Berbagai motif penghindaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam memanfaatkan transaksi internasional. Salah satu motif yang selama ini dilakukan adalah berupa pengalihan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang memiliki hubungan istimewa. Tindakan ini tentunya akan mengakibatkan potensi pemajakan yang seharusnya dikenakan oleh Indonesia kepada Wajib Pajak ini menjadi hilang.
Untuk mengantisipasi tindakan ini, maka dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) telah menambahkan satu ayat baru, yaitu pada Pasal 18 ayat (3d). Pada pasal ini ditegaskan bahwa apabila terjadi transaksi pengalihan pembayaran penghasilan kepada orang pribadi ini, maka besarnya penghasilan wajar yang seharusnya diterima oleh orang pribadi tersebut (sebagai akibat adanya pemberian imbalan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia) dapat ditentukan kembali dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Untuk mengatur penentuan kembali nilai wajar pembayaran penghasilan kepada orang pribadi ini, maka diterbitkanlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.03/2010 tanggal 11 Agustus 2010 tentang Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan Yang Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Dari Pemberi Kerja Yang Memiliki Hubungan Istimewa Dengan Perusahaan Lain Yang Tidak Didirikan Dan Tidak Bertempat Kedudukan Di Indonesia.
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini adalah:
Ruang Lingkup Transaksi Yang Dimaksud Dalam Ketentuan Ini
Hubungan Istimewa yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah hubungan istimewa sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan, atau hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak (P3B) antara Indonesia dengan negara mitra yang berlaku.
Jenis Penghasilan yang harus ditentukan kembali adalah besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, kegiatan, atau jasa dari pemberi kerja yang memiliki Hubungan Istimewa dengan perusahaan di luar negeri dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dimaksud dalam bentuk pembebanan biaya atau pembayaran pengeluaran lainnya kepada perusahaan di luar negeri tersebut.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pegawai dari perusahaan di luar negeri yang memiliki Hubungan Istimewa dengan pemberi kerja.
Jenis biaya atau pengeluaran lainnya yang dibebankan atau dibayarkan oleh pemberi kerja kepada perusahaan luar negeri yang mempunyai Hubungan Istimewa antara lain berupa biaya atau pengeluaran sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, atau jasa lainnya.
Cara Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan Yang Wajar
Besarnya penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, kegiatan, atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini ditentukan kembali dengan memperhatikan tingkat penghasilan yang wajar yang seharusnya diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan. Penghasilan ini adalah penjumlahan dari penghasilan Wajib Pajak yang diterima di Indonesia dan penghasilan yang diterima di luar negeri.
Besarnya selisih penghasilan setelah ditentukan kembali tersebut tidak boleh melebihi jumlah biaya atau pengeluaran lain yang dibebankan atau dibayarkan oleh pemberi kerja kepada perusahaan di luar negeri yang terdapat Hubungan Istimewa.
Atas penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang sudah ditentukan kembali ini menjadi dasar penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Dalam rangka menentukan kembali besarnya penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri ini, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan pedoman standar gaji karyawan asing. Sebagaimana kita ketahui bahwa hingga saat ini, pedoman standar gaji karyawan asing diatur melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-173/PJ./2002 (baca artikel terkait di sini).
Ketentuan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya peraturan ini, yaitu tanggal 11 Agustus 2010.
Untuk mengantisipasi tindakan ini, maka dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) telah menambahkan satu ayat baru, yaitu pada Pasal 18 ayat (3d). Pada pasal ini ditegaskan bahwa apabila terjadi transaksi pengalihan pembayaran penghasilan kepada orang pribadi ini, maka besarnya penghasilan wajar yang seharusnya diterima oleh orang pribadi tersebut (sebagai akibat adanya pemberian imbalan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia) dapat ditentukan kembali dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Untuk mengatur penentuan kembali nilai wajar pembayaran penghasilan kepada orang pribadi ini, maka diterbitkanlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.03/2010 tanggal 11 Agustus 2010 tentang Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan Yang Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Dari Pemberi Kerja Yang Memiliki Hubungan Istimewa Dengan Perusahaan Lain Yang Tidak Didirikan Dan Tidak Bertempat Kedudukan Di Indonesia.
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini adalah:
Ruang Lingkup Transaksi Yang Dimaksud Dalam Ketentuan Ini
Hubungan Istimewa yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah hubungan istimewa sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan, atau hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak (P3B) antara Indonesia dengan negara mitra yang berlaku.
Jenis Penghasilan yang harus ditentukan kembali adalah besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, kegiatan, atau jasa dari pemberi kerja yang memiliki Hubungan Istimewa dengan perusahaan di luar negeri dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dimaksud dalam bentuk pembebanan biaya atau pembayaran pengeluaran lainnya kepada perusahaan di luar negeri tersebut.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pegawai dari perusahaan di luar negeri yang memiliki Hubungan Istimewa dengan pemberi kerja.
Jenis biaya atau pengeluaran lainnya yang dibebankan atau dibayarkan oleh pemberi kerja kepada perusahaan luar negeri yang mempunyai Hubungan Istimewa antara lain berupa biaya atau pengeluaran sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, atau jasa lainnya.
Cara Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan Yang Wajar
Besarnya penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, kegiatan, atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini ditentukan kembali dengan memperhatikan tingkat penghasilan yang wajar yang seharusnya diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan. Penghasilan ini adalah penjumlahan dari penghasilan Wajib Pajak yang diterima di Indonesia dan penghasilan yang diterima di luar negeri.
Besarnya selisih penghasilan setelah ditentukan kembali tersebut tidak boleh melebihi jumlah biaya atau pengeluaran lain yang dibebankan atau dibayarkan oleh pemberi kerja kepada perusahaan di luar negeri yang terdapat Hubungan Istimewa.
Atas penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang sudah ditentukan kembali ini menjadi dasar penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Dalam rangka menentukan kembali besarnya penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri ini, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan pedoman standar gaji karyawan asing. Sebagaimana kita ketahui bahwa hingga saat ini, pedoman standar gaji karyawan asing diatur melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-173/PJ./2002 (baca artikel terkait di sini).
Ketentuan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya peraturan ini, yaitu tanggal 11 Agustus 2010.
0 Comments
Posting Komentar