Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang pada saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Dalam memori penjelasan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) ditegaskan bahwa Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima atau pada saat impor Barang Kena Pajak. Hal ini juga berlaku untuk kegiatan transaksi melalui "electronic commerce".
Prinsip akrual sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 11 ayat (1) UU PPN tersebut mencerminkan bahwa penentuan saat terutangnya PPN atas penyerahan barang dan penyerahan jasa sejalan dengan norma dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum, penyerahan barang dianggap telah terjadi apabila risiko dan manfaat kepemilikan barang telah berpindah kepada pembeli dan jumlah pendapatan dari transaksi tersebut dapat diukur dengan handal. Demikian juga dengan penyerahan jasa diakui pada saat pendapatan atas penyerahan jasa tersebut telah dapat diestimasi atau diukur dengan handal. Dalam sistem akrual, pendapatan atau piutang diakui pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa melihat apakah atas transaksi tersebut telah dibayar ataupun belum dibayar. Pengakuan pendapatan atau pencatatan piutang dicerminkan dengan penerbitan invoice/faktur penjualan yang sekaligus menjadi dokumen sumber dan sebagai dasar pencatatan pengakuan pendapatan atau pencatatan piutang.
SAAT TERUTANG PPN
Selaras dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan kelaziman dalam praktek bisnis, ketentuan dalam Undang-Undang PPN mengatur saat penyerahan BKP dan saat penyerahan JKP adalah sebagai berikut:
Saat penyerahan BKP
a.untuk penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat:
c.untuk penyerahan BKP tidak berwujud, terjadi pada saat:
Saat Penyerahan JKP
SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
PKP wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP pada saat:
Dalam hal tertentu, saat pembuatan Faktur Pajak adalah:
Dalam hal satu faktur penjualan diterbitkan untuk mencatat atau mengakui beberapa kali pengiriman barang yang sesuai dengan dokumen pengiriman barang (delivery order), atas penyerahan barang tersebut dapat diterbitkan satu Faktur Pajak, baik dalam bentuk Faktur Pajak atau faktur penjualan (dalam hal faktur penjualan berfungsi sebagai Faktur Pajak). Penerbitan faktur penjualan tersebut adalah sebagai dasar pengakuan piutang atau pencatatan penghasilan bagi PKP Penjual dan harus dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan dilakukan secara konsisten.
Penjelasan ini ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2011 tanggal 3 Agustus 2011.
Prinsip akrual sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 11 ayat (1) UU PPN tersebut mencerminkan bahwa penentuan saat terutangnya PPN atas penyerahan barang dan penyerahan jasa sejalan dengan norma dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum, penyerahan barang dianggap telah terjadi apabila risiko dan manfaat kepemilikan barang telah berpindah kepada pembeli dan jumlah pendapatan dari transaksi tersebut dapat diukur dengan handal. Demikian juga dengan penyerahan jasa diakui pada saat pendapatan atas penyerahan jasa tersebut telah dapat diestimasi atau diukur dengan handal. Dalam sistem akrual, pendapatan atau piutang diakui pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa melihat apakah atas transaksi tersebut telah dibayar ataupun belum dibayar. Pengakuan pendapatan atau pencatatan piutang dicerminkan dengan penerbitan invoice/faktur penjualan yang sekaligus menjadi dokumen sumber dan sebagai dasar pencatatan pengakuan pendapatan atau pencatatan piutang.
SAAT TERUTANG PPN
Selaras dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan kelaziman dalam praktek bisnis, ketentuan dalam Undang-Undang PPN mengatur saat penyerahan BKP dan saat penyerahan JKP adalah sebagai berikut:
Saat penyerahan BKP
a.untuk penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat:
- BKP berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
- BKP berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada penerima barang, untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antarcabang;
- BKP berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
- harga atas penyerahan BKP diakui sebagai piutang atau penghasilan atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.
c.untuk penyerahan BKP tidak berwujud, terjadi pada saat:
- harga atas penyerahan BKP tidak berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau
- kontrak atau perjanjian ditandatangani atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat sebagaimana dimaksud di atas ini tidak diketahui.
Saat Penyerahan JKP
- harga atas penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
- kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas tidak diketahui; atau
- saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri JKP.
SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
PKP wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP pada saat:
- penyerahan BKP dan/atau JKP sesuai dengan ketentuan Saat Terutang PPN sebagaimana yang telah dijelaskan di atas; atau
- penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP.
Dalam hal tertentu, saat pembuatan Faktur Pajak adalah:
- pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, sehubungan dengan penyerahan BKP dan/atau JKP yang diselesaikan dalam suatu masa tertentu, misalnya penyerahan jasa pemborong bangunan; atau
- pada saat Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah menyampaikan tagihan, sehubungan dengan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.
Dalam hal satu faktur penjualan diterbitkan untuk mencatat atau mengakui beberapa kali pengiriman barang yang sesuai dengan dokumen pengiriman barang (delivery order), atas penyerahan barang tersebut dapat diterbitkan satu Faktur Pajak, baik dalam bentuk Faktur Pajak atau faktur penjualan (dalam hal faktur penjualan berfungsi sebagai Faktur Pajak). Penerbitan faktur penjualan tersebut adalah sebagai dasar pengakuan piutang atau pencatatan penghasilan bagi PKP Penjual dan harus dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan dilakukan secara konsisten.
Penjelasan ini ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2011 tanggal 3 Agustus 2011.
4 Comments
mohon pencerahannya... bagaimana hukumnya faktur pajak gabungan.. semisal dalam 1 bulan terjadi 15 kali penyerahan dengan dokumen berupa faktur komersiil kemudian direkap dan dibuatkan 1 faktur pajak diakhir bulan..trima kasih.
Dasar aturan mengenai Faktur Pajak Gabungan di: Pasal 1 angka 3 dan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010.
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Apakah faktur pajak gabungan masih berlaku, mengingat SE No. 50
Sdri. Ellyza,
Faktur Pajak Gabungan tetap berlaku.
SE-50/PJ/2011 adalah merupakan surat penegasan atas ketentuan yang sudah berlaku yang diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 2009. SE-50/PJ/2011 ini secara khusus hanya menegaskan mengenai ketentuan pembuatan Faktur Pajak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1a) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN).
Sedangkan Faktur Pajak Gabungan adalah merupakan ketentuan pengecualian dari Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1a), yang diatur dalam Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (2a) UU PPN.
Jadi SE-50/PJ/2011 ini tidak mengatur menegaskan mengenai perlakuan atas Faktur Pajak Gabungan, jadi artinya ketentuan mengenai Faktur Pajak Gabungan masih tetap mengacu kepada Pasal 13 ayat (2) dan ayat (2a) UU PPN dan masih tetap berlaku.
Posting Komentar