Selama ini Pemerintah telah menunjuk badan-badan tertentu untuk melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas kegiatan di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lain. Pemungutan PPh Pasal 22 ini dilakukan untuk setiap kegiatan impor barang, pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah, penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, penjualan hasil produksi oleh badan usaha di bidang industri semen, kertas, baja, otomotif, dan pedagang pengumpul.
Saat ini Pemerintah melalui Menteri Keuangan menunjuk satu Wajib Pajak baru sebagai pemungut PPh Pasal 22, yaitu Wajib Pajak yang bergerak di bidang Industri Farmasi. Penunjukan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.011/2012 tanggal 26 Desember 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.011/2012 ini mulai diberlakukan 60 hari terhitung sejak tanggal diundangkannya, tanggal 26 Desember 2012. Berarti peraturan ini mulai berlaku tanggal 23 Februari 2013. Salah satu perubahan signifikan dalam peraturan ini adalah menunjuk pemungut PPh Pasal 22 yang baru yaitu untuk transaksi penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri farmasi dengan PPh Pasal 22 terutang atas penjualan semua jenis obat dengan tarif sebesar 0,3% dari dasar pengenaan PPN.
Di samping itu, untuk kegiatan penjualan hasil produksi yang dilakukan badan usaha bidang industri semen, kertas, baja dan otomotif, ada tambahan kata “atas penjualan hasil produksi kepada distributor” sehingga dalam aturan baru ini pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi.
Selain itu, pihak BUMN kembali ditunjuk untuk melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha. BUMN yang ditunjuk adalah PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero), dan bank-bank BUMN.
Pemungutan PPh Pasal 22 yang baru juga berlaku terhadap kegiatan penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas kepada pihak selain SPBU Pertamina dan SPBU non Pertamina, yang selama ini tidak diatur. Besarnya PPh Pasal 22 atas kegiatan ini adalah sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN.
Untuk penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri, ada juga tambahan aturan untuk pemungutan PPh Pasal 22 yaitu atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor sebesar 0,45% dari dasar pengenaan PPN.
Saat ini Pemerintah melalui Menteri Keuangan menunjuk satu Wajib Pajak baru sebagai pemungut PPh Pasal 22, yaitu Wajib Pajak yang bergerak di bidang Industri Farmasi. Penunjukan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.011/2012 tanggal 26 Desember 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.011/2012 ini mulai diberlakukan 60 hari terhitung sejak tanggal diundangkannya, tanggal 26 Desember 2012. Berarti peraturan ini mulai berlaku tanggal 23 Februari 2013. Salah satu perubahan signifikan dalam peraturan ini adalah menunjuk pemungut PPh Pasal 22 yang baru yaitu untuk transaksi penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri farmasi dengan PPh Pasal 22 terutang atas penjualan semua jenis obat dengan tarif sebesar 0,3% dari dasar pengenaan PPN.
Di samping itu, untuk kegiatan penjualan hasil produksi yang dilakukan badan usaha bidang industri semen, kertas, baja dan otomotif, ada tambahan kata “atas penjualan hasil produksi kepada distributor” sehingga dalam aturan baru ini pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi.
Selain itu, pihak BUMN kembali ditunjuk untuk melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha. BUMN yang ditunjuk adalah PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero), dan bank-bank BUMN.
Pemungutan PPh Pasal 22 yang baru juga berlaku terhadap kegiatan penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas kepada pihak selain SPBU Pertamina dan SPBU non Pertamina, yang selama ini tidak diatur. Besarnya PPh Pasal 22 atas kegiatan ini adalah sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN.
Untuk penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri, ada juga tambahan aturan untuk pemungutan PPh Pasal 22 yaitu atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor sebesar 0,45% dari dasar pengenaan PPN.
0 Comments
Posting Komentar