..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Selasa, 19 Juli 2016

Pengampunan Pajak - Apa dan Bagaimana (Bagian 1)

Apa Yang Dimaksud Dengan Pengampunan Pajak?

Pengampunan pajak adalah sebuah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang berupa penghapusan terhadap pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang telah timbul dan membayar Uang Tebusan.


Mengapa Saya Perlu Ikut Pengampunan Pajak?

Kebijakan Pengampunan Pajak adalah terobosan kebijakan yang didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena semakin transparannya sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas pertukaran informasi antarnegara. Selain itu, mulai tahun 2017, hampir seluruh negara di dunia telah menandatangani kesepakatan pertukaran informasi secara otomatis terutama informasi perpajakan. Kebijakan Pengampunan Pajak juga tidak akan diberikan secara berkala. Setidaknya, hingga beberapa puluh tahun ke depan, kebijakan Pengampunan Pajak tidak akan diberikan lagi.

Kebijakan Pengampunan Pajak, dalam penjelasan umum Undang-Undang Pengampunan Pajak, hendak diikuti dengan kebijakan lain seperti penegakan hukum yang lebih tegas dan penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan perbankan sehingga membuat ketidakpatuhan Wajib Pajak akan tergerus di kemudian hari melalui basis data kuat yang dihasilkan oleh pelaksanaan Undang-Undang ini.

Bahkan dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak (Pasal 18 ayat (2) dan ayat (4)) ditegaskan bahwa dalam hal Wajib Pajak yang tidak mengikuti program Pengampunan Pajak dan Direktr Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, maka atas harta tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta tersebut, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak ini berlaku, serta akan dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Siapakah Yang Dapat Mengikuti Pengampunan Pajak?

Yang dapat mengikuti kebijakan pengampunan pajak ini adalah:
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi
  2. Wajib Pajak Badan
  3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
  4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak
Siapakah Yang Tidak Dapat Mengikuti Pengampunan Pajak?

Wajib Pajak yang dikecualikan dan tidak dapat mengikuti program Pengampunan Pajak ini adalah:
  1. Wajib Pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (status P-21),
  2. Wajib Pajak yang sedang dalam proses peradilan, atau
  3. Wajib Pajak yang sedang menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Apa Persyaratan Untuk Mengikuti Pengampunan Pajak?

Persyaratan Wajib Pajak yang dapat mengikuti program Pengampunan Pajak ini adalah:
  1. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
  2. membayar Uang Tebusan;
  3. melunasi seluruh Tunggakan Pajak;
  4. melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan;
  5. menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
  6. mencabut permohonan: o pengembalian kelebihan pembayaran pajak; o pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang; o pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar; o keberatan; o pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan; o banding; o gugatan; dan/atau o peninjauan kembali, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
Kapan dan Berapa Lama Masa Berlakunya Pengampunan Pajak?

Pengampunan Pajak mulai berlaku sejak diundangkan sampai dengan 31 Maret 2017, dan pelaksanaannya terbagi ke dalam 3 (tiga) periode, yaitu:
  1. Periode I: mulai tanggal diundangkan s.d 30 September 2016
  2. Periode II: mulai tanggal 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016
  3. Periode III: mulai tanggal 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017
Apa Objek Pengampunan Pajak?

Pengampunan Pajak diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya melalui Surat Pernyataan. Harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam mengikuti Pengampunan Pajak ini adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selama ini belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

Kemana Saya Harus Mengajukan Pengampunan Pajak?

Wajib Pajak yang akan memperoleh Pengampunan Pajak harus harus mengajukan Surat Pernyataan Ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan dengan membawa Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Bagaimana Cara Pengajuan Pengampunan Pajak?

1. Wajib Pajak datang ke KPP

Wajib Pajak mendatangi KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pernyataan.

Kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pernyataan adalah: o bukti pembayaran Uang Tebusan; o bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak; o daftar rincian Harta beserta informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan; o daftar Utang serta dokumen pendukung; o bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan; o fotokopi SPT PPh Terakhir; dan o surat pernyataan mencabut segala permohonan yang telah diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak o surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan repatriasi; o melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan deklarasi; o surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang UMKM

2. Wajib Pajak membayar Uang Tebusan dan Tunggakan Pajak

Selain melengkapi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, Wajib Pajak membayar Uang Tebusan, melunasi tunggakan pajak, dan melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan.

3. Penyampaian Surat Pernyataan ke KPP

Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau Tempat Lain yang ditentukan Menteri Keuangan.

4. Menerima tanda terima Surat Pernyataan

Setelah menyampaikan Surat Pernyataan ke KPP, Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima Surat Pernyataan.

5. Surat Keterangan Pengampunan Pajak

Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak kepada Wajib Pajak.

Apabila jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri belum menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan dianggap diterima.

6. Penyampaian Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali.

Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 di mana Surat Pernyataan Kedua dan Ketiga dapat disampaikan sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya dikeluarkan

Bagaimana Cara Menghitung Besarnya Uang Tebusan Pengampunan Pajak?

Besarnya Uang Tebusan = Tarif x Dasar Pengenaan
Dasar Pengenaan = Nilai Wajar Harta Yang Diungkap - Nilai Harta Terkait dengan Harta Yang Diungkap

Berapa Besarnya Tarif Uang Tebusan Pengampunan Pajak?

Untuk Harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh yang berada di Dalam Negeri yang diungkapkan (deklarasi di Dalam Negeri) dan Harta yang Berada di Luar Negeri yang dibawa ke Dalam Negeri (repatriasi) tarifnya terbagi menjadi:
  1. 2% untuk periode 1 Juli 2016 s.d. 30 September 2016
  2. 3% untuk periode 1 Oktober 2016 s.d. 31 Desember 2016
  3. 5% untuk periode 1 Januari 2017 s.d. 31 Maret 2017
Untuk Harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh yang berada di Luar Negeri yang diungkapkan dan tidak dibawa ke Dalam Negeri (deklarasi di Luar Negeri) tarifnya terbagi menjadi:
  1. 4% untuk periode 1 Juli 2016 s.d. 30 September 2016
  2. 6% untuk periode 1 Oktober 2016 s.d. 31 Desember 2016
  3. 10% untuk periode 1 Januari 2017 s.d. 31 Maret 2017
Untuk Wajib Pajak dengan peredaran usaha sampai dengan Rp 4.800.000.000 pada Tahun Pajak terakhir (sesuai dengan yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015), tarifnya adalah:
  1. 0,5% bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 dalam Surat Pernyataan
  2. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 dalam Surat Pernyataan
untuk periode penyampaian Surat Pernyataan tanggal 1 Juli 2016 s.d. tanggal 31 Maret 2017.
(c) http://syafrianto.blogspot.co.id

Jumat, 15 Juli 2016

Download Undang-Undang Pengampunan Pajak

Undang-Undang Pengampunan Pajak yang disahkan oleh DPR dalam Sidang Paripurna tanggal 28 Juni 2016 telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 1 Juli 2016. Undang-Undang Pengampunan Pajak yang telah diberi nomor 11 Tahun 2016tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2016 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899 ini berlaku mulai tanggal diundangkan yaitu tanggal 1 Juli 2016.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ini terdiri dari 13 Bab dan 25 Pasal mengatur mengenai ketentuan Pengampunan Pajak yang akan berlaku hingga tanggal 31 Maret 2017. Susunan dari ke-13 Bab yang diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak ini terdiri dari:
  1. Bab I: Ketentuan Umum (Pasal 1)
  2. Bab II: Asas dan Tujuan (Pasal 2)
  3. Bab III: Subjek dan Objek Pengampunan Pajak (Pasal 3)
  4. Bab IV: Tarif dan Cara Menghitung Uang Tebusan (Pasal 4 s.d. Pasal 7)
  5. Bab V: Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan, Penerbitan Surat Keterangan, dan Pengampunan atas Kewajiban Perpajakan (Pasal 8 s.d. Pasal 11)
  6. Bab VI: Kewajiban Investasi atas Harta yang Diungkapkan dan Pelaporan (Pasal 12 s.d. Pasal 13)
  7. Bab VII: Perlakuan Perpajakan (Pasal 14 s.d. Pasal 17)
  8. Bab VIII: Perlakuan atas Harta yang Belum atau Kurang Diungkap (Pasal 18)
  9. Bab IX: Upaya Hukum (Pasal 19)
  10. Bab X: Manajemen Data dan Informasi (Pasal 20 s.d. Pasal 22)
  11. Bab XI: Ketentuan Pidana (Pasal 23)
  12. Bab XII: Ketentuan Pelaksanaan Pengampunan Pajak (Pasal 24)
  13. Bab XIII: Ketentuan Penutup (Pasal 25)
Download:
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 - Batang Tubuh
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 - Penjelasan
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 - versi Lengkap

Jumat, 01 Juli 2016

Penundaan Pelaporan Data Kartu Kredit oleh Perbankan

Sore ini penulis memperoleh sebuah email dari Humas Direktorat Jenderal Pajak yang menginformasikan tentang penundaan pemberlakuan kewajiban bagi perbankan untuk menyampaikan data kartu kredit ke Direktorat Jenderal Pajak.

Dengan alasan sebagai upaya untuk mendukung program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang telah disahkan dan diundangkan, Pemerintah (dalam hal ini Menteri Keuangan) mengeluarkan kebijakan untuk menunda pelaksanaan penyampaian data kartu kredit oleh perbankan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 Tahun 2016 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 Tentang Rincian Data Dan Informasi Yang Berkaitan Dengan Perpajakan. Penundaan pemberlakuan kepada perbankan untuk menyampaikan data kartu kredit ke pihak Direktorat Jenderal Pajak dilakukan sampai dengan berakhirnya periode pengampunan pajak.

Untuk mendukung program transaksi non-tunai (cash less), khususnya penggunaan kartu kredit oleh masyarakat, maka saat ini Pemerintah sedang mengkaji dan merumuskan kebijakan untuk memberikan insentif perpajakan dengan menetapkan sebagian pembayaran tagihan kartu kredit sebagai pengurang penghasilan bruto dalam perhitungan pajak penghasilan.

Tentunya rencana Pemerintah untuk memberikan insentif bagi pengguna kartu kredit akan dapat meningkatkan partisipasi dari masyarakat untuk melakukan transaksi secara non-tunai dengan menggunakan kartu kredit.

Mulai 1 Juli 2016: Bayar Pajak eBilling dan Faktur Pajak harus eFaktur

Hari ini, 1 Juli 2016 mungkin bagi sebagian orang adalah merupakan hari terakhir beraktivitas dengan pekerjaannya karena hari Senin 4 Juli s.d. 8 Juli 2016 adalah merupakan libur panjang sehubungan dengan Hari Raya Idul Fitri 1437 H. Sehingga seluruh pekerjaan haruslah diselesaikan hari ini supaya pada saat kembali bekerja lagi pada hari Senin, 11 Juli 2016 tidak menjadi kalang kabut dengan pekerjaan yang tertunda atau terlambat.

Terkait tanggal 1 Juli 2016, ada hal penting juga sehubungan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak. Karena Direktorat Jenderal Pajak telah menerapkan ketentuan bahwa mulai 1 Juli 2016:
  1. Seluruh pembayaran pajak yang dilakukan hanya dapat menggunakan eBilling dan tidak dapat lagi dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang dibuat secara manual; dan
  2. Seluruh Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak dengan menggunakan sistem eFaktur.
Terkait dengan penerapan kedua ketentuan ini, maka berikut ini penulis informasikan kembali beberapa tulisan yang terkait yang tulisannya sudah pernah dimuat di blog ini.

eBilling

eBilling adalah merupakan metode pembayaran pajak secara elektronik dengan menggunakan Kode Billing. Kode Billing adalah kode identifikasi pembayaran pajak (yang berjumlah 15 digit) yang diterbitkan terlebih dahulu dengan mengisi uraian pembayaran pajak melalui layanan sistem pembuatan kode billing. Kode Billing yang dibuat saat ini berlaku selama 7 hari mulai sejak diterbitkan.

Pembuatan kode billing ini dapat dilakukan dengan cara:
  1. Melalui laman web, yaitu melalui http://sse.pajak.go.id atau http://sse2.pajak.go.id
  2. Melalui laman intranet pada komputer yang tersedia di KPP https://billing-djp
  3. Melalui bank dengan memanfaatkan fasilitas internet banking dari masing-masing bank atau ke customer service/teller bank dengan menyerahkan SSP manual
  4. Melalui SMS USSD ID Billing via Ponsel (Telkomsel)
Setelah pembuatan Kode Billing, maka Wajib Pajak dapat membawa/menggunakan nomor kode billing ini untuk melakukan pembayaran. Pembayaran dapat dilakukan dengan cara:
  1. Membawa Kode Billing ke Teller Bank/Kantor Pos dan lakukan pembayaran. Teller Bank/Kantor Pos akan mencetak Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang berisi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) sebagai bukti pajak yang dibayar sudah masuk ke Rekening (Kas) Negara. BPN ini akan diserahkan kepada Wajib Pajak untuk diarsip.
  2. Membayar melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dengan memilih menu Pembayaran -- MPN dengan menggunakan kode Billing ini.
  3. Membayar melalui internet banking
  4. Membayar melalui mesin EDC/mini ATM yang tersedia di KPP atau KP2KP di seluruh Indonesia.

Kamis, 30 Juni 2016

Penghasilan Tidak Kena Pajak tahun 2016

Pemerintah kembali menetapkan kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang berlaku mulai Januari 2016, sehingga besarnya PTKP untuk tahun 2016 adalah menjadi sebagai berikut:
  1. Diri WP Orang Pribadi: Rp 54.000.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 36.000.000)
  2. Tambahan untuk WP Kawin: Rp 4.500.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 3.000.000)
  3. Tambahan untuk isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami: Rp 54.000.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 36.000.000)
  4. Tambahan untuk setiap tanggungan, maks 3 orang @: Rp 4.500.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 3.000.000)
Berikut ini adalah peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan terkait dengan PTKP 2016 ini.
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tanggal 22 Juni 2016 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya Yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tanggal 22 Juni 2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak