Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan peraturan pelaksana untuk dapat menjalankan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009 tentang Pemotongan PPh Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau Pengalihan Harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia (baca artikel mengenai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009 di sini) melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-52/PJ/2009 tanggal 24 September 2009.
Dalam PER-52/PJ/2009 ini diatur hal-hal sebagai berikut:
Objek Pajak, Tarif Pajak
Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, yang diterima/diperoleh WP Luar Negeri selain BUT dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final. Besarnya perkiraan neto adalah sebesar 25% dari harga jual.
Jadi rumus untuk PPh Pasal 26 atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia yang diterima WP Luar Negeri adalah:
PPh Pasal 26 = 20% x Perkiraan Penghasilan Neto
PPh Pasal 26 = 20% x (25% x Harga Jual)
Apabila terhadap WP Luar Negeri yang berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, maka ketentuan pemajakan adalah berdasarkan P3B yang berlaku.
Penjualan atau pengalihan harta yang dimaksud dalam PER-52/PJ/2009 adalah penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan.
Dikecualikan dari Objek Pajak
Bagi WP Orang Pribadi Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta yang besarnya tidak melebihi Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap jenis transaksi, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26.
Pemotong PPh
Pihak Pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak, yang terdiri dari:
Kewajiban Pemotong PPh Pasal 26
Saat Berlakunya Ketentuan Ini
Sejak tanggal ditetapkannya PER-52/PJ/2009 yaitu tanggal 24 September 2009.
(c)syafrianto 30092009
Artikel Terkait:
- Pemotongan PPh Pasal 26 atas Penjualan Harta di Indonesia
Dalam PER-52/PJ/2009 ini diatur hal-hal sebagai berikut:
Objek Pajak, Tarif Pajak
Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, yang diterima/diperoleh WP Luar Negeri selain BUT dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final. Besarnya perkiraan neto adalah sebesar 25% dari harga jual.
Jadi rumus untuk PPh Pasal 26 atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia yang diterima WP Luar Negeri adalah:
PPh Pasal 26 = 20% x Perkiraan Penghasilan Neto
PPh Pasal 26 = 20% x (25% x Harga Jual)
Apabila terhadap WP Luar Negeri yang berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, maka ketentuan pemajakan adalah berdasarkan P3B yang berlaku.
Penjualan atau pengalihan harta yang dimaksud dalam PER-52/PJ/2009 adalah penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan.
Dikecualikan dari Objek Pajak
Bagi WP Orang Pribadi Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta yang besarnya tidak melebihi Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap jenis transaksi, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26.
Pemotong PPh
Pihak Pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak, yang terdiri dari:
- badan pemerintah,
- subjek pajak badan dalam negeri,
- penyelenggara kegiatan,
- bentuk usaha tetap, atau
- perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan
- orang pribadi sebagai WP Dalam Negeri yang ditunjuk sebagai pemotong pajak, meliputi: Pengacara, Akuntan, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan Aktuaris yang melakukan pekerjaan bebas; serta orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
Kewajiban Pemotong PPh Pasal 26
- Memotong PPh Pasal 26 yang terutang pada saat dilakukan pembayaran atau saat terutangnya penghasilan, tergantung peristiwa mana yang terjadi lebih dahulu.
- Menyetorkan PPh Pasal 26 yang telah dipotong tersebut ke kas negera dengan menggunakan nama WP TLuar Negeri yang menjual atau mengalihkan harta paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi.
- Penyetoran PPh Pasal 26 menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP.
- Pemotong PPh Pasal 26 ini wajib memberikan tanda bukti pemotongan kepada WP Luar Negeri yang dipotong PPh tersebut, setiap melakukan pemotongan.
- Hasil pemotongan ini harus dilaporkan dengan SPT Masa ke KPP tempat WP Pemotong tersebut terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Saat Berlakunya Ketentuan Ini
Sejak tanggal ditetapkannya PER-52/PJ/2009 yaitu tanggal 24 September 2009.
(c)syafrianto 30092009
Artikel Terkait:
- Pemotongan PPh Pasal 26 atas Penjualan Harta di Indonesia
3 Comments
dear Pak Anto,
di point no.2&3 Kewajiban Pemotong PPh26, pada form SSP bagian atas kita tulis nama WP = nama WP Luar Negri, jadi kita kosongin aja NPWPnya atau ditulis 00.000.000.0-000.000?
yang ttd di SSP = pemotong? atau yang dipotong?
thanks
Pada bagian Nama Wajib Pajak tersebut diisi dengan Nama WP Luar Negeri dengan NPWP 00.000.000.0-XXX.000 (catatan: XXX ini adalah kode KPP tempat si Pemotong PPh Pasal 26 terdaftar). Jadi seandainya NPWP Pemotong Pajak adalah 01.234.567.8-910.000, maka untuk NPWP WP Luar Negeri yang dituliskan pada SSP adalah menjadi: 00.000.000.0-910.000.
Pada bagian penandatangan SSP, yang menandatangani SSP tersebut adalah si Pemotong PPh Pasal 26, cantumkan di bawah NPWP tersebut Nama Pemotong dan NPWP pemotong.
thanks a lot u/ pencerahannya
BRAVO! semoga tetap sabar melayani banyak pertanyaan
salam,
Posting Komentar