..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Kamis, 15 Mei 2008

TANYA JAWAB SEPUTAR PAJAK

Pada bagian ini, Anda dapat menyampaikan pertanyaan seputar pajak serta kasus-kasus yang sedang Anda hadapi melalui posting pada bagian bawah ini (Komentar). Seluruh konsultasi tentang pajak ini tidak dipungut biaya, alias Anda akan mendapatkan konsultasi pajak gratis.

313 Comments

«Terlama   ‹Lebih tua   1 – 200 dari 313   Lebih baru›   Terbaru»
Mygamesblog 4 Juli 2008 pukul 22.39

# Subyek pajak yang berupa Badan apakah termasuk usaha yang berbentuk toko dan usaha dagang (UD) dengan sistem kepemilikan tunggal? kalau iya berarti berartipemilik akan kena pajak ganda yaitu PPh badan dan pribadi?
# apabila badan usaha mengalami kerugian dan pemiliknya hanya memiliki usaha itu saja bisa terbebas dari PPh badan dan PPh pribadi (karena rugi)?
# di koran menulis tentang perubahan PTKP menjadi Rp. 15.860.000 bagi wajib pajak pribadi, pengenaan tarif maksimal PPh pribadi 30% dan PPh badan 25%. kapan tarif dan ketentuan ini berlaku? serta berapa nanti potongan PTKP bagi wajib pajak yang kawin, penghasilan istri digabung dengan suami, dan tambahan tanggungan?
# saya sering memberikan persembahan persepuluhan sebesar 10% dari penghasilan sesuai dengan ajaran agama, apakah pemotongan penghasilan atas persembahan persepuluhan ini boleh diperhitungkan? kalau iya masuk sebagai biaya apa?
# ada rekan saya yang bekerja sebagai karyawan tetap di perusahaan swasta, dan memperoleh kompensasi yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan transportasi, uang makan, dan asuransi. dari kompensasinya dipotong langsung PPh oleh pemberi kerja. apakah perhitungan PPh karyawan swasta dihitung atas seluruh kompensasi yang diterima atau hanya menggunakan gaji pokoknya saja?
# berapa tarif sekarang dan tahun depan yang berlaku untuk biaya jabatan (pegawai tetap)/ apakah masih 5%/bulan atau maksimal Rp. 108.000/bulan?
# untuk tarif PPh tenaga ahli apakah tidak dipotong PTKP? (hanya dihitung 15%x50%xpenghasilan bruto)?
# tarif pajak atas undian/hadiah yang tetapkan sebesar 25% berlaku untuk semua nominal hadiah atau sistem tarif progresif seperti PPh?
# perhitungan pajak yang dilaporkan dalam PPh apakah diperhitungkan mulai dari bulan januari-desember tahun lalu? yang kemudiaan dibayarkan tahun depannya paling lambat akhir bulan Maret?

Anto 5 Juli 2008 pukul 11.05

Jawaban atas pertanyaan Anda diurutkan adalah sbb:
- Toko dan UD tidak termasuk Badan (melainkan termasuk Orang Pribadi) karena utk Subjek Pajak Badan, adalah suatu unit usaha yang berbadan hukum (pendiriannya umumnya didasarkan dengan akta notaris).
- Kerugian secara fiskal dapat dikompensasikan dengan penghasilan (laba) pada tahun berikutnya dengan syarat Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan. Bersamaan dengan itu, WP yang menjalankan pembukuan, pada tahun mengalami kerugian tidak akan dikenakan PPh.
Hal ini tdk berlaku untuk WP Orang Pribadi yang menggunakan metode Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
- Informasi ttg kenaikan PTKP dan penurunan tarif PPh baru berupa usulan dalam RUU PPh yang saat ini sedang dibahas oleh DPR. Kita tunggu saja hasilnya, kemungkinan akan disahkan (disetujui) tahun ini untuk diterapkan pada tahun 2009.
- Sumbangan menurut UU PPh Pasal 9 ayat (1) bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung PPh. Saat ini baru ada satu sumbangan keagamaan yang dapat dikurangkan (berdasarkan UU PPh) yaitu pembayaran Zakat (bagi yang beragama Islam). Jadi pembayaran persepuluhan (bagi yang beragama Kristen) tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya pengurang.
- PPh Pasal 21 dikenakan terhadap penghasilan yang diterima oleh Karyawan atas seluruh penghasilan (dalam bentuk uang) yang diterimanya dari pemberi kerja termasuk juga segala jenis tunjangan.
- Sampai dengan saat ini tarif Biaya jabatan masih sebesar 5% dari Penghasilan Bruto dengan maksimal sebesar Rp 1.296.000/tahun atau Rp 108.000/bulan.
- Tarif PPh Pasal 21 bagi Tenaga Ahli adalah 15% x 50% x penghasilan bruto (tanpa dikurangkan dengan PTKP)
- Tarif 25% final utk hadiah undian diterapkan untuk semua nilai hadiah (tanpa ada pengecualian dan tidak progresif)
- Pertanyaan terakhir ini saya kurang mengerti maksudnya, apakah tentang kredit pajak? jika kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah atas seluruh pembayaran pajak yang dilakukan selama periode tahun pajak penghasilan kita yang dilaporkan, misal periode Jan-Des, maka Kredit pajaknya jg atas periode yg sama.
Terima kasih.

Anonim

Mohon advice-nya, pak.
Saya pemilik NPWP baru (tahun 2007). Maret 2008 kemarin adalah SPT tahunan pertama buat saya. Masalahnya saya lupa mencantumkan di kolom harta berupa tanah yg saya beli tahun 2005 dengan nilai transaksi di AJB seharga 350 juta rupiah karena kebetulan sertifikatnya sedang tidak ada di rumah saya. Saat pembelian tersebut saya menggunakan uang hasil dari pencairan deposito (buktinya ada). Beberapa hari lalu lewat teman saya yang berkerja sebagai konsultan pajak sempat ditanyakan kepada petugas pajak solusi untuk pembetulan SPT tahun 2007 tersebut, ternyata petugas menawarkan solusi untuk lewat 'jalan belakang' dengan syarat saya membayar kepada petugas tersebut sejumlah 25 JUTA RUPIAH. LUAAAR BIASAAA!!! Petugas tersebut bilang jika denda resmi akan dikenakan sekitar 80 JUTA RUPIAH. Memang saya mengakui adanya kelalaian dari saya tapi kalau gara-gara kelalaian tersebut saya harus membayar senilai 25 juta rupiah, apakah itu benar? Terus terang kalau benar saya sangat menyesal untuk mendaftarkan diri memiliki NPWP dan saya yakin orang lain yang belum memiliki NPWP akan takut untuk memiliki NPWP walaupun adanya Sunset Policy. Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana aturan yang sebenarnya untuk kasus seperti yang saya alami tersebut?
Terima kasih sebelumnya.

taxlearning 21 Juli 2008 pukul 17.39

Saya meragukan pendapat dari rekan Anda yang konsultan pajak. Apakah dia benar-benar menanyakan ke Petugas Pajak yang resmi dan statement bahwa bisa lewat "jalan belakang".
Hati-hati, saat ini banyak orang yang memanfaatkan dengan ketidakmengertian Wajib Pajak.
Jika yang dibetulkan hanya Daftar Aktiva tanpa membetulkan nilai penghasilan lainnya (dengan syarat seluruh penghasilan telah dilaporkan dan tidak ada yang tertinggal lagi) maka utk SPT Tahunan PPh Tahun 2007 tidak terdapat kurang bayar sehingga tidak ada dendanya.
Jadi pendapat harus bayar sekian juta itu adalah penipuan.
Terima kasih.

Unknown 22 Agustus 2008 pukul 16.52

#Kalau boleh saya ingin menanyakan mengenai perlakuan pph terhadap jasa pemeliharaan tanaman pada perusahaan perkebunan kelapa sawit, selama ini kami mengenakan tarif 4,5% karena perush pelaksana tidak memiliki setirtfikat jasa konstruksi. tapi hal menjadi kontroversi dengan beberapa rekan karena menurut mereka hal itu tidak mempunyai dasar aturan yang jelas. Apakah ada aturan yang secara eksplisit mengatur tentang pph untuk perkebunan kelapa sawit?
#Apakah kegiatan pembukaan lahan, pembuatan parit dan jembatan di lokasi perkebunan kelapa sawit termasuk dalam kategori kegiatan usaha jasa konstruksi? kalau ya, termasuk dalam kategori konstruksi sipil atau kategori apa? apakah ada aturan yang menjelaskan tentang hal tersebut? Mohon bantuannya. Trims

EDIROSADI 10 September 2008 pukul 17.45

Saya bekerja di luar negri sebagai permanent employee, sebelum nya saya bekerja di BUMN dan sudah memiliki NPWP, apakah No NPWP saya harus di ganti atau tidak
Trims

Anto 12 September 2008 pukul 10.48

Pak Edi Rosadi, silakan lihat jawaban atas pertanyaan Bapak di: http://syafrianto.blogspot.com/2008/09/konsultasi-pajak-gratis.html

Anonim

Sehubungan dengan peraturan pph 23 yang baru yaitu per 51, kontrak yang ditandatangi dan dibayar pada tahun 2008 menggunakan tarif yang baru atau yang lama ? terima kasih

taxlearning 24 September 2008 pukul 16.38

Pertanyaan:
Sehubungan dengan peraturan pph 23 yang baru yaitu per 51, kontrak yang ditandatangi dan dibayar pada tahun 2008 menggunakan tarif yang baru atau yang lama ? terima kasih

Jawab:
Mungkin maksud Anda bukan Per-51 tetapi PP 51 Tahun 2008.
Sesuai dengan Pasal 10 dalam PP 51 tahun 2008, ditegaskan perlakuan untuk masa peralihan untuk kontrak yang ditandatangani sebelum tgl 1 Januari 2008 (baca di Artikel ybs dlm blog ini).
Oleh sebab itu, maka utk kontrak yang ditandatangani sejak 1 Januari 2008 telah berlaku ketentuan PP 51 ini dengan tarif yang baru (sesuai dengan ketentuan masa berlaku PP ini yaitu tanggal 1 Januari 2008, lihat Pasal 12).

Anonim

Terima kasih atas kesempatan untuk konsultasi pajak gratis

Saya seorang agent asuransi, komisi yang saya peroleh dari pusat telah dipotong PPh Pasal 21. Pada saat ini saya telah memiliki NPWP dan akan saya laporkan penghasilan saya dari tahun 2006, bagaimana cara perhitungannya ? Apakah saya memakai norma perkiraan netto dan berapa tarifnya?
Atau saya dapat mengajukan untuk membuat pembukuan?
Terima Kasih

Anonim

Mohon advicenya Pak,
Saya bekerja diperusahaan PMA yang bergerak dalam bidang galangan kapal. Perusahaan induknya di Singapore
Perusahaan ini menerima bahan material dari perusahaan induknya melalui impor dan setelah selesai dikerjakan maka perusahaan ini akan mengekspor kembali barang jadi. Maka perusahaan ini telah diterbitkan PIB dan PEB dari Dirjen Bea dan Cukai.
Biasanya pelaporan PPN, perlu dicantumkan semua PIB dan PEB pada lampiran 1107 A dan B
Akan tetapi, perusahaan ini hanya menerima fee pabrikasi sesuai dengan proyek yang dilakukannya. Jadi omset perusahaan ini hanya sekedar fee atas jasa pabrikasi bukan dari nilai ekspor.
Jika saya laporkan PIB dan PEBnya dalam SPT PPN, akan berbeda nilainya dengan omset yang ada pada laporan PPh perusahaan.
Bagaimana caranya?
Apakah ada peraturan yang mengatur tentang tatacara pelaporan PPN dan PPh ini?
Tolong minta penjelasannya donk.
Akhir kata, Terima kasih yach.....

Anonim

Pak, saya seorang karyawan disebuah perusahaan. Saya masih awam mengenai pajak walau saya sudah memiliki NPWP sejak 3 th lalu. Saya sejak 4 tahun lalu memiliki sidejob yang hitungannya membuat saya seharusnya menjadi PKP namun pada pelaporan tahunan saya tidak menyertakan penghasilan side job saya ini. Nah dengan adanya Sunset Policy ini, apakah saya harus melaporkan untuk menjadi PKP dan membuat laporan ulang SPT tahunan saya dengan membayar kekurangan setoran selama 4 tahun atau hanya 1 tahun terakhir?
Terima kasih

Anonim

Pak, pada RUU PPh tersebut pada Pasal 21 ayat 5 a yang menyebutkan :
"Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib
Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh
persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan
Nomor Pokok Wajib Pajak."

Tarif yang akan diterapkan sebesar 25 % atau 6 % ( 5% + ( 5% x 20% ))?
Bingung saya Pak.
Terima kasih

Anonim

Pak, pada RUU PPh tersebut pada Pasal 21 ayat 5 a yang menyebutkan :
"Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib
Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh
persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan
Nomor Pokok Wajib Pajak."

Tarif yang akan diterapkan sebesar 25 % atau 6 % ( 5% + ( 5% x 20% ))?
Bingung saya Pak.
Terima kasih

Anonim

Terima kasih atas jawaban tentang tatacara pelaporan pajak agent asuransi. Tapi saya ditawarkan untuk membuat pembukuan agar pajak yang saya bayarkan lebih kecil daripada yang dianjurkan oleh Bapak sebelumnya. Apakah bermasalah jika saya anjurkan sebagai wajib pajak orang pribadi pembukuan?
Terima kasih

savira 22 Oktober 2008 pukul 10.12

Bp. Syafrianto, saya mau tanya2 :

1. perusahaan berdiri desember 2007 dan akan di tutup bulan november 2008. selama kurun waktu tersebut blm ada pendapatan yg dihasilkan. selama ini perusahaan hanya melaporkan pph 21 saja. perusahaan belum pkp.
pertanyaannya:
- laporan pajak apa saja yg harus dilaporkan?
- untuk penutupan npwp, syarat yg diperlukan apa saja & prosedurnya bagaimana?
- apabila perusahaan dalam setiap transaksinya tidak menggunakan rek bank (selalu Cash), apakah bisa saldo kas yg tersisa dalam laporan keuangan yg akan diperiksa nantinya, uangnya dalam bentuk tunai.
- kemudian, bukti modal awal yg disetor apakah bisa berupa kwitansi bermaterai saja?

2. perusahaan baru berdiri agustus 2008, belum pkp.
pertanyaannya:
- laporan pajak apa saja yang hrs dilaporkan?
- apabila perusahaan akan membuat tagihan ke vendor, apakah bisa ditambah PPN?
- apabila perusahaan ditagih oleh suplier, apakah bisa ditambah ppn?

sekian pertanyaan saya, mohon bantuan penjelasannya. terima kasih banyak.

Anonim

Yth Pak Syafrianto,
Mau konsultasi dikit pak,
Pada UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan ini pada pasal 23 ayat (1) point yang c yang mengatakan bahwa tarif PPh pasal 23 untuk sewa dan jasa lainnya sebesar 2% dari jumlah bruto. Apakah benar? Dan UU tersebut akan berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009. Dengan secara otomatis PER-70/PJ./2007 tidak berlaku lagi, apakah seperti itu?
Dan saya jadi makin ragu lagi mengapa pemerintah masih mengeluarkan PER-42 tentang perubahan SPT dan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan tersebut dan masih mengacu kepada PER-70/PJ./2007 ?
Apakah SPT tersebut masih bisa dipergunakan pada tahun 2009?
Terima kasih

Anonim

Pagi pak,
Saya seorang karyawan yang belum memiliki NPWP. Penghasilan saya tidak melebihi PTKP. Saya telah bekerja selama 4 tahun lebih di perusahaan saya. Karena saya tinggal bersama orang tua saya dan saya dapat mensisihkan gaji saya untuk ditabung. Pada tahun ini, saya telah membeli sebuah sepeda motor. Seperti yang bapak katakan jika penghasilan belum melebihi PTKP belum wajib sebagai wajib pajak, maka sampai saat ini, saya belum mengajukan NPWP. Apakah terdapat masalah pak ?
Thanks

Anto 29 Oktober 2008 pukul 17.25

Untuk pertanyaan tentang PER-70/PJ.2007 apakah masih berlaku mulai 1 Januari 2009:
PER-70 diterbitkan dengan dasar UU PPh Nomor 17 Tahun 2000. Kedudukan Perdirjen adalah berada di bawah Undang-Undang.
Jadi jika mulai 1 Januari 2009 (telah berlaku UU No. 36 Tahun 2008), maka secara otomatis segala sesuatu aturan (yang masih menggunakan UU Nomor 17 Tahun 2000) yang bertentangan dengan UU No. 36 Tahun 2008 akan dinyatakan tidak berlaku lagi, demikian juga dengan ketentuan sbgmn diatur dalam Pasal 23 ayat (1) c UU No 36 Th 2008, maka aturan yang ada di PER-70 sejak 1 Jan 2009 menjadi tidak berlaku.
Namun hingga saat ini Peraturan Pelaksananya (PP, PMK, Perdirjen) masih sedang disusun, maka kita tunggu saja hingga akhir Desember 2008. Mohon terus mengikuti perkembangannya di situs ini.

Untuk pertanyaan tentang NPWP:
Karena memang Anda sampai saat ini penghasilannya masih di bawah PTKP (belum memenuhi ketentuan syarat objektif), maka Anda belum diwajibkan untuk memiliki NPWP. namun jika ternyata Anda ingin memiliki NPWP, maka Anda diperbolehkan untuk mendaftarkan diri utk memiliki NPWP. Ketentuan tentang kewajiban memiliki NPWP ini dapat Anda baca pada artikel-artikel yang terdapat dalam situs ini.

Anonim

Bang Syari :

Blog ini sangat baik sekali dan sangat terupdate. O ya, terkait Sunset Policy, saya sedang mengerjakan pembetulan SPT Tahunan pribadi saya :

1) Apakah benar pertambahan harta (misalnya di tahun 2003 sebesar Rp. 1 m di banding tahun 2002) tidak perlu diikuti pembayaran PPh kurang bayar sebesar tarif pasal 17 atas jumlah kenaikan harta Rp. 1 m ini ?

2) Saya punya harta yang diperoleh tahun 1999 yang belum dilaporkan sebelumnya. Apakah SPT Tahunan perlu dibetulkan mulai tahun 1999, atau cukup dibetulkan/diisi di SPT Tahunan tahun 2007 terakhir saja ?

Anonim

Pertama saya mau bertanya, syarat2 apa saja yang mengharuskan suatu perusahaan wajib dikenakan pajak?

Kedua, saya salah satu karyawan di perusahaan advertising bandung, perusahaan ini belum mendaftarkan ke kantor perpajakan, masalahnya gaji saya yang bulan lalu, belum di bayarkan oleh perusahaan ini, apakah saya dapat mengadukan ke depnaker?

Anto 10 November 2008 pukul 15.36

Persyaratan suatu perusahaan untuk berdiri (dalam hal ini, perusahaan adalah PT, CV, Firma, Persekutuan, dan badan-badan hukum sejenisnya) adalah harus memiliki NPWP barulah Perusahaan tersebut akan memperoleh ijin usaha (SIUP). Jadi ketika berdiri, sudah memiliki kewajiban untuk daftar NPWP.
Kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi setelah memiliki NPWP adalah:
Kewajiban Pajak sendiri kalau sudah memperoleh penghasilan (laba).
Kewajiban memotong pajak ketika membayarkan penghasilan kepada pihak lain seperti kewajiban memotong PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji, memotong PPh Pasal 23 ketika membayar biaya jasa, memotong PPh Pasal 4 ayat (2) antara lain ketika membayar sewa tanah dan bangunan, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya Anda dapat membaca artikel terkait tentang kewajiban pajak pada situs ini.
Mengenai masalah pembayaran gaji ke karyaawn, itu bukan wewenang dari kantor pajak. Masalah ini adalah masalah pribadi Anda dengan perusahaan. Mungkin Anda dapat mengadukan ke Serikat Pekerja, atau mungkin juga Depnaker atau ke pengadilan.

Anonim

Siang pak,
saya ingin menanyakan jika seorang wajib pajak memiliki deposito pada tahun 2000 tetapi tidak dimasukkan dalam laporan SPT tahun 2000. Lalu pada tahun 2002 wajib pajak membeli tanah dari uang deposito tersebut.Pajak apa yang harus dibayarkan??
Dan pada tahun 2005 tanah tersebut disewakan kepada orang lain, pajak apa yang harus dibayarkan?Dan bagaimana perhitungan pajak yang sebenarnya atas kasus tersebut??
terima kasih..

Anto 18 November 2008 pukul 16.47

Dalam Form SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2000, belum ada Lampiran untuk mengisi Daftar Harta, sehingga tentu saja Deposito tersebut tidak akan terlaporkan pada tahun 2000.
Penjelasan mengenai harta yang belum dilaporkan dalam SPT dan apakah ada aspek pajaknya dapat dibaca pada artikel pada link berikut:
http://syafrianto.blogspot.com/2008/11/konsultasi-pajak-gratis-pelaporan-harta.html
Pajak yang timbul karena pembelian tanah bagi pihak pembeli adalah membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) sebesar 5% dari Harga pengalihan tanah/bangunan tersebut (atau NJOP jika lebih tinggi).
Tanah yang disewakan, maka pihak penyewa (jika ia adalah pemotong PPh), akan memotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas penyewaan tanah tersebut. Tarifnya 10% dari harga sewa. Jika penyewa bukan pemotong PPh maka pihak pemilik tanah yang wajib menyetorkan sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) terutang tersebut.

Anonim

Bpk Anto,
Saya hendak bertanya sehubungan dengan pemberlakuan fiskal yang lebih mahal bagi yang tidak punya NPWP, bagaimana dengan orang tua? Apakah akah dikenakan tarif lebih tinggi?
Terima kasih sebelumnya...

Anto 27 November 2008 pukul 07.41

Orang tua, jika tidak menerima penghasilan sama sekali dan menjadi tanggungan dari anaknya dalam status PTKP anaknya yang memiliki NPWP, maka orang tua tersebut dapat dibebaskan dari pengenaan fiskal (di tahun 2009,-bukannya fiskal yg lebih mahal-) dengan menggunakan NPWP anak yang menanggung PTKP-nya.
Namun jika orang tua tersebut masih menerima penghasilan sendiri, maka ia tidak dapat menjadi tanggungan anaknya. Oleh sebab itu orang tua ini harus memiliki NPWP sendiri untuk dapat diperlakukan sebagai orang yang dapat dibebaskan Fiskal Luar Negerinya.

Anonim

saya ingin bertanya, benarkah laba dari hasil penjualan rumah juga dikenakan pajak? jika kita tidak melaporkan harta yang kita miliki pada tahun sebelumnya, benarkah akan dikenakan pajak progresif sebesar 20% ? sebenarnya apakah pajak progresif itu?

Anto 3 Desember 2008 pukul 15.34

Untuk WP Orang Pribadi, penjualan tanah dan bangunan(rumah) adalah merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang pengenaannya bersifat final dengan tarif 5% dari harga jual (atau NJOP/harga pasar, mana yang paling tinggi). Jadi bukan dikenakan dari laba penjualan rumah.
Biasanya PPh Pasal 4 ayat (2) penjualan tanah dan bangunan ini sudah harus disetorkan ketika kita membuat perjanjian jual beli ke notaris atau pejabat PPAT, karena jika tidak disetorkan, maka notaris atau pejabat PPAT tidak akan membuatkan sertifikat perjanjian jual belinya.
Pajak progresif itu, adalah pengenaan pajak dengan tarif yang berlapis sesuai dengan besaran penghasilan yang diterima. Contoh tarif progresif ini dapat kita lihat pada Pasal 17 UU PPh.
Penjualan rumah yang dilakukan oleh orang pribadi tidak akan dikenakan tarif progresif. Namun jika penjualannya dilakukan oleh badan, maka dapat dikenakan tarif progresif.

Anonim

Apabila tahun2 sebelumnya tdk melaporkan asset, dan kemudian asset tsb akan dijual. apa sanksinya? bagaimana dengan sunset policy, apakah bisa direvisi melalui sunset policy?

Anto 4 Desember 2008 pukul 13.33

Sebenarnya Wajib Pajak harus melaporkan SPT-nya secara benar, lengkap, dan tidak ada yang disembunyikan atas seluruh elemen-elemen yang harus dilaporkan dalam SPT.
Sanksi Administrasi yang akan timbul akibat tidak melaporkan asset tidak ada, karena tidak mengakibatkan adanya pajak yang kurang bayar. Namun sanksi yang dapat timbul adalah sanksi karena kealpaan, disengaja yang berupa sanksi pidana.
Fasilitas sunset policy hanya dapat digunakan oleh Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPT yang menyebabkan kurang bayar, sedangkan untuk kasus pembetulan SPT atas elemen aktiva tidak akan menyebabkan kurang bayar sehingga tidak akan menyebabkan kurang bayar. Namun demikian, Anda tetap harus membetulkan SPT Anda, pada bagian aktiva.

Anonim

Bp. Anto
Saya pedagang beras eceran dengan nama usaha UD. ABC dan memiliki tempat usaha sendiri(tidak gabung dengan tempat tinggal)belum punya NPWP.
Jika saya sudah punya NPWP pertanyaan saya:
1. Kewajiban pajak apa saja yang harus saya
penuhi?
2. Apakah saya termasuk WP Orang Pribadi
Pengusaha tertentu?
3. Apakah saya dapat dianggap sebagai
perusahaan yang baru berdiri?

Anonim

Pada th1997 saya pedagang dan sudah punya NPWP
sejak Krismon kira-kira th 2000 tidak pernah lapor lagi. Saat ini sejak juli 2008 saya punya NPW Baru karena didaftarkan perusahaan dimana saya bekerja saat ini. Dalam hal ini apakah saya sudah menyalahi aturan, apa sanksinya? dimana dasar dasar hukumnya? Kedepannya sebaiknya apa yang harus saya lakukan? Mohon bantuan Bapak Anto, Terima kasih.

Anonim

Keuntungan atas pengalihan harta untuk WP pribadi, berapa persen PPH finalnya?

Anonim

Pagi Pak,

Saya binggung, apakah penerapan fiskal luar negeri berlaku seluaruh Indonesia? Kebetulan saya berada di Provinsi Kepulauan Riau di Kota Batam. Sejaka tahun-tahun sebelumnya, kami berpergian ke luar negeri khusus Singapura dan Malaysia tidak dikenakan fiskal. Apakah peraturan ini terdapat pengecualian untuk daerah-daerah yang telah memiliki perjanjian kerjasama antar negera tersebut?

Terima kasih
Salam, Yenny

Anonim

Pagi Pak,
Saya telah mempunyai NPWP sejak th.2003 sebagai Karyawan & telah dipotong PPh oleh perusahaan,sehingga dlm spt pribadi saya nihil, saya akan ikut sunset policy krn ada aset saya yg belum didaftarkan dlm spt saya akan tetapi saya memiliki aset tersebut atas hasil dari Komisi saya sebagai perantara penjualan Bangunan/Gudang. dalam SPT PPh OP penghasilan komisi tersebut dimasukkan sebagai Penghasilan apa? & apakah terkena pajak PPh lainnya karena Komisi tersebutt tdk pernah dipotong pajaknya.

Terima kasih
Salam, Agus

Anonim

Selamat siang, pak syafrianto

saya ingin bertanya mengenai perlakuan pajak untuk bisnis di internet. yang saya maksud di sini adalah perdagangan menggunakan situs sosial seperti lewat forum (co: kaskus), friendster, multiply, dll. apakah sudah ada aturan untuk penghasilan yang didapat dari internet? dosen saya mengatakan dikenakan pph21 badan karena perlakuan seperti perusahaan dagang, ada Juga yang mengatakan dikenakan pph23. mohon bantuannya, pak. terima kasih

Anonim

Selamat pagi Pak Anto,
Saya ingin bertanya kebijakan pajak untuk suami istri yang masing-masing memiliki NPWP pribadi.

1.Apakah ada perhitungan tambahan yang berbeda?

Saat ini, Istri saya karyawan swasta yang penghasilannya langsung dipotong pajak oleh karyawan, dan telah memiliki NPWP pribadi. Sedangan saya, saat ini bekerja sebagai marketing dengan pengashilan yang tidak tetap, namun juga dipotong pajak oleh perusahaan. Saat ini saya belum mempunyai NPWP. Saat ini kami mempunyai 1 anak.

2. Apakah NPWP istri saya dapat digunakan untuk mewakili keluarga saya jika ingin mendapat keringanan fiskal ke luar negri?

3.Apakah saya sebagai kepala keluarga yang harusnya memiliki NPWP dan bukannya istri saya.

4. Jika saya memiliki NPWP, apakah NPWP istri saya dapat dibatalkan atau ditutup? Jika tidak dapat, apa yang harus dilakukan?


Terima kasih Pak Anto, atas waktunya.

Anonim

pagi pak anto...


saya ada bbrp pertanyaan mengenai PPH:

1. apabila A bekerja di klinik dan memiliki warteg. menurut dosen saya, apabila usaha semacam warteg yg berjalan terus-menerus bisa
diklasifikasikan sebagai bentuk usaha tetap (BUT). nah, apakah warteg sebagai BUT merupakan subjek PPH terpisah dari A atau digabung dengan PPH si A? Kalau terpisah, apakah perhitungan PPH nya menggunakan tarif
badan?

2. klinik tempat A bekerja merupakan warisan ortu A yang belum terbagi. menurut ps 2 UU PPH, warisan yg belum terbagi adalah subjek PPH menggantikan yang berhak. apakah klinik tersebut merupakan subjek PPH tersendiri (terpisah dengan PPH si A) atau digabung dengan PPH si A? dan kalau terpisah, apakah perhitungan PPH nya menggunakan tarif perorangan (berhubung klinik menggantikan status hukum pewaris)? tapi saya juga agak bingung karena warisan yang belum terbagi itu adalah sebuah klinik yg notabene bisa jadi menggunakan tarif badan...

mohon bantuannya yah. ini buat ujian pajak saya...
terima kasih sebelumnya :p

Anto 24 Desember 2008 pukul 08.08

Menjawab pertanyaan Sherlee:
1. BUT adalah merupakan suatu istilah dalam pajak internasional. Contoh BUT misalkan Subjek Pajak dari negara A, dalam menjalankan kegiatan usahanya di negara B membuat suatu tempat usaha (dapat semacam kantor perwakilan, pabrik, gudang, orang pribadi yang mewakili, dsb) di Negara B. Perwakilan Subjek Pajak dari negara A di negara B ini tidak berstatus badan hukum berdasarkan ketentuan di negara B. Subjek Pajak dari negara A menjalankan kegiatannya tetap menggunakan badan hukum dari negara asalnya (negara A).
Sedangkan untuk kasus warteg yang Anda sebutkan tersebut, tidak dapat dikategorikan sebagai BUT (karena dijalankan masih tetap dalam 1 negara, di Indonesia). Untuk kasus Anda ini, si A harus melaporkan penghasilannya dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari klinik dan dari warteg (digabung jadi satu).
Tarif yang digunakan adalah tarif untuk orang pribadi.
2. Warisan belum terbagi itu hanyalah istilah untuk menggantikan subjek pajak yang telah meninggal tersebut. Orang yang telah meninggal dunia, secara hukum tidak lagi menjadi subjek hukum. Sehingga terhadapnya tidak dapat lagi dikenakan ketentuan hukum yang berlaku di negara dia tinggal ketika masih hidup. Dalam pajak Indonesia, orang yang meninggal ini, masih menggunakan NPWP dari orang yang meninggal tersebut, hanya saja identitas nama subjek pajak diganti (ditambahkan) dengan kata-kata "warisan belum terbagi". Dengan demikian maka secara hukum, harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal ini beserta penghasilan yang kelak akan diperoleh akan menggantikan orang yang meninggal tersebut sebagai subjek pajak.
Perhitungan PPh-nya sama seperti perhitungan untuk orang tersebut sebelum dia meninggal, bedanya hanya pada PTKP-nya, yaitu PTKP-nya menjadi tidak ada (Nol).
Penghasilan dari klinik tersebut baru digabung ke penghasilan si A, ketika warisan tersebut dibagikan ke setiap ahli warisnya.

Anonim

Dear pak Syafrianto,

apabila expat yang bekerja di perusahaan (punya NPWP), kemudian berhenti karena kontrak kerja tidak diperpanjang) tetapi untuk 2 bulan bekerja sebagai advisor, bagaimana cara perhitungan PPh pada tahun 2009 tersebut?

terima kasih banyak atas bantuan jawabannya Pak Syafrianto

salam
rm

Anto 25 Februari 2009 pukul 13.49

Maaf, pertanyaan Anda kurang jelas. Maksudnya perhitungan PPh apa? apakah penghitungan pemotongan PPh Pasal 21. Atau penghitungan Pajak untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya?

Anonim

maksud pertanyaan saya adalah untuk Pemotongan PPh Pasal 21

thanks ya Pak Syafrianto

salam
rm

Anto 26 Februari 2009 pukul 09.15

Petunjuk penghitungan PPh Pasal 21 sebagai juklak dari PMK 250/PMK.03/2009, PMK 252/PMK.03/2009, dan PMK 254/PMK.03/2009. Sampai hari ini masih belum terbit. Jadi kita belum bisa tahu teknis penghitungannya seperti apa.
Sebelumnya petunjuk teknis penghitungan PPh Pasal 21 diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 15/PJ/2006.
Jika kita baca Pasal 13 PMK 252/PMK.03/2009 dijelaskan bahwa mekanisme penghitungannya adalah: Penghasilan rutin sebulan disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak rutin. Kemudian hasilnya dikurangkan dengan Biaya pengurang dan PTKP kemudian dikalikan dengan tarif Pasal 17 UU PPh.
PPh terutang setahun atas penghasilan rutin ini kemudian dibagi 12 (angka 2 dan 3).
Sedangkan dalam angka 6 disebutkan bahwa dalam hal pegawai tetap yang kewajiban subjektifnya hanya meliputi bagian tahun pajak, maka perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bagian tahun pajak tersebut berdasarkan penghasilan kena pajak disetahunkan yang sebanding dengan jumlah bulan dalam tahun pajak ybs.

Anonim

bagaimana bila,
1. saat kita melaporkan pajak PPn bulan januari. ternyata ada kesalahan pamasukan data. sehingga pada bulan januari ternyata kita membayar pajak yang lebih besar dari pada yang seharusnya. apa yang harus kita lakukan ?
2. bila kita menlaporkan pajak PPh, ternyata ada kesalahan penulisan pada bagian terbilang. kita harus bagaimana ?
mohon bantuannya. termia kasih.

Anto 5 Maret 2009 pukul 15.47

1. Lakukan pembetulan SPT Masa PPN masa Januari. Dan jika ternyata PPN yang disetorkan menjadi lebih bayar, maka kelebihan bayar ini dapat dikompensasikan pada bulan berikutnya (Pebruari; ataupun bulan berikutnya).

2. Apakah maksud Anda, kesalahan penulisan ini terjadi pada formulir SSP? Jika iya, biasanya pihak bank akan meminta untuk dilakukan koreksi sebelum uang tersebut disetorkan. Seandainya hal ini tidak terjadi, dan uang tersebut telah terlanjur disetorkan, Anda dapat melihat nilai yang tertera pada bagian validasi dari pihak bank, jika angkanya (nilai setoran pajaknya) telah sesuai, maka kesalahan tulis ini menjadi tidak bermasalah.

Anonim

terima kasih atas jawabannya.
saya masih ada yang mau di tanyakan
bila kita tidak melakukan pembetulan, apakah akan menjadi masalah ?
jika, misalnya kesalahan tersebut bulan januari, dan kita baru menyadarinya bulan maret. apakah masih bisa di buat pembetulan nya ?
jika kita ingin membuat SPT pembetulan, apa saja yang harus di lampirkan ?
terima kasih

Anto 5 Maret 2009 pukul 17.22

Jika tidak dilakukan pembetulan, maka SPT yang disampaikan tersebut tidak benar, maka akan menjadi masalah dan bahkan akan dikenakan sanksi.
Pembetulan dapat dilakukan kapan saja sepanjang belum dilakukan pemeriksaan terhadap SPT yang akan dibetulkan tersebut. Seandainya telah dilakukan pemeriksaan pun masih dapat dibetulkan namun harus dengan syarat tertentu sesuai dengan ketentuan UU KUP.
Lampirkan sesuai dengan lampiran yang disampaikan saat pelaporan SPT normal (sebelum pembetulan). Namun pada beberapa KPP masih diperlukan fotokopi SPT yang disampaikan sebelum pembetulan (walaupun ini tidak ada aturannya), namun sebaiknya Anda menyiapkan fotokopi ini.

Anonim

bagaimana tata cara pengisian nya ssp dan spt nya ?
apakah sama dengan saat kita membuat ssp ppn dan spt ppn yang biasa na ?
terima kasih

Anonim

aduh pak, maap nanya nanya mulu. maklum saya org awam soal pajak beginin.
bila kita lapor ke KPP apakah harus dengan tanda tangan pemilik perusahaan ?
terima kasih

Anto 6 Maret 2009 pukul 13.10

Pengisian SSP dan SPT apa? Apakah masih berhubungan dg pertanyaan tentang pembetulan? Jika iya, maka cara pengisiannya tetap sama, hanya saja untuk SPT PPN, pada bagian atas untuk status pembetulan, pilih pembetulan ke-1 untuk pembetulan yang pertama kali, atau ke-2 untuk pembetulan yang kedua kalinya dan seterusnya.

SPT harus diisi secara benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak. Pengertian Wajib Pajak berdasarkan Pasal 32 UU KUP adalah:
- Untuk WP orang pribadi, adalah orang yang namanya terdaftar sebagai pemilik NPWP.
- Untuk Badan, adalah Pemegang Saham Pengendali, Pengurus (Dewan Direksi dan Dewan Komisaris untuk PT, CV dan sejenisnya; atau Ketua, Sekretaris dan Bendahara untuk organisasi, yayasan dan sejenisnya).

Anonim

apakah akan di kenai denda karena melakukan spt pembetulan ? bila yang menandatangani SPT tersebut adalah bagaian accounting, tetap di perboleh kan ?
terima kasih

Anto 10 Maret 2009 pukul 09.26

SPT yang tidak ditandatangani oleh yang tidak berwenang (bukan Wajib Pajak sendiri) tidak akan dianggap sebagai SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Jika SPT tersebut disampaikan secara langsung ke KPP, maka SPT tersebut akan ditolak (tidak diterima). Jika SPT tersebut dikirimkan melalui pos, maka akan ada pemberitahuan penolakan SPT tersebut melalui surat tertulis.
Jadi SPT yang ditandatangani oleh bagian accounting, tidak akan dianggap sebagai SPT yang disampaikan oleh perusahaan tempat Anda bekerja.

Anonim

Pak Anto, terima kasih atas kesempatan konsultasi pajak-nya. Saya ingin bertanya pada tahun 1999 pemilik kantor saya yang lama pernah membeli sebidang tanah seharga 130 juta atas nama saya. dan kemudian segala dokumen atas tanah tersebut dipegang oleh kantor tersebut. Apakah jika saya melaporkan aset harta yang saya punya, saya perlu memasukkan aset tanah tersebut ? sedangkan tanah itu bukan milik saya ? perlu diketahui saya sudah tidak berhubungan lagi dengan kantor tersebut.

Anto 16 Maret 2009 pukul 15.56

Jika membaca kasus Anda, dapat saya simpulkan bahwa sebenarnya pemilik sah dari tanah tersebut adalah pemberi kerja (majikan) Anda yang lama. Hanya saja dalam membeli tanah tersebut, ia meminjam nama Anda. Jika Anda mengakui tanah ini sebagai harta Anda, Anda tidak memiliki bukti otentik untuk membuktikan bahwa Anda memiliki tanah tersebut.
Jadi Anda tidak dapat mengakui tanah tersebut sebagai milik Anda, karena pada kenyataannya memang bukan milik Anda. Namun yang menjadi masalah adalah nama Anda digunakan dalam pembelian tanah tersebut, jika kelak terjadi sengketa atas tanah tersebut (termasuk juga misalkan mengenai masalah pajak), maka Anda dapat tersangkut kasus tersebut.

Anonim

Saya telah memiliki NPWP sejak tahun 2003, bekerja di perusahaan swasta. Saya baru menyadari bahwa saya belum memasukan rumah ke dalam daftar harta selama ini, juga pinjaman (KPR)nya. Bagaimana saya dapat mengubah data tsb dalam pelaporan kali ini? Atas bantuannya, sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Anonim

Pak Anto,
Terima kasih bisa melakukan tanya jawab mengenai Pajak, beberapa hari lalu saya dihubungi oleh kawan lama saya & dimunta bantuan untuk mengisi & menghitung Pajak Penghasilan (mendapat form 1770 S), ternyata setelah saya lihat NPWP terdaftar sejak tahun 2000 dan karena ketidaktahuan teman saya ini sampai dengan tahun 2006 tidak melaporkan SPT tahunan WP Pribadi. yang saya hitung untuk tahun 2008, bagaimana dengan status laporan SPT tahun 2000-2006, yang jelas terkena denda. Teman saya tidak memanfaatkan sunset policy (karena tidak mengerti).Apakah berpengaruh terhadap laporan SPT tahunan 2008? Terima Kasih.

Anonim

tanya : saya pensiunan pegawai negeri BI yang selama ini tidaklapor spt tahunan tahun 2008 telah bekerja kembali diswasta dan diharuskan mempunyai NPWP yang langsung dipotong pph.21 nya bagaimana cara laporan spt tahunannya apakah pegawai swasta saja yang dilaporkan atau digabung keduanya sehingga menjadi kurang bayar

Anto 19 Maret 2009 pukul 17.11

Menjawab 3 pertanyaan di atas, bagi Anda yang belum mencantumkan harta berupa rumah serta hutang berupa pinjaman KPR dalam SPT Tahunan yang telah dilaporkan selama ini, maka Anda masih dapat melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk tahun-tahun yang telah Anda laporkan tersebut sepanjang belum dilakukan pemeriksaan terhadap SPT tahun-tahun yang akan dibetulkan tersebut. Pembetulan SPT ini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 8 UU KUP.
Untuk kasus belum pernah melaporkan SPT mulai tahun 2000 sampai dengan 2006, maka Anda tetap harus menyampaikan SPT untuk tahun-tahun yang bersangkutan. Memang atas keterlambatan penyampaikan SPT tersebut, Anda akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan bunga.
Sedangkan untuk Pak Ridwan, Penghasilan yang harus Anda laporkan pada SPT Tahunan Anda adalah seluruh penghasilan yang diterima baik sebagai pensiunan PNS BI maupun penghasilan sebagai pegawai swasta. Kedua penghasilan ini digabung sehingga kemungkinan besar akan terjadi adanya Kurang Bayar PPh.

Anonim

Pak Anto,
saya adalah pegawai swasta yang telah bekerja sejak januari tahun 2008 NPWP dibuat secara kolektif oleh perusahaan di Jakarta.lalu pada bulan Oktober saya pindah kerja ke Bandung.
Yang ingin saya tanyakan adalah

apakah pelaporan pajak harus dilakukan di kota tempat pembuatan NPWP (Jakarta) untuk kasus saya atau dapat dilaporkan di kota tempat saya bekerja saat ini? Terima kasih

Anonim

Saya ada pertanyaan tentang import barang dr china yang berupa sepeda electrict.Apakah kena tax dari government,klo kena berapa persen kah??Apa dimasukan ke import sepeda biasa ato sepeda motor??

Anonim

tanya PPH ?
1.Jumlah pembayaran honor pada kegiatan pembangunan jalan untuk bulan Mei Tahun 2009 sebsar Rp.3.000.000 terdiri dari ;
a. Anwar Gol.IV a Rp.1.000.000
b. Erwin Gol.III c Rp. 750.000
c. Suryadi Gol.III a Rp. 500.000
d. Misna Gol.II d Rp. 500.000
e. Armin Gol.II c Rp. 250.000

2.bULAN April pembayaran tenaga ahli Rp.12.000.000
a. Fitri PNS Rp.2.000.000
b. Farhan Swasta Rp.4.000.000
c. Nurdin swasta Rp.3.000.000
d. Mirna PNS Rp.3.000.000
berapa PPhnya ?

3.Bulan April dibayar honor konsultan asing Rp.100.000.000 berada di Indonesia dari bulan Januari s/d mei 2009
berapa PPh 26 ?

3.

Anto 24 Maret 2009 pukul 10.54

Jawaban pertanyaan 20 Maret 2009 3:09 PM
Untuk melaporkan SPT Tahunan PPh, Anda dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh dalam amplop tertutup (baca tata caranya di sini) yang disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Anda terdaftar; secara kolektif melalui pemberi kerja Anda saat ini; Mobil Pajak, Pojok Pajak atau Drop Box yang terdapat di tempat-tempat yang telah disediakan di seluruh Indonesia.

Jawaban pertanyaan 21 Maret 2009 11:48 PM
Impor tersebut terutang PPh Pasal 22 Impor (2,5% dari nilai impor jika importirnya memiliki Angka Pengenal Impor (API) atau 7,5% dari nilai impor jika importirnya tidak memiliki API) dan PPN Impor sebesar 10% dari Nilai Impor.
Selain itu, atas impor ini juga akan dikenakan bea-bea kepabeanan sepert Bea Masuk.

Jawaban pertanyaan 23 Maret 2009 4:37 PM:
Saya asumsi penanya ini adalah merupakan pemotong PPh Pasal 21 perusahaan (bukan bendahara pemerintah),
1 & 2. Pembayaran honor kepada 5 orang pegawai negeri sipil (bukan pegawai) dengan total Rp 3.000.000 dan 4 orang tenaga ahli(PNS maupun non PNS) dengan total Rp 12.000.000 harus dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif Pasal 17 UU PPh atas penghasilan bruto yang dibayarkan (tanpa dikurangkan dengan PTKP). PPh Pasal 21 dihitung untuk perorang.
Catatan: jika para penerima penghasilan pada nomor 1 & 2 di atas tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 yang dikenakan adalah 120% lebih tinggi dari tarif seharusnya.

3. Untuk pembayaran kepada konsultan asing (asumsi datang ke Indonesia dari Januari s.d. Mei 2009 dan tidak diperpanjang lagi; kurang dari 183 hari dan tidak ada niat untuk tinggal lebih dari 183 hari) serta diasumsikan bahwa konsultan asing tidak dapat menunjukkan Surat Keterangan Domisili (SKD), maka dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20%. Namun jika ada SKD dan ada tax treaty antara Indonesia dengan negara asal konsultan asing tersebut, maka dipotong PPh Pasal 26 sesuai tarif pada tax treaty tersebut.

Anonim

selamat siang pak,saya mo nanya nich
saya adalah pegawai bank,ada kasus:
pemerintah daerah menyimpan dana APBD di deposito bank kami.kami selaku pihak bank melakukan pemotongan atas bunga deposito sebesar 20%.pihak pemda merasa keberatan atas pemotongan pajak yang kami lakukan.bagaimana sebenarnya perlakuan pajak atas bunga deposito yang disimpan oleh pemda?apakah terutang pajak atau tidak??
terima kasih atas jawabannya...
*urgent*

Anto 6 April 2009 pukul 15.53

jawaban baca di sini

yayah

Pak,saya ingin bertny mengenai usaha kost-kostan,apakah perhitungan pajaknya menggunakan norma penghitungan netto,nomor brp?Ataukah bersifat final dalam pph sewa tanah/bangunan?
terima kasih.

Anto 17 April 2009 pukul 08.41

Usaha kost adalah merupakan suatu usaha berupa penyewaan suatu kamar (ruangan), sehingga dapat kita kelompokkan sebagai usaha penyewaan bangunan.
Dalam ketentuan PPh, penghasilan dari usaha ini adalah merupakan penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final (Pasal 4 ayat (2) UU PPh), sehingga pada akhir tahun pajak, tidak perlu lagi dihitung berapa besarnya penghasilan neto yang diperoleh dari usaha tersebut.

Yayah

Pak,terima kasih atas jawaban mengenai usaha kost.Akan tetapi menurut Kring Pajak dan bbrp pendapat AR di KPP,kost dapat menggunakan norma penghitungan netto atas dasar PER-65 tahun 2001 pasal 38 ayat 1(penjelasannya,dikaitkan dengan jumlah kamar lebih dari 10).Pertanyaan saya,bagaimana keterkaitan dan penerapan PER 65 tahun 2001 pasal 38 dengan Norma no 64100(hotel dan penginapan) ataukah no norma lain untuk usaha kost.Apakah tetap usaha kost harus final?Terima kasih banyak atas jawaban Bapak..

Yayah

Pak,terima kasih atas jawaban mengenai usaha kost.Akan tetapi menurut Kring Pajak dan bbrp AR di KPP,kost dapat menggunakan norma penghitungan atas dasar PER-65 tahun 2001 pasal 38 ayat 1(penjelasannya,dikaitkan jumlah kamar lebih dari 10).Pertanyaan saya adakah keterkaitan dan penerapan PER-65/2001 pasal 38 dengan norma no 64100(hotel dan penginapan) atau no norma lain,untuk usaha kost..Ataukah yang benar tetap harus final? Kiranya Bapak dapat memberi penjelasan,terima kasih banyak...

Anonim

Saya mau tanya tentang penghitungan PPAP, karena kebijakan BI dengan Pajak terdapat perbedaan. Kebetulan saya diperiksa oleh kantor pajak, dan ada koreksi pendapatan dari penyisihan piutang tak tertagih yang tidak dipergunakan, Mohon Penjelasan. Terima Kasih

Sulistyanto

Saya bermaksud menjual rumah/bangunan. Pada saat saya membeli pertama kali dulu, saya kan sudah membayar PPN, apakah untuk penjualan rumah kali ini masih dikenakan PPN ? Pajak apa saja yang harus saya tanggung berkaitan dengan penjualan rumah/bangunan berikut tanahnya dan berapa besarannya ? Atas penjelasannya diucapkan terima kasih.

Anto 22 April 2009 pukul 14.14

Menjawab pertanyaan Sdri. Yayah:
PP 65 Tahun 2001 yang dimaksud (bukan PER-65/2001) adalah ketentuan mengenai pengenaan pajak daerah, sebenarnya tidak ada kaitannya dengan Pajak Penghasilan. Penjelasan dalam PP 65/2001 tersebut yang menjelaskan bahwa usaha kost juga akan dikenakan pajak daerah seperti halnya hotel dan rumah penginapan dengan syarat memiliki kamar lebih dari 10.
Sedangkan usaha yang dimiliki WP orang pribadi yang berupa hotel dan penginapan tidak dapat disamakan dengan usaha kost. Umumnya usaha kost itu yang disewakan adalah bangunannya (umumnya tanpa fasilitas room service), sehingga penghasilan yang diperolehnya lebih murni sebagai sewa bangunan.
Namun jika memang ada jenis kost yang memberikan pelayanan seperti hotel dan penginapan, maka penghitungan penghasilan dari jenis usaha ini dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto seperti halnya untuk usaha penginapan atau hotel.

Menjawab pertanyaan 20-4-2009 8:18 AM:
Memang terdapat perbedaan prinsip mengenai penyisihan piutang antara kebijakan perbankan dengan ketentuan pajak. Ketentuan penyisihan piutang menurut ketentuan pajak dapat Anda pelajari di Keputusan Menteri Keuangan Nomor 80/KMK.04/1995 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan 204/KMK.04/2000.

Menjawab pertanyaan Sdr Sulistyanto:
Pengenaan PPN atas penjualan aktiva yang tujuan semulanya tidak untuk diperjualbelikan diatur dalam Pasal 16D UU PPN. PPN akan dikenakan atas penjualan aktiva yang tujuan semulanya tidak untuk diperjualbelikan ini sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dahulu dapat dikreditkan.
Saya berasumsi bahwa pada saat Anda membeli rumah tersebut, PPN-nya tidak dapat dikreditkan (antara lain disebabkan karena belum PKP, aktiva ini bukan untuk usaha dan sebagainya), oleh sebab itu maka pada saat menjual kembali rumah ini, tidak akan terutang PPN.

Anonim

sore pak. terima kasih atas bantuan bapak untuk menjawab pertanyaa-pertanyaan saya, maaf saya mau tanya lagi,
saat kita membuka faktur pajak standard. pada tanggal tersebut, apakah harus di tulis tanggal kita membuat faktur pajak tersebut ? bagaimana bila kita membuat faktur pajak bulan maret, tapi kita tulis kan bulan april ?

Anto 6 Mei 2009 pukul 17.31

Tanggal Faktur Pajak adalah merupakan tanggal pada saat: transaksi dilakukan, terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak. Jika Faktur Pajak memang harus dibuatkan bulan Maret maka harus diberi tanggal pada saat dibuat tersebut yaitu bulan Maret.
Usahakan jangan membuat tanggal pada faktur pajak yang tidak sesuai dengan tanggal dibukanya Faktur Pajak, hal ini dapat menyebabkan kekacauan pemberian tanggal. Bisa terjadi Nomor Faktur yang lebih awal diterbitkan namun tanggalnya adalah tanggal belakangan atau sebaliknya. Padahal saat ini ada ketentuan bahwa nomor dan tanggal Faktur Pajak harus urut, jika tidak dapat menyebabkan faktur tersebut menjadi cacat.

Anonim

jika nomor faktur dan tanggal nya urut, tidak masalah pak ?
terima kasih

Anonim

Selamat Siang,

Nama saya Christ, saya bekerja di suatu perusahaan Consumer Goods, sebut saja PT.XXX.

Saat ini perusahaan saya sedang melaksanakan semacam Target System ke toko yang adalah customer kami, yang mana, apabila target yang kita berikan setiap bulannya dapat tercapai, maka perusahaan kami akan memberikan sejumlah uang (incentive) atas pencapaian target tersebut. Tetapi apabila target tersebut tidak dapat dipenuhi, maka kami tidak memberikan incentive kepada customer tersebut.

Target yang dimaksudkan adalah besarnya pembelian dari customer ke perusahaan kami atas produk-produk yang kami jual untuk mereka jual kembali kepada konsumen.

Atas incentive yang kami berikan kepada customer (asumsikan mencapai target), kami memungut potongan berdasarkan PPh 23 sebesar 15% untuk customer yang menggunakan NPWP badan, dan memungut potongan berdasarkan PPh 21 sebesar 5% untuk customer yang menggunakan NPWP pribadi.

Nah yang menjadi pertanyaan saya adalah, pertama, apakah customer tersebut (PKP) berhak memungut PPN 10% atas incentive yang kami berikan tersebut?

Kedua, dasar hukum perpajakan apa yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengenai "berhak atau tidak"nya seseorang/ wajib pajak memungut PPN 10% atas incentive yang diberikan karena tercapainya suatu target yang diberikan?

Demikian email ini saya buat. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya tunggu informasi/ jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya di atas secepatnya.

Atas perhatian & kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.


Best Regards,
Christ

Anto 15 Mei 2009 pukul 13.46

Menjawab pertanyaan tgl 7 Mei 2009:
Walaupun nomor faktur dan tanggal urut, tetap saja dapat bermasalah jika ternyata ditemukan dalam jurnal akuntansinya ternyata tanggal pencatatannya tidak sesuai dengan tanggal penerbitan faktur pajak. Jadi sebaiknya Anda tetap mengikuti ketentuan menerbitkan faktur pajak pada saat terutangnya PPN.

Anonim

>> bagaimanakah pengenaan pajak atas perjanjian kerjasama berbentuk award?apakah sama dengan pajak hadiah atau dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2%?
>> Bagaimana jika perjanjian dalam bentuk dollar, kurs mana yang dipakai pada bukti potong PPh Pasal 23?tanggal yang dicantumkan pada bukti potong pada saat kapan?apakah pada saat pembayaran?

Anonim

>> bagaimanakah pengenaan pajak atas perjanjian kerjasama berbentuk award?apakah sama dengan pajak hadiah atau dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2%?
>> Bagaimana jika perjanjian dalam bentuk dollar, kurs mana yang dipakai pada bukti potong PPh Pasal 23?tanggal yang dicantumkan pada bukti potong pada saat kapan?apakah pada saat pembayaran?

Anto 19 Mei 2009 pukul 16.25

Jika memang sifat pemberian "award" ini menyerupai pemberian imbalan seperti hadiah, maka memang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 (atas Hadiah) sebesar 15% dari Jumlah Bruto (sesuai Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4.
Kurs yang digunakan adalah kurs pada tanggal TERUTANGnya PPh atas transaksi pembayaran/pemberian hadiah tersebut.

Anonim

salam kenal

kang saya Adiprawira bergerak di independet creative service(advertising ).. saya seringkali membuat aplikasi media promosi.. bagi perusahaan/ instansi pemerintah.. bisa kang anto liat di www.adiprawiradesign.blogspot.com .. yang saya ingin tanyakan ada beberapa produk seperti branded car / mobile- ad / iklan yang di pasang di mobil.. kata rekan kerja saya harus membayar pajak.. dan saya bingung.. bagaimana hitungannya pajaknya.. confirm saya di e-mail : lemon_yellowdesgin@yahoo.co.id


kang mau di bikinin design header blognya gak .. agar lebih baik dan komunikasinya dapat sampai ke publik... bales ke e-mail

thanks

Anonim

Malam pak,

Kenalkan saya Yen

Saya ingin mengkonsultasi bahwa apakah pemilik CV boleh memperoleh gaji bulanan.

Misalnya saya adalah direktur CV. PMS, dan saya memperoleh penghasilan berupa gaji beserta tunjangan dan bonus dari perusahaan saya karena saya yang mengelola. Dan saya memasukkannya dalam daftar pegawai tetap dan diperhitungkan PPh Pasal 21.
Apakah boleh?

Karena ada pendapatan dari AR KPP setempat dan calo perpajakan yang menyatakan tidak boleh dan harus dimasukkan dalam prive?

Apakah demikian??

Lalu bagaimana pelaporan penghasilan saya di SPT Tahunan saya?

Terima kasih Pak

Malam

Anonim

Met pagi pak,

Perusahaan saya bergerak dibidang sub con di salah satu perusahaan shipping dan perusahaan industri kilang minyak lepas pantai. Perusahaantempat saya bekerja berupa sub tenaga kerja dan jasa pelaksanaan konstruksi. Gaji harian yang diberikan kepada karyawan banyak yang dibawa Rp. 5 jt. APakah mereka memperoleh insentif pajak??

Sejak kapan insentif tersebut berlaku? Dan jika saya telah memotong PPh Pasal 21 masing-masing karyawan sesuai dengan perhitungan biasanya, bagaimana solusi untuk pembetulan tersebut ?? Karena terjadi lebih Bayar PPh Pasal 21.

Semoga Bapak dapat memberikan tanggapan dan nasihat kepada saya
Thanks

Anonim

Salam Kenal Pak,

Jacquline saya pak,

Orang tua saya ingin membuka usaha property. Dan saya akan bantu mengelolanya. Saya masih kurang jelas tentang masalah pajak dibidang tersebut. Apakah bapak dapat memberikan nasihat tentang peraturan yang berlaku disana beserta penjelasannya pak ??

Maaf pak, terlalu banyak yang saya minta.

Ada lagi, pertanyaannya dari orang tua saya pak, mereka memiliki sebidang tanah atas nama dirinya sendiri dan telah masuk ke harta mereka pada SPT Tahunan 2008. Sekarang tanah tersebut akan dikembangkan sebagai lahan perumahan yang akan didirikan oleh sebuah perusahaan property yang telah didirikan. Bagaimana perlakukan pajak terhadap tanah tersebut?

Terima kasih Pak atas waktu yang diberikan

Anonim

Pak, saya mau tanya pembuatan interior kena PPh23 atau nggak?Jika kena tarifnya berapa?
Bagaimana dengan pemasangan,apakah kena pph23 juga?


Thks.

Bambang

Anto 20 Mei 2009 pukul 16.36

Menjawab Pertanyaan Kang Adiprawira:
Pemasangan iklan di mobil menjadi objek pajak yang dipungut oleh daerah berupa pajak reklame. Besarnya pajak reklame ini diatur oleh PERDA dari masing-masing daerah.
Sedangkan untuk aspek PPh, atas pemasangan iklan di mobil ini, pihak pemasang iklan harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah imbalan bruto yang dibayarkan kepada pemilik ruang (mobil) yang digunakan untuk memasang iklan tersebut.
Terima kasih atas tawaran dari Kang Adi, jika sempat saya akan mengirimkan email secara pribadi kepada Kang Adi.

Menjawab Pertanyaan Sdri. Yen:
Secara akuntansi, dimungkinkan saja pemilik CV menerima gaji dari CV-nya tersebut.
Namun secara pajak, biaya gaji yang dibayarkan kepada pemilik CV ini tidak dapat dijadikan sebagai biaya pengurang terhadap penghasilan (non deductible expense) dan harus dikoreksi pada saat menghitung pajak terutang. Hal ini sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf j.
Jadi biaya gaji yang dibayarkan kepada pemilik CV memang tidak dapat dibebankan sebagai biaya pengurang dalam menghitung PPh.

Anonim

Pak mau minta pencerahannya apakah keterangan dari laporan keuangan berikut ini perlu dilakukan koreksi fiskal.

Kerugian Piutang :
Adalah terdiri dari piutang yang tidak dapat ditagih dan telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam daftar piutang tak tertagih tersebut terdapat piutang kepada Budi, adik ipar pemilik perusahaan sebesar Rp 35.000.000 dan piutang usaha sebesar Rp 95.000.000,-

apakah piutang yang ada hubungan istimewa ini boleh dimasukan sebagai kerugian piutang?

Terima kasih atas bantuannya.

Salam,
Halim

Anto 20 Mei 2009 pukul 17.36

Menjawab pertanyaan Sdr. Halim ttg Piutang Tak tertagih:
Dalam kasus Anda tidak dijelaskan piutang ini untuk apa. Piutang tak tertagih kepada Budi sebesar Rp 35.000.000 tidak dapat dikurangkan sebagai biaya pengurang sepanjang diasumsikan bahwa piutang ini untuk kepentingan pribadi dan tidak ada hubungannya dengan usaha.

Anto 21 Mei 2009 pukul 22.54

Menjawab pertanyaan tanggal 19 May 2009 pukul 7:39 WIB tentang PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah:
Fasilitas PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah hanya diberikan untuk 3 sektor usaha (sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2009 yaitu: usaha pertanian, usaha perikanan dan usaha industri pengolahan.
Yang termasuk industri pengolahan adalah industri yang mengolah bahan-bahan baku untuk menghasilkan suatu produk barang (jenis usahanya dapat dibaca di Lampiran 43/PMK.03/2009).
Sedangkan untuk jenis usaha dari perusahaan yang Anda sebutkan (berdasarkan uraian di atas), yaitu jasa pendukung pertambangan berupa jasa konstruksi bukan termasuk usaha yang mendapatkan fasilitas berupa PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah.

Anto 22 Mei 2009 pukul 11.51

Menjawab Pertanyaan Sdri Jacquline, tentang usaha properti (19 Mei 2009 pukul 7:56 PM):
Saya tidak jelas mengenai usaha properti yang Anda maksudkan, apakah sebagai pengusaha yang memproduksi serta memasarkan properti atau sebagai agen properti yang menjadi perantara untuk menjualkan properti (umumnya properti second) dengan mencari calon konsumen.
Jika untuk jenis usaha yang pertama, maka akan dikenakan PPh yang bersifat final (silakan baca ketentuannya di artikel berikut ini.)
Sedangkan jika usaha tersebut adalah sebagai agen properti, maka akan dikenakan PPh yang bersifat umum dengan cara melaporkan sendiri dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi pada setiap akhir tahun.
Mengenai tanah yang akan dikembangkan oleh perusahaan properti, bagaimanakah transaksinya? apakah tanah tersebut dijual kepada perusahaan properti atau tanah tersebut dijadikan sebagai setoran modal untuk mendirikan perusahaan properti tersebut atau bagaimana transaksinya?
Karena dari kasus yang Anda ceritakan ini, tidak dapat dilihat aspek pajak yang timbul.

Anto 22 Mei 2009 pukul 12.25

Menjawab pertanyaan Sdr. Bambang, tentang pembuatan interior:
Secara umum pembuatan interior ini, terdiri dari kegiatan merancang (mendesign) dan membuat/memasang segala perlengkapan untuk interior tersebut. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 ditegaskan bahwa Jenis Jasa Lain berupa Jasa Perancang (design) adalah merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.

Anonim

selamat pagi pa anto...
langung mo tanya nih... bingung setelah tanya ke AR lama sekali nunggunya.
terkait perusahaan kami akan melakukan revaluasi aktiva tetap... pertama...apakah boleh dilakukan sebagian dari aktiva tetap yang direvaluasi sesuai pajak(PSAK memperbolehkan hanya sebgian aktiva saja cth: hnya asset brupa mesin saja tidak u/ peralatan elektronika dan bangunannya)mohon dengan aturan pajaknya ya pak.... kedua...kita akan membeli mesin dari jerman u/ pembiayaannya melalui bank yang berada d singapura, atas pembiayaan tsb dikenakan bunga, apakah bunga tsb bisa dikapitalisasikan k mesin tsb pa... trimkasih sebelumnya-dimas kmayoran

Anto 23 Mei 2009 pukul 15.05

Sdr. Dimas,
Brdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 ditegaskan bahwa Penilaian kembali aktiva tetap dilakukan terhadap:
-seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan; atau
- seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah
Yang terletak dan berada di Indonesia…
Oleh sebab itu, maka revaluasi aktiva tetap tidak dapat dilakukan hanya terhadap sebagian aktiva tetap saja.
Biaya Bunga sehubungan dengan penjaminan aktiva tetap dapat dikapitalisasi sebagai biaya perolehan dari aktiva tetap tersebut jika memenuhi ketentuan PSAK Nomor 26 tentang Akuntansi Bunga untuk Periode Konstruksi.

Anonim

selamat malam pa...
terima kasih pa atas penjelsannya jika diijinkan u/ bertanya lagi....terkait revaluasi.... terkait PSAK 16 menjelaskan tdk diperkenankan revaluasi atas aktiva tpi jika sesuai perturan pemrintah(PMK 79/PMK.03/2008) di-ijinkan dan ini berarti memank harus dilakukan anntara aktiva tetap & tanah atau aktiva tetap saja tanpa tanah...terkait kapitalisasi bunga... dari sisi pajak nya bgamana ya pa....di PSAK 26 jga dsebutkan bahwa biaya bunga tsb bisa d tangguhkan apakah penangguhan tsb bisa d sesuaikan dgn masa manfaat mesin tsb, perlakuan yg lebih baik d kapitalisasi ato d tangguhkan(accrued)-dimas-kemayoran

Anonim

Maaf Pak, mohon pencerahannya lagi nih.

Apa perbedaan "dividen" dalam UU No. 36 Tahun 2008 pada pasal 17 ayat (2c) dengan Pasal 23 Ayat (1a) karena ada dua tarif, pasal 17 pake makimal 10% final sedangkan pada pasal 23 tarifnya 15% dan tidak final?

Terima kasih pak!

Halim

Anto 25 Mei 2009 pukul 17.54

Menjawab pertanyaan Sdr. Dimas-Kemayoran:
Memang untuk Revaluasi Aktiva tetap, aturan dalam PSAK tidak memperbolehkan. Namun dalam salah satu paragrafnya disebutkan, jika ada aturan pemerintah memperbolehkan, maka PSAK akan mengikuti ke aturan Pemerintah tersebut. Saat ini aturan revaluasi adalah PMK 79/PMK.03/2008. Sehingga PSAK mengacu ke aturan ini.
Yang dimaksud: "accrued" dalam PSAK 26, bukan ditangguhkan namun dibebankan sebagai biaya. Jika dibebankan sebagai biaya, maka harga perolehan aktiva tersebut tidak akan terpengaruh (termasuk juga masa manfaatnya).
Mengenai perlakuan mana yang terbaik antara dikapitalisasi atau di-accrued, ini tergantung dari kasus dan situasi yang terjadi di perusahaan Anda, dan pemilihan metode terbaik ini merupakan management planning dalam menghasilkan kinerja terbaik bagi perusahaan.

Menjawab pertanyaan Sdr. Halim:
PPh atas dividen yang diatur dalam Pasal 17 ayat (2c) adalah khusus untuk dividen yang diterima oleh WP Orang Pribadi.
Sedangkan yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1a) adalah untuk dividen yang diterima selain oleh WP Orang Pribadi.

Anonim

terima kasih pa' anto atas penjelasan dan pencerahannya. semoga tidak berkeberatan jika nanti saya berarti nya lagi... sukses selalu u/ p' anto-dimas-kemayoran

Anonim

selamat sore pa,

saya mau bertanya. Jika kita mengadakan kerjasama dengan perusahaan yang bergerak dibidang migas seperti pertamina, Medco dan yang lainnya.bagaimana perhitungan pajaknya?
apakah sama dengan instansi pemerintah, PPN dan PPh Pasal 23nya disetorkan oleh mereka? jika iya, aturannya nomor berapa?
mohon penjelasannya ya pa..terima kasih

ImanT 27 Mei 2009 pukul 08.57

Selamat Pagi Pak Anto,
Ada suatu hal yang ingin saya tanyakan. Perusahaan saya mendapatkan proyek di luar negeri (Brunei Darussalam). Dalam pelaksanaan pekerjaan proyek itu, kami mendapat bantuan dari konsultan dari luar negeri pula (Russia), sehingga kami diharuskan membayar Royalty Fee dan Jasa konsultasi kepada konsultan tersebut. Apakah betul kalau aspek-aspek pajak yang tercakup adalah PPh 24 (Penghasilan dari LN) dan PPh 26 (Pembayaran Royalti dan Jasa ke LN)? Kalau betul, bagaimana teknis pemotongannya? Lalu bagaimana pula dengan VAT nya?
Mohon penjelasannya Pak, terima kasih.

Anto 27 Mei 2009 pukul 14.28

Menjawab pertanyaan tgl 26 Mei 2009 pk 4:25 PM:
Apakah yang dimaksud adalah dalam hal Anda yang melakukan penyerahan jasa kepada perusahaan migas tersebut?
Jika Anda yang melakukan penyerahan jasa ke perusahaan tsb, maka Anda harus membuka Faktur Pajak dan memungut PPN (kecuali jika Anda melakukan penyerahan jasa ke perusahaan kontraktor Migas, spt Unocal, Total Indonesie, Badak NGL, maka yang memungut PPN adalah perusahaan kontraktor migas tsb. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005).
Sedangkan PPh Pasal 23 dipotong oleh perusahaan migas, sebagai pihak yang membayarkan penghasilan).

Menjawab Pertanyaan Sdr. Imam T:
Jika pekerjaan tersebut dilakukan secara penuh di luar negeri (Brunei Darussalam), dan lamanya pekerjaan telah melewati time test, maka proyek Anda di Brunei tersebut akan ditetapkan sebagai BUT di Brunei. Atas penghasilan yang diterima BUT di Brunei tersebut akan dipotong pajak menurut ketentuan di Brunei. Kelak pada saat melaporkan SPT Tahunan PPh, maka penghasilan neto yang diperoleh di Brunei akan digabungkan dengan penghasilan yang diterima di Indonesia dan dihitung ulang besarnya PPh yang terutang sesuai dengan UU PPh. Pajak terutang ini dapat dikurangkan dahulu dengan pajak yang telah dipotong oleh pemerintah Brunei dengan mekanisme menggunakan penghitungan pengkreditan Pajak Luar Negeri sesuai dengan ketentuan Pasal 24 UU PPh.
Untuk kasus pembayaran royalti; sepanjang royalti yang berasal dari Russia tersebut hanya merupakan biaya untuk BUT di Brunei (tidak pernah dimanfaatkan di Indonesia), maka atas pembayaran royalti tersebut harus dipotong oleh BUT di Brunei dengan menggunakan ketentuan pajak di Brunei (Indonesia tidak berhak memajaki).
Demikian pula halnya dengan PPN, sepanjang royalti dan transaksi tidak dilakukan di wilayah Indonesia, maka tidak akan terutang PPN.
Namun jika royalti dari Russia tersebut adalah digunakan untuk induk perusahaan yang ada di Indonesia, maka akan terutang PPh Pasal 26 dan PPN.

Anonim

selamat malam...
p' anto, perusahaan kami bergerak dlm industri elektronika... dlm penjualan produknya kita menggunaakan sistem target dengan arti, misal, setiap customer(distributor) membeli hingga 500 ea LCD akan diberikan bonus 10 ea LCD, atas 10 ea tsb kami mengeluarkan FP standard dmana pihak distributor hanya membayarkan PPN nya saja sdgkan DPP tidak dibayarkan o/ consument(distributor). yg ingin saya tanyakan apakah perlakuan PPN tsb tepat...? Karna consument(distributor)tdk membayarkan DPP, kami membukukan sebagai biaya promosi, atas biaya tsb apakah dikenakan PPh 23? mohon penjelasan berikut dgn aturan pajaknya... trimakash -abdillah-cibitung

Anonim

Malam pak.

Saya Yen yang kemarin pertanyakan tentang PPh pasal 21 yang saya terima. karena sebagai gaji dan akan dilakukan koreksi fiskal oleh perusahaan. Lalu bagaimana palaporan PPh Pasal 29 OP saya Pak ?

Apakah tetap saya laporkan dan lampirkan A1 atau sebagai usaha bebas?


Terima kasih Pak
Malam

Anonim

PT ABC melaporkan SPT thn 2008 pd tanggal 29 April 2009. SPT tsb menyebutkan kurang bayar sebesar 100 juta.
Berikut data PT ABC :
1. Penjualan total 2008 sebesar 100 Miliar
2. Biaya operasional perusahaan 30 Miliar asumsikan biaya ini sudah termasuk total biaya thn 2008
3. Laba 70 Miliar, asumsikan tarif pajaknya 20%
PPh pasal 22 sebesar 10 Miliar, sebagai catatan WP melaporkan bahwa PPh pasal 22 ini adalah impor seluruhnya. Ternyata pd saat yg sama AR menemukan adanya PPh pasal 22 sebesar 1 Miliar yg berasal dari transaksi pemerintah. (yg 1 M ini tdk dilaporkan WP)

Pertanyaan :
1. Berapakah PPh pasal 25 yg telah dibayarkan WP thn 2008 ??
2. Brp omzet yg tdk dilaporkan WP ?? (abaikan PPN-nya)
3. Brp pokok SKPKB versi pemeriksa ??

Anto 12 Juni 2009 pukul 14.04

Menjawab Pertanyaan Pak Abdillah - Cibitung:
Jika membaca kasus tersebut, saya menyimpulkan bahwa pemberian bonus yang Anda lakukan ini adalah dilakukan secara merata dan sama kepada seluruh customer. Pemberian ini merupakan suatu insentif. Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, ditegaskan bahwa pemberian hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya adalah merupakan objek PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
Sedangkan untuk PPN, Faktur Pajak yang harus diterbitkan seharusnya tetap mencantumkan DPP sebagai dasar untuk mengenakan PPN. DPP yang dicantumkan ini adalah menggunakan DPP Nilai Lain yaitu untuk Pemberian Cuma-cuma yaitu sebesar Harga Jual dikurangi dengan Margin Kotor (=Harga Pokok Penjualan). Sedangkan nilai yang ditagih kepada konsumen tetap hanya sebesar PPN-nya saja.

Menjawab Pertanyaan Sdri. Yen:
Pembayaran kepada anggota dari pemilik CV dalam akuntansi diperlakukan sebagai Prive (withdrawing) dan bukan merupakan objek PPh Pasal 21 bagi si penerimanya serta bukan menjadi biaya bagi pihak yang mengeluarkan biaya tersebut.
Bagi Orang Pribadi penerima Prive ini, maka dapat melaporkan penghasilannya ini pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770 Lampiran III Bagian B "Penghasilan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak" pada nomor urut 3 "Bagian Laba yang diterima oleh Anggota Persekutuan....."


Menjawab Pertanyaan tanggal 2 Juni 2009 6:27 PM:
Tampaknya kasus ini adalah kasus teori dalam dunia pendidikan (mungkin tugas kuliah). Jadi jawaban yang diberikan di sini adalah bersifat teoritis dan dapat berbeda jika ada asumsi-asumsi dari sang pembuat soal.
Beberapa data yang dibutuhkan adalah:
Besarnya tariff PPh Pasal 22 Bendahara (asumsi semua transaksi dengan Pemerintah adalah atas pembelian Barang) sebesar 1,5% dari nilai transaksi pembelian barang oleh Pemerintah.
Jawaban yang dapat diberikan:
1. Besarnya PPh Pasal 25 menurut SPT WP: Saya merasa bahwa soal ini ada yang salah, mungkin maksud pertanyaannya adalah berapa besarnya PPh yang harus dibayar sendiri oleh PT ABC (bisa berupa PPh Pasal 25 yang diangsur setiap bulan selama tahun 2008 dan PPh Pasal 29 yang disetorkan pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh Badan).
PPh yang disetor sendiri oleh PT ABC adalah PPh Terutang (Laba 70 Miliar x tarif PPh 20%; dengan asumsi Laba dalam soal adalah Penghasilan Kena Pajak setelah koreksi fiskal) yaitu sebesar 14 Miliar dikurangi dengan PPh Pasal 22 Impor yang dilaporkan oleh WP dalam SPT-nya, yaitu 10 Miliar.
Sehingga besarnya PPh yang dibayar sendiri adalah 4 Miliar.
2. Besarnya Penjualan yang tidak dilaporkan oleh WP (tanpa PPN) adalah penjualan berasal dari transaksi dengan Pemerintah dimana PPh Pasal 22 yang dipungut Bendahara Pemerintah adalah sebesar 1 Miliar:
Penjualan = 1 Miliar / 1,5%
Penjualan yang tidak dilaporkan = 66.666.666.667
3. SKPKB versi Pemeriksa Pajak (saya bulatkan angka ke Miliar terdekat):
Penjualan telah dilapor…100 Miliar
Penjualan belum dilapor….66,6 Miliar
Jumlah Penjualan…………....166,6 Miliar
Biaya……………………….......... 30 Miliar
Laba Fiskal……………….......136,6 Miliar

Pajak (20%)…………………...27,3 Miliar
Kredit Pajak…………………..11 Miliar
PPh Kurang Bayar………….16,3 Miliar (pokok Pajak)

Anonim

selamat siang semuanya

sayah ada kasus

ada penjualan bulan april 2009 pada pt. x yang seharusnya dengan discount, tetapi kami invoicing (dan faktur pajak) tanpa discount

setelah dibayarkan oleh pt x, mereka complain.

apakah kami harus membuat koreksi atas invoice tersebut dan membuat faktur pajak pengganti....???

ataukah kami boleh
menggurangi (menambahkan discount) pada invoice baru yang akan kami terbitkan....???
(soalnya pt x meminta dengan menambahkan discount tersebut pada invoice baru. )
kebetulan purchase order (PO) yang diterbitkan masih satu PO, hanya pengiriman dan invoicing dipisah sesaui waktu pengiriman barang (tercantum di PO)

mohon bantuannya

terima kasih

Anto 23 Juli 2009 pukul 22.22

Silakan baca jawabannya di sini

chantiq 31 Juli 2009 pukul 17.15

Dear Bapak yg baik
Saya mau tanya ni mohon di jawab ya
1. Saya baru menyadari kesalahan pada ppn bulan april 2009 di bulan juli 2009 pada pajak keluaranya di tulis 070.09.00000123 seharusnya 010.09.00000123 sehingga mnjadi kurang bayar apakah saya masih dapat membuat pembetulan?
2. Pada masa yg sama ada pajak masukan yg belum terlapor apakah bisa sekalian dibuat pembetulanya atau saya input di bulan juli?
3. Bagaimana mekanisme pembetulan pph 23 apabila terdapat kurang bayar apakah dapat di input di bulan berikutnya atau memang harus dibuat pembetulanya(transaksi bln pebruari di lapor bulan juli)
4. Dari ke3 pertanyaan diatas apakah nantinya saya akan kena denda?
Maaf klo banyak tanya, maklum baru

Anto 3 Agustus 2009 pukul 21.50

1. Jika terhadap SPT Masa PPN masa April 2009 belum dilakukan pemeriksaan pajak, maka Anda harus segera melakukan pembetulan SPT yang kelak akan menimbulkan kurang bayar PPN.

2. Pajak masukan dapat dikreditkan paling lambat 3 bulan setelah bulan diterbitkannya Faktur Pajak masukan tersebut (jadi untuk Faktur Pajak Masukan yang terbit pada bulan April 2009 tersebut paling lambat boleh dikreditkan hingga Juli 2009. Namun jika Anda akan melakukan pembetulan SPT PPN Masa Pajak April 2009 (dengan syarat belum dilakukan pemeriksaan), maka Anda dapat juga mengkreditkan Pajak Masukan (yang terbit pada bulan April 2009 tersebut) dalam SPT Masa PPN masa April 2009 pembetulan tersebut.

3. PPh Pasal 23 yang telah dipotong pada bulan yang bersangkutan harus sudah disetorkan PPhnya paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan untuk masa pajak sesuai dengan bulan pemotongan yang disampaikan ke kantor pajak paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah tanggal pemotongan. Jadi untuk transaksi bulan Pebruari, harus dilaporkan untuk masa pajak Pebruari; tidak boleh dilaporkan untuk masa pajak Juli.

4. Atas ketiga kasus tersebut di atas, karena telah terjadi keterlambatan penyetoran PPh/PPN, maka Anda akan dikenakan denda berupa bunga sebesar 2% per bulan dari kekurangan PPh/PPN yang masih belum disetor tersebut.

putri 29 September 2009 pukul 12.38

sorry...
gua mau nanya ….
dana pensiun a pendiriannya telah mendapat pengesahan dari menteri keuangan, memperoleh penghasilan bruto yg terdiri atas penghasilan yg bukan merupakan objek pajak sesuai dg pasal 4 ayat (3) sebesar Rp. 100. 000 penghasilan lainnya sebesar Rp. 300.000 apabila seluruh biaya Rp. 200.000 maka biaya yg boleh dikurangi kan 3/4 dari 200.000 … so yg gua tanya 3/4 itu berdasarkan apa??? n knp 3/4????

gua minta tolong yaaaaaaaaaa

Anto 29 September 2009 pukul 16.04

Pertanyaan Anda ini tidak hanya untuk Wajib Pajak Dana Pensiun, namun berlaku untuk semua jenis Wajib Pajak baik orang pribadi (yang menyelenggarakan pembukuan) maupun untuk badan.
Pasal 6 ayat (1) UU PPh menjelaskan bahwa biaya yang dapat dikurangkan terhadap penghasilan dalam menghitung PPh terutang adalah biaya yang berhubungan dengan penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh yaitu penghasilan yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh.
Sedangkan penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang disebutkan penghasilan final dan penghasilan Pasal 4 ayat (3) yang merupakan penghasilan bukan objek pajak tidak diperhitungkan kembali dalam SPT Tahunan sehingga jika ada biaya yang berhubungan dengan penghasilan Pasal 4 ayat (2) dan (3) juga tidak dapat dijadikan sebagai pengurang.
Dalam kasus jika biaya pengurang tersebut merupakan biaya untuk gabungan penghasilan Pasal 4 ayat (1), (2) atau (3) (dalam istilah akuntansi disebut sebagai join cost), maka biaya ini dapat dibebankan sebagai biaya atas penghasilan Pasal 4 ayat (1) sesuai proporsinya. Dalam kasus Anda, biaya sebesar Rp 200.000 adalah merupakan biaya join cost untuk penghasilan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3). Karena Penghasilan yang diperoleh seluruhnya terdiri dari Penghasilan ayat (1) yang berasal dari penghasilan lainnya sebesar Rp 300.000 dan Penghasilan ayat (3) sebesar Rp 100.000 artinya proporsi penghasilan ayat (1) adalah 3/4 dari penghasilan ayat (3), maka biaya yang dapat dikurangkan juga adalah sebesar 3/4 dari total biaya (yaitu sebesar Rp 200.000.
Mudah-mudahan penjelasan saya ini dapat dipahami.

Sky Angel

tlg tanya. Kantor sy melakukan pembukuan dlm rupiah, tapi banyak transaksi (income n' expense) yg dilakukan dlm mata uang USD.
1. Dalam penyapaikan SPT apakah sy dapat menggunakan kurs tengah BI atau harus menggunakan kurs pajak (kurs dr mentri keuangan)?
2. Kalau harus menggunakan kurs pajak, dalam menyusun Income Statement kurs yang di pakai kurs tanngal 31Dec atau kurs average? Bagaimana cara pengitungan average nya?
Mohon bantuan nya.
Thanks.

Anto 7 Januari 2010 pukul 10.39

Kurs pajak hanyalah dilakukan dalam menentukan besarnya pajak yang harus dibayarkan pada saat telah diperoleh nilai pajak terutang dalam mata uang asing. Misalkan untuk pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 23/Faktur Pajak PPN atas transaksi dalam mata uang asing, maka transaksi dalam nilai mata uang asing tersebut setelah dikalikan tarif pajak dan diperoleh pajak terutang dalam mata uang asing, barulah dikurskan ke nilai rupiah menggunakan kurs pajak.
Sedangkan untuk pembukuan dan keperluan pelaporan penghasilan dalam SPT Tahunan PPh Badan transaksi dalam mata uang asing ini harus dikurskan dengan kurs transaksi yang berlaku secara umum (biasanya menggunakan kurs tengah BI).
Dalam penggunaan nilai kurs ini dikembalikan lagi kepada ketentuan yang berlaku dalam PSAK, bisa menggunakan kurs akhir periode atau kurs rata-rata, yang penting penggunaan kurs ini harus taat asas (konsisten) dan tidak boleh berubah-ubah untuk seluruh transaksi.

Sky Angel

Thanks atas jawaban sebelumnya.
Sy mau tanya lagi.
Di SPT 1771-V ada Daftar Pemilik modal / pemegang saham. Perusahaan sy bukan PT tapi CV, nama yg ditulis didalam daftar itu nama Pemilik modal atau nama Perusahaan?

thanks.

meri

Saya mau nanya, Kami perusahaan CV, rencananya untuk tahun ini kami mau ambil sebagian modal akhir dari CV. ke pribadi, apakah dana tersebut dineraca mengurangi modal dilaporan SPT tahunan CV? dan apakah pengambilan dana tersebut dilaporan SPT Pribadi masuk penghasilan kena pajak atau tidak? Makasih

Anto 12 Februari 2010 pukul 09.14

Untuk Sky Angel:
untuk CV nama yang dicantumkan pada form 1771-V tersebut adalah Nama Pemilik Modal dari CV ybs.

Untuk Meri:
Pengambilan modal dalam suatu badan usaha berbentuk CV di akuntansi akan dicatat sebagai Prive (Withdrawing) dan ini akan mengurangi Saldo Modal pada neraca. Neraca yang digunakan untuk melaporkan SPT adalah sama dengan neraca yang dibuat menggunakan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sehingga Prive ini akan mengurangi modal.
Prive ini bagi orang pribadi pemilik modal pada CV bukanlah merupakan objek pajak dan akan dilaporkan pada Form SPT 1770-III Bagian B No. 3 (BAGIAN LABA ANGGOTA PERSEROAN KOMANDITER TIDAK ATAS SAHAM, PERSEKUTUAN, PERKUMPULAN, FIRMA, KONGSI). Atau pada SPT 1770 S, dilaporkan Form 1770 S-I Bagian B No. 3.

Anonim

dear Pak Anto,
saya punya beberapa pertanyaan nih:
1. apakah usaha penginapan dengan kepemilikan tunggal termasuk orang pribadi atau badan? dan apa dasar hukumnya?
2. jenis usaha apa saja yang termasuk badan?
3. saya memiliki sebidang tanah pd tahun 1988 yg menjadi pertanyaan saya apakah harga perolehan pada daftar harta diisi dengan harga pada saat tanah itu saya di beli atau harga tanah itu jika dihitung pada saat sekarang?
4. siapa sajakah yg dibenarkan oleh undang2 yg berhak menjadi tanggungan wajib pajak?
dan apa dasar hukumnya?
5. adakah batasan umur bagi orang yang berhak menjadi tanggungan wajib pajak?

maaf kalo saya terlalu banyak bertanya ya pak. soalnya saya saya sangat awam sekali masalah perpajakan. sebelumnya saya ucapkan terima kasih banyak atas jawabanya.

Anto 15 Februari 2010 pukul 15.03

1&2 Ciri-ciri suatu badan usaha dikategorikan sebagai badan umumnya yang didirikan dengan suatu akta pendirian hukum (biasanya kita kenal dengan akta notaris). Yang termasuk kategori Wajib Pajak badan, adalah perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, organisasi lainnya, lembaga, bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Dasar hukumnya dapat dilihat di Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf B Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Jika penginapan tersebut adalah atas nama orang pribadi, tidak didirikan dengan akta notaris dan didirikan bersama-sama antara beberapa orang, maka penginapan tersebut dapat dikategorikan sebagai orang pribadi.

3. Harga yang dicantumkan dalam Daftar Harta adalah harga pada saat perolehan aktiva tersebut.

4. Yang dapat menjadi tanggungan Wajib Pajak dalam menentukan PTKP adalah orang pribadi yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak dan tidak memiliki penghasilan apapun yang terdiri dari Orang Tua Kandung, Mertua, anak kandung, anak tiri dan anak angkat. Dasar hukumnya silakan baca di Pasal 7 ayat (1) UU PPh beserta penjelasannya.

5. Dalam UU PPh tidak diatur mengenai batasan usia, namun yang menjadi kunci seseorang dapat ditanggung adalah kehidupan dari orang tersebut ditanggung sepenuhnya oleh Wajib Pajak serta tidak memiliki penghasilan.

Anda tidak perlu khawatir jika bertanya di blog ini, karena memang misi dari blog ini adalah memberikan ilmu perpajakan kepada seluruh masyarakat secara gratis sehingga masyarakat awam sekalipun dapat mengerti mengenai pajak.

Anonim

Dear Pak Anto

Saya seorang karyawan di sebuah rumah makan padang dengan penghasilan sebulan Rp700rb, yg ingin saya tanyakan apakah saya berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan? jika ya bagaimana cara menghitung besarnya pajak yg hrs saya bayar? jika tidak berapa batas min dr penghasilan seseorang yg dikenakan pajak penghasilan?

Terima kasih .

YOS LEARN 1 Maret 2010 pukul 11.57

Mohon bantuan jawaban:
Usaha kami dibidang SPBU/PKP, Lokasi daerah Indonesia Timur, Harga Penebusan BBM dari pertamina sudah termasuk PPn, PBBKB, PPh Psl22.
Yang ingin kami tanyakan disini adalah:
1. PPn masukan tersebut dapat dikreditkan?
2. Jika dapat, berarti harus ada PPn keluaran?
3. Besarnya PPn keluaran dihitung dari mana?
4. Harus dibuat SPT Masa PPn atas transaksi tersebut diatas?
5. Apakah PPBKB merupakan satu kesatuan dari Harga Pokok Pembelian atau kelompok biaya?

Atas bantuannya, diucapkan terima kasih.

Anto 16 Maret 2010 pukul 22.20

Menjawab pertanyaan tanggal 24 Februari 2010 tentang karyawan sebuah rumah makan padang dengan penghasilan Rp 700 ribu per bulan; Atas penghasilan yang Anda terima ini masih berada di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak. Saya tidak mengenai status perkawinan Anda, namun saya asumsikan jikalau Anda menggunakan PTKP terkecil (dengan status Tidak Kawin) yang sebesar Rp 1.320.000 per bulan. Dengan melihat penghasilan sebulan yang Anda terima hanya Rp 700 ribu dan masih jauh di bawah besarnya PTKP sebesar Rp 1.320.000 per bulan tersebut, maka Anda belum memenuhi syarat objektif untuk memiliki NPWP karena tidak ada Pajak yang terutang atas penghasilan Anda. (Jawaban ini diasumsikan bahwa Anda tidak memiliki penghasilan lainnya selain gaji yang diperoleh sebagai karyawan di rumah makan padang ini).

Menjawab pertanyaan Bpk. Yos Learn:
1-4. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.51/1993 tanggal 3 April 1993 ditegaskan bahwa: Mengingat harga yang sudah ditetapkan tersebut sudah termasuk PPN sampai pada tingkat konsumen akhir dan PPN yang terutang sudah dikenakan pada saat penyerahan dari PERTAMINA, maka bagi pengusaha lain selain PERTAMINA tidak perlu mengenakan PPN lagi atas produk-produk tersebut dan bagi pengusaha yang dalam kegiatannya hanya semata-mata menyerahkan produk BBM seperti tersebut diatas, selain PERTAMINA tidak perlu dikukuhkan menjadi PKP. Sedangkan bagi pengusaha yang dalam usahanya selain menyerahkan BBM sebagaimana tersebut di atas juga menyerahkan BKP/JKP lainnya tetap harus dikukuhkan menjadi PKP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Jika kita simak ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2005, maka dapat kita lihat bahwa dalam Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) dan (2) ketentuan tersebut menyebutkan bahwa Pemerintah menetapkan harga jual eceran BBM sudah termasuk Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Oleh sebab itu, maka secara akuntansi PBBKB ini adalah termasuk ke dalam komponen HPP.

Ina junita

Numpang tanya, Ibu saya memiliki usaha toko meninggal dunia pada September 2009. Saya disarankan untuk tetap membayarkan pph pasal 25 ibu saya sampai akhir thn pajak, jd saya bayar sampai Desember 2009. Desember 2009 saya mengajukan permohonan penutupan NPWP Ibu saya krn meninggal dunia. Maret 2010 saya dihubungi petugas KPP lokasi (tempat ibu saya buka toko), petugasnya meminta copy NPWP saya dan copy Akte Waris. Saya keberatan NPWP saya dikaitkan dengan Ibu saya terutama kalau Penghapusan NPWP beliau belum selesai. Saudara2 keberatan memberikan copy Akte Waris krn tidak ada hubungannya dengan permohonan penutupan.

Herannya petugas KPP domisili tidak menghubungi saya sama sekali. Pertanyaan saya, apakah copy NPWP saya dan copy Akte Waris benar diperlukan untuk penutupan NPWP Ibu saya di KPP lokasi? Terima kasih atas bantuannya.

mery

Saya menerbitkan faktur pajak biasanya setiap awal bulan, tapi didalam keterangan untuk barang kena pajak pemakaian bulan sebelumnya.Apakah faktur pajak kami tersebut cacat. Contoh faktur pajak tgl 1 mei, untuk pemakaian jasa bulan april. Tq

Anonim

Mohon bantuannya...
Saya punya Usaha Konstruksi dalam bentuk CV. yang bergerak dalam bidang General Trading & Contractor.
Dari Nilai PO (Jasa + Material), apakah betul saya dikenakan Potongan PPh 4 Ayat 2 Final atas Penghasilan yang diterima?
DPP pada PPh 4 Ayat 2 Final meliputi Jasa Konstruksi saja ataukah Jasa + Material?
Pada PO tidak dipisahkan antara Jasa & Material. Bagaimana sebaiknya, apakah harus dipisahkan?
Berapa Tarif yang dikenakan pada Penghasilan CV. saya, apabila CV. saya belum mempunyai SIUJK?
Apakah betul DPP pada PPh 4 Ayat 2 Final adalah sama dengan DPP pada PPN?
Pada PO tercantum Pembayaran sebanyak 4x, D/P 30%, Termin I 30%, Termin II 35%, Termin III 5%. Pada Faktur Pajak (PPN) Kolom BKP/JKP, saya tulis Uang Muka sebesar 30% atas Pengadaan CME & Instalasinya. Apakah betul kalimat yang saya tulis tersebut? Apakah jumlah Prosentase Pembayaran perlu dicantumkan atau tidak?
Mohon Penjelasannya, karena saya masih baru.
Terima kasih...

anastasia vinera 7 Juni 2010 pukul 13.59

mau tanya dong.. saya kan karyawan belum tetap tapi sudah diminta untuk buat NPWP. dan akhirnya saya buat melalui e-reg, tapi saya masih bingung dimana setahu saya, pajak karyawan itu PPH Pasal 21.
tapi waktu saya isi form, saya memilih pilihan “karyawan yg tidak melakukan pekerjaan bebas” apakah itu benar cocok dengan saya yg merupakan karyawan dari sebuah perusahaan swasta? bagaimana ya perhitungan pajaknya? terima kasih sebelumnya..

Anonim

Pak, mau tanya donk, saya mulai melaporkan SPT pada maret 2009 ( baru dapat no npwp pd awal 2009 ), pada maret 2010 kemarin saya menyetorkan SPT thn 2009 dan kebetulan ada restitusi hingga akhirnya diperiksalah penghasilan saya, stlh diperiksa ternyata ada kelebihan penghasilan dari laporan penghasilan yang saya laporkan sehingga saya dikenakan wajib bayar sekian juta , saya ingat - ingat ternyata ada saya terima transfer sejumlah uang untuk membeli mobil dari istri saya yang kebetulan pada pelaporan thn 2008 & 2009 dikarenakan kolom diform itu tidak mencukupi sehingga tidak terlist tabungan istri saya dan saya. Bisakah setelah pemeriksaan dan setelah saya membayar kekurangan ini dilakukan pembetulan SPT 2008 & 2009 ?? Apakah tabungan tersebut akan diperiksa untuk pendapatan thn 2008 & 2009 ?? Terima kasih

Anonim

ask for question
untuk melakukan pengukuhan sebagai pkp, apa saja hal-hal yang diperlukan?

jika perusahaan saat ini sudah berjalan cukup lama (belum menjadi pkp) dan ingin menjadi pkp...namun terdapat perubahan dalam permodalan (modal kerja dll) apakah bisa? (dengan menggunakan identitas perusahaan sebelumnya)...mempertimbangkan pelaporan pajak sebelum menjadi pkp.

jika perusahaan tidak memiliki laporan rinci setiap transaksi - penerimaan netto secara akutansi, adakah metode lain yang disarankan oleh perpajakan?

terima kasih

Anto 13 Oktober 2010 pukul 16.29

Jawaban atas pertanyaan:
- Sdri. Ina Junita
- Sdri. Mery
- tanpa nama ttg Jasa Konstruksi
- Sdri. Anastasia Vinera
- tanpa nama ttg pengukuhan PKP

dapat dibaca DI SINI.

Anto 13 Oktober 2010 pukul 16.38

Menjawab Pertanyaan tanpa nama (tanggal 30 September 2010) tentang pembetulan SPT setelah pemeriksaan:
Hasil pemeriksaan adalah merupakan bukti ketetapan yang memiliki kekuatan hukum, sehingga atas penghasilan yang belum Anda laporkan tersebut dan telah ditetapkan dalam hasil pemeriksaan tersebut telah memiliki dasar hukum. Jadi Anda tidak perlu lagi membetulkan SPT Tahunan PPh milik Anda untuk tahun 2008 dan 2009.
Hanya saja data hasil pemeriksaan ini, apabila terkait ke SPT Tahunan PPh tahun 2010, misalkan jumlah harta yang meningkat akibat penetapan tahun 2008 dan 2009 ini, maka data ini harus Anda cantumkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun 2010, jangan sampai terlupakan lagi.

Boston Hutapea

Mohon pencerahannya:

Saya WPOP punya usaha dagang alat peraga sekolah dirumah kecuali buku2 pelajaran dan fotocopy, yang ingin saya tanyakan :

1. apakah saya dikenakan perhitungan Norma Perhitungan Penghasilan Netto sebesar 30% atau kah 0.75%? padahal keuntungan yang diperoleh tidak mencapai 30%.

2. Apakah pendapatan bruto bisa dikurangkan dg biaya operasional usaha ? sehingga diperoleh pendapatan netto yang baru dihitung dgn Norma sebesar 30% tsb ?

3. Bilamana saya dikenakan Pajak Masukan, apakah bisa dikreditkan sbg biaya ?

4. Dasar acuan yang benar (berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini )utk pedagang eceran yg menggunakan Norma, adalah yang peredaran bruto dalam 1 tahun Rp. 600 juta atau 1.8M, ataukah 4.8 M ?

Anonim

Tolong tanya pak,
Saya lagi bingung, kalo keuntungan usaha dagang rata-rata tidak mencapai 30%, tapi penghasilan nettonya dihitung dgn Norma 30% ( dilihat dari tabel), jadi nya kan kerja bakti.Mohon bantuannya.

arti 4 November 2010 pukul 11.01

pak, mau tanya, selama ini (jan s.d sept) saya hanya memotong pph 4(2), ternyata bl okt ini selain memotong pph 4(2) jg ada memotong pph ps 23, apakah waktu membuat bukti potong nya, saat mengisi no urut nya harus berurutan ( no urut pph 23 mengikuti pph ps 4(2) atau masing-masing diisi no urut sesuai jenis pajaknya?

Anto 5 November 2010 pukul 17.05

Menjawab pertanyaan Sdr. Boston Hutapea dan anonim (tgl 30 Okt 2010), silakan baca artikelnya di sini

Menjawab pertanyaan Sdri. Arti:
Pemberian nomor urut bukti pemotongan PPh sebenarnya disesuaikan dengan kebijakan perusahaan/Wajib Pajak. Pemberian nomor bukti pemotongan ini harus dibuat sendiri oleh perusahaan/Wajib Pajak dengan tujuan untuk memudahkan administrasinya masing-masing. Tidak ada ketentuan pajak yang mengharuskan format penomoran Bukti Pemotongan PPh (seperti yang diterapkan dalam Faktur Pajak). Namun alangkah baiknya apabila sistem penomoran untuk setiap jenis pajak dipisahkan. Hal ini dengan tujuan agar kelak memudahkan dalam pencarian.
Jadi saran saya, agar nomor urut untuk bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dibuat terpisah dengan nomor urut untuk bukti pemotongan PPh Pasal 23.

Bina Remaja Islam 12 April 2011 pukul 12.08

Mohon bantuan bapak, bagi guru honor yang mengajar dibeberapa instansi pendidikan tentunya mendapatkan gaji dari sumber yang berbeda, ada dari APBN/APBD, Pemda, BOS dan Komite Sekolah, dari sekian sumber tersebut, sumber yang mana yang dihitung pajaknya ?

Bina Remaja Islam 12 April 2011 pukul 16.48

Pak, kami mau tanya, bagaimana cara menghitung pajak pribadi gaji guru honor yang mendapatkan gaji dari beberapa instansi pendidikan yang berbeda, karena tempat mengajarnya banyak, misalnya 3 instansi pendidikan, sementara masing-masing sumber gaji berbeda-beda, ada yang dari APBN/APBD, BOS, Komite Sekolah, dari berbagai sumber tersebut mana yang harus dihitung sebagai pajak penghasilan yang harus dilaporkan, jika seluruhnya harus digabungkan bagaimana cara pengisian SPT Tahunannya. Terima Kasih.

Anto 14 April 2011 pukul 19.11

Menjawab pertanyaan dari MTs Panyinggahan Maninjau:
Cara pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk guru tsb, adalah dengan menggabungkan semua honor/gaji yang diperoleh dari ke-3 instansi tersebut. Penghasilan neto atau dasar pengenaan pajak dari bukti potong yang diberikan ke-3 instansi ini digabungkan dalam Formulir SPT 1770 S, pada induk SPT (halaman pertama) pada Bagian A No. 1. Kemudian dihitung ulang PPh terutangnya dengan mengurangi PTKP dan dikalikan tarif PPh Pasal 17.
Potongan PPh yang tercantum dalam bukti pemotongan dari ketiga instansi tersebut diisikan pada 1770 S - I (halaman kedua) Bagian C. Jumlahnya dipindahkan ke SPT Induk, kolom nomor 12, yang akan mengurangi PPh terutang.

fitris 1 Mei 2011 pukul 23.57

saya Fitri,mau tanya,,

1.untuk menghitung pajak yang terhutang pada UD cukup menggunakan PPh 21 saja ya?
2.prosentase/tarif untuk norma perhitungan netto yang terbaru tahun berapa?dmana bisa saya dapatkan?
3.bisa berikan contoh 'perhitungan netto'?
4.tolong jelaskan perbandingan menghitung pajak menggunakan 'norma perhitungan netto' dengan 'menggunakan laporan laba/rugi perusahaan'??
TRIMS,

jasa ekspedisi 17 Mei 2011 pukul 16.08

mampir nich dari Jaksel...
saya suka blog anda
salam

Anto 23 Mei 2011 pukul 11.52

Sdri. Fitri,
Penghitungan PPh terutang untuk usaha UD merupakan penghitungan pajak atas penghasilan diri orang pribadi yang bersangkutan. Sedangkan PPh Pasal 21 sebenarnya adalah pemotongan pajak atas imbalan (seperti gaji, upah, honor dan sejenisnya) yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pekerjanya (karyawan). Pihak yang memiliki kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 dan menyetorkan ke negara adalah pemberi kerja. Kelak karyawan dapat menggunakan PPh Pasal 21 yang telah dipotong ini sebagai pengurang pajak (kredit pajak) atas PPh yang terutang untuk seluruh penghasilan yang diterima oleh karyawan sebagai orang pribadi.

Contoh perhitungan norma, tabel persentase norma dapat dibaca di artikel yang telah saya posting di sini

Penghitungan menggunakan norma, menghasilkan penghasilan neto yang mungkin tidak sesuai dengan penghasilan neto sebenarnya yang telah dicapai, karena persentase norma ini hanyalah bersifat perkiraan dari pihak Ditjen Pajak. Sedangkan jika menggunakan laporan laba rugi, maka hasil perhitungan yang diperoleh adalah mencerminkan yang sebenarnya terjadi. Dalam perhitungan norma, tidak mungkin penghasilan yang diperoleh adalah rugi, padahal kenyataannya jika dihitung dengan menggunakan pembukuan, hasil yang diperoleh adalah rugi.

Anonim

SAYA fitri mau tanya,
kalo dalam penulisan no seri dalam faktur pajak ada yang kelongkap gimana yah??
apakah bisa fatal masalah ini..??
menunggu jawaban segera trims.

Anto 22 Juli 2011 pukul 14.54

Sdri Fitri,
Jawaban atas pertanyaan Anda ini telah saya ulas secara lengkap dalam artikel: PENOMORAN FAKTUR PAJAK HARUS BERURUTAN

Anonim

selamat siang...

saya ria, mau tanya...
1. untuk penghitungan pph 21, tunjangan seperti JAMSOSTEK yang diberikan pada karyawan juga di masukkand alam perhitungan penghasilan bruto?

2. untuk menghitung besarnya pajak terutang atas THR yang dibayarkan kepada karyawan caranya bagaimana ya?

mohon infonya yaa...
terima kasih sebelumnya.

Anto 22 Agustus 2011 pukul 10.36

1. Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK) dan Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehataan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan PENGHASILAN BAGI PEGAWAI. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut DIGABUNGKAN dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.

2. Perhitungan PPh terutang atas pembayaran THR kepada karyawan telah saya ulas dalam artikel: Perhitungan PPh Pasal 21 untuk THR. Silakan dibaca artikelnya, karena sudah dibahas lengkap.

Anonim

Selamat pagi, saya Mahar.

Saya mau menanyakan, jika terjadi impor bulan Februari 2011 dan PPN masukannya belum dikreditkan dan dibiayakan, tetapi ingin dikreditkan bulan agustus 2011. apakah saya bisa melakukan pembetulan?kalau bisa bagaimana caranya dan kalau ada sanksi, bentuknya spt apa?
terima kasih banyak. sukses selalu

Havens

mohon bantuannya pak..
saya mau nanya dan minta tolong mana saja biaya & pendapatan yg masuk ke dlm PPH final atau yg bukan Objek Pajak :
1.Kesejahteraan karyawan
2.Beban Inklaring
3.Jasa Profesional
4.Sumbangan & Pajak
5.Jasa Giro
6.Selisih Kurs
7.Rugi selisih kurs
8.Biaya bunga Bank
9.biaya Administrasi Bank
10.komisi Pembelian

Terima kasih pak..
Salam

Anto 22 September 2011 pukul 16.02

Sdr. Havens,
Dari pertanyaan Anda ini, tampaknya ada kesalahan dalam menafsirkan arti objek pajak final dan bukan objek pajak.
Dalam ketentuan perpajakan, penghasilan menurut Pasal 4 UU PPh terbagi menjadi 3 jenis, yaitu penghasilan:
-yang menjadi objek pajak dan harus dihitung ulang pada akhir tahun untuk mencari berapa sebenarnya penghasilan kena pajaknya (istilahnya "penghasilan tidak final").
-yang menjadi objek pajak yang bersifat final.
-yang bukan objek pajak.

Jadi sebagaimana yang Anda tanyakan ini, maka yang akan dikenakan PPh final dan tidak dikenakan pajak (bukan objek pajak) adalah PENGHASILAN dan bukannya biaya.

Dari contoh yang Anda sebutkan di atas, yang merupakan penghasilan menurut saya (karena ada beberapa perkiraan yang saya tidak paham apakah biaya atau penghasilan, seperti kesejahteraan karyawan, jika ini dipandang dari sisi pemberi kerja maka ini adalah biaya) adalah: Jasa Giro dan Komisi Pembelian. Sedangkan selisih kurs apabila itu adalah keuntungan barulah disebut penghasilan. Dari penghasilan ini, jasa giro merupakan penghasilan yang dibayarkan oleh bank yang telah dikenakan pemotongan PPh yang bersifat final.

Anto 22 September 2011 pukul 16.15

Menjawab pertanyaan Sdr. Mahar tgl 13 Sept 2011:
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan (Pasal 9 ayat (9) UU PPN).

Jadi dalam kasus Anda ini, Pajak Masukan dari Impor pada bulan Februari 2011 hanya dapat dikreditkan paling lama pada bulan Mei 2011, sepanjang belum dibiayakan dan belum dilakukan pemeriksaan.

Jadi sepanjang memenuhi ketentuan tersebut, maka Anda masih dapat melakukan pembetulan SPT Masa PPN pada bulan dapat dikreditkannya Pajak Masukan tersebut.

Anonim

mau tanyak tentang impor alat kesehatan oleh rumah sakit apa saja aspek perpajakannya?dan apa ada special rule untuk meminimalkan pembayaran pajaknya?

Anonim

mau tanyak tentang impor alat kesehatan oleh rumah sakit apa saja aspek perpajakannya?dan apa ada special rule untuk meminimalkan pembayaran pajaknya?

redo adrianto 30 September 2011 pukul 21.32

pak saya mau tanya mengenai aspek perpajakan untuk impor alat kesehatan oleh rumah sakit ? apa saja UU nya dan apakah ada special rule untuk meminimalkan pajak yang dibayar?terimakasih.

Anto 17 Oktober 2011 pukul 11.51

Sdr. Redo Adrianto,
Impor alat kesehatan untuk rumah sakit dapat dikategorikan sebagai barang modal yang dalam UU PPN adalah termasuk sebagai Barang Kena Pajak (BKP) Tertentu yang bersifat strategis. Menurut ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008, atas impor atau perolehan barang modal yang termasuk sebagai BKP yang bersifat strategis ini dapat dibebaskan dari pengenaan PPN. Untuk memperoleh pembebasan ini maka Pengusaha Kena Pajak (dalam hal ini rumah sakit yang akan mengimpor alat tersebut) dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan PPN.

Sedangkan untuk PPh impor, Rumah sakit sebagai pihak yang akan membeli/mengimpor alat kesehatan ini juga dapat mengajukan pembebasan pengenaan PPh impor apabila ternyata tidak akan terutang PPh dengan ketentuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-192/PJ./2002 sebagai telah diubah dengan ketentuan Pasal 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak.

echiro 30 November 2011 pukul 09.38

Selamat pagi....
saya mau tanya mengenai masalah pajak penghasilan atas jasa dari luar negeri.

Kronologis nya adalah :

Anggap saja KOREA mempunyai kontrak dengan POSCO Indonesia misalkan $10.000 untuk pembelian barang beserta perakitan, install dan testnya.
Tetapi karena pihak KOREA tidak bisa melaksanakan perakitan sendiri, KOREA membuat kontrak dengan perusahaan lokal A sebesar $1.000 untuk perakitan, instal & testnya (tanpa pajak). Karena perusahaan lokal A tidak bisa mengerjakan semuanya, perusahaan lokal A membuat kontak lagi dengan perusahaan lokal B (lokal dgn lokal).

Pertanyaan nya :
1. Pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan lokal A apa saja dan brp persentase nya?
2. Pajak yang harus dibayarkan oleh KOREA apa saja dan brp persentasenya?

Mohon penjelasan dari pak dodi, terima kasih banyak sebelumnya.

Ema

Anto 2 Desember 2011 pukul 13.30

Menjawab pertanyaan Ibu Ema (maaf saya bukan Dodi):
PT A menerima penghasilan dari perusahaan Korea untuk jasa perakitan, maka PT A memiliki kewajiban untuk membuka faktur pajak dan memungut PPN (dengan syarat PT A telah PKP) atas penghasilan yang diterima dari perusahaan Korea. Ketika PT A men-sub kontrakkan pekerjaannya ini kepada PT B, maka PT A harus memungut PPh Pasal 23 atas jasa perakitan (sebagai jasa teknik), sebesar 2% dari jumlah bruto fee yang dibayarkan.

Pada saat perusahaan Korea membayarkan penghasilan kepada PT A, maka perusahaan Korea akan dikenakan PPN yang dipungut oleh PT A sebesar 10% dari jumlah imbalan (yaitu sebesar 10% x $1,000).

wayan 23 Desember 2011 pukul 16.31

bapak bapak dan ibu ibu yang baik hati saya mau bertanya,saya seorang sopir pribadi,dan baru punya npwp karena syarat utama cicil rumah bersubsidi.gaji saya cuma 2juta 100 ribu sebulan. formulir apa yang saya isi sedangkan saya di beri form 1770 s.apa boleh saya minta form 1770 ssdi kantor pajak mengingat gaji saya kurang dari 50 juta setahun.sekarang saya binggung tolong di kasi penjelasan pada saya. saya ucapkan banyak banyak terima kasih.masalah mengisi form 1721 a1 atau 1721 a2 juga binggung soalnya gaji di transfer di rekening. boss nya dari taiwan dia jarang ke bali.saya cuma dapat gaji itu saja pak. pusing saya.......gara gara cari npwp ....

Anto 30 Desember 2011 pukul 08.16

Menjawab pertanyaan Wayan:
Karena penghasilan Anda sebulannya adalah Rp 2,1 juta atau setahun adalah Rp 25,2 juta dan diasumsikan tdk memiliki penghasilan lainnya, maka Anda dpt melaporkan pajak Anda dengan menggunakan formulir 1770 SS.
Namun yang menjadi permasalahan apabila membaca pertanyaan Anda ini adalah majikan Anda bukanlah Wajib Pajak pemotong PPh atas gaji yang Anda terima ini, oleh sebab itu gaji Anda ini tdk dipotong PPh Pasal 21 shg Anda tdk mendapatkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 berupa formulir 1721 A1. Dg demikian Anda tdk dpt lapor pajak dgn form 1770 SS.
Jadi Anda harus hitung pajak sendiri dan setor sendiri serta lapor SPT dg menggunakan form 1770 S.

amir 14 Januari 2012 pukul 19.30

selamat malam pak Syafri, nama saya Amri, saya ada pertanyaan ni pak. Saat ini saya sedang diberi tugas untuk mengerjakan SPT tahunan di perusahaan tempat saya bekerja, perusahaan ini merupakan perusahaan losmen/penginapan dimana kepemilikan perusahaan ini adalah kepemilikan tunggal. Perusahaan ini berlokasi di kab Deliserdang Sumut. Yg menjadi pertanyaan saya berapa %norma yang harus saya cantumkan di lembar 1770-I halaman 2. Berdasarkan tabel norma penghasilan yg telah saya download dari blog bapak terdapat tiga kolom untuk %norma dengan kode 64000 yg pertama untuk 10 ibu kota prop, kedua untuk kota prop lainnya dan ketiga untuk daerah lainnya, maksudnya bagaimana pak? kalau perusahaan tempat saya bekerja seperti yg telah saya sebutkan di atas berapa % norma yang harus saya cantumkan. Mohon penjelasannya Pak. Maaf pak ini pertama kali saya mengerjakan SPT. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas jawaban yg akan bapak berikan.

Anto 16 Januari 2012 pukul 18.20

Pak Amri,
Saya masih belum mendapatkan informasi dari Anda mengenai bentuk usaha losmen ini, apakah masih berbentuk perseorangan atau sudah berbadan hukum (di pertanyaan Anda disebutkan bahwa losmen tempat Anda bekerja ini adalah perusahaan). Apabila memang losmen ini berbadan hukum (mungkin bentuknya CV, Firma, Persekutuan, PT atau bentuk badan lainnya), maka SPT yang harus Anda isikan adalah Form 1771. Bagi Wajib Pajak berbentuk badan, maka dalam menghitung Penghasilan kena Pajak harus menggunakan pembukuan (tidak boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto/norma).

Namun apabila memang bentuk dari losmen ini masih berbentuk usaha orang pribadi, maka SPT yang Anda isikan adalah benar menggunakan form 1770.

Bagi Wajib Pajak Orang pribadi, maka yang dapat menggunakan norma dalam menghitung penghasilan kena pajak syaratnya adalah omzet setahun tidak melebihi Rp 4,8 milyar.

Berdasarkan KEP-536/PJ/2000 tabel norma ini terbagi menjadi 3 kelompok wilayah, yaitu:
a. 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
b. ibukota propinsi lainnya (selain yang disebutkan pada huruf a);
c. daerah lainnya.

Untuk wilayah lokasi losmen tempat Anda bekerja ini di Kabupaten Deliserdang, Sumut, maka masuk ke kelompok yang c, daerah lainnya.

Dalam tabel Norma, usaha losmen ini ada pada nomor urut 119 dengan KODE 64100 dan untuk daerah lainnya (yaitu Deliserdang) adalah sebesar 20% (kolom "Daerah Lainnya").

amir 3 Februari 2012 pukul 15.33

selamat sore pak Syafri,nama saya Amir sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih atas jawaban yang bapak berikan atas pertanyaan saya pada tanggal 30 des 2011 dan perlu saya informasikan perusahaan tempat saya bekerja merupakan perusahaan perseorangan dan bukan badan.

Ada 3(tiga) pertanyaan yg ingin saya tanyakan kepada Bapak. Besar harapan saya sudi kiranya bapak menjawabnya. Atas penjelasan yg akan bapak berikan sebelumnya saya ucapkan terimakasih.


Berikut ini ada tiga pertanyaan yg ingin saya ajukan.

1. Setelah saya mengunakan persen norma
sesuai dengan lokasi perusahaan tempat
saya bekerja yg didasarkan atas
penjelasan yg bapak berikan ternyata
setelah saya hitung terdapat kekurangan
bayar pajak sebesar Rp 500.000,- (lima
ratus ribu rupiah).
Yang menjadi pertanyaan saya apakah
kekurangan ini saya bayarkan terlebih
dahulu baru spt saya laporkan atau saya
laporkan dulu spt nya baru kekurangannya
saya bayar. mohon penjelasannya.

2. Berapa MAP/Kode Jenis Pajak dan Kode
Jenis Setoran yang harus dicantumkan bila
saya akan menyetorkan kekurangan bayar
pajak tersebut. Mohon penjelasannya.

3. Sebelumnya saya menggunakan SSP model
lama pada saat akan menyetorkan pajak
perusahaan. Pada SSP model baru terdapat
NOP (Nomor Objek pajak) dan alamat OP
maksudnya bagaimana mohon penjelasannya.
karena pada SSP model lama kedua
keterangan ini tidak ada.

fira 6 Februari 2012 pukul 11.08

apabila ada penghapusan aset tanaman di perhitungan fiskal disesuaikan atau tidak?

Anto 14 Februari 2012 pukul 18.21

Menjawab pertanyaan Sdr. Amir tgl 3 Feb 2012:
Atas kekurangan bayar pajak berdasarkan perhitungan dalam SPT Tahunan PPh, maka Anda harus melakukan penyetoran terlebih dahulu kekurangan bayar sebagaimana yang tercantum dalam SPT tersebut. Setelah kekurangan bayar tersebut disetorkan, bukti SSP penyetorannya dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh, barulah SPT Tahunan PPh tersebut dapat dilaporkan dan dinyatakan lengkap.
Kode akun pajak/Kode Jenis Pajak untuk setoran PPh Kurang Bayar sebagaimana tercantum dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi adalah 411125 dengan Kode Jenis Setoran 200.
SSP format baru berdasarkan PER-38/PJ/2009 ini berlaku sejak 1 Juli 2009. Di SSP baru ini ditambahkan satu kolom untuk isian NOP dan alamat OP, kolom ini diisi hanya apabila terdapat transaksi yang terkait dengan tanah dan/atau bangunan yaitu transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan kegiatan membangun sendiri. NOP ini adalah merupakan Nomor Objek Pajak berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB.

Menjawab pertanyaan Fira tgl 6 Feb 2012:
Penghapusan asset tanaman yang telah sesuai dengan PSAK dan benar-benar telah direalisasikan serta didukung dengan berita acara dan bukti pemusnahan serta disaksikan oleh pejabat setempat, maka secara fiskal dapat menjadi beban pengurang penghasilan neto.

fajaru 2 April 2012 pukul 10.13

pak saya mau tanya soal pengisian spt masa pph 21, untuk kolom penghasilan bruto pegawai tetap itu diisi penghasilan disetahunkan apa saat bulan tersebut, periode jan-nov..kalau di desemberkan diisi penghasilan setahun..
trus bagaimana yg tidak tetap atau lepas
makasih..

fajaru 2 April 2012 pukul 10.16

pak, saya mau tanya soal pengisian spt masa pph 21 induk 1721..mengenai penghasilan bruto pegawai tetap itu diisi penghasilan setahun ? apa sebulan ? periode jan-nov, sedangkan di desember itu disetahunkan..
trus mengenai yg pegawai tidak tetap ?
makasih

Anto 2 April 2012 pukul 18.47

Menjawab pertanyaan Fajaru tgl 2 April 2012:
Pada kolom Penghasilan Bruto dalam SPT 1721 (kolom no. 5) untuk periode Jan s.d. Nov diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima oleh setiap jenis pegawai untuk bulan yang bersangkutan. Sedangkan pada bulan Desember, diisi dengan jumlah penghasilan bruto kumulatif selama Jan s.d. Des tahun pajak yang bersangkutan.

Rizal

pak sebelumnya mohon maaf kalau saya awam masalah pajak..Ada yang mau saya tanyakan..Saya memiliki sebuah badan usaha(CV), januari lalu saya mendapatkan transaksi dan bs dikatakan posisi cv saya sebagai trader, saya membeli produk kpd distributor kemudian saya lempar kembali..Nah yg ingin saya tanyakan adalah terkait soal PPN pak :
1. Dalam kondisi seperti ini bagaimana PPN nya pak?
2. Pada saat saya akan menyetor kan PPN melalui salah satu bank, kenapa tdk bisa pak?Sehingga sampai saat ini saya biarkan saja,tetapi saya menerbitkan faktur pajak utk pihak pmbeli.Apa akan berdampak pak?

Anto 5 April 2012 pukul 19.10

Menjawab pertanyaan Sdr. Rizal:
Apakah perusahaan Anda telah dikukuhkan (terdaftar) sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Hanya Pengusaha yang telah terdaftar sbg PKP yang dapat menerbitkan Faktur Pajak dan memungut PPN.
Bila Anda telah dikukuhkan sebagai PKP, maka Anda harus menerbitkan Faktur Pajak atas setiap penyerahan Barang atau Jasa yang menjadi objek PPN (BKP/JKP) dan memungut PPN yang terutang. Seluruh transaksi penjualan yang telah Anda pungut PPN ini kemudian Anda laporkan dalam SPT PPN, kemudian diperhitungkan dengan PPN Masukan (PPN yang berasal dari pembelian) yang dapat dikreditkan dengan cara mengurangi seluruh jumlah PPN dari penjualan yang telah Anda pungut dengan seluruh jumlah PPN Masukan yang Anda peroleh dari Pembelian dan telah dipungut PPN-nya oleh pihak penjual (yang ada Faktur Pajak dan telah sesuai dengan ketentuan untuk pengkreditan pajak masukan).
Apabila hasil perhitungan tersebut masih terdapat kekurangan bayar PPN, maka kekurangan bayar PPN ini Anda setorkan dengan menggunakan Surat setoran pajak (SSP).

Anonim

Saya pegawai pemerintah di SKPD penyelenggara diklat.Pada DPA kegiatan diklat bekerjasama dengan instansi terkait seperti universitas, dsb.yang kami laksanakan terdapat rekening belanja jasa pihak ketiga yang merupakan kontribusi yang diberikan kepada instansi yang kami ajak kerjasama yang peruntukannya dijabarkan lagi sbb:
- biaya koordinasi
- biaya pembuatan naskah, dll
Yang ingin saya tanyakan adalah apakah kena pajak PPN dan PPh Pasal 23 mengingat nominalnya cukup besar?
bagaimana jika kita mengikuti diklat yang diselenggarakan oleh instansi lain dimana kita sebagai peserta diwajibkan membayar biaya kontribusi(keikutsertaan), apakh juga kena PPN dan PPh 23?

Anto 18 April 2012 pukul 12.44

Menjawab pertanyaan tgl 17 April 2012:
Atas biaya koordinasi, biaya pembuatan naskah dll ini dibayarkan kepada siapa? Apabila dibayarkan kepada orang pribadi, maka ini merupakan objek PPh Pasal 21. Apabila biaya ini dibayarkan kepada badan/instansi maka menjadi objek PPh Pasal 23.

Mengenai objek PPN, harus dilihat dahulu bagaimana bentuk penyerahan jasanya. Apakah Jasa yang diserahkan ini merupakan Jasa Kena Pajak (JKP) atau jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4A UU PPN.

Apabila merupakan JKP, maka akan terutang PPN dan harus dipungut PPNnya.

Atas penghasilan yang diterima oleh instansi lain bila Anda mengikuti diklat sebenarnya adalah juga merupakan objek pemungutan PPh Pasal 23, walaupun seharusnya instansi Pemerintah bukan subjek pajak. Jika mengacu pada teori perpajakan, seharusnya instansi pemerintah bukan subjek PPh sehingga tidak akan dikenakan pemotongan PPh. Hal ini karena secara teori seharusnya instansi Pemerintah dibentuk tidak untuk mencari penghasilan. Namun pada kenyataannya saat ini banyak instansi pemerintah yang telah menyimpang dari teori dan memperoleh penghasilan dari masyarakat.
Sehingga sesuai dengan konsep teori, maka seharusnya atas penghasilan ini dikenakan PPh dan dipungut PPh-nya.

tiwie 20 April 2012 pukul 08.44

PT Cipta Kencana adalah sebuah persusahaan karoseri kendaraan bermotor yang berlokasi di kota Malang-Jawa Timur. PT Cipta Kencana ini dimiliki secara turun temurun oleh pengusaha keturunan Tionghoa, yang saat ini dipimpin oleh seorang perempuan muda bernama Bun Sui Lie, yang bila digolongkan ukuran usahanya adalah termasuk perusahaan karoseri berskala sedang. PT Cipta Kencana tepatnya berkedudukan di Jl Duduksampean No 55 -56, Kidul Pasar, Malang sejak 25 tahun silam.

Perusahaan karoseri kendaraan ini memiliki kapasitas produksi membuat kendaraan angkutan bus dan truk dengan rata-rata sebanyak 5 kendaraan setiap bulannya, dengan nilai transaksi sebesar Rp 2.000.000.000,- .

Suatu ketika saat PT Cipta Kencana harus menyelesaikan kendaraan pesanan
dari para costumer-nya, perusahaan tersebut mengalami kesulitan aliran
dana tunai (cash-flow) untuk membeli
bahan baku dan upah pekerja sehingga harus mengutang pada sebuah bank
perkreditan di kota yang sama yaitu Bank Meditenan yang beralamat di Pasar Gede
Blok 2b, kota Malang, dengan nilai pinjaman sebesar Rp 1.250.000.000,-.

Seasuai dengan perjanjian perikatan yang telah dibuat, PT Cipta Kencana
harus membayar bunga atas hutangnya sebagaimana yang telah diperjanjikan yang jatuh
temponya pada Th 2009 kepada Bank Meditenan sebesar 10% x Rp 1.250.000.000,- =
Rp 12.500.000,- . PT Cipta Kencana yang
dipimpin oleh Bun Sui Lie juga benar-benar mematuhi ketentuan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1994 tentang PPh Pasal 23, dengan menyetor 15% atas bunga kepada
Bank Meditenan. Akan tetapi Bun Sui Lie
sendiri sebagai pribadi pengusaha muda yang belum cukup berpengalaman, Ia
benar-benar tidak sadar bahwa dirinya ternyata masih belum memiliki surat ketetapan PKP sehingga
tidak memiliki NPWP sejak Ia memimpin perusahaan karoseri itu mulai dari satu
setengah tahun silam (18 bulan).

Pada persolan semula tentang pemungutan pajak 15% atas bunga yang telah
disetorkan oleh Bun Sui Lie sesuai PPh Pasal 23, menyikapi keadaan ini maka pihak Bank
Meditenan berkeberatan atas pemungutan pajak atas bunga tersebut - karena
seluruh penghasilan yang diperolehnya semata-mata hanya dari bisnis bunga di
atas, dan bunga sebesar Rp 1.250.000.000,- itu lebih kecil dari PTKP-nya
sendiri dari Bank Meditenan. Setoran
pajak PPh Pasal 23 tersebut dilakukan oleh PT Cipta Kencana pada tanggal 5
Desember 2009.

Pada tanggal 12 Pebruari 2010 Bank Meditenan melakukan pengajuan keberatan
atas pemungutan pajak yang telah disetor kepada Ditjen Pajak secara tertulis
dengan menyatakan alasan-alasannya.
Kedua WP-Badan baik PT Cipta Kencana
maupun Bank Meditenan telah mempunyai NPWP, kecuali NPWP-Pribadi atas
nama Bun Sui Lie. Ketiga, pada Tgl 18
Pebruari 2010 petugas pemeriksa pajak melakukan pemeriksaan pembukuan Bank
Meditenan, yang berakhir ditemukannya kekeliruan dalam pembukuan, yang ternyata
penghasilan yang diperolehnya lebih besar dari PTKP-nya.


pertanyaan nya:



1. Apa akibat yang timbul dari kasus tersebut di atas
termasuk persoalan Bun Sui Lie yang belum memiliki PKP - NPWP-pribadi tersebut?

2. Apa pula akibat yang timbul dari kasus hasil pemeriksaan
petugas pajak, yang ternyata penghasilan Bank Meditemen melebihi PTKP?

3. Bagaimana menyelesaikan masalah pemungutan pajak ini?

Doso Setiawan

Perusahaan Kami bergerak di bidang perbankan , dan mempunyai rencana akan mengajukan banding atas keberatan kami yang tidak diterima oleh kanwil pajak.
keberatan tersebut al :
- Pph Badan atas Pengakuan PPAP/CKPN
- PPN atas transaksi Murabahan
Yang menjadi objek pemeriksaan adalah Laporan Keuangan Bank Kami tahun 2007 :
Yang menjadi pertanyaan :
1. Bagaimana proses/prosedur pengajuan banding tersebut.
2. berapa perkiraan fee yang harus kami keluarkan apabila menggunakan jasa konsultan pajak untuk menangani proses banding tersebut.
3. Bagaimana kans kami atas banding tersebut.

Anto 2 Mei 2012 pukul 10.21

Menjawab pertanyaan Sdr. Doso Setiawan:

Banding harus diajukan ke Pengadilan Pajak secara tertulis menggunakan Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas. Surat banding ini harus diajukan paling lambat 3 bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima oleh Wajib Pajak yang akan mengajukan banding. Selain itu syarat untuk mengajukan banding adalah apabila jumlah pajak yang terutang yang tercantum dalam surat yang diajukan banding telah dibayar sebesar 50% (walaupun saat ini ada beberapa pendapat yang menyatakan ini tidak wajib sebagai akibat berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP, namun penulis menganggap pendapat tersebut keliru, karena UU tentang Pengadilan Pajak, UU No. 14 Tahun 2002, hingga saat ini masih belum diubah sehingga syarat pembayaran 50% ini masih berlaku).

Selanjutnya dalam proses banding akan dilakukan melalui sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim dengan menghadirkan Pemohon Banding (Wajib Pajak) dan Terbanding (Ditjen Pajak).

Dalam proses banding ini, Wajib Pajak (Pemohon Banding) dapat diwakili oleh seorang Kuasa Hukum khusus di Pengadilan Pajak. Kuasa Hukum di sini bukanlah lawyer/pengacara, namun harus seorang yang memiliki ijin khusus untuk beracara di Pengadilan Pajak dan telah memiliki sertifikasi sebagai konsultan pajak.

Mengenai kans atas kasus Anda ini, saya belum dapat pastikan karena belum melihat materi dari kasus yang disengketakan, namun jika melihat salah satu pokok sengketa yaitu mengenai koreksi atas PPN transaksi Murabahah, menurut saya ada dasar hukum yang cukup kuat yang menyatakan bahwa atas transaksi Murabahah ini Perusahaan Anda tidak harus membayar PPN.

Mengenai besarnya potensi dan peluang untuk memenangkan kasus Anda ini, mungkin dapat kita diskusikan secara tersendiri, melalui email. Silakan kirim email ke saya di: syafrianto@gmail.com . Di samping itu, besaran fee rata-rata di konsultan pajak yang saya ketahui akan saya sampaikan melalui email supaya lebih etis.

annisa anwar

saya membeli sebidang tanah seluas 84m2,dan di buatkan akte jual beli,dan sudah 8thn.tpi knapa di pbb masih atas nama pemilik pertama bukan atas nama saya?apa yg harus sya lakukan agar di pbb-nya bsa atas nama saya?mhon di bantu atas jawabannya saya ucapkan terima kasih

Anto 28 Mei 2012 pukul 11.24

Menjawab pertanyaan Sdri. Annisa Anwar:
Setelah terjadi transaksi jual beli objek tanah tersebut, maka Anda harus melakukan perubahan data atas objek PBB tersebut dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) ke Dinas Pelayanan Pajak Daerah setempat tempat objek tanah ini terdaftar.
Artikel mengenai ini dapat Anda baca di sini

Anonim

mohon tanya :
1. bila jasa catering 5.000.000 apakah dikenakan PPh 23 langsung 2% x 5.000.000 atau 100/110 x 5.000.000 x 2% ?
2. utk pemeliharaan mesin sebesar 7.000.000 yg sdh dipungut PPN sebesar 100/110 x 7.000.000 x 10% apakah PPh 23nya jg 2% x 7.000.000 atau 100/110 x 7.000.000 x 2%?
terima kasih banyak atas jawabannya.

Anonim

Siang pak,

Perusahaan saya menyewa apartemen & rumah (perorangan). berapa tarif pph 4(2) untuk apartemen & rumah yang pemiliknya perorangan?? dan bagaimana jika pemilik rumah tersebut tidak mau dipotong pph nya?

Terima kasih.

Anto 8 Juni 2012 pukul 17.17

Menjawab pertanyaan tanggal 5 Juni 2012:
PPh Pasal 23 atas Jasa lain sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menkeu Nomor 244/PMK.03/2008 adalah sebesar 2%(dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Jadi karena nilai dari jasa catering dan pemeliharaan mesin masing-masing sebesar Rp 5 juta dan Rp 7 juta tersebut adalah nilai bruto yang ditambah PPN, maka seharusnya PPh Pasal 23 adalah atas nilai DPP-nya saja dari jasa tersebut.

Menjawab pertanyaan tanggal 8 Juni 2012:
Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau bangunan (yaitu apartemen dan rumah) baik kepada badan maupun perorangan adalah sebesar 10% dari nilai sewa. Jika pihak pemilik rumah tidak mau dipotong PPh, maka Anda sebagai penyewa harus menanggung PPh ini. Sebagai solusi agar dapat dibiayakan dalam menghitung PPh Anda (badan/perorangan) sebagai deductible expense, maka nilai sewa ini harus di-gross up (termasuk nilai PPh).

ida

Dear Pak Syafrianto...

Bagaimana cara perhitungan PBBKB untuk distributor solar industri, apakah dari harga pokok beli ke pemilik BBM atau harga pokok jual ke konsumen?
Terima kasih.

Anonim

pak, jika dari bumn membelikan suatu properti dari suatu usaha yang tidak ada npwp, aspek pajaknya seperti apa,,
termakasih mohon dibales

Anto 6 Juli 2012 pukul 08.14

Menjawab pertanyaan Ida, 18 Juni 2012:
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 UU Nomor 28 Tahun 2009 ditegaskan bahwa: Dasar pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Lebih lanjut di Pasal 20 ditegaskan bahwa Besaran pokok Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.

Jadi penghitungan PBBKB yang harus disetorkan adalah tarif PBBKB dikalikan dengan Nilai Jual Bahan Bakar sebelum dikenakan PPN.

Menjawab pertanyaan tanggal 4 Juli 2012:
Dari pertanyaan ini saya menyimpulkan bahwa BUMN akan membeli properti (tanah dan/atau bangunan) dari pihak (orang pribadi atau badan) yang tidak memiliki NPWP. Aspek pajak yang timbul atas transaksi ini adalah pihak penerima penghasilan (pemilik properti) memperoleh penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2). BUMN sebagai pembayar penghasilan harus memotong PPh Pasal 4 ayat (2) ini dari penghasilan yang dibayarkan kepada pemilik properti tersebut sebenar 5% dari harga transaksi atau nilai NJOP mana yang tertinggi. Sedangkan atas BUMN akan terutang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)sebenar 5% dari harga transaksi/nilai yang tercantum dalam akta jual beli atau nilai NJOP mana yang tertinggi.

Unknown 30 Agustus 2012 pukul 09.58

Selamat siang,
Saya mau tanya mengenai masa berlaku permen no.85/PMK.03/2012 pasal 9 bahwa berlaku tanggal 1 Juli 2012.
Pertanyaannya apakah masa berlaku tersebut berdasarkan transaksi artinya transaksi mulai Juli, atau berdasarkan penerbitan faktur pajak artinya bisa saja transaksi bulan juni tapi Faktur diterbitkan bulan juli Permen sudah berlaku.

Anto 30 Agustus 2012 pukul 14.26

Menjawab pertanyaan Sdr. Hambas Basyor:
PMK 85/PMK.03/2012 ini berlaku untuk transaksi penyerahan atau pembayaran uang yang dilakukan mulai tanggal 1 Juli 2012.

Dalam ketentuan PPN Faktur Pajak harus dibuat bersamaan dengan saat terjadinya transaksi penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak. Apabila terjadi pembayaran yang didahului sebelum dilakukannya penyerahan, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat pembayaran uang tersebut. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan kembali pada Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.04/2012 ini.

Anonim

pak, saya ingin menanyakan mengenai kost, saya punya 50 kmr kost, dan selama ini saya membayarkan pph final.
tetapi belakangan ini kantor pajak daerah semangat sekali memaksa kami untuk membayarkan pajak hotel 10% dengan alasan pajak itu dibayarkan oleh penghuni, bukan oleh pemilik kost.
kami menggunakan npwp pribadi dengan perhitungan norma.
sebenarnya, apa yang harus kami bayarkan? karena penghuni menolak membayarkan pajak hotel dengan alasan tempat kami bukan hotel yang memberikan fasilitas seperti breakfast dan sebagaimana hotel seharusnya.
kami juga tidak pernah menyewakan kamar kurang dari 1 bulan.

terima kasih.

Anonim

mohon advice nya...

untuk transaksi penggunaan jasa email berbayar dari luar negeri apakah dikenakan pajak royalti...

berapakah tarif pajak royalti dengan negara irlandia (ireland).

terimakasih

Anto 7 Desember 2012 pukul 12.56

Menjawab pertanyaan tgl 30 Agustus 2012 ttg Pajak atas Sewa Kamar Kost:

Sebenarnya Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk memungut pajak daerah dengan jenis pajak sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 28 Tahun 2009. Sedangkan pada Pasal 2 ayat (3) UU ini ditegaskan bahwa Daerah dilarang memungut pajak selain jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) tersebut.
Jika kita cermati jenis pajak yang diatur dalam Pasal ini, hanya akan ditemukan bahwa jenis pajak yang berhubungan dengan sewa bangunan adalah jenis pajak hotel. Lebih lanjut dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2009 ini diatur bahwa Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang yang dimaksud adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel.

Sedangkan dalam Pasal 32 ayat (3) UU Nomor 28 Tahun 2009 disebutkan bahwa yang tidak termasuk objek Pajak Hotel adalah:
1.jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
2.jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
3.jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
4.jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan
5.jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.

Jadi jika mengacu kepada aturan yang telah saya uraikan tersebut di atas, maka seharusnya sewa kamar kost yang Anda kelola ini tidak memenuhi ketentuan UU Pajak Daerah tersebut sehingga seharusnya tidak dapat dipajaki. Namun kenyataannya di lapangan, beberapa pemerintah daerah (seperti di Tangerang) membuat peraturan daerah (perda) untuk memungut pajak daerah atas usaha sewa kost yang lebih dari 10 kamar. Dan dalam Perda tersebut, dasar hukum yang dijadikan sebagai acuan adalah UU No. 28 Tahun 2009 ini.


Menjawab pertanyaan tgl 9 November 2012:
Antara pemerintah Indonesia dengan Irlandia, sampai dengan saat ini tidak ada tax treaty. Sehingga apabila transaksi penyelenggaraan jasa email berbayar tersebut sebenarnya adalah merupakan pembayaran royalti (terdapat unsur "know how"), maka akan dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20%.

amir 18 Desember 2012 pukul 06.36

selamat pagi pak semoga Bapak selalu dalam keadaan sehat, Pak saya mau nanya untuk bulan Desember spt masa pph pasal 21 atau 26 formulir yg diisi yg mana aja pak? terima kasih

Anonim

selamt sore Pak. Ada yg ingin saya tanyakan ni, untuk pelaporan spt masa pasal 21 atau 26 Bulan Desember formulir yg harus diisi yg mana aja ya pak? terima kasih sebelunya saya ucapkan atas jawabannya.

Anto 20 Desember 2012 pukul 07.18

Menjawab pertanyaan tanggal 19 Desember 2012 tentang formulir SPT Masa PPh Pasal 21 yang mana saja yang harus dilaporkan pada bulan Desember, silakan baca artikelnya yang sudah pernah saya tulis di sini

Dwiki_Andika 5 Februari 2013 pukul 08.53

pak mau tanya tentang pajak
soal :
1. tindakan apa yang dilakukan oleh dirjen pajak ?
2.jika seorang wajib pajak tidak di ketahui lagi tempat tinggal nya ?
3.apakah spt masa pph pasal 4 ayat 2 itu ?
4.bagaimana menentukan besarnya cukai dalam sspcp ?
5.dalam formulir no 1770 kolom G lampiran berisi tentang
6.apa yang dimaksud dengan tarif progroressif ?
7.sanksi apa yang di berikan jika terjadi pelanggaran oleh wajib pajak ?
8.bagaimana cara menghitung besarnya pajak pabean ?
9.berapah tarif yang dikenakan untuk pembayaran pajak di bank presepsi atau kantor pos presepsi ?
tolong jawab yah pak , soal nya limit nya besok pak , tolong di bantu yah , saya bingung banget itu soalnya pak , terima kasih

Anto 7 Februari 2013 pukul 18.01

Sdr. DwikiAndika,

Pertanyaan Anda ini sangat absurb, bahkan beberapa pertanyaan juga tidak jelas apa yang ditanyakan. Mungkin Anda harus menanyakan lebih lanjut maksud dari pertanyaan tersebut. Jawaban ini sebenarnya sudah ada di Buku Perpajakan yang mungkin Anda pelajari di Sekolah atau Perguruan Tinggi. Secara umum yang dapat saya jawab adalah:
1. Maksud tindakan ini apa? Jika yg dimaksud maksud tindakan dalam mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, adalah melakukan penelitian, pengawasan, pemeriksaan, penagihan hingga kegiatan penyidikan terhadap Wajib Pajak.

2. Apa kaitan pertanyannya dengan Wajib Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya? kaitan dengan registrasi ulang PKP? pengiriman surat tagihan? pemeriksaan? atau apa?

3. SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) adalah Sarana yang digunakan untuk melaporkan objek pemungutan PPh yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh dan merupakan penghasilan yang bersifat final.

4. Besarnya cukai ditentukan dari besarnya nilai dasar pengenaan dikalikan dengan tarif cukai.

5. Silakan cek sendiri di formulir SPT Induk (halaman pertama) ada poin a s.d. j antara lain, surat kuasa, SSP, Laporan Keuangan, perhitungan kompensasi kerugian, bukti potong, 1721-A1 dsb..

6. tarif yang dikenakan secara bertingkat dengan semakin besarnya penghasilan maka tarifnya akan semakin tinggi.

7. sanksi administrasi dan sanksi pidana

8. besarnya nilai dasar pengenaan dikalikan dengan tarif pabean (apakah bea atau cukai)

9. tarifnya bermacam-macam sesuai dengan tarif masing-masing jenis pajak yang akan disetorkan.

Anonim

mohon penjelasannya pak,
sy seorang ibu rumahtangga baru diterima bekerja sebagai karyawan kontrak setahun sejak tgl 5 januari 2013 lalu dan menerima kartu npwp awal februari 2013. sebelumnya kami suami istri dengan 3 anak balita tidak bekerja dan tinggal dan dibiayai orangtua jadi tidak ada penghasilan sama sekali.apakah saya wajib mengisi dan melaporkan SPT tahunan pada maret 2013 ini? dan tahun pajak kapan yang harus saya laporkan?
terima kasih pak

Anto 27 Februari 2013 pukul 18.12

Menjawab Pertanyaan tgl 25 Feb 2013:
Apabila Anda baru terdaftar NPWP pada awal Februari 2013 dan baru memperoleh penghasilan pada tanggal 5 Januari 2013 dimana sebelumnya tidak menerima penghasilan sama sekali, maka kewajiban perpajakan NPWP Anda memang benar baru dimulai pada tahun 2013 ini. Oleh sebab itu, untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2012 yang disampaikan paling lambat tanggal 31 Maret 2013 ini tidak perlu Anda sampaikan karena Anda belum memiliki kewajibannya.

Anonim

mas, saya mau tanya nich,
Dalam kondisi apa keberatan SURAT KETETAPAN PAJAK dapat dilakukan??
tlg krim ke email saya ya mas jawabannya!!!!
ni email : ardi.wiriyanto@yahoo.com

Unknown 4 Maret 2013 pukul 14.41

saya adalah pemborong bangunan pada suatu perusahaan, karena saya adalah PKP dengan peredaran omzet melebihi 600jt maka saya dianjurkan untuk memiliki NPWP dan PKP. kemudian saya harus menerbitkan faktur sebesar 10% dari nilai kontrak. jika saya sudah memiliki NPWP/PKP apakah saya bisa berhenti sebagai PKP/NPWP karena kontrak sudah selesai sehingga tiap bulan saya tidak perlu lagi melakuka pelaporan??

Tolong yaaahhh :)

Anto 5 Maret 2013 pukul 20.27

Menjawab pertanyaan Ardi Wiriyanto:
Ketentuan mengenai pengajuan keberatan diatur dalam Pasal 25 UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP).

Keberatan dapat diajukan dalam hal masih dalam batas waktu 3 bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak yang diajukan keberatan. Terhadap SKP yang diajukan keberatan tersebut, belum diajukan upaya hukum lainnya, misalnya diajukan pengurangan sanksi atau penghapusan sesuai dengan ketentuan Pasal 36 UU KUP.

Persyaratan pengajuan keberatan dapat dibaca di Pasal 25 UU KUP tersebut.

Menjawab pertanyaan Mira Amira:
NPWP dapat dihapuskan untuk WP Badan, adalah apabila badan tersebut telah dibubarkan (likuidasi) atau tidak lagi berusaha di Indonesia. Untuk WP Orang Pribadi, NPWP dapat dihapuskan apabila orang pribadi tersebut telah meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Sedangkan PKP dapat dicabut, apabila seorang pengusaha tidak lagi memenuhi kewajiban PPN (dalam arti bahwa tidak lagi ada penyerahan barang atau jasa yang terutang PPN).

Jadi untuk kasus Anda, apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut, maka NPWP atau PKP tersebut dapat dihapuskan/dicabut.

teddie 22 April 2013 pukul 19.15

selamat pak anto,

mau tanya apakah hewan peliharaan, dapat dijadikan aktiva tetap perusahaan, termasuk kelompok yg mana? terima kasih

Anonim

apakah ketika tidak ada hutang psl 21, WP tetap wajib lapor SPT ?

yati 3 Mei 2013 pukul 15.54

pak mohon solusinya.
kerana kelalaian, saya menghitung pph 21 bulan maret 2013 menggunakan ptkp tahun lalu, sehingga pajak yang dibayarkan lebih besar, apakah itu fatal pak?

Anonim

saya sudah ada NPWP tapi belum ada kartunya nah bagaimana kita bs mendapatkan kartunya? apakah bs kita mendapatkan kartunya di seluruh kantor pajak di indonesia......kartu pendaftaran kmaren dari instansi PLN mungkin pedaftarannya dari Kota Medan karena waktu itu saya dinas di Medan sekarang saya dinas dikota yang berbeda....apa bs kartu NPWP diambil di kota sekarang saya bertugas.........

Anto 13 Mei 2013 pukul 08.22

Menjawab pertanyaan Sdr. teddie (5 Maret 2013):
Sebenarnya pertanyaan ini kaitannya adalah dengan perlakuan akuntansi karena di perpajakan, cenderung mengikuti ketentuan akuntansi (PSAK). Dalam ketentuan akuntansi, hewan peliharaan bagi badan usaha yang memang menjalankan usahanya dalam hal perdagangan hewan peliharaan tersebut, maka akan dikategorikan sebagai inventori. Sedangkan apabila hewan tersebut memiliki nilai intangible dan lebih cenderung dikategorikan sebagai intangible asset (misalkan hewan yang merupakan maskot dari badan usahanya), kemungkinan dapat dikategorikan sebagai aktiva. Namun untuk tujuan perpajakan, hanya hewan dagangan yang dikategorikan sebagai inventori yang dapat diakui secara perpajakan. Sedangkan hewan yang diakui sebagai aktiva dan pembebanannya melalui penyusutan, selama ini tidak diakomodasi dalam ketentuan perpajakan.

Menjawab pertanyaan tgl 22 April 2013:
Walaupun pada suatu masa tidak terdapat transaksi pembayaran biaya yang menjadi objek PPh Pasal 21/26, namun WP tetap wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (dengan laporan Nihil).

Menjawab pertanyaan Sdri. Yati tgl 2 Mei 2013:
Akibat kesalahan dalam menghitung PPh Pasal 21 karena masih menggunakan PTKP lama, maka Anda harus membetulkan SPT Masa yang salah tersebut. Akibat pembetulan tersebut kemungkinan akan mengakibatkan terjadinya kelebihan bayar PPh Pasal 21. Atas kelebihan bayar PPh Pasal 21 ini dapat Anda perhitungkan (kompensasikan) dengan kekurangan bayar PPh Pasal 21 masa-masa selanjutnya.

Menjawab pertanyaan tgl 7 Mei 2013:
Sesuai ketentuan, untuk mendapatkan kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) haruslah ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar. Namun apabila Anda hanya ingin mendapatkan kartu NPWP-nya saja, Anda dapat mengajukan permohonan untuk mencetakkan kembali kartu NPWP di Kantor Pelayanan Pajak atau pojok pajak terdekat dengan membawa bukti identitas diri untuk pendaftaran dan Nomor dari NPWP Anda.

bogelsotoi 3 September 2013 pukul 01.50

saya Amir ada beberapa hal yg ingin saya tanyakan berhubungan dengan terbitnya PP Nomor 46 Tahun 2013.
1. Besarnya PPh final 1% untuk wp orang prbadi apakah dihitung berdasarkan omzet tiap bulannya ? jika ya, dihitung mulai bulan berapa?
2. Penyetoran dan pelaporan PPh final 1% dilakukan mulai bulan berapa?
3. Orang tua saya mendapatkan penghasilan hanya dari usaha penginapan yg dimilikinya, yg menjadi pertanyaan saya apakah setelah menyetorkan PPh final 1% orangtua saya harus menyetorkan PPh pasal 25 lagi ? sebagaimana yg dilakukan orangtua saya tiap bulannya.
4.Saya sudah melakukan pembayaran PPh pasal 25 untuk bulan Juli pada tgl 16 agustus 2013 sementara surat pemberitahuan PPh final 1% yg dikirim oleh petugas KPP tempat saya membayar pajak, baru saya terima tgl 28 agustus 2013. Bagaimana dengan PPh bulan Juli 2013 yg sudah saya bayarkan dan bagaimana pembayaran PPh final 1% nya apakah bisa saya bayarkan pada bulan September bersamaan dgn pembayaran PPh final 1% untuk bulan Agustus?
5. Bagaimana dengan pelaporan spt tahunan nanti, formulir mana saja yg harus diisi dan apa2 saja yg harus dilaporkan?
6. Adakah perubahan dalam pelaporan spt masa pajak penghasilan psl 21 dan/atau psl 26 ?

terimakasih saya ucapkan atas jawaban yg diberikan.

Anto 3 September 2013 pukul 08.32

Menjawab pertanyaan Amir:
Jawabannya silakan dibaca DI SINI.
Sedangkan jawaban atas pertanyaan tentang PPh Pasal 25 masa Juli yang sudah terlanjur disetor, Anda dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan (Pbk) dari setoran PPh Pasal 25 ke setoran PPh Final 1%. Apabila Pbk ini masih kurang untuk melunasi PPh Final 1%, maka sisa kekurangannya Anda setorkan lagi dengan menggunakan SSP.

Penjelasan tentang Pbk dapat dibaca DI SINI

barokah_group 5 September 2013 pukul 16.55

selamat sore P Syafri, saya ingin konsultasi.
saya punya usaha toko roti, dan melayani pesanan snack untuk kantor, sekolahan. Sudah punya NPWP. dalam prakteknya banyak kantor/ sekolahan yang minta untuk diberikan Nota Kosongan, dan minta Nomor NPWP. Pertanyaan saya apakah ada resiko di belakang hari yang berkaitan dengan pajak? (misalnya tiba tiba ada tagihan di akhir tahun).
Soalnya memang di lapangan praktek Mark up adalah hal biasa untuk membuat laporan keuangan.
Mohon solusi supaya usaha kami bisa jalan baik, dan tidak kena tagihan pajak diluar dugaan kami.
terima kasih bantuannya bapak.

Anto 6 September 2013 pukul 13.18

Menjawab pertanyaan Barokah Group:
Secara pribadi saya sangat tidak setuju dengan tindakan Anda untuk memberikan nota kosong kepada pihak pembeli. Tindakan ini justru termasuk sebagai membantu pihak lain untuk melakukan korupsi dan ini akan dijerat dengan sanksi pidana.

Di lain pihak, Anda juga akan dirugikan karena apabila pihak pembeli (dalam hal ini instansi pemerintah atau perusahaan) nantinya membuat nilai belinya dengan nilai yang di mark up, dan data ini mereka laporkan pemungutan pajaknya (jika instansi pemerintah, mereka harus potong PPh Pasal 22), maka data ini akan dapat di-cross check ke pelaporan perpajakan Anda, maka akan berbeda dan akan ditemukan bahwa penjualan Anda kurang dilaporkan.

Jadi sebaiknya Anda berikan nota yang sudah Anda isikan dengan nilai penjualan yang sebenarnya.

«Terlama ‹Lebih tua   1 – 200 dari 313   Lebih baru› Terbaru»

Posting Komentar