Setelah artikel Kewajiban Membuat Dokumentasi Penetapan Transfer Pricing Yang Wajar atas Transaksi Hubungan Istimewa diposting di blog ini, penulis langsung mendapatkan pertanyaan dari para Pembaca Setia Tax Learning. Mereka menanyakan Wajib Pajak yang bagaimana yang memiliki kewajiban untuk membuat Transfer Pricing Documentation. Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang akan timbul sehubungan dengan adanya perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 yang kini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011, karena ketentuan yang diubah melalui PER-32/PJ/2011 ini terdiri dari 16 Pasal yang diubah serta menambahkan 2 Pasal baru. Namun karena keterbatasan waktu, penulis belum sempat mengulas seluruh perubahan yang terjadi.
Pada tulisan berikut ini, penulis akan membahas mengenai Wajib Pajak yang bagaimana yang diwajibkan untuk melakukan Penentuan Harta Transfer (Transfer Pricing) atas transaksi dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sesuai PER-32/PJ/2011 ini.
a. Siapa yang Wajib memenuhi ketentuan PER-32/PJ/2011?
Apabila kita membaca bunyi dari Pasal 2 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011, maka dapat kita simpulkan bahwa Penentuan Harga Transfer (Transfer Pricing) ini harus diterapkan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri di luar Indonesia.
Lebih lanjut pada Pasal 2 ayat (2) ditegaskan bahwa dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa yang merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, maka ketentuan PER-32/PJ/2011 ini hanya berlaku atas transaksi yang memanfaatkan perbedaan tarif pajak yang disebabkan karena:
Pasal 3 ayat (1) menegaskan bahwa Wajib Pajak yang termasuk dalam kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan memiliki hubungan istimewa, wajib untuk menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (4) ditegaskan bahwa Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan untuk menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha apabila nilai seluruh transaksi tidak melebihi Rp 10 milyar dalam 1 tahun pajak untuk setiap lawan transaksi.
b. Apa yang harus dilakukan apabila termasuk sebagai kriteria Wajib Pajak yang disebutkan dalam PER-32/PJ/2011?
Wajib Pajak yang telah memenuhi ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (4) diwajibkan untuk menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha, yaitu dengan cara (Pasal 3 ayat (2)):
c. Simpulan
Berdasarkan uraian pada bagian a dan bagian b di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa:
Wajib Pajak yang harus Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana diatur dalam PER-32/PJ/2011 adalah Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia yang bertransaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa:
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagaimana disebutkan di atas ini wajib menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dan membuat dokumentasinya (membuat transfer pricing documentation/TP Doc).
Dengan demikian maka PER-32/PJ/2011 ini mencabut ketentuan bagi Wajib Pajak yang selama ini diwajibkan untuk membuat transfer pricing documentation dengan langkah yang lebih sederhana, yaitu untuk:
Wajib Pajak yang memiliki transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa yang meliputi:
Artikel Terkait:
Kewajiban Membuat Dokumentasi Penetapan Transfer Pricing Yang Wajar atas Transaksi Hubungan Istimewa
Pada tulisan berikut ini, penulis akan membahas mengenai Wajib Pajak yang bagaimana yang diwajibkan untuk melakukan Penentuan Harta Transfer (Transfer Pricing) atas transaksi dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sesuai PER-32/PJ/2011 ini.
a. Siapa yang Wajib memenuhi ketentuan PER-32/PJ/2011?
Apabila kita membaca bunyi dari Pasal 2 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011, maka dapat kita simpulkan bahwa Penentuan Harga Transfer (Transfer Pricing) ini harus diterapkan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri di luar Indonesia.
Lebih lanjut pada Pasal 2 ayat (2) ditegaskan bahwa dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa yang merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, maka ketentuan PER-32/PJ/2011 ini hanya berlaku atas transaksi yang memanfaatkan perbedaan tarif pajak yang disebabkan karena:
- perlakuan pengenaan PPh Final atau tidak Final pada sektor usaha tertentu;
- perlakuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; atau
- transaksi yang dilakukan dengan Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas.
Pasal 3 ayat (1) menegaskan bahwa Wajib Pajak yang termasuk dalam kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan memiliki hubungan istimewa, wajib untuk menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (4) ditegaskan bahwa Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan untuk menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha apabila nilai seluruh transaksi tidak melebihi Rp 10 milyar dalam 1 tahun pajak untuk setiap lawan transaksi.
b. Apa yang harus dilakukan apabila termasuk sebagai kriteria Wajib Pajak yang disebutkan dalam PER-32/PJ/2011?
Wajib Pajak yang telah memenuhi ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (4) diwajibkan untuk menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha, yaitu dengan cara (Pasal 3 ayat (2)):
- melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
- menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
- menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan
- mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Simpulan
Berdasarkan uraian pada bagian a dan bagian b di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa:
Wajib Pajak yang harus Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana diatur dalam PER-32/PJ/2011 adalah Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia yang bertransaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa:
- di luar Indonesia (Wajib Pajak Luar Negeri); atau
- Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia yang memanfaatkan perbedaan tarif pajak seperti perlakuan PPh Final dan tidak Final, perlakuan pengenaan PPnBM, atau transaksi dengan WP Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas;
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagaimana disebutkan di atas ini wajib menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dan membuat dokumentasinya (membuat transfer pricing documentation/TP Doc).
Dengan demikian maka PER-32/PJ/2011 ini mencabut ketentuan bagi Wajib Pajak yang selama ini diwajibkan untuk membuat transfer pricing documentation dengan langkah yang lebih sederhana, yaitu untuk:
Wajib Pajak yang memiliki transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa yang meliputi:
- penjualan, pengalihan, pembelian atau perolehan barang berwujud maupun barang tidak berwujud;
- sewa, royalti, atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan atau pemanfaatan harta berwujud maupun harta tidak berwujud;
- penghasilan atau pengeluaran sehubungan dengan penyerahan atau pemanfaatan jasa;
- alokasi biaya; dan
- penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan, dan penghasilan atau pengeluaran yang timbul akibat penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan dimaksud,
Artikel Terkait:
Kewajiban Membuat Dokumentasi Penetapan Transfer Pricing Yang Wajar atas Transaksi Hubungan Istimewa
2 Comments
Pak Anto mau bertanya :
Kalo misalnya perusahaannya milik Asing, dan kita hanyalah sebagai subcon untuk melakukan manufacturing assembly. Maksud saya, perusahaan kami ini hanya bersatus Subcon dari perusahaan asing, sehingga semua persediaan, mesin produksi adalah milik perusahaan induk. Perusahaan kami hanya membeli bahan penolong dan juga labor. Metode yang digunakan adalah metode Cost Plus. Artinya, tagihan yang kita tagih ke kantor pusat itu adalah total seluruh biaya di tambah dengan profit margin yang sudah di sepakati bersama. Pertanyaan saya adalah, bagaimana saya bisa mengetahui kewajaran dari margin yang sudah di sepakati apakah wajar atau tidak ? Terima kasih.
Sdri Samohito:
Wajar atau tidaknya penetapan harga atas transaksi yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (seperti dalam kasus Anda ini adalah transaksi antara Induk perusahaan dengan anak perusahaan) adalah sangat relatif. Langkah untuk menetapkan kewajaran harga ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) PER-31/PJ/2011 sebagaimana yang telah penulis jelaskan di atas.
Melakukan Analisis Kesebandingan dan Menentukan Pembanding
Pada langkah ini, Wajib Pajak harus dapat melakukan berbagai analisis yang menunjukkan bahwa penentuan harga atas transaksi antara pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah wajar karena dipengaruhi oleh berbagai faktor (misal faktor fungsional, faktor biaya penggantian dan sebagainya). Dengan adanya nilai pembanding dari transaksi lain yang sejenis yang tidak ada unsur hubungan istimewa juga sangat penting untuk mendukung penentuan harga ini.
Penentuan Metode Penentuan Harga Transfer yang Tepat
Dengan telah diketahuinya berapa cost yang dikeluarkan atas suatu transaksi pada langkah pertama di atas maka selanjutnya Wajib Pajak dapat menetapkan bagaimana mereka akan mengambil margin keuntungan dari pihak yang memiliki hubungan istimewa tersebut melalui penentuan metode transfer pricing.
Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
Dalam menentukan harga transfer yang wajar ini, maka Wajib Pajak harus dapat menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman suatu usaha sesuai dengan kebiasaan praktik bisnis yang berlaku umum.
Semua langkah-langkah tersebut dapat ditetapkan dan didokumentasikan dalam transfer pricing documentation.
Dari kasus Anda ini, yang harus dicari kewajarannya adalah penentuan nilai tagihan dari kantor pusat tersebut. Apakah dengan ditalangi terlebih dahulu biaya oleh kantor pusat, kemudian ditagihkan ke anak perusahaan itu adalah wajar, apakah tidak ada cost lain yang timbul (baik secara langsung maupun tidak langsung)? Bagaimana penetapan margin keuntungan (cost plus), apakah ada pembanding sejenis untuk transaksi ke pihak ketiga? Dan sebagainya.
Posting Komentar