Kacang kedelai adalah merupakan salah satu bahan yang menjadi kebutuhan pokok rakyat Indonesia. Banyak sekali makanan yang dibuat dari kacang kedelai ini, sebut saja tahu, tempe, oncom, kecap, tauco sampai dengan susu kacang kedelai. Saat ini makanan yang telah disebutkan ini sudah tidak dapat lepas dari kebutuhan makan sehari-hari rakyat Indonesia. Bisa dibayangkan bahwa seandainya tidak ada tahu, tempe atau kecap, tentunya makanan yang kita santap serasa ada yang kurang.
Dalam ketentuan pajak khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), atas setiap transaksi penyerahan barang yang menyebabkan adanya pertambahan nilai dari barang yang diserahkan tersebut akan terutang PPN. Pada prinsipnya PPN ini dikenakan untuk mengendalikan perekonomian di negara kita sehingga rakyat tidak akan terlalu konsumtif dalam mengkonsumsi suatu barang (fungsi regulerend).
Lalu bagaimanakah perlakuan PPN atas penyerahan kacang kedelai yang saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok dari sebagian besar rakyat Indonesia? Berikut ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai perlakuan PPN serta Bea Masuk (BM) atas penyerahan kacang kedelai.
KETENTUAN PPN
Pasal 4A ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2000 menegaskan bahwa: Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut: barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Dalam Penjelasan ayat ini ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam ayat ini adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.
Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 1 huruf b PP Nomor 144 Tahun 2000 disebutkan bahwa: Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah: Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Pada Pasal 3 huruf e PP Nomor 144 Tahun 2000 ini menyebutkan bahwa Jenis barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah kedelai.
Kemudian dalam Pasal 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-68/PJ./2002 tanggal 4 Februari 2002 menyebutkan bahwa atas impor dan atau penyerahan barang-barang kebutuhan pokok sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653/KMK.03/2001, berupa beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Kedelai yang dimaksud dalam Pasal 1 KEP-68/PJ./2002 ini adalah Kedelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning atau kedelai hitam, sepanjang berbentuk sebagaimana dimaksud dalam huruf d Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653/KMK.03/2001. Pada huruf d Lampiran 653/KMK.03/2001 menyebutkan bahwa kedelai yang dimaksud adalah kacang kedelai (pecah atau utuh) kuning (dengan kode HS 1201.00.100) dan lain-lain (dengan kode HS 1201.00.900).
Akibat adanya pertanyaan dari masyarakat, maka Direktur PPN dan PTLL Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan surat penjelasan mengenai perlakuan PPN atas impor kedelai melalui surat S-749/PJ.52/2002 tanggal 26 Juli 2002. Dalam surat penjelasan ini, landasan hukum yang dipergunakan adalah:
Ketentuan PPN Yang Terbaru
Seiring dengan semakin berkembangnya bentuk transaksi perekonomian, maka pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) mengubah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 yang telah berlaku selama 10 tahun. Dalam UU PPN yang baru ini, jenis barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN lebih ditegaskan.
Perlakuan PPN atas penyerahan kacang kedelai masih tetap sama seperti yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2000. Dalam Pasal 4A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menegaskan jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok: barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Dalam Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 ditegaskan bahwa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:
KETENTUAN BEA MASUK
Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.011/2008 ditegaskan bahwa atas impor kacang kedelai (Pos Tarif 1201.00.90.00), dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol perseratus). Ketentuan ini berlaku mulai 18 Januari 2008 s.d. 22 Desember 2010 (PMK 241/PMK.011/2010).
Menurut Lampiran I PMK 13/PMK.011.2011 disebutkan bahwa kacang kedelai (pecah maupun tidak), bungkil dan residu padat lainnya, dihancurkan maupun tidak atau berbentuk pellet, hasil dari ekstraksi minyak kacang kedelai, terutang BM 0% (80/PMK.011/2011).
KETENTUAN PELAPORAN SPT MASA PPN
Atas penyerahan Barang yang tidak terutang PPN, PKP tidak memiliki kewajiban untuk memungut PPN dan tidak perlu dibuatkan Faktur Pajak. Kewajiban dari PKP atas penyerahan yang tidak terutang PPN ini hanyalah melaporkan jumlah penyerahannya (Dasar Pengenaan Pajak/DPP) pada induk SPT Masa PPN (Form 1111) Bagian I huruf B yaitu “Penyerahan Barang dan Jasa Tidak Terutang PPN”.
Baca Artikel Terkait:
Putusan Mahkamah Agung Menyebabkan Produk Pertanian “Menjadi” Kena PPN
c)syafrianto.blogspot.com 08122011
Dalam ketentuan pajak khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), atas setiap transaksi penyerahan barang yang menyebabkan adanya pertambahan nilai dari barang yang diserahkan tersebut akan terutang PPN. Pada prinsipnya PPN ini dikenakan untuk mengendalikan perekonomian di negara kita sehingga rakyat tidak akan terlalu konsumtif dalam mengkonsumsi suatu barang (fungsi regulerend).
Lalu bagaimanakah perlakuan PPN atas penyerahan kacang kedelai yang saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok dari sebagian besar rakyat Indonesia? Berikut ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai perlakuan PPN serta Bea Masuk (BM) atas penyerahan kacang kedelai.
KETENTUAN PPN
Pasal 4A ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2000 menegaskan bahwa: Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut: barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Dalam Penjelasan ayat ini ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam ayat ini adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.
Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 1 huruf b PP Nomor 144 Tahun 2000 disebutkan bahwa: Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah: Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Pada Pasal 3 huruf e PP Nomor 144 Tahun 2000 ini menyebutkan bahwa Jenis barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah kedelai.
Kemudian dalam Pasal 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-68/PJ./2002 tanggal 4 Februari 2002 menyebutkan bahwa atas impor dan atau penyerahan barang-barang kebutuhan pokok sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653/KMK.03/2001, berupa beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Kedelai yang dimaksud dalam Pasal 1 KEP-68/PJ./2002 ini adalah Kedelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning atau kedelai hitam, sepanjang berbentuk sebagaimana dimaksud dalam huruf d Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653/KMK.03/2001. Pada huruf d Lampiran 653/KMK.03/2001 menyebutkan bahwa kedelai yang dimaksud adalah kacang kedelai (pecah atau utuh) kuning (dengan kode HS 1201.00.100) dan lain-lain (dengan kode HS 1201.00.900).
Akibat adanya pertanyaan dari masyarakat, maka Direktur PPN dan PTLL Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan surat penjelasan mengenai perlakuan PPN atas impor kedelai melalui surat S-749/PJ.52/2002 tanggal 26 Juli 2002. Dalam surat penjelasan ini, landasan hukum yang dipergunakan adalah:
- Pasal 3 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000
- huruf d Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653/KMK.03/2001
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-68/PJ/2002.
- atas impor dan atau penyerahan kedelai oleh PT A.S.I. seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning atau kedelai hitam, sepanjang berbentuk kacang kedelai, pecah atau utuh, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
- Pajak Masukan atas impor dan atau perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.
Ketentuan PPN Yang Terbaru
Seiring dengan semakin berkembangnya bentuk transaksi perekonomian, maka pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) mengubah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 yang telah berlaku selama 10 tahun. Dalam UU PPN yang baru ini, jenis barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN lebih ditegaskan.
Perlakuan PPN atas penyerahan kacang kedelai masih tetap sama seperti yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2000. Dalam Pasal 4A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menegaskan jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok: barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Dalam Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 ditegaskan bahwa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:
- beras;
- gabah;
- jagung;
- sagu;
- kedelai;
- garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
- daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
- telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
- susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
- buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
- sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
KETENTUAN BEA MASUK
Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.011/2008 ditegaskan bahwa atas impor kacang kedelai (Pos Tarif 1201.00.90.00), dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol perseratus). Ketentuan ini berlaku mulai 18 Januari 2008 s.d. 22 Desember 2010 (PMK 241/PMK.011/2010).
Menurut Lampiran I PMK 13/PMK.011.2011 disebutkan bahwa kacang kedelai (pecah maupun tidak), bungkil dan residu padat lainnya, dihancurkan maupun tidak atau berbentuk pellet, hasil dari ekstraksi minyak kacang kedelai, terutang BM 0% (80/PMK.011/2011).
KETENTUAN PELAPORAN SPT MASA PPN
Atas penyerahan Barang yang tidak terutang PPN, PKP tidak memiliki kewajiban untuk memungut PPN dan tidak perlu dibuatkan Faktur Pajak. Kewajiban dari PKP atas penyerahan yang tidak terutang PPN ini hanyalah melaporkan jumlah penyerahannya (Dasar Pengenaan Pajak/DPP) pada induk SPT Masa PPN (Form 1111) Bagian I huruf B yaitu “Penyerahan Barang dan Jasa Tidak Terutang PPN”.
Baca Artikel Terkait:
Putusan Mahkamah Agung Menyebabkan Produk Pertanian “Menjadi” Kena PPN
c)syafrianto.blogspot.com 08122011
0 Comments
Posting Komentar