Saat ini di kalangan masyarakat yang bergerak di bidang agen asuransi, timbul kebimbangan mengenai cara penghitungan PPh terutang atas penghasilan yang mereka peroleh dari keagenan asuransinya. Banyak agen asuransi yang menginginkan jika penghitungan Penghasilan neto mereka dapat memperhitungkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam usaha keagenan asuransi. Salah satu metode penghitungan yang paling mudah adalah dengan menggunakan metode norma penghitungan penghasilan neto.
Sehingga banyak pertanyaan yang timbul di masyarakat (pertanyaan serupa juga banyak diterima oleh penulis) tentang apakah mereka boleh menghitung penghasilan netonya menggunakan metode pencatatan dan norma penghitungan penghasilan neto.
Untuk menjawab kebimbangan dari para Wajib Pajak ini, maka Direktur Peraturan Perpajakan II memberikan penegasan melalui Surat nomor S-31/PJ.032/2009 tanggal 19 Januari 2009.
Dalam surat ini ditegaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai usaha sebagai agen asuransi yang terikat oleh suatu hubungan kerja sehingga agen asuransi tidak bebas dalam memberikan jasanya kepada perusahaan asuransi lainnya, tidak dapat dikategorikan sebagai Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas sehingga dalam menghitung penghasilan netonya tidak boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Penegasan ini sama seperti pendapat yang pernah disampaikan penulis dalam artikel yang berjudul: Penghitungan Pajak Penghasilan atas Orang Pribadi Agen Asuransi
Catatan: ketentuan dan ulasan di atas saat ini telah digugurkan dengan dikeluarkannya ketentuan baru bagi Agen Asuransi untuk dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, baca artikelnya di sini.
Kamis, 19 Maret 2009
Penegasan Penghitungan PPh Agen Asuransi Menggunakan Norma
Label:
New Regulations - PPh •
Pajak Orang Pribadi
4 Comments
Pak Anto, saya berkeberatan dg tafsiran DJP ini. Pertama, melanggar asas keadilan sebagai norma dasar aturan perpajakan kita. Kedua, tidak mempertimbangkan praktik lazim dlm bisnis asuransi. Ketiga, tidak sejalan dengan prinsip biaya 3M yang sah diakui UU. Keempat, agen asuransi (agency system) dan brand system (seperti Jiwasraya, Bumiputera) jelas berbeda. Maka agen asuransi berdasarkan semangat dan inti UU PPh dapat menggunakan norma.
Setuju sekali. Agen asuransi banyak biayanya: entertain, telepon, pakaian, makeup, kendaraan, BBM dsb. Biaya jabatan saja tidak dapat. Sungguh menyalahi prinsip keadilan yang merupakan salah satu filosofi pajak.
Berdasarkan Surat nomor S-31/PJ.032/2009 tanggal 19 Januari 2009, dapat disimpulkan bahwa jika seorang agen dapat menjual produk asuransi dari beberapa perusahaan asuransi (independent), maka agen tersebut dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto ?
Apabila benar masuk di dalam kode berapa dan berapa persentasenya ?
Apakah formulir SPT 1770 dapat digunakan dan dokumen pendukung apa saja yang harus dilampirkan.
Saya juga setuju, Pemerintah tidak adil mengambil keputusan, Agen Asuransi tidak boleh menggunakan norma atau pencatatan. Bila perlu pemerintah join sebagai agen asuransi juga, supaya pemerintah mengetahui betapa beratnya usaha menjadi seorang agen asuransi & besarnya biaya usaha yang harus ditanggung seorang agen asuransi untuk menjaga relationship dengan para nasabahnya.
Lagipula bukan keinginan para agen asuransi hanya menjual 1 merk asuransi, tp peraturan dari AAJI yang mengharuskan demikian. Kalau dengan alasan agen asuransi hanya blh menjual 1 merk asuransi, tidak tergolong sebagai pekerja bebas, maka salahkanlah AAJI yang mengeluarkan peraturan tsb, dan AAJI lah yang harus menanggung semua biaya usaha seorang agen Asuransi.
Dan coba pemerintah menanyakan ke AAJI dan perusahaan asuransi, apakah kami agen asuransi mendapatkan gaji? Tidak... kami hanya mendapatkan komisi krn kami menjadi perantara (penghubung) nasabah dgn perusahaan asuransi. Dan saya yakin ini juga sesuai dengan KLU 00000, sebagai jasa perantara / komisioner.
Jadi benar-benar tidak adil, bila dalam pembayaran pajak, kami tidak boleh menggunakan pencatatan biaya usaha / norma.
Betapa kejamnya peraturan perpajakan Indonesia untuk seorang agen asuransi. Dimana letak demokrasi peraturan pemerintah Indonesia? Apakah sila ke-5 pada Pancasila masih tepat diterapkan di Indonesia?
Posting Komentar