Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) adalah merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang eceran yang memiliki 1 (satu) atau lebih tempat usaha, yang melakukan kegiatan usaha berupa:
-penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
-penyerahan jasa,
melalui suatu tempat usaha.
Berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008, penghitungan dan penentuan angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OPPT ini berbeda dengan Wajib Pajak Orang Pribadi lainnya. Aturan lebih rinci mengenai tata cara dan pelaksaaan pengenaan PPh Pasal 25 bagi WP OPPT ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tanggal 12 Juli 2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. PER-32/PJ/2010 ini disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-77/PJ/2010 tanggal 12 Juli 2010.
Ketentuan yang diatur bagi WP OPPT ini adalah:
WP OPPT wajib mendaftarkan diri untum memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi setiap tempat usaha di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjannya meliputi tempat usaha tersebut (diterbitkan NPWP cabang) dan di KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak. Jadi apabila WP OPPT ini memiliki beberapa lokasi usaha di beberapa tempat, maka setiap tempat usaha milik WP OPPT ini wajib didaftarkan untuk memperoleh NPWP dengan salah satu tempat sebagai tempat domisili WP ini menjadi pusat dan untuk lokasi usaha lainnya menjadi cabang. Ketentuan pendaftaran NPWP ini juga berlaku dalam hal tempat usaha dan tempat tinggal WP OPPT berada dalam wilayah kerja KPP yang sama. Jadi dimungkinkan jika WP OPPT memiliki beberapa lokasi usaha dalam satu wilayah kerja KPP, maka di KPP ini dapat terdaftarkan beberapa NPWP dengan status cabang.
Apabila tempat tinggal WP OPPT sekaligus juga merupakan tempat usaha WP OPPT, maka terhadap WP OPPT tersebut hanya diterbitkan NPWP domisili (dan tidak perlu diterbitkan NPWP cabang).
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OPPT ini ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut. Pembayaran PPh Pasal 25 ini dilakukan melalui bank persepsi atau kantor pos persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan mencantumkan NPWP sesuai dengan pembayaran untuk masing-masing cabang (harus diperhatikan NPWP Domisili atau NPWP cabang yang digunakan sesuai untuk pembayaran masing-masing lokasi usaha sesuai dengan NPWP-nya).
Pembayaran PPh Pasal 25 ini merupakan kredit pajak atas PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Ketentuan Pelaporan:
WP OPPT yang membayar angsuran PPh Pasal 25, dimana SSP-nya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP, sehingga WP ini tidak perlu melaporkan kembali SSP yang telah disetorkan tersebut ke KPP.
Namun apabila WP OPPT yang angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau yang melakukan pembayaran tetapi tidak mendapatkan validasi dengan NTPN, maka tetap harus menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagi WP OP yang sebelumnya tidak termasuk WP OPPT namun berdasarkan ketentuan PER-32/PJ/2010 ini termasuk sebagai WP OPPT, maka angsuran PPh Pasal 25 sejak Masa Pajak Juli 2010 mengikuti ketentuan sebagai WP OPPT dengan mengacu pada PER-32/PJ/2010 ini.
-penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
-penyerahan jasa,
melalui suatu tempat usaha.
Berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008, penghitungan dan penentuan angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OPPT ini berbeda dengan Wajib Pajak Orang Pribadi lainnya. Aturan lebih rinci mengenai tata cara dan pelaksaaan pengenaan PPh Pasal 25 bagi WP OPPT ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tanggal 12 Juli 2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. PER-32/PJ/2010 ini disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-77/PJ/2010 tanggal 12 Juli 2010.
Ketentuan yang diatur bagi WP OPPT ini adalah:
WP OPPT wajib mendaftarkan diri untum memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi setiap tempat usaha di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjannya meliputi tempat usaha tersebut (diterbitkan NPWP cabang) dan di KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak. Jadi apabila WP OPPT ini memiliki beberapa lokasi usaha di beberapa tempat, maka setiap tempat usaha milik WP OPPT ini wajib didaftarkan untuk memperoleh NPWP dengan salah satu tempat sebagai tempat domisili WP ini menjadi pusat dan untuk lokasi usaha lainnya menjadi cabang. Ketentuan pendaftaran NPWP ini juga berlaku dalam hal tempat usaha dan tempat tinggal WP OPPT berada dalam wilayah kerja KPP yang sama. Jadi dimungkinkan jika WP OPPT memiliki beberapa lokasi usaha dalam satu wilayah kerja KPP, maka di KPP ini dapat terdaftarkan beberapa NPWP dengan status cabang.
Apabila tempat tinggal WP OPPT sekaligus juga merupakan tempat usaha WP OPPT, maka terhadap WP OPPT tersebut hanya diterbitkan NPWP domisili (dan tidak perlu diterbitkan NPWP cabang).
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OPPT ini ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut. Pembayaran PPh Pasal 25 ini dilakukan melalui bank persepsi atau kantor pos persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan mencantumkan NPWP sesuai dengan pembayaran untuk masing-masing cabang (harus diperhatikan NPWP Domisili atau NPWP cabang yang digunakan sesuai untuk pembayaran masing-masing lokasi usaha sesuai dengan NPWP-nya).
Pembayaran PPh Pasal 25 ini merupakan kredit pajak atas PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Ketentuan Pelaporan:
WP OPPT yang membayar angsuran PPh Pasal 25, dimana SSP-nya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP, sehingga WP ini tidak perlu melaporkan kembali SSP yang telah disetorkan tersebut ke KPP.
Namun apabila WP OPPT yang angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau yang melakukan pembayaran tetapi tidak mendapatkan validasi dengan NTPN, maka tetap harus menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagi WP OP yang sebelumnya tidak termasuk WP OPPT namun berdasarkan ketentuan PER-32/PJ/2010 ini termasuk sebagai WP OPPT, maka angsuran PPh Pasal 25 sejak Masa Pajak Juli 2010 mengikuti ketentuan sebagai WP OPPT dengan mengacu pada PER-32/PJ/2010 ini.
10 Comments
Jika kasusnya OP memiliki toko kelontong yg beda dengan domisili/tpt tgl, harusnya sudah masuk kriteria OPPT, tp kalo dari tahun ke tahun dia selalu menggunakan penggunaan perhitungan norma, apakah menyalahi aturan?
Lalu pembenahannya gimana?
Kalau tiba2 pd bln Juli 2010 ini menggunakan perhit PPh 25 OPPT = 0.75% apakah boleh? dengan mengabaikan angka angsuran ps 25 yg sebelumnya apakah boleh? Terimakasih atas masukannya.
bagaimana kalo saya punya 2 tempat usaha, 1 dialamat tempat tinggal saya, dan 1 lagi dikpp lainnya.... apakah pph 25 masing tempat 0,75% dari omset??? atau hanya yg cabang 0,75% dari omset sedangkan pusat tetap 1/12 dari pph terutang??? saya bingung....
Dalam ketentuan ini hanya mengatur bahwa Wajib Pajak yang sebelumnya belum termasuk kategori WP OPPT, namun setelah PER-32/PJ/2010 ini berlaku ternyata masuk sebagai kategori WP OPPT, maka angsuran mulai Juli 2010 mengikuti ketentuan sebagai WP OPPT.
Namun untuk kasus kesalahan seperti yang disebutkan di atas, tidak diatur dalam ketentuan, sehingga berdasarkan ketentuan maka seharusnya WP yang melakukan kesalahan ini harus melakukan pembetulan. Namun mekanismenya yang belum diatur sehingga sampai saat ini penulis tidak dapat memastikan bagaimana mekanisme penghitungan dan penyetoran kembali pajak yang terjadi akibat perbedaan perhitungan untuk tahun sebelum 2010 (yang telah disampaikan SPT Tahunannya). Namun untuk angsuran PPh Pasal 25 yang telah dilakukan selama tahun 2010, dapat disesuaikan dengan jumlah PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari omzet per bulan sesuai dengan ketentuan.
Menjawab pertanyaan tanggal 24 Juli 2010:
PPh Pasal 25 untuk WP OP Pengusaha Tertentu setiap cabangnya (termasuk juga pusat), besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OPPT ini ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.
Jadi apabila Anda termasuk sebagai WP OPPT, maka angsuran PPh Pasal 25 baik untuk cabang maupun pusat adalah sebesar 0,75% dari jumlah peredaran usaha setiap bulannya dari masing-masing cabang tersebut.
salam kenal pak anto
saya seorang pedagang pengecera bahan bangunan cat dan semen di semarang
mohon kesediaan bagi bapak untuk membaca karena cukup panjang
saya betul2 butuh informasi yang benar dalam membayar pajak
dari dulu saya kurang paham tentang pajak dan selalu minta bantuan biro konsultan pajak pribadi
yang selalu minta komisi tinggi dan tidak pernah memberi informasi dengan jelas
awalnya
dulu saya mendapat himbauan untuk mendaftarkan diri menjadi PKP (pengusaha kena Pajak)
lalu saya ke biro dan biro mengharuskan saya menjadi pkp
sekarang saya baru sadar seharusnya saya merasa tidak perlu menjadi pkp alasannya omset tahunan saya tidak sampai
dari separuh yang ditetapkan. koq saya merasa dibodohi oleh orang biro.
tetangga saya juga pemilik toko tidak mendaftar pkp ternyata tetap baik saja dan mengatakan himbauan tidak seharusnya dianggap sebagai keharusan.
sekarang kewajiban saya tiap bulan membayar pph pasal 25 dan ppn tiap bulan
itu tidak masalah selama saya bisa menjadi orang benar karena saya orang beragama.
dan sebagai info saya 3 tahun ini telah mengontrak gudang dan juga dijadikan cabang dari toko juga melayani penjualan eceran semen dan cat.
lalu yang menjadi permasalahan
barusan saya mendapat surat untuk segera konfirmasi mendaftarkan diri menjadi wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu
yang harus membayar angsura pph pasal 25 sebesar 0,75% dari masing2 tmpt usaha.
biro jasa mengharuskan saya mendaftarkan diri, saya menjadi bingung sekali
karena dalam laporan omset baik PPN yang saya setor dan laporan omset tahunan di spt tahunan itu semua pendapatan sudah saya laporkan.
dan sebagai info pph pasal 25 yang saya bayar tiap bulan sudah lebih dari 1,15persen dari omset saya yang saya laporkan.
saya melaporkan omset tiap bulan dengan menyetor pajak masukan_pajak keluaran lewat ppn. Dalam spt tahunan saya menggunakan sistem pembukuan bukan tarif.
jadi apakah saya hrs mendaftar lagi orang pribadi pengusaha tertentu?
mohon info yang sejelas2nya karena saya sangat butuh infonya.
Wassalam
Bpk Supri Semarang
Salam kenal Bapak Supri di Semarang. Mohon maaf baru dapat menjawab pertanyaan Bapak.
Saya sangat senang membaca tulisan Bapak ini, karena ternyata usaha Pak Supri saat ini cukup lancar dan maju. Ini terbukti dengan telah dibukanya cabang baru. Saya doakan semoga semakin sukses usaha Bapak ini.
Membaca dari kasus Bapak ini, sebenarnya masih ada banyak informasi yang ingin saya tanyakan supaya dapat memberikan penjelasan yang tepat. Namun berdasarkan sebagian data yang Bapak sebutkan di atas, saya sampaikan bahwa:
1. Apabila Bapak menggunakan jasa konsultan pajak dalam membantu melaksanakan kewajiban pajak Bapak, sebaiknya gunakanlah konsultan pajak resmi yang telah terdaftar dalam Ikatan Konsultan Pajak Indonesia dan telah memiliki ijin praktek dari Menteri Keuangan. Konsultan Pajak resmi ini dapat dilihat dengan adanya register konsultan pajak. Ini supaya Bapak mendapatkan jasa konsultan yang sebenarnya dan tidak ditipu. Apalagi belakangan ini kita ketahui bahwa banyak sekali konsultan gadungan yang mengambil keuntungan dari kliennya.
2. Dalam ketentuan PPN, Pengusaha yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sehingga memiliki kewajiban untuk memungut dan menyetorkan serta melaporkan kewajiban PPN adalah pengusaha yang memenuhi batasan omzet tertentu. Mulai 1 Januari 2001 s.d. 31 Desember 2003, Pengusaha yang peredaran usaha (omzet/penjualan kotor) setahunnya mencapai Rp 360 juta (untuk usaha perdagangan) atau Rp 180 juta (untuk usaha jasa), wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP. Mulai 1 Januari 2004 sampai dengan sekarang, batasan omzet adalah menjadi sebesar Rp 600 juta setahun (baik utk usaha dagang maupun jasa). Ketentuan ini diatur terakhir dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010.
Apabila pengusaha yang omzet setahunnya di bawah batasan tsb, namun ingin menjadi PKP, maka ia dapat mengajukan untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Apabila memang omzet usaha Bapak ini tidak mencapai batasan Rp 600 juta setahun sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP, Bapak berhak untuk mengajukan pencabutan PKP (sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010).
3. Usaha Bapak saat ini dapat dikategorikan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) berdasarkan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 (artikel tentang ini dapat Bapak baca di sini). Apabila Bapak dikategorikan sebagai WP OPPT, maka PPh Pasal 25 yang cukup hanya sebesar 0,75% dari omzet. Sedangkan PPh Pasal 25 yang telah disetorkan selama ini yang berasal dari perhitungan 1/12 dari PPh terutang tahun lalu, tidak perlu disetorkan lagi. Karena PPh Pasal 25 untuk WP OPPT adalah sebesar 0,75% dari omzet sebulan, dan pada akhir tahun adalah merupakan kredit pajak dalam penghitungan PPh di SPT Tahunan PPh OP.
Bukankah dengan PPh sebesar 0,75% ini adalah lebih menguntungkan, karena selama ini PPh Pasal 25 yang telah Bapak bayar adalah lebih besar yaitu sebesar 1,15%?
saya bapak supri disemarang.
maaf baru bisa membalas karena saya perlu mengumpulkan informasi terlebih dahulu
kondisi saya yang sekarang omset per taon tidak sampai 600 juta.
saya sudah terlanjur PKP tapi saya tidak keberatan karena membuat saya hitung pajak lebih mudah.
sekarang kondisinya pph psl 25 adalah 1/12 dr pph terutang tahun lalu dan ppn saya tiap bulan dihitung sebagi omset tentu dengan mengitihng pajak keluarannya,
pertanyaan pertama kalau saya ganti ke sistem baru yang menurut omset pengusaha tertentu, lalu bagaimana dengan ppn pajak keluaran saya apakah masih bisa dihitung sebagai omset bulanan?
pertanyaan kedua apakah penetepan sebagai pengusaha tertentu bersifat wajib? kalo saya tetap pada kondisi semula apakah saya menyalahi aturan?
pertanyaa ketiga kalau wajib saya harus mendaftar tambahan NPWP baru berapa? satu atau dua(saya ada gudang juga yang digunakan u/ jual eceran)
saya sudah menanyakan ke teman saya mereka bilang bahwa OP tertentu itu membuat makin belit2 proses pembayaran pph pasal 25 karena saya harus memiliki 2npwp.
npwp pertama tetap berlaku dan npwp kedua dibuat u/ tempat usaha.
saya dahulu terdaftar dan tinggal di rumah yang dekat dengan toko&gudang itu termasuk 1 wilayah KPP.
sekarang saya sudah pindah rumah dan rumah baru tsb mnrt teman saya data KPP tidak sama dengan yang rumah yang dahulu. rumah yang dahulu masih ditempati oleh ibu saya yang sudah tua.
sedangkan kl KTP dan lain2 sudah saya urus pindah alamatnya.
cuma data di kantor pajak belum saya pindah alamatnya,
pertanyaan keempat apakah saya tetap wajib membuat 1 atau 2 npwp tambahan u/ toko dan gudang saya ? yang wilayah KPPnya berbeda dengan alamat tinggal sekarang?
sekedar info di rumah saya yang saya tinggali dan rumah saya yang terdahulu sama sekali tidak melakukan kegiatan usaha, hanya u/ rumah tinggal.
mohon infonya lebih lanjut karena saya makin bingung. saya bukan bingung bayarnya cuma bingung prosesnya.
trims u/ segala budi baik Bpk Anto kiranya Allah yang membalas segala kebaikan bapak.
Wassalam
Bpk.Supri_semarang
Bapak Supri,
Mohon maaf saya baru sempat menjawab pertanyaannya. Karena keterbatasan ruang dan waktu, jadi saya tidak dapat menjawab seluruh pertanyaannya secara lengkap.
Kriteria sebagai WP OPPT memang telah ditetapkan sebagaimana peraturan yang diulas di artikel di atas. Apabila WP OP yang memenuhi kriteria tsb, otomatis termasuk sebagai WP OPPT. Sebagai WP OPPT, maka angsuran PPh Pasal 25 mengikuti ketentuan sebesar 0,75% dari omzet setiap bulannya.
Namun untuk penghitungan PPh terutang pada akhir tahun tetap seperti biasa.
Memang apabila memiliki cabang di lokasi lain yang berbeda wilayah kpp-nya, maka perlu untuk memiliki NPWP dengan kode cabang, (Nomor-nya tetap sama, hanya kode kpp dan cabang yg berbeda).
Salam hormat pak Syafrianto,
saya Publius seorang mahasiswa yang sedang menjalakan tugas skripsi, ingin menanyakan apakah "Ketentuan PPh Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu" juga berlaku bagi pengusaha toko online? dan bagaimana kah perhitungan pajak untuk pengusaha toko online jika menggunakan norma perpajakan?
terima kasih...
Menjawab pertanyaan Sdr. Publius Situmeang:
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
Jadi apabila pengusaha toko online tersebut memiliki suatu tempat usaha, maka dapat dikategorikan sebagai WP OPPT
Posting Komentar