Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan uji materiil atas ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 yang diajukan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). PP Nomor 31 Tahun 2007 yang diajukan permohonan uji materiil oleh KADIN ini mengatur tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Putusan Mahkamah Agung atas permohonan uji materiil ini dituangkan dalam putusan Nomor 70P/HUM/2013 dan diputus pada tanggal 25 Februari 2014.
Dalam amar Putusan MA yang berlaku secara otomatis dalam waktu 90 hari setelah putusan MA ini menyatakan bahwa Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c PP Nomor 31 Tahun 2007 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Oleh sebab itu, ketentuan ini dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku umum dan harus dicabut.
Untuk memberikan kepastian hukum dan penegasan kepada masyarakat, maka Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-24/PJ/2014 tanggal 25 Juli 2014. Dalam SE-24/PJ/2014 ini ditegaskan bahwa barang hasil pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran serta barang hasil pertanian lain yang tidak ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, yaitu beras, gabah, jagung, sagu dan kedelai adalah barang yang tidak dikenai PPN (Bukan Barang Kena Pajak) sesuai ketentuan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN.
Sedangkan barang hasil pertanian yang merupakan hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan, dan hasil hutan sebagaimana yang ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 yang semula dibebaskan dari pengenaan PPN saat ini berubah menjadi dikenakan PPN.
Secara rinci dalam Lampiran dari Surat Edaran ini, ditegaskan bahwa untuk barang hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan yang merupakan Barang Kena Pajak yang dikenai PPN terdiri dari:
Sedangkan untuk barang hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan yang bukan merupakan Barang Kena Pajak adalah hasil produk hortikultura yang terdiri dari:
Akibatnya bagi Wajib Pajak/Pengusaha (baik orang pribadi maupun badan) yang melakukan penyerahan barang hasil pertanian yang merupakan barang kena pajak ini wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut PPN, kecuali pengusaha yang termasuk pengusaha kecil dengan omzet dampai dengan Rp 4,8 milyar per tahun.
Historis Ketentuan yang Dicabut
Penulis mencoba mengkaji kaitan dan ketentuan yang dicabut dengan Putusan MA ini sebagai akibat dari adanya pengajuan uji materiil oleh pihak KADIN terhadap PP Nomor 31 Tahun 2007. Berikut adalah ketentuan-ketentuan terkait dengan Barang Kena Pajak dan bukan Barang Kena Pajak.
1. Jenis Barang Yang Bukan Objek PPN
Berdasarkan ketentuan Pasal 4A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut sebagai UU PPN) menegaskan jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu barang tertentu dalam kelompok barang:
Lebih lanjut dalam Penjelasan atas Pasal 4A ayat (2) huruf b merinci jenis barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, terdiri dari:
Sebagaimana kita ketahui bahwa kini dalam UU PPN telah menganut prinsip negatif list, artinya bahwa selain jenis-jenis barang atau jasa yang telah tercantum dalam Pasal 4A ayat (2) dan ayat (3) UU PPN ini adalah merupakan objek PPN.
2. Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN Menurut UU PPN
Pasal 16B ayat (1) UU PPN memberikan 2 (dua) jenis fasilitas kepada Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yaitu berupa PPN yang terutang tidak dipungut dan PPN terutang yang dibebaskan.
Jenis Barang Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas berupa PPN yang terutang tidak dipungut dan PPN terutang yang dibebaskan ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah dengan berpedoman pada penjelasan Pasal 16B ayat (1) UU PPN.
Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas berupa PPN yang terutang tidak dipungut, Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan.
Sedangkan atas penyerahan Barang Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas berupa PPN yang terutang dibebaskan dari pengenaan PPN, Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tidak dapat dikreditkan.
3. Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN Menurut Peraturan Pemerintah
Selama ini ketentuan lebih lanjut yang mengatur tentang Barang Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 (selanjutnya disebut PP Nomor 31 Tahun 2007).
Dalam Pasal 2 PP Nomor 31 Tahun 2007 diatur bahwa: Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa:
Barang hasil pertanian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) PP Nomor 31 Tahun 2007 ini adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
Dalam pelaksanaannya, untuk mendapatkan pembebasan dari pengenaan PPN, khusus untuk penyerahan atau impor Barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, terlebih dahulu Pengusaha Kena Pajak wajib memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat terdaftar. Sedangkan untuk impor atau penyerahan lainnya yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN, Pengusaha Kena Pajak tidak perlu mendapatkan SKB. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008.
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN wajib menerbitkan Faktur Pajak dan membubuhkan cap “PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007.”
Simpulan
Sebenarnya selama ini barang hasil pertanian (kecuali untuk barang yang dinyatakan bukan objek PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, daging telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran) adalah merupakan Barang Kena Pajak. Sesuai dengan ketentuan Pasal 16B ayat (1) UU PPN, maka Pemerintah memberikan fasilitas berupa PPN yang terutang dibebaskan atas penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis melalui Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, yang salah satunya adalah barang hasil pertanian.
Dengan adanya putusan Mahkamah Agung ini menyebabkan saat ini fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa barang hasil pertanian yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan, penangkaran dan perikanan sudah tidak berlaku lagi. Otomatis atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak hasil pertanian ini terutang PPN dan wajib untuk dipungut PPN terutangnya.
Walau demikian, ketentuan pemberian fasilitas pembebasan pengenaan PPN atas penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis untuk barang modal, makanan ternak, bibit dan/atau benih, air bersih, listrik (kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 watt, dan RUSUNAMI tetap berlaku.
Apabila kita simak jenis komoditas yang dinyatakan sebagai Barang Kena Pajak yang terutang PPN, maka ada 2 (dua) jenis komoditas yang mungkin dapat menimbulkan perbedaan penafsiran, yaitu padi dan jagung. Sebenarnya komoditas padi dan jagung yang dinyatakan sebagai Barang Kena Pajak yang terutang PPN menurut SE-24/PJ/2014 ini adalah merang, sekam, bekatul, dedak, jerami dan komposnya yang merupakan hasil pemisahan dari padi/beras serta tongkol jagung, bonggol jagung, daun jagung, klobot dan batang jagung. Sedangkan untuk gabah atau yang sudah dipisahkan menjadi beras serta biji jagung adalah tetap merupakan bukan barang kena pajak.
Dalam amar Putusan MA yang berlaku secara otomatis dalam waktu 90 hari setelah putusan MA ini menyatakan bahwa Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c PP Nomor 31 Tahun 2007 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Oleh sebab itu, ketentuan ini dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku umum dan harus dicabut.
Untuk memberikan kepastian hukum dan penegasan kepada masyarakat, maka Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-24/PJ/2014 tanggal 25 Juli 2014. Dalam SE-24/PJ/2014 ini ditegaskan bahwa barang hasil pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran serta barang hasil pertanian lain yang tidak ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, yaitu beras, gabah, jagung, sagu dan kedelai adalah barang yang tidak dikenai PPN (Bukan Barang Kena Pajak) sesuai ketentuan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN.
Sedangkan barang hasil pertanian yang merupakan hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan, dan hasil hutan sebagaimana yang ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 yang semula dibebaskan dari pengenaan PPN saat ini berubah menjadi dikenakan PPN.
Secara rinci dalam Lampiran dari Surat Edaran ini, ditegaskan bahwa untuk barang hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan yang merupakan Barang Kena Pajak yang dikenai PPN terdiri dari:
- Komoditi hasil perkebunan yang terdiri dari buah kakao, buah kopi, buah dan cangkang kelapa sawit, nira aren dan daun/batang aren, biji/kacang mete, lada (buah), pala (biji, buah, bunga, kulit ari), cengkeh (bunga, tangkai/daun), getah karet, daun teh, daun tembakau, tebu, kapas, kapuk, rami, rosella, jute, kenaf, abaca, kayu manis (kulit batang), Kina (kulit batang), panili (buah/biji) daun nilam, buah jarak pagar, daun sereh, atsiri (daun, akar, bunga, buah), kelapa (buah, kulit buah/sabut, tempurung, batang), serta tanaman perkebunan dan sejenisnya.
- Komoditas tanaman hias dan obat yang terdiri dari: tanaman hias, tanaman potong (daun, bunga), tanaman obat (buah, daun, biji, umbi, batang, kulit, bunga).
- Komoditas tanaman pangan yang terdiri dari: padi (merang, sekam, bekatul, dedak, jerami dan komposnya); jagung (tongkol, bonggol, daun, klobot, batang); kacang tanah (polong); ubi kayu (umbi, batang, daun); ubi jalar; kacang hijau, gude, dan kacang lainnya; serta talas, garut, gembili, dan umbi lainnya.
- Komoditas hasil hutan kayu yang terdiri dari: kayu, kayu kelapa sawit, kayu karet, batang bamboo.
- Komoditas hasil hutan bukan kayu yang terdiri dari rotan, gaharu, agathis (kopal), shorea (damar), biji kemiri, biji tengkawang.
Sedangkan untuk barang hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan yang bukan merupakan Barang Kena Pajak adalah hasil produk hortikultura yang terdiri dari:
- Buah-buahan, yaitu: pisang, jeruk, mangga, salak, nanas, belimbing, manggis, rambutan, durian, melon, semangka, pepaya, duku, bengkuang, nangka, cempedak.
- Sayuran, yaitu: sayuran daun, sayuran buah, sayuran umbi, sayuran jamur.
Akibatnya bagi Wajib Pajak/Pengusaha (baik orang pribadi maupun badan) yang melakukan penyerahan barang hasil pertanian yang merupakan barang kena pajak ini wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut PPN, kecuali pengusaha yang termasuk pengusaha kecil dengan omzet dampai dengan Rp 4,8 milyar per tahun.
Historis Ketentuan yang Dicabut
Penulis mencoba mengkaji kaitan dan ketentuan yang dicabut dengan Putusan MA ini sebagai akibat dari adanya pengajuan uji materiil oleh pihak KADIN terhadap PP Nomor 31 Tahun 2007. Berikut adalah ketentuan-ketentuan terkait dengan Barang Kena Pajak dan bukan Barang Kena Pajak.
1. Jenis Barang Yang Bukan Objek PPN
Berdasarkan ketentuan Pasal 4A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut sebagai UU PPN) menegaskan jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu barang tertentu dalam kelompok barang:
- barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
- barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
- makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
- uang, emas batangan, dan surat berharga.
Lebih lanjut dalam Penjelasan atas Pasal 4A ayat (2) huruf b merinci jenis barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, terdiri dari:
- beras;
- gabah;
- jagung;
- sagu;
- kedelai;
- garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
- daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
- telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
- susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
- buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
- sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kini dalam UU PPN telah menganut prinsip negatif list, artinya bahwa selain jenis-jenis barang atau jasa yang telah tercantum dalam Pasal 4A ayat (2) dan ayat (3) UU PPN ini adalah merupakan objek PPN.
2. Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN Menurut UU PPN
Pasal 16B ayat (1) UU PPN memberikan 2 (dua) jenis fasilitas kepada Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yaitu berupa PPN yang terutang tidak dipungut dan PPN terutang yang dibebaskan.
Jenis Barang Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas berupa PPN yang terutang tidak dipungut dan PPN terutang yang dibebaskan ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah dengan berpedoman pada penjelasan Pasal 16B ayat (1) UU PPN.
Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas berupa PPN yang terutang tidak dipungut, Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan.
Sedangkan atas penyerahan Barang Kena Pajak yang mendapatkan fasilitas berupa PPN yang terutang dibebaskan dari pengenaan PPN, Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tidak dapat dikreditkan.
3. Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN Menurut Peraturan Pemerintah
Selama ini ketentuan lebih lanjut yang mengatur tentang Barang Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 (selanjutnya disebut PP Nomor 31 Tahun 2007).
Dalam Pasal 2 PP Nomor 31 Tahun 2007 diatur bahwa: Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa:
- barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut;
- makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan;
- bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan;
- barang hasil pertanian;
- Barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut;
- makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan;
- barang hasil pertanian;
- bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan;
- air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
- listrik kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu enam ratus) watt sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf h; dan
- RUSUNAMI;
Barang hasil pertanian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) PP Nomor 31 Tahun 2007 ini adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
- pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
- peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
- perikanan baik dari penangkapan atau budidaya,
Dalam pelaksanaannya, untuk mendapatkan pembebasan dari pengenaan PPN, khusus untuk penyerahan atau impor Barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, terlebih dahulu Pengusaha Kena Pajak wajib memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat terdaftar. Sedangkan untuk impor atau penyerahan lainnya yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN, Pengusaha Kena Pajak tidak perlu mendapatkan SKB. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008.
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN wajib menerbitkan Faktur Pajak dan membubuhkan cap “PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007.”
Simpulan
Sebenarnya selama ini barang hasil pertanian (kecuali untuk barang yang dinyatakan bukan objek PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, daging telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran) adalah merupakan Barang Kena Pajak. Sesuai dengan ketentuan Pasal 16B ayat (1) UU PPN, maka Pemerintah memberikan fasilitas berupa PPN yang terutang dibebaskan atas penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis melalui Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, yang salah satunya adalah barang hasil pertanian.
Dengan adanya putusan Mahkamah Agung ini menyebabkan saat ini fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa barang hasil pertanian yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan, penangkaran dan perikanan sudah tidak berlaku lagi. Otomatis atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak hasil pertanian ini terutang PPN dan wajib untuk dipungut PPN terutangnya.
Walau demikian, ketentuan pemberian fasilitas pembebasan pengenaan PPN atas penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis untuk barang modal, makanan ternak, bibit dan/atau benih, air bersih, listrik (kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 watt, dan RUSUNAMI tetap berlaku.
Apabila kita simak jenis komoditas yang dinyatakan sebagai Barang Kena Pajak yang terutang PPN, maka ada 2 (dua) jenis komoditas yang mungkin dapat menimbulkan perbedaan penafsiran, yaitu padi dan jagung. Sebenarnya komoditas padi dan jagung yang dinyatakan sebagai Barang Kena Pajak yang terutang PPN menurut SE-24/PJ/2014 ini adalah merang, sekam, bekatul, dedak, jerami dan komposnya yang merupakan hasil pemisahan dari padi/beras serta tongkol jagung, bonggol jagung, daun jagung, klobot dan batang jagung. Sedangkan untuk gabah atau yang sudah dipisahkan menjadi beras serta biji jagung adalah tetap merupakan bukan barang kena pajak.
2 Comments
Terima kasih, artikelnya sangat membantu :)
Terima kasih, artikelnya sangat membantu, khususnya di pembahasan padi dan jagung (multi tafsir) antara yg dikenai PPN dan jenis komoditas keduanya yang yg bukan merupakan BKP
Posting Komentar