..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Selasa, 26 November 2019

Pernyataan Pers Menteri Keuangan tentang Proses RUU Omnibus Perpajakan

Pada tanggal 22 November 2019 bertempat di Kantor Presiden RI telah diselenggarakan Rapat Terbatas Kebijakan Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Dalam Rapat Terbatas ini telah dibahas mengenai perkembangan proses Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Perpajakan yang sebelumnya telah diminta oleh Presiden Jokowi. Setelah Rapat Terbatas tersebut, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan pernyataan pers kepada para wartawan yang meliput.

Pada intinya pernyataan pers yang disampaikan oleh Menteri Keuangan ini menjelaskan mengenai RUU Omnibus Perpajakan, bahwa: RUU Omnibus Perpajakan ini adalah amandemen Undang-Undang yang terkait dengan ketentuan perpajakan dan perekonomian yang sebelum diatur dalam UU PPh, UU PPN, UU KUP, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan UU lainnya yang berpengaruh atau dipengaruhi RUU Omnibus Perpajakan ini. Hal yang diatur dalam RUU Omnibus Perpajakan akan terdiri dari 6 kelompok, yaitu:
  1. Hal yang akan diatur RUU Omnibus Perpajakan ini adalah penurunan tarif PPh Badan dari yang berlaku saat ini sebesar 25% menjadi 22% dan 20%, 22% untuk periode 2021-2022. Selain itu juga diatur khusus tarif PPh Badan untuk perusahaan yang go public.
  2. Penurunan tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan bunga yang diterima oleh Subjek Pajak Luar Negeri yang dapat diturunkan lebih rendah dari tarif pajak 20% yang selama ini berlaku, dengan diatur dalam peraturan pemerintah.
  3. Perubahan sistem pemajakan bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari Luar Negeri, yang selama ini menganut prinsip world wide income yang akan diubah menjadi prinsip territori, untuk penghasilan baik dalam bentuk dividen maupun penghasilan setelah pajak dari usahanya. Prinsip Territori ini juga akan diterapkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan Warga Negera Asing yang menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri yang memperoleh penghasilan di Indonesia serta bagi Warga Negara Indonesia yang telah berada di Luar Negeri lebih dari 183 hari.
  4. Akan diatur juga mengenai hak untuk mengkreditkan Pajak Masukan, terutama bagi Pengusaha Kena Pajak, terutama Pengusaha Kena Pajak yang memperoleh barang ataupun jasa namun dari pihak yang bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak.
  5. Mengubah ketentuan pengenaan sanksi administrasi atas bunga keterlambatan penyetoran pajak yang sebelumnya 2% menjadi lebih rendah.
  6. Mengubah ketentuam mengenai pemberian imbalan bunga oleh Pemerintah.
  7. Mengatur pemajakan atas transaksi perdagangan dengan sistem elektronik (e-commerce).
  8. Melakukan pengaturan kembali atas peraturan terkait pajak daerah
  9. Mengatur mengenai fasilitas-fasilitas perpajakan.
Berikut ini adalah video Pernyataan Pers Menteri Keuangan.

Berikut ini adalah transkrip dari pernyataan pers Menteri Keuangan tersebut.

Pernyataan Pers Menteri Keuangan RI
Rapat Terbatas Kebijakan Perpajakan Untuk Penguatan Perekonomian Kantor Presiden RI, 22 November 2019

Assalamualaikum wr. wb.

Telah dibahas dalam ratas tadi mengenai RUU Omnibus Perpajakan. Seperti diketahui bahwa Bapak Presiden meminta Kabinet (Indonesia Maju) untuk membuat peraturan perundang-undangan di dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan peranan UMKM, dan bagaimana meningkatkan investasi di dalam rangka meningkatkan penciptaan kesempatan kerja di Indonesia. Salah satunya yang ada di dalam kelompok perpajakan akan menjadi Omnibus tersendiri, kita sekarang menyampaikan kepada Bapak Presiden dalam sidang kabinet tadi RUU mengenai Omnibus Perpajakan.
  1. Pada dasarnya untuk penyusunan RUU ini terdiri dari 6 (enam) kelompok isu yang akan disampaikan untuk meningkatkan kemampuan perekonomian Indonesia dalam menciptakan kesempatan kerja. Dan menyangkut tentang UU PPh, UU PPN, UU KUP, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta UU lainnya yang berpengaruh atau dipengaruhi oleh UU ini.
  2. Yang kesatu, kelompok pertama adalah mengenai Tarif Pajak Badan. Kita akan menurunkan, seperti disampaikan di sidang kabinet sebelumnya, PPh Badan dari saat ini 25% menjadi 22% dan 20%, 22% untuk periode 2021-2022, dan untuk periode 2023 akan menjadi 20%. Kita juga akan menurunkan untuk Pajak Badan yang akan melakukan go public dengan pengurangan Tarif PPh-nya 3% lagi di bawah tarif penurunan yang saya sebutkan tadi, hanya untuk yang go public yang baru selama 5 tahun sesudah mereka go public. Dengan demikian untuk yang go public, PPh-nya akan turun dari 22% menjadi 19% dan yang go public nanti di tahun 2023, mereka akan turun dari 20% menjadi 17%, karena turun 3% di bawah tarif normal. Kemudian kita juga akan membuat penurunan tarif atau pembebasan Tarif PPh Dividen dalam negeri, dalam hal ini dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi akan dibebaskan dan nanti akan kita atur lebih lanjut di dalam peraturan pemerintah di bawahnya.
  3. Untuk kelompok yang kedua adalah menyesuaikan Tarif PPh Pasal 26 atas bunga. Ini dalam rangka tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan bunga dari dalam negeri yang selama ini diterima oleh subjek pajak luar negeri, yang dapat diturunkan lebih rendah dari tarif pajak 20% yang selama ini berlaku, dengan diatur dalam peraturan pemerintah.
  4. Di dalam RUU Omnibus ini, kita juga akan mengatur sistem territori di dalam rangka untuk penghasilan yang diperoleh dari luar negeri, yaitu untuk Wajib Pajak yang penghasilannya dari luar negeri baik dalam bentuk dividen maupun penghasilan setelah pajak dari usahanya, badan usaha tetapnya di luar negeri, dividen tersebut tidak dikenakan pajak di Indonesia, apabila diinvestasikan di Indonesia, yang berasal dari perusahaan baik yang listed maupun nonlisted. Ini nanti akan dijelaskan lebih jelas oleh Pak Suryo mengenai sistem territorial ini, terutama mengenai prosentase berapa yang merupakan berapa pajak yang ditahan dan berapa banyak pajak yang merupakan dividen. Untuk sistem territori yang kedua, terutama untuk penghasilan tertentu dari luar negeri, yaitu dari Warga Negara Asing yang merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri yang selama ini mereka mendapatkan posisi sebagai dual residence. Jadi, orang asing namun dia tinggal di Indonesia, maka yang dipajaki atau yang objek pembayaran pajaknya hanya PPh yang berasal dari penghasilan yang dari Indonesia saja, kita tidak meminta penghasilan mereka yang berasal dari luar territori Indonesia. Kemudian, dalam omnibus ini juga akan diatur mengenai Subjek Pajak Orang Pribadi, terutama yang selama ini cut off harinya 183 hari, apakah bertempat tinggal di Indonesia maupun di luar Indonesia. Untuk Warga Negara Indonesia yang tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 hari, selama ini mereka dianggap masih sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri karena dia orang Indonesia walaupun dia sudah tinggal di luar negeri, bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari, lebih dari 6 bulan, mereka masih dianggap sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri. Dan, oleh karena itu, dia dikenakan PPh untuk pajak dalam negeri kita. Sekarang dalam RUU ini, Subjek Pajak Dalam Negerinya bisa dikecualikan apabila mereka memenuhi persyaratan tertentu sehingga mereka bisa dianggap sebagai subjek pajak luar negeri. Dan, PPh yang diperoleh dari atas penghasilan dari Indonesia, dikenakan mekanisme pemotongan Pasal 26, namun untuk penghasilan yang berasal dari luar Indonesia itu adalah subjek pajak di luar negeri, karena sudah lebih dari 183 hari. Untuk Warga Negara Asing yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari, selama ini begitu dia tinggal di Indonesia lebih dari 6 bulan, dia otomatis menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri. Kita juga akan melakukan hal yang sama, namun pajak yang dibayar oleh Warga Negara Asing di dalam negeri adalah hanya atas penghasilan yang diperoleh di Indonesia saja.
  5. Bagian lain dari RUU ini juga mengatur mengenai hak untuk mengkreditkan Pajak Masukan, terutama bagi Pengusaha Kena Pajak. Ini terutama Pengusaha Kena Pajak yang memperoleh barang ataupun jasa namun dari pihak yang bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak, selama ini mereka tidak bisa melakukan pengkreditan. Di dalam UU ini, nanti RUU ini kita mengusulkan agar mereka tetap bisa mengkreditkan pajak masukan tersebut, maksimal 80%. Ini yang merupakan bagi kita suatu yang baru, sehingga merupakan suatu insentif dan kemudahan bagi para pengusaha yang selama ini memiliki barang dan jasa yang berasal dari perusahaan yang belum merupakan Pengusaha Kena Pajak atau bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak. Ini juga termasuk untuk Pajak-Pajak Masukan dari SPT yang ditemukan pada saat pemeriksaan dan mereka tidak bisa lagi mengidentifikasi dari mana perusahaan yang dia peroleh atau pembelian barang- barang tersebut dari perusahaan yang dia peroleh.
  6. Untuk bagian yang keenam, adalah mengenai sanksi. Di dalam RUU ini kami mengusulkan bahwa sanksi administrasi bagi pelanggaran pajak yang selama ini dihitung berdasarkan flat rate yaitu 2% per bulan, kita akan mengubah berdasarkan tarif bunga yang berjalan saat ini dibagi berapa lama mereka, dengan tentu saja memberikan perhatian bahwa sanksi tersebut adalah dianggap adil karena sesuai dengan tingkat bunga yang berlaku, selama ini dengan suku bunga yang rendah tentu akan memberikan keuntungan bagi mereka untuk bisa comply lebih baik. Tujuannya adalah untuk para Wajib Pajak untuk dapat meningkatkan compliance- nya dan mereka bisa menghitung sanksi administrasinya secara lebih rasional. Dan oleh karena itu, kemudian bisa menciptakan struktur compliance yang lebih baik.
  7. Bagian yang ketujuh adalah mengenai pengaturan ulang dari sanksi di mana pemerintah mengambil dan oleh karena itu, kita harus memberikan kompensasi imbalan bunga yang akan dibayarkan oleh pemerintah juga akan mengikuti suku bunga yang berlaku. Jadi tidak lagi mengikuti 2% per bulan maksimum 24 bulan seperti yang selama ini diadopt dalam RUU KUP kita.
  8. Kemudian, untuk bidang yang berhubungan dengan pemajakan atas perdagangan dengan sistem elektronik, di dalam RUU ini kita akan menyampaikan bahwa subjek pajak luar negeri seperti NETFLIX dan yang lain-lain, yang selama ini merupakan subjek pajak luar negeri dapat memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN- nya. Jadi walaupun mereka tidak beroperasi, tidak berada di Indonesia namun ia memiliki aktivitas yang menghasilkan pendapatan dari Indonesia, mereka tetap bisa dan menjadi subjek pajak luar negeri yang memiliki kewenangan untuk memungut, dan kemudian menyetor dan melaporkan kepada otoritas pajak di sini. Ini dilakukan dalam rangka untuk menghindari transaksi-transaksi elektronik yang selama ini tidak (dikenakan PPN), karena keberadaannya di Indonesia, dari sisi badan usaha tersebut kita memiliki kesulitan untuk memungut pajaknya. Kemudian, untuk pengenaan Pajak Penghasilan atau Pajak Transaksi Elektronik yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri ini, maka diatur ketentuan sebagai BUT yang berdasarkan sumber penerimaan pajak di sini atau disebut sebagai economic presence-nya bukan berasal dari sisi tempat mereka atau phisycal presence-nya. Jadi, walaupun mereka tidak secara fisik ada di sini namun karena kegiatannya menghasilkan nilai ekonomi, itulah yang diatur sebagai basis perpajakannya dan dalam hal ini akan diatur dalam peraturan pemerintah.
  9. Terakhir di dalam, adalah mengenai rasionalisasi pajak daerah. Ini tujuannya adalah untuk mengatur kembali yang selama ini kewenangan Pemerintah Pusat untuk menetapkan tarif pajak daerah secara nasional, maka akan ditegaskan dalam RUU ini dan ditegaskan bahwa pengaturannya melalui peraturan presiden dan tentu nanti kita akan berkonsultasi dengan asosiasi pemerintah daerah di dalam rangka untuk mengatur agar kemampuan daerah untuk mengumpulkan pajak asli daerahnya, penerimaan asli daerahnya tetap bisa baik namun tetap sejalan dengan kebijakan Pemerintah Pusat untuk menciptakan lingkungan usaha dan penciptaan kesempatan kerja serta investasi yang baik. Ini yang akan kita terus formulasikan, termasuk bagaimana agar Pemerintah Daerah dapat memajukan untuk perbaikan peraturan daerahnya secara lebih cepat melalui Peraturan Kepala Daerah.
  10. Terakhir, di dalam RUU ini adalah mengumpulkan seluruh fasilitas-faslitas perpajakan di dalam satu bagian, termasuk pengurangan dan pembebasan pajak seperti pajak PPh, Tax Holiday, Super Deduction untuk vokasi dan research and development, dan juga perusahaan yang melakukan penanaman modal untuk kegiatan padat karya. Kita juga juga, fasilitas PPh untuk Kawasan Eknomi Khusus dan juga pengurangan dan pembebasan pajak daerah itu akan diatur di dalam kelompok ini. Kita juga akan mengatur PPh untuk surat berharga nasional yang diedarkan di pasar internasional. Ini semuanya tujuannya adalah untuk memberikan landasan hukum dari pemberian berbagai fasilitas agar landasan itu menjadi lebih tegas dan kuat sehingga kita bisa melaksanakan policy-policy perpajakan di dalam mendorong penciptaan kesempatan kerja. Mungkin demikian yang bisa kita sampaikan, silakan jika ada pertanyaan. Untuk timeline selanjutnya, di dalam sidang kabinet ini kami akan merumuskan secara final.

0 Comments

Posting Komentar