Tanya:
Bagaimanakah cara penghitungan pajak bagi seorang agen asuransi? Apakah agen asuransi (orang pribadi) dapat menghitung PPh Terutang untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya dengan menggunakan metode pencatatan dan menerapkan norma penghitungan penghasilan neto dalam menghitung besarnya penghasilan neto dari penghasilannya?
Jawab:
Penghasilan yang diterima oleh seorang Wajib Pajak dapat dibagi menjadi:
1. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan
2. Penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas
3. Penghasilan dari modal
4. Penghasilan lainnya
Dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 disebutkan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
Dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 disebutkan bahwa Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-15/PJ/2006 disebutkan bahwa Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang disingkat PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.
Dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e disebutkan bahwa Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 antara lain adalah honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri petugas dinas luar asuransi.
Pasal 2 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-536/PJ./2000 ditegaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
Saat ini ada ketentuan bahwa seorang agen asuransi orang pribadi hanya boleh menawarkan asuransi dari 1 (satu) perusahaan asuransi. Oleh sebab itu, maka agen asuransi ini bersifat lebih terikat dengan 1 (satu) perusahaan asuransi dan ia tidak dapat menjadi agen bebas yang dapat dengan leluasa menawarkan beberapa merk asuransi.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang tersebut di atas, dengan ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Agen Asuransi orang pribadi berdasarkan definisi dari ketentuan pajak didefinisikan sebagai Petugas Dinas Luar Asuransi yang bekerja pada perusahaan asuransi (sebagai pemberi kerja) dan menerima penghasilan dari perusahaan asuransi tersebut dalam bentuk komisi, pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Atas penghasilan yang diterima oleh petugas dinas luar asuransi ini, harus dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja (perusahaan asuransi).
2. Agen asuransi orang pribadi yang mendapatkan penghasilan dari perusahaan asuransi ini adalah termasuk dalam kategori Wajib Pajak orang pribadi yang bekerja dan memperoleh penghasilan dari pemberi kerja.
3. Wajib Pajak orang pribadi yang diperkenankan untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Wajib Pajak yang diwajibkan untuk melakukan pencatatan) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
4. Dengan demikian maka, Agen Asuransi orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari perusahaan asuransi (berupa honor, komisi, atau penghasilan sehubungan dengan imbalan atau pekerjaan) adalah merupakan orang pribadi yang bekerja dan memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan. Orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tidak diperkenankan untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
5. Untuk pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi bagi si Agen Asuransi, dalam menghitung Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diperoleh oleh Agen Asuransi orang pribadi ini (sebagaimana yang tercantum dalam Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 yang diberikan oleh pemberi kerja), setelah dikurangi dengan PTKP langsung dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17.
Catatan: ketentuan dan ulasan di atas saat ini telah digugurkan dengan dikeluarkannya ketentuan baru bagi Agen Asuransi untuk dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, baca artikelnya di sini.
Artikel Terkait:
Penegasan Penghitungan PPh Agen Asuransi Menggunakan Norma
Bagaimanakah cara penghitungan pajak bagi seorang agen asuransi? Apakah agen asuransi (orang pribadi) dapat menghitung PPh Terutang untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya dengan menggunakan metode pencatatan dan menerapkan norma penghitungan penghasilan neto dalam menghitung besarnya penghasilan neto dari penghasilannya?
Jawab:
Penghasilan yang diterima oleh seorang Wajib Pajak dapat dibagi menjadi:
1. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan
2. Penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas
3. Penghasilan dari modal
4. Penghasilan lainnya
Dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 disebutkan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
Dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 disebutkan bahwa Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-15/PJ/2006 disebutkan bahwa Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang disingkat PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.
Dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e disebutkan bahwa Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 antara lain adalah honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri petugas dinas luar asuransi.
Pasal 2 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-536/PJ./2000 ditegaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
Saat ini ada ketentuan bahwa seorang agen asuransi orang pribadi hanya boleh menawarkan asuransi dari 1 (satu) perusahaan asuransi. Oleh sebab itu, maka agen asuransi ini bersifat lebih terikat dengan 1 (satu) perusahaan asuransi dan ia tidak dapat menjadi agen bebas yang dapat dengan leluasa menawarkan beberapa merk asuransi.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang tersebut di atas, dengan ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Agen Asuransi orang pribadi berdasarkan definisi dari ketentuan pajak didefinisikan sebagai Petugas Dinas Luar Asuransi yang bekerja pada perusahaan asuransi (sebagai pemberi kerja) dan menerima penghasilan dari perusahaan asuransi tersebut dalam bentuk komisi, pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Atas penghasilan yang diterima oleh petugas dinas luar asuransi ini, harus dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja (perusahaan asuransi).
2. Agen asuransi orang pribadi yang mendapatkan penghasilan dari perusahaan asuransi ini adalah termasuk dalam kategori Wajib Pajak orang pribadi yang bekerja dan memperoleh penghasilan dari pemberi kerja.
3. Wajib Pajak orang pribadi yang diperkenankan untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Wajib Pajak yang diwajibkan untuk melakukan pencatatan) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
4. Dengan demikian maka, Agen Asuransi orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari perusahaan asuransi (berupa honor, komisi, atau penghasilan sehubungan dengan imbalan atau pekerjaan) adalah merupakan orang pribadi yang bekerja dan memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan. Orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tidak diperkenankan untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
5. Untuk pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi bagi si Agen Asuransi, dalam menghitung Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diperoleh oleh Agen Asuransi orang pribadi ini (sebagaimana yang tercantum dalam Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 yang diberikan oleh pemberi kerja), setelah dikurangi dengan PTKP langsung dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17.
Catatan: ketentuan dan ulasan di atas saat ini telah digugurkan dengan dikeluarkannya ketentuan baru bagi Agen Asuransi untuk dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, baca artikelnya di sini.
Artikel Terkait:
Penegasan Penghitungan PPh Agen Asuransi Menggunakan Norma
28 Comments
Kemudian pak Syafrianto untuk mengitungan SPT Tahunan WPOP Agen Asuransi orang pribadi, apakah boleh menggunankan metode Norma Penghasilan? atau ada cara lain, mohon penjelasan lebih lanjut. Terima kasih banyak
Jawabannya ada pada angka 5, jadi tidak dapat menggunakan norma.
mohon maaf ..bisa di upload ketentuan yang mengatur bahwa seorang agen asuransi hanya boleh berada pada satu bendera?karena pada kenyataannya banyak saya temui seorang agen asuransi yang berada di lebih dari 1 bendera..lalu klo memang seperti itu..apakah di termasuk seorang agen bebas (bisa dianggap melakukan pekerjaan bebas) shg penghitungan Ph nettonya bs menggunanakan norma?? satu lagi pak..definisi dari petugas dinas luar asuransi sendiri apa ya? matur nuwun
untuk agen asuransi tsb, menggunakan form SPT mana pak? apakah 1770? bagaimana dgn pengisian penghasilan neto dalam negri nya? apakag di bagian B /C ? mohon pencerahannya.
terima kasih
Jika agen asuransi tersebut hanya mendapatkan penghasilan dari pemberi kerja dengan penghasilan bruto lebih dari Rp 60 juta setahun serta mendapatkan penghasilan dalam negeri lainnya yang bukan berasal dari pekerjaan bebas atau usaha bebas, maka dapat menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 S. Namun jika di samping itu penghasilan sehubungan dengan pekerjaannya tersebut, masih mendapatkan penghasilan dari usaha bebas atau pekerjaan bebas, maka harus menggunakan formulir 1770.
Penghasilan yang diperoleh dari honor sehubungan dengan agen asuransinya tersebut dilaporkan pada 1770 S (Halaman Induk/Utama SPT) pada bagian A Nomor 1 "Penghasilan Neto Dalam Negeri Sehubungan dengan Pekerjaan".
Pak tanya,
Untuk tahun 2007 kan untuk PPh pribadi 1770 penghasilan bruto dibawah 30 juta menggunakan form 1770ss . apakah tahun 2008 ada perbahan?
Thx
Tahun 2007, sebelumnya ketentuan utk WP OP yang mau lapor 1770 SS memang untuk penghasilan bruto di bawah Rp 30 juta, tapi kemudian diubah menjadi di bawah Rp 45 juta.
Untuk Tahun 2008 ini, batasan WP OP yang boleh menggunakan form 1770 SS ini menjadi penghasilan bruto di bawah Rp 60 juta.
Pak sehubungan dengan pelaporan SPT PPh PRibadi 1770, saya ada kasus..Jika istri ikut NPWP suami dalam pelaporan SPTnya 1770 nya..kalau suami status sebagai pegawai satu perusahaan dan istrinya juga status sebagai pegawai satu perusahaan maka tidak akan mengakibatkan kurang bayar di spt 1770 karna sudah dipotong perusahaan masing 2..ya pak? tapi bagaimana bila istri tersebut bekerja di 2 perusahaan dan di 2 perusahaan tersebut istri sudah dipotong oleh masing2 perusahaan tersebut. apa kah akan mengakibatkan kurang bayar? dan form apakah yang digunakan.dalam hal ini suami tetap bekerja di 1 perusahaan.
Thx
Jika isteri bekerja pada 1 pemberi kerja, maka penghasilan isteri akan dilaporkan pada Form 1770 III Bagian A No 12.a. Penghasilan isteri tidak digabungkan dengan penghasilan suami sehingga tidak akan mengakibatkan kurang bayar.
Namun jika isteri bekerja pada lebih dari 1 pemberi kerja, maka penghasilan isteri harus digabungkan dengan penghasilan suami pada formulir 1770 Bagian A No. 2. Dengan penggabungan penghasilan ini, otomatis akan mengakibatkan adanya kurang bayar PPh.
Pak, saya bekerja frelance, bagaimana cara menghitung PPh tahunan saya, bagaimana kalau saya sedang tidak berpenghasilan, sementara tahun lalu saya bayar pajak, bagaimana cicilan PPh25 orang pribadi saya?
Mohon penjelasan Pak
Pak, Kalau Istri saya bekerja pada beberapa pemberi kerja dan kami membuka usaha bersama. Nama saya dipakai sebagai salah satu owner, walaupun tidak digaji. Istri juga membuat NPWP sendiri di Akhir Des'09 kemarin. Pertanyaannya: Apakah SPT PPh21 OP tahun 2008 saya masih harus menggabung penghasilan istri tsb?. Bagaimana kalau akhirnya jadi kurang bayar? Saya pegawai pemerintah.
Mohon Advis pak, terima kasih sebelumnya.
Untuk kasus bekerja sebagai freelance:
Penghasilan selama setahun yang tidak tetap dijumlahkan jadi satu dalam SPT Tahunan PPh OP, kemudian dihitung PPh terutang setahunnya. Jadi jika memang tidak mendapatkan penghasilan, maka PPh-nya juga menjadi nihil.
PPh Pasal 25 adalah pembayaran angsuran (yang bersifat prediksi) dan selama setahun nilainya adalah tetap walaupun penghasilan yang diperoleh pada suatu saat menjadi berkurang. Akibatnya jika pembayaran angsuran PPh Pasal 25 yang kita lakukan masih tetap, maka pada akhir tahun dapat menyebabkan adanya kelebihan pembayaran PPh. Kelebihan pembayaran PPh ini sebenarnya dapat diklaim untuk dimintakan restitusinya. Mekanismenya adalah melalui SPT Tahunan PPh, yang dilaporkan sebagai SPT yang Lebih Bayar. Namun yang menjadi masalah, sebelum kelebihan pembayaran pajak yang diklaim WP tersebut dikembalikan, terlebih dahulu harus melalui serangkaian pemeriksaan, dan hal ini yang ditakutkan oleh WP, karena prosesnya yang perlu mendapatkan perhatian ekstra.
Namun sebenarnya Wajib Pajak dapat meminta pengurangan angsuran PPh Pasal 25 jika dalam suatu ketika selama tahun berjalan ternyata Penghasilannya berkurang. Namun proses pengajuan permohonan pengurangan PPh Pasal 25 ini juga memerlukan sejumlah syarat tertentu seperti adanya perkiraan PPh terutang pada akhir tahun menjadi berkurang melebihi 25% dari PPh terutang tahun lalu yang jadi dasar angsuran PPh Pasal 25.
Menjawab kasus istri yang bekerja pada beberapa pemberi kerja:
Karena isteri telah memiliki NPWP sendiri (bukan NPWP yang berstatus isteri yang masih sama dengan NPWP suami), maka penghasilannya harus dilaporkan tersendiri dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (ralat: bukan SPT PPh 21 OP, seperti yang Anda sebutkan) milik isteri. Dengan status isteri yang bekerja pada beberapa pemberi kerja, maka otomatis SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang dilaporkan oleh isteri tersebut akan menjadi Kurang Bayar.
Sedangkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Anda (suami), penghasilan isteri tidak perlu dilaporkan lagi.
Terima kasih atas jawaban sebelumnya pak,masih sehubungan dengan istri ber NPWP dan punya usaha sendiri pak, jadi saya sebagai pegawai hanya membuat pelaporan tahunan 1770S dan istri membuat SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ya.
Indahnya hidup Bapak karena banyak orang bahagia dan bertambah keilmuan karena Bapak.
Semoga maslahat dan membawa berkah dimanapun Bapak berada...Amin
Salam bahagia
Pak,
PDL asuransi boleh tidak menggunakan pembukuan ?
Menjawab pertanyaan tgl 17 Maret 2009 8:07 AM:
Suami (Anda) melaporkan dengan menggunakan formulir 1770 S (jika penghasilan bruto Anda melebihi Rp 60 juta setahun), sedangkan isteri juga dapat melaporkan menggunakan formulir 1770 S (jika hanya bekerja sebagai pekerja, walaupun pada beberapa pemberi kerja).
Namun jika isteri selain bekerja pada pemberi kerja ternyata juga punya usaha bebas (misalnya buka toko), maka isteri harus menggunakan formulir 1770.
Terima kasih atas doanya. Amin. Dan semoga Anda juga sukses selalu dan selalu dalam lindungan dan berkah dari Yang Maha Kuasa. Amin.
Menjawab pertanyaan 17 Maret 2009 1:46 PM:
seperti dijelaskan di atas, karena petugas asuransi ini bekerja dan menerima penghasilan dari pemberi kerja (penghasilan yang diterimanya bukan langsung dari klien/nasabah, melainkan berasal dari honor yang diberikan perusahaan asuransi) maka pekerjaan ini bukan usaha bebas, maka tidak dapat menggunakan pembukuan.
Maaf Pak saya mau tanya,
Jadi untuk Agen Asuransi yang tidak mel;akukan pekerjaan bebas melaporkan menggunakan SPT 1770 S.
yang mau saya tanyakan ;
Untuk penghasilan Netto pada kolom A SPT 1770S
diisi di nomor berapa..??
kalau nomor 1 kan harus melampirkan formulir 1721 A-1, sedangkan agen asuransi hanya mendapatkan bukti potong, bukan A-1
Pak Anto,
Kalau istri saya agen asuransi dan mau lapor ikut NPWP saya, itu masuk di kolom yang mana dan harus melampirkan apa ya, mengingat dia tidak dapat 1721-A1 dari perusahaan asuransi nya.
Terima kasih.
Menjawab pertanyaan Sdr. Ucok:
Penghasilan Neto yang harus diisi pada kolom A Nomor 1 Form SPT 1770 S adalah berasal Penghasilan (Dasar Pengenaan Pajak) yang tercantum dalam Bukti Pemotongan PPh Pasal 21. DAta untuk mengisi Kolom A Nomor 1 ini tidak hanya berasal dari 1721 A-1 saja, tetapi dapat juga dari bukti pemotongan PPh Pasal 21.
Menjawab pertanyaan tgl 18-3-2009 3:33 PM:
Jika isteri Anda memang termasuk sebagai agen asuransi yang bekerja pada 1 pemberi kerja (perusahaan asuransi), maka penghasilan yang diterima isteri Anda (yang telah dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja) maka akan dilaporkan dalam SPT 1770 S (jika Anda memang memenuhi ketentuan menggunakan formulir ini) pada Lampiran 1770 S-II Bagian A, Nomor 10a.
Sebagai informasi: Penegasan lebih lanjut dari Ditjen Pajak mengenai penghitungan PPh bagi agen asuransi tidak dapat menggunakan norma dapat dibaca pada artikel ini
Pak Anto yg knowledgeable,
Kalau begitu komisi-komisi istri saya yang agen asuransi itu dianggap bersifat final dan tidak menambahkan penghasilan saya? Padahal kan komisi dia baru dipotong 5% oleh si pemberi komisi dan kalau ditotal (bisa sampai bracket yang > 5%) kayaknya bakal kurang bayar. Apakah ini tidak merugikan negara?
Terima kasih ya Pak.
Ini yang jadi dilema, karena praktek di lapangan yang salah namun peraturan tidak mengakomodasi kesalahan ini. Memang tidak mungkin untuk membuat suatu peraturan yang sempurna yang dapat mengantisipasi segala hal.
Sebenarnya pemotongan PPh Pasal 21 atas agen asuransi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi pemberi kerja adalah menerapkan tarif Pasal 17 atas penghasilan secara kumulatif selama 1 tahun.
Misalkan komisi yang diterima pada bulan:
Januari 2008 Rp 25.000.000
Pebruari 2008 Rp 30.000.000
Maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:
Untuk bulan Januari:
Rp 25.000.000 x 5% = Rp 1.250.000
Untuk bulan Pebruari:
(karena Januari sudah melewati batas lapisan pertama, Rp 25.000.000)
Rp 25.000.000 x 10% = Rp 2.500.000
Rp 5.000.000 x 15% = Rp 750.000
Jumlah PPh Pasal 21 Pebruari: Rp 3.250.000
Perhitungan ini sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006.
Jadi sebaiknya Anda menanyakan kepada perusahaan asuransi untuk memotong PPh Pasal 21 yang benar, supaya Anda dapat melaporkan SPT Tahunan PPh Anda juga dengan benar.
Pak Anto,
Saya baru membuat npwp pada bln Feb 2009. Jika di tahun 2008, saya tidak bekerja (tidak mempunyai penghasilan), apakah saya wajib melaporkan SPT Tahunan PPh WPOP Thn 2008? Jika wajib, form apa yang harus saya gunakan? mengingat saya tidak memperoleh penghasilan dari pemberi kerja maupun dari usaha bebas.
Terimakasih.
Kewajiban perpajakan Anda baru dimulai untuk tahun pajak 2009. Jika memang pada tahun 2008 Anda belum memperoleh penghasilan sama sekali, maka Anda tidak perlu melaporkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2008.
dearest Pak Anto,
ada kasus seorang karyawan dalam satu tahun pajak 2008 bekerja dalam 2 perusahaan ; jan-mei di PT.A kemudian pindah jun-des di PT.B sehingga u/ tahun pajak 2008 dia mempunyai 1721-A1 dua lembar.
Karena total penghasilan jika digabung masih dibawah Rp 60juta dan ternyata pada saat masuk ke PT.B dia tidak menyerahkan form 1721-A1 dari PT.A ; sehingga jika digabung di spt tahunan pribadinya akan timbul kurang bayar.
Pertanyaannya adalah form 1770 SS tidak mengakomodasi u/ kasus kurang bayar seperti diatas; apakah:
(1). tetap membayar kurangbayar tsb. dan melampirkan ssp nya di form 1770 SS
(2). tidak membayar kekurangan tsb. karena di form 1770 SS tidak ada pilihan lain kecuali mengisi total harta & total kewajiban
Terima kasih atas waktu Bapak u/ menyempatkan membaca dan menjawab pertanyaan ini
Salam,
baca di sini
Pak Anto saya dosen part timer di lembaga pendidikan semacam politekhnik dan saya br bikin NPWP bulan desember penghasilan saya kira satu juta sebulan dari honor yang saya terima apakah saya perlu mengisi SPT kalo perlu form apa yg saya isi dan lembaga tempat saya ngajar tidak ada potongan pajak .
Pak Anto, untuk agen asuransi dipotong pajaknya setiap bulan oleh perusahaan asuransinya, yang besarnya tergantung komisi yang didapat bulan tersebut.
Pada perhitungan pajaknya nanti, harus dilaporkan tiap bulannya berapa, atau ditotal pak ? Atau perhitungannya jadi Final atau non Final ? Trims
Menjawab kedua pertanyaan di atas:
Bagi Anda sebagai dosen Part timer dan telah memiliki NPWP sejak bulan Desember 2008, maka Anda wajib melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2008. Seluruh penghasilan yang diterima selama 1 Januari 2008 s.d. 31 Desember 2008 dijumlahkan dan dilaporkan dalam SPT Tahunan tersebut. Seharusnya lembaga tempat Anda mengajar ini adalah pemotong PPh Pasal 21 dan memiliki kewajiban untuk memotong honor Anda, coba tanyakan/pastikan apakah ada potongan pajak atas penghasilan Anda ini (karena mungkin saja pajak tersebut ditanggung oleh lembaga pendidikan ini, sehingga tidak dipotong dari penghasilan Anda, dan Anda tidak tahu mengenai pembayaran pajak tersebut).
Jika penghasilan Anda hanya dari honor mengajar, maka Anda dapat melaporkan SPT form 1770 SS (jika penghasilan bruto Anda setahun tidak melebihi Rp 60 juta) atau form 1770 S (jika penghasilan bruto Anda setahun telah melebihi Rp 60 juta).
Untuk penghasilan yang diperoleh seorang Agen Asuransi, dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja (dan tidak bersifat final). Pada akhir tahun seluruh penghasilan tersebut (selama setahun mulai 1 Januari s.d. 31 Desember) harus Anda gabungkan dan laporkan dalam SPT Tahunan Anda. Jika Anda tidak memiliki penghasilan lainnya dan penghasilan Anda hanya berasal dari komisi sebagai agen asuransi, maka Anda tidak perlu memenuhi kewajiban pelaporan bulanan, namun cukup hanya melaporkan SPT Tahunan.
pak menurut bapak manakah yg lebih baik untuk agen asuransi,menggunakan tarif pasal 17 seperti yg berlaku skrg atau menggunakan norma atau dengan tarif pph final, mengingat agen asuransi bukan pegawai tetap dan biaya-biaya yg kami keluarkan, kami yg tanggung sendiri...shngga apabila yg diberlakukan adalah tarif sprti yg berlaku skrg,kami merasa rugi.terimakasih
Posting Komentar