bab XIII: Ketentuan Penutup (Pasal 25)
Download:
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 - Batang Tubuh
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 - Penjelasan
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 - versi Lengkap

Selasa, 28 Juni 2016

Sidang Paripurna DPR Sahkan RUU Pengampunan Pajak Menjadi Undang-Undang

Setelah melalui perdebatan yang sengit dan alot, akhirnya Rapat Paripurna DPR RI ke-32 masa persidangan V tahun sidang 2015-2016 menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak menjadi Undang-Undang pada siang ini tanggal 28 Juni 2016 sekitar pukul 14.00 WIB.

Setelah pemaparan, fraksi-fraksi masih memiliki berbagai pandangan soal pengesagan RUU Pengampunan Pajak ini. Tiga fraksi yang memberikan catatan atas RUU Pengampunan Pajak ini adalah PDIP, Partai Demokrat, dan PKS. Anggota F-PKS Ecky Awal Muharam menyampaikan bahwa PKS tetap keberatan dengan RUU Tax Amnesty. PKS sempat meminta agar forum lobi dan pengambilan keputusan dengan voting.

Sedangkan Wakil Ketua Fraksi PDIP Arif Wibowo saat paripurna meminta agar Pemerintah dan DPR perlu membahasnya lebih tertib konstitusi, lebih dalam, lebih cermat, sehingga perlu dipertimbangkan untuk penundaan pengesahan RUU Pengampunan Pajak.

Namun pada akhir pembahasan Fraksi Demokrat menyetujuinya dengan syarat catatan dari Fraksi Demokrat harus dimasukan. Sedangkan Fraksi PDIP meminta agar disahkan dahulu RAPBNP 2016 baru kemudian dilakukan pengesahan RUU Pengampunan Pajak. Sedangka Fraksi PKS masih keberatan dan meminta untuk dilakukan voting.

Akhirnya Ketua DPR RI, Ade Komarudin mengesahkan UU Pengampunan Pajak ini dengan mengetuk palu tiga kali setelah mendapatkan konfirmasi setuju dari seluruh peserta sidang paripurna.


Download: Undang-Undang Pengampunan Pajak

Artikel Terkait:
Komisi XI DPR Setuju RUU Pengampunan Pajak Dibahas di Paripurna

Senin, 27 Juni 2016

Komisi XI DPR Setuju RUU Pengampunan Pajak Dibahas di Paripurna

Hari ini (27 Juni 2016), mayoritas fraksi pada Komisi XI DPR RI sepakat bahwa Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) akan membawa pembahasan RUU Pengampunan Pajak ini ke tingkat yang lebih tinggi yaitu dalam sidang paripurna DPR untuk disahkan sebagai Undang-Undang. Hanya ada 1 (satu) fraksi yang berkeberatan dan belum sepakat dengan Pasal-Pasal dalam RUU Pengampunan Pajak tersebut, yaitu fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sedangkan 2 (dua) fraksi yang menyetujui pembahasan dilanjutkan namun dengan catatan, yaitu fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Demokrat.

Ketua Komisi XI, Ahmadi Noor Supit menyebutkan bahwa semua catatan-catatan itu tidak akan mengubah batang tubuh RUU Pengampunan Pajak yang disepakati mayoritas fraksi dan hanya akan menjadi catatan saja, yang akan dibacakan dalam rapat paripurna besok.

Beberapa pasal yang mendapatkan catatan diantaranya adalah mengenai ketentuan umum, asas dan tujuan, subjek dan objek pengampunan pajak, tarif dan cara menghitung uang tebusan, tata cara penyampaian surat pernyataan, dan manajeman data dan informasi.

Pasal-Pasal dalam RUU Pengampunan Pajak yang disepakati diantaranya mengenai objek pengampunan pajak, yang terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPnBM.

Rencananya RUU Pengampunan Pajak ini akan berlaku selama sembilan bulan, sejak 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017.

Besarnya tarif Uang Tebusan terbagi menjadi 3 periode:
a. sebesar 4% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan 30 September 2016.
b. sebesar 6% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Oktober 2016 sampai dengan 31 Desember 2016.
c. sebesar 10% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.

Dalam hal Harta yang diungkapkan dalam Surat Permohonan Pengampunan Pajak berada dan/atau ditempatkan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan atas Harta tersebut dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta diinvestasikan selama jangka waktu tertentu di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (repatriasi), tarif Uang Tebusan yang harus dibayar ke kas Negara atas Harta yang diungkapkan tersebut adalah sebagai berikut:
a. sebesar 2% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan 30 September 2016.
b. sebesar 3% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Oktober 2016 sampai dengan 31 Desember 2016.
c. sebesar 5% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.

Sedangkan untuk tarif uang tebusan bagi WP yang memiliki usaha dengan nilai aset sampai dengan Rp 4,8 miliar ditetapkan tarif 0,5%, namun jika asetnya di atas itu diberikan tarif 2%.

Berikut ini adalah ringkasan pandangan fraksi-fraksi di Komisi XI DPR:

1. Golkar
Disampaikan. Oleh Misbakhun

Kebijakan pengampunan pajak semakin urgent. Bahkan untuk target pajak 2016 menghadapi tantangan yang sangat berat. Kebijakan ini bukan hal baru bagi Indonesia, kita pernah menjalankan pada 1964 dan 1984. Tax amnesty 1964 menyangkut akumulasi modal sebelum 1964, dan tidak mempersoalkan sumber penghasilan.

Sementara 1984 lebih karena perubahan sistem dari official asessment menjadi self assessment. Pada saat kepemimpinan Gus Dur, ide ini sempat mengemuka tapi tidak terealisasi. Baru pada saat kepemimpinan Presiden SBY tax amnesty mulai tergambar melalui sunset policy. Sunset policy bisa dikatakan soft amnesty karena hanya memberi pengampunan terhadap sanksi administrasi.

Tax Amnesty adalah kebutuhan negara yang mendasar. Dalam menerapkan tax amnesty, DJP (Direktorat Jenderal Pajak) harus menyediakan data yang lebih baik. Fraksi Golkar mengapresiasi RUU yang bersifat inklusif, dengan memberikan kesempatan kepada UMKM dengan tarif yang lebih rendah.

Tax amnesty bukan hanya berdampak kepada penerimaan negara dan basis pajak, tapi. mendorong pertumbuhan ekonomi, arus modal, sehingga dapat memperkuat kurs rupiah. Oleh karena itu, sejak awal Fraksi Golkar mendukung RUU Pengampunan Pajak.

Fraksi Golkar menyatakan setujui RUU Pengampunan Pajak untuk disahkan menjadi UU.

Hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah:
- Pemerintah harus melakukan sosialisasi tax amnesty
- Kebijakan tax amnesty perlu dibarengi reformasi perpajakan. RUU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan) dipandang perlu dilakukan revisi.
- Penegakan hukum kepada pelaku penghindaran yang tidak memanfaatkan kebijakan tax amnesty harus tegas, konsisten, tidak pandang bulu.

2. Gerindra
Disampaikan oleh Kardaya Warnika

Partai Gerindra setelah mengkaji RUU tax amnesty dan mempelajari aspirasi rakyat, dan perkembangan ekonomi dunia dan nasional. Kita mempelajari penerimaan negara pada 2016, kami perkirakan shortfall sekitar Rp 300 triliun. Akibatnya defisit dapat mencapai Rp 480 triliun atau 3,7% dari PDB. Kita diberikan RUU Pengampunan Pajak sebagai solusi untuk mengatasi shortfall.

Umumnya keberhasilan program tax amnesty di berbagai negara sangat minim. Khusus RUU Pengampunan Pajak, pendapat masyarakat terbagi dua. Pertama, terjadi ketidakadilan terutama bagi yang patuh. Kedua, yang setuju karena negara butuh dana untuk pembangunan.

Partai Gerindra berpendapat, 2 pandangan itu logis. Mengingat keadaan negara krisis pendapatan, kami menyatakan setuju RUU ini menjadi UU, dengan catatan:

1. Program tax amnesty yang diperkirakan akan menghasilkan Rp 165 triliun terpenuhi. Walau kami perkirakan hanya akan sebesar Rp 30 triliun.
2. Setelah diundangkan, kami meminta pemerintah mengadakan reformasi pajak sehingga 2019 tax ratio mencapai minimal 16% dari PDB.
3. Meminta agar, jika RUU disahkan, maka ini menjadi yang terakhir, setelah ini tidak ada lagi tax amnesty.
4. Pemerintah bekerja sungguh-sungguh melakukan repatriasi modal yang diperkirakan Rp 11.500 triliun.
5. Pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk menambah jumlah wajib pajak.

3. Demokrat
Disampaikan oleh Evi Zainal Abidin.

Latar belakang dan tujuan pengajuan tax amnesty adalah untuk memberi kesempatan memperbaiki kesalahan dan menarik harta di luar negeri serta meningkatkan penerimaan negara. Kami berpendapat dengan landasan 3 pilar utama:

1. Manfaat ekonomi harus nyata. Khususnya penambahan penerimaan pajak.
2. Menjamin keadilan sosial. Artinya, baik bagi wajib pajak yang patuh maupun yang tidak harus dipastikan kewajiban perpajakannya dilakukan dengan benar.
3. Terwujudnya sistem tata kelola yang baik. Kebijakan tax amnesty hendaknya bersaman dengan reformasi perpajakan dengan perubahan UU KUP.

Setelah melalu proses pembahasan, masih terdapat hal-hal yang belum sesuai. Oleh karena itu, perkenankan kami mengajukan keberatan:
1. Definisi pengampunan. Sejak awal, kami konsisten mengatakan cukup sanksi administrasi dan pidana pajak yang diberi pengampunan, pajak terutang tetap dibayar agar bangsa ini tetap menikmati penerimaan yang memadai.
2. Definisi harta. Kami berpandangan, jenis harta dan aset harus merupakan harta yang legal, tidak berasal dari hasil korupsi, narkoba, terorisme, dan perdagangan manusia. Komitmen pemberantasan korupsi akan luntur dengan tidakmemperhatikan sumber harta. RUU tax amnesty sampai menjadi sarana legalisasi pencucian uang.
3. Tarif tebusan. Dalam rumusan RUU, pemerintah mengajukan usul tarif tebusan berada pada kisaran 2-10%. Tarif seharusnya paling sedikit disesuaikan dengan UU KUP untuk yang repatriasi, sedangkan untuk yang tidak melakukan repatriasi dan belum memiliki NPWP harus lebih tinggi dibandingkan dalam UU KUP.
Demikian pandangan fraksi Demokrat. Kami setuju untuk melanjutkan pembahasan ke pembicaraan tingkat II.

4. PAN
Disampaikan oleh: Ahmad Najib Qodratullah

Fraksi PAN menganggap kebijakan tax amnesty menjadi tantangan dan kesempatan. Diharapkan Tax amnesty kan mampu meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Tax amnesty bisa menjadi instrumen reformasi pajak. Kami mendesak pemerintah agar kebijakan ini diikuti penegakan hukum dan perubahan KUP, PPh, PPN dan PPnBM, serta kebijakan strategis lainnya di bidang perpajakan.

Fraksi PAN jg memberikan beberapa pandangan:
1. UU tax amnesty haru membawa semangat pajak bukan hanya alat pemaksaan namun mengakomodasi kepatuhan pajak bisa dibangun.
2. Tarif pajak yang berbeda untuk wajib pajak dengan NPWP dan belum punya NPWP.
3. Pengembangan SDM DJP.

Demikian pandangan kami. Maka fraksi PAN menyetujui RUU tax amnesty dilanjutkan pada tahapan selanjutnya.

5. PKB
Disampaikan oleh: Zainal Abidin

Fraksi PKB berpendapat RUU tax amnesty merupakan kebijakan yang diperlukan untuk menggairahkan pertumbuhan ekonomi, penerimaan pajak. Meski demikian, kami memberikan beberapa catatan:
1. RUU tax amnesty wajib mempertimbangkan aspek maslahat. Kebijakan pemimpin harus berdasarkan kepada kemaslahatan. Regulasi harus melindungi semua golongan.
2. RUU tax amnesty adalah payung hukum yang urgent di tengah melemahnya kinerja pajak nasional. Dalam jangka panjang, aktivitas dari hasil repatriasi dapat menjadi tambahan penerimaan pajak, memperluas ruang fiskal, dan menjadi insentif pertumbuhan ekonomi.
3. Penetapan objek pajak berupa PPh, PPN, PPnBM dengan didukung penetapan tarif tebusan sudah akomodatif dapat memberikan kenyamanan untuk berbondong-bondong ikut serta dalam tax amnesty.
4. Kami ingatkan otoritas pajak untuk serius mempersiapkan sistem administrasi khusus, termasuk berkoordinasi dengan OJK dan BI. Dana hasil tax amnesty, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi secara masif.
5. Kami menilai kebijakan tax amnesty berpegang teguh pada asas penegakan hukum.

Fraksi PKB menyatakan setuju RUU TA utk dilanjutkan ke tingkat selanjutnya.

6. PKS
Disampaikan oleh: Ecky Awal Mucharram

Tax amnesty tidak akan berhasil tanpa perbaikan sistem perpajakan dan penegakan hukum. Perkembangan keterbukaan informasi melalui AEoI (Automatic Exchange of Information) pada 2018 akan secara otomatis merepatriasi dana, sehingga pemerintah tidak perlu buru-buru.

Fraksi PKS memberikan catatan:

1. Objek pengampunan pajak PPh, PPN, PnBM, itu tidak lazim dalam tax amnesty di negara lain. Lazimnya hanya PPh. Hal ini juga sejalan karena basisnya adalah deklarasi aset yang belum dilaporkan dalam SPT. Kami usulkan objek PPh saja. Terkait utang pokok pajak juga tidak diampuni, yang diampuni adalah sanksi administrasi dan pidana perpajakan.
2. Tarif, pemerintah mengobral tarif yang sangat murah. Menciderai rasa keadilan. Kami memperjuangkan tarif disesuaikan dengan UU yang berlaku saat ini yaitu 30% maksimal.
3. Terkait harta yang tidak dideklarasikan, RUU tax amnesty mengatur data tidak bisa dijadikan dasar tuntutan. Pasal itu rawan dan tidak sejalan dengan penegakan hukum.
4. Dana repatriasi harus masuk ke sektor riil dan infrastruktur. Fraksi PKS mendorong dana tax amnesty tidak hanya berbentuk instrumen pasar uang yang bisa tiba-tiba keluar dan mengganggu pasar keuangan. Holding period harusnya minimal 5 tahun.
5. Batas waktu 31 Mar 2017 tidak sejalan dengan cut off APBN. Dalam APBNP sudah dimasukkan penerimaan. Rp165 triliun, semakin menambah ketidakpastian penerimaan 2016 bisa tercapai.

Dari penjelasan di atas, fraksi PKS bersikap keberatan dan belum sependapat terkait pasal-pasal krusial di atas. Namun kami menghargai proses pembahasan, tetap kami selanjutnya menyerahkan pengambilan keputusan di tingkat paripurna.

7. PPP
Disampaikan oleh Elviana

Fraksi PPP memberikan empat catatan, yakni:

1. Pemerintah terdorong melaksanakan fungsi pajak yang dapat memberikan stimulus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat untuk mengurangi kesenjangan.
2. Pemerintah harus bersungguh-sungguh untuk menegakkan regulasi ini ke depan. Jangan ada ketidakadilan dan moral hazard.
3. Agar tujuan tax amnesty tercapai, kami meminta Kementerian Keuangan agar menjalankan operasional dari pasal-pasal UU ini. Diperlukan sosialisasi sehingga masyarakat memahami maksud dan tujuan RUU ini.
4. Kami mendorong pemerintah untuk meningkatkan capaian penerimaan pajak.

Demikian pendapat akhir fraksi PPP. Kami menyetujui RUU tax amnesty untuk dibahas di tingkat selanjutnya.

8. Nasdem
Disampaikan oleh Donny Imam Priambodo

Fraksi Nasdem konsisten agar kebijakan ini dapat bermanfaat. Sehingga harus diikuti penyempurnaan UU KUP, PPh, PPN dan PPnBM, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan perbankan.

Atas penjelasan tersebut, kami memberikan beberapa catatan:

1. Kami mengapresiasi ketentuan tax amnesty tidak hanya untuk PPh, tapi juga untuk PPN dan PPnBM.
2. Kami mengapresiasi kesepakatan untuk memberlakukan sampai 31 Maret 2017.
3. Kami mendukung tarif tebusan dan UMKM turut diberikan pengampunan.
4. Pemerintah harus bekerja keras dan terukur untuk mengamankan fiskal 2016.
5. Kami meminta pemerintah berkomitmen untuk menjamin kerahasiaan wajib pajak yang mengikuti program tax amnesty.
6. Kami meminta sosialisasi dilakukan secepatnya secara masif, terutama di kedutaan-kedutaan Indonesia.
7. Kami mengingatkan pemerintah meski beberapa pengamat mengatakan Indonesia tidak banyak terpengaruh oleh Brexit, kita perlu tetap waspada.

Fraksi Nasdem mendukung kebijakan pemerintah bila untuk kepentingan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, kami menyatakan setuju RUU tax amnesty dibawa ke pengambilan keputusan tingkat selanjutnya.

9. PDI Perjuangan
Disampaikan oleh I Gusti Agung Rai

Fraksi PDIP berharap tax amnesty menjadi stimulus pertumbuhan, peningkatan likuiditas, penguatan rupiah, penurunan bunga, dan peningkatan investasi.

Ada beberapa catatan:

1. Keberhasilan UU tax amnesty sangat tergantung dengan reformasi perpajakan. Perlu segera disesuaikan dengan UU lain. Hingga saat ini, masalah yang masih terus muncul adalah kepatuhan pajak rendah, tax ratio stagnan, penegakan hukum kurang efektif, penghindaran tinggi.
2. Pengampunan pajak diharapkan berlaku sekali. Diusulkan penerimaan pajak dari tax amnesty tidak masuk dalam APBN-P 2016.
3. Akan diberlakukan AEoI. Potensi pajak yang bisa didapat mencapai Rp 3.500 triliun. Dalam penyampaian RUU tax amnesty, perkiraan penerimaan sebesar Rp165 triliun. PDI Perjuangan mempertanyakan potensi pajak yang harusnya Rp 3.500 triliun.
4. Fraksi PDIP mengusulkan kebijakan mendukung tarif yang berkeadilan sebagai akibat dihapuskannya pidana pajak dan denda administrasi. Pemisahan tarif deklarasi dengan repatriasi, harta yang sudah berada dalam di NKRI terkena denda 10% di 3 bulan pertama dan 15% di 3 bulan berikutnya.
5. Mendukung pemerintah dalam memperbaiki basis pajak berbasis pada identitas tunggal. Self assessment akan lebih akurat.

Keseluruhan sikap fraksi PDIP, keterbukaan keuangan global akan mendorong keadilan dibandingkan memberi pengampunan pajak dengan tarif yang masih diperdebatkan. Kami memberikan nota keberatan.

10. Hanura
Disampaikan oleh Ahmadi Noor Supit dikarenakan tidak ada perwakilan dari Hanura. Berdasarkan hasil panja, Hanura setuju dan mendukung RUU tax amnesty untuk dibahas di tingkat selanjutnya.

Diringkas dari berbagai sumber: RUU Pengampunan Pajak, detik.com, kontan.co.id
Artikel Terkait:
Sidang Paripurna DPR Sahkan RUU Pengampunan Pajak Menjadi Undang-Undang