Akibat dari kesibukan yang dialami oleh pengelola blog Tax Learning selama beberapa waktu terakhir ini, mengakibatkan banyak sekali pertanyaan yang masuk (baik melalui email, maupun posting komentar) yang tidak sempat dijawab oleh penulis. Karena semakin banyak pertanyaan yang tertumpuk, mengakibatkan penulis kesulitan dalam membuka arsip pertanyaan lama. Akibatnya tentulah banyak pertanyaan dari Pembaca Setia Tax Learning yang tidak mendapatkan respon dari penulis. Tentunya ini menimbulkan kekecewaan bagi para Pembaca Setia Tax Learning.
Untuk itulah, pada saat ini penulis menyampaikan permintaan maaf atas keterbatasan dari Penulis ini. Hal ini disebabkan karena terbatasnya sumber daya manusia (karena blog ini dikelola sendiri oleh penulis), serta keterbatasan sumber dana (sehingga hingga saat ini masih menggunakan hosting gratis di blogspot) sehingga manajemen database untuk merespon pertanyaan yang masuk sangat sulit. Namun penulis bertekad, akan terus mengembangkan blog ini (terutama jika sumber dana dari iklan mencukupi, dan ini sangat diperlukan bantuan dari para Pembaca Setia Tax Learning dalam mengunjungi blog ini dan juga mengunjungi para sponsor blog ini). Saat ini penulis berkonsentrasi untuk dapat menjawab seluruh pertanyaan dari para Pembaca Setia Tax Learning.
Berikut beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Pembaca Setia Tax Learning.
1. Pencabutan NPWP Wajib Pajak Meninggal Yang Meninggalkan Warisan
Pertanyaan:
Numpang tanya, Ibu saya memiliki usaha toko meninggal dunia pada September 2009. Saya disarankan untuk tetap membayarkan pph pasal 25 ibu saya sampai akhir thn pajak, jd saya bayar sampai Desember 2009. Desember 2009 saya mengajukan permohonan penutupan NPWP Ibu saya krn meninggal dunia. Maret 2010 saya dihubungi petugas KPP lokasi (tempat ibu saya buka toko), petugasnya meminta copy NPWP saya dan copy Akte Waris. Saya keberatan NPWP saya dikaitkan dengan Ibu saya terutama kalau Penghapusan NPWP beliau belum selesai. Saudara2 keberatan memberikan copy Akte Waris krn tidak ada hubungannya dengan permohonan penutupan.
Herannya petugas KPP domisili tidak menghubungi saya sama sekali. Pertanyaan saya, apakah copy NPWP saya dan copy Akte Waris benar diperlukan untuk penutupan NPWP Ibu saya di KPP lokasi? Terima kasih atas bantuannya.
Dari Ina Junita, April 8, 2010 8:15 PM
Jawab:
Dalam proses pencabutan NPWP atas orang yang telah meninggal dunia, apabila pemilik NPWP yang meninggal tersebut tidak memiliki harta warisan, maka NPWP dapat langsung dicabut. Namun apabila pemilik NPWP yang meninggal tersebut memiliki harta warisan, maka harta warisan ini harus diwariskan terlebih dahulu kepada para ahli warisnya (secara legal umumnya ini dibuktikan akta waris). Kemudian para ahli waris yang menerima harta dan penghasilan dari warisan ini haruslah telah memiliki NPWP dan kelak melaporkan penghasilan dan harta yang diterima dari warisan ini.
Apabila harta milik orang yang meninggal tersebut masih belum terbagikan, maka dalam istilah perpajakan disebut sebagai ”warisan belum terbagi” dan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 2 UU PPh, warisan belum terbagi ini dianggap sebagai subjek pajak dan tetap harus menjalankan ”kewajiban pajaknya”. Jadi dalam hal ini apa yang dilakukan oleh petugas KPP Lokasi telah sesuai ketentuan.
Mengenai pertanyaan Anda bahwa pihak KPP domisili tidak pernah menghubungi Anda, ini adalah karena Anda tidak mengajukan pencabutan NPWP ke KPP domisili, namun pencabutan ini diajukan ke KPP lokasi, sehingga pihak KPP lokasi yang harus memverifikasi Anda. Yang perlu Anda perhatikan adalah bahwa pihak KPP lokasi yang memverifikasi Anda tersebut harus menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangannya, dan Anda juga memiliki hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU KUP.
2. Saat Penerbitan Faktur Pajak
Pertanyaan:
Saya menerbitkan faktur pajak biasanya setiap awal bulan, tapi didalam keterangan untuk barang kena pajak pemakaian bulan sebelumnya. Apakah faktur pajak kami tersebut cacat. Contoh faktur pajak tgl 1 Mei, untuk pemakaian jasa bulan April. Tq
Dari Mery, April 24, 2010 2:46 PM
Jawab:
Kalau saya analisis dari pernyataan Anda ini, maka Faktur Pajak yang Anda terbitkan ini harus kita bagi menjadi 2 periode:
1) Periode transaksi sebelum 1 April 2010 (sesuai UU Nomor 18 Tahun 2000)
Untuk periode ini, ketentuan penerbitan Faktur Pajak adalah: harus diterbitkan pada tanggal transaksi dan paling lambat dapat diterbitkan adalah pada akhir bulan berikutnya setelah bulan transaksi tersebut, kecuali jika didahului dengan pembayaran uang, maka Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal pembayaran tersebut dilakukan.
Contoh:
Transaksi penyerahan jasa (pemakaian jasa) dilakukan pada tanggal 1 Januari 2010, apabila sampai dengan tanggal 28 Februari 2010 (akhir bulan berikutnya) belum ada pembayaran uang atas jasa tersebut, maka Faktur Pajak dapat dibuat untuk tanggal 1 Januari 2010 s.d. tanggal 28 Februari 2010 (paling lambat).
Namun apabila ternyata pada tanggal 20 Januari 2010 telah terjadi pembayaran uang tunai maka Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 20 Januari 2010.
2) Periode transaksi mulai 1 April 2010 s.d. sekarang (sesuai UU Nomor 42 Tahun 2009)
Untuk periode ini, ketentuan penerbitan Faktur Pajak adalah: harus dibuat pada tanggal transaksi dilakukan atau apabila ada pembayaran uang muka, maka Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal dibayarnya uang muka tersebut.
Contoh:
Transaksi penyerahan jasa (pemakaian jasa) dilakukan pada tanggal 5 April 2010, pembayaran uang atas jasa tersebut baru dilakukan pada tanggal 1 Mei 2010, maka Faktur Pajak harus dibuat tanggal 5 April 2010.
Namun apabila ternyata pada tanggal 1 April 2010 telah terjadi pembayaran uang muka, maka Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 April 2010 untuk pembayaran uang muka tersebut.
Jadi apabila Faktur Pajak untuk transaksi pada kedua periode tersebut diterbitkan melampaui waktu sebagaimana penulis jelaskan di atas, maka Faktur Pajak tersebut akan dianggap cacat (tidak memenuhi syarat formal dan material).
3. PPh Atas Usaha Jasa Konstruksi
Pertanyaan:
Mohon bantuannya...
Saya punya Usaha Konstruksi dalam bentuk CV. yang bergerak dalam bidang General Trading & Contractor.
Dari Nilai PO (Jasa + Material), apakah betul saya dikenakan Potongan PPh 4 Ayat 2 Final atas Penghasilan yang diterima?
DPP pada PPh 4 Ayat 2 Final meliputi Jasa Konstruksi saja ataukah Jasa + Material?
Pada PO tidak dipisahkan antara Jasa & Material. Bagaimana sebaiknya, apakah harus dipisahkan?
Berapa Tarif yang dikenakan pada Penghasilan CV. saya, apabila CV. saya belum mempunyai SIUJK?
Apakah betul DPP pada PPh 4 Ayat 2 Final adalah sama dengan DPP pada PPN?
Pada PO tercantum Pembayaran sebanyak 4x, D/P 30%, Termin I 30%, Termin II 35%, Termin III 5%. Pada Faktur Pajak (PPN) Kolom BKP/JKP, saya tulis Uang Muka sebesar 30% atas Pengadaan CME & Instalasinya. Apakah betul kalimat yang saya tulis tersebut? Apakah jumlah Prosentase Pembayaran perlu dicantumkan atau tidak?
Mohon Penjelasannya, karena saya masih baru.
Terima kasih...
Dari: tanpa nama, May 31, 2010 12:10 PM
Jawab:
Ketentuan mengenai penghasilan dari usaha jasa konstruksi saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009.
Pada Pasal 5 ayat (2) PP Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 ditegaskan bahwa besarnya PPh yang dipotong adalah atas jumlah pembayaran atau penerimaan pembayaran, tidak termasuk PPN. Pada ayat (3) dijelaskan bahwa jumlah pembayaran atau penerimaan pembayaran ini adalah merupakan bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi. Jadi, besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang adalah atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sesuai nilai kontrak tidak termasuk PPN, berarti baik atas nilai jasa maupun materialnya. Nilai ini adalah juga sebagai nilai DPP PPN.
Mengenai pertanyaan tentang pencantuman uraian pada pembuatan PO (dan mungkin juga untuk penerbitan Faktur Pajak), apa yang Anda tulisakan sebagai ”uang muka...” itu telah benar. Akan lebih baik lagi jika Anda cantumkan persentase pembayarannya, walaupun bila tidak dicantumkan juga tidak berpengaruh, karena telah didukung oleh kontrak kerja.
4. Kewajiban Pajak Orang Pribadi Sebagai Karyawan
Pertanyaan:
mau tanya dong.. saya kan karyawan belum tetap tapi sudah diminta untuk buat NPWP. dan akhirnya saya buat melalui e-reg, tapi saya masih bingung dimana setahu saya, pajak karyawan itu PPH Pasal 21.
tapi waktu saya isi form, saya memilih pilihan “karyawan yg tidak melakukan pekerjaan bebas” apakah itu benar cocok dengan saya yg merupakan karyawan dari sebuah perusahaan swasta? bagaimana ya perhitungan pajaknya? terima kasih sebelumnya..
Dari: Anastasia Vinera, June 7, 2010 1:59 PM
Jawab:
Pilihan pada saat Anda melakukan pendaftaran NPWP sesuai dengan status Anda sebagai karyawan telah benar, yaitu: “karyawan yg tidak melakukan pekerjaan bebas”.
Namun sebagaimana perlu Anda pahami, bahwa kewajiban yang timbul setelah memiliki NPWP adalah kewajiban pajak orang pribadi. Kewajiban dari seorang Wajib Pajak yang statusnya orang pribadi adalah:
- melakukan kewajiban pelaporan PPh Pasal 25 setiap bulannya (kewajiban ini hanya diwajibkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha dan pekerjaan bebas, sedangkan untuk Anda sebagai karyawan, kewajiban ini tidak perlu).
-melakukan kewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi setahun sekali (kewajiban inilah yang harus Anda penuhi), serta melakukan penyetoran PPh Pasal 29 atas kekurangan bayar PPh selama setahun hasil dari perhitungan kembali dalam SPT Tahunan tersebut (hal ini dimungkinkan terjadi apabila Anda juga memperoleh penghasilan lain-lain di luar gaji dan imbalan sebagai karyawan, yang belum atau kurang dipotong pajak).
Sedangkan kewajiban PPh Pasal 21 itu, adalah kewajiban melakukan pemotongan pajak yang harus dilakukan oleh pemberi kerja ketika ia melakukan pembayaran biaya gaji dan imbalan sehubungan dengan mempekerjakan karyawan. Jadi ketika Anda bekerja sebagai karyawan, maka ketika Anda menerima gaji dari majikan Anda (perusahaan), maka majikan Anda tersebut harus melakukan pemotongan PPh Pasal 21. PPh Pasal 21 ini bukanlah kewajiban Anda, tapi kewajiban majikan Anda untuk memotong pajak atas gaji yang Anda terima.
Bagi Anda, potongan PPh Pasal 21 ini yang dapat diperhitungkan dengan pajak yang terutang kelak (sebagai pengurang/kredit pajak) pada saat Anda menghitung dan membuat SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Apabila penghasilan Anda hanya dari pekerjaan di perusahaan ini, maka besarnya PPh atas gaji Anda yang Anda hitung dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi akan sama besarnya dengan PPh Pasal 21 yang dipotong oleh perusahaan, sehingga sering orang rancu dan menyamakan antara PPh Pasal 21 dengan PPh Orang Pribadi.
5. Pengukuhan Sebagai Pengusaha Kena Pajak
Pertanyaan:
untuk melakukan pengukuhan sebagai pkp, apa saja hal-hal yang diperlukan?
jika perusahaan saat ini sudah berjalan cukup lama (belum menjadi pkp) dan ingin menjadi pkp...namun terdapat perubahan dalam permodalan (modal kerja dll) apakah bisa? (dengan menggunakan identitas perusahaan sebelumnya)...mempertimbangkan pelaporan pajak sebelum menjadi pkp.
jika perusahaan tidak memiliki laporan rinci setiap transaksi - penerimaan netto secara akutansi, adakah metode lain yang disarankan oleh perpajakan?
terima kasih
Dari: tanpa nama, October 5, 2010 10:04 PM
Jawab:
Apabila perubahan modal kerja tersebut tidak mengakibatkan perubahan Nama perusahaan, maka Anda cukup melaporkan perubahan permodalan ini pada saat melaporkan SPT Tahunan PPh Badan. Namun apabila perubahan ini mengakibatkan adanya perubahan nama perusahaan, maka atas perubahan ini Anda harus melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan Anda ini terdaftar untuk meng-update identitas Wajib Pajak dengan melampirkan bukti-bukti perubahan (Akta perubahan dan sejenisnya).
Untuk itulah, pada saat ini penulis menyampaikan permintaan maaf atas keterbatasan dari Penulis ini. Hal ini disebabkan karena terbatasnya sumber daya manusia (karena blog ini dikelola sendiri oleh penulis), serta keterbatasan sumber dana (sehingga hingga saat ini masih menggunakan hosting gratis di blogspot) sehingga manajemen database untuk merespon pertanyaan yang masuk sangat sulit. Namun penulis bertekad, akan terus mengembangkan blog ini (terutama jika sumber dana dari iklan mencukupi, dan ini sangat diperlukan bantuan dari para Pembaca Setia Tax Learning dalam mengunjungi blog ini dan juga mengunjungi para sponsor blog ini). Saat ini penulis berkonsentrasi untuk dapat menjawab seluruh pertanyaan dari para Pembaca Setia Tax Learning.
Berikut beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Pembaca Setia Tax Learning.
1. Pencabutan NPWP Wajib Pajak Meninggal Yang Meninggalkan Warisan
Pertanyaan:
Numpang tanya, Ibu saya memiliki usaha toko meninggal dunia pada September 2009. Saya disarankan untuk tetap membayarkan pph pasal 25 ibu saya sampai akhir thn pajak, jd saya bayar sampai Desember 2009. Desember 2009 saya mengajukan permohonan penutupan NPWP Ibu saya krn meninggal dunia. Maret 2010 saya dihubungi petugas KPP lokasi (tempat ibu saya buka toko), petugasnya meminta copy NPWP saya dan copy Akte Waris. Saya keberatan NPWP saya dikaitkan dengan Ibu saya terutama kalau Penghapusan NPWP beliau belum selesai. Saudara2 keberatan memberikan copy Akte Waris krn tidak ada hubungannya dengan permohonan penutupan.
Herannya petugas KPP domisili tidak menghubungi saya sama sekali. Pertanyaan saya, apakah copy NPWP saya dan copy Akte Waris benar diperlukan untuk penutupan NPWP Ibu saya di KPP lokasi? Terima kasih atas bantuannya.
Dari Ina Junita, April 8, 2010 8:15 PM
Jawab:
Dalam proses pencabutan NPWP atas orang yang telah meninggal dunia, apabila pemilik NPWP yang meninggal tersebut tidak memiliki harta warisan, maka NPWP dapat langsung dicabut. Namun apabila pemilik NPWP yang meninggal tersebut memiliki harta warisan, maka harta warisan ini harus diwariskan terlebih dahulu kepada para ahli warisnya (secara legal umumnya ini dibuktikan akta waris). Kemudian para ahli waris yang menerima harta dan penghasilan dari warisan ini haruslah telah memiliki NPWP dan kelak melaporkan penghasilan dan harta yang diterima dari warisan ini.
Apabila harta milik orang yang meninggal tersebut masih belum terbagikan, maka dalam istilah perpajakan disebut sebagai ”warisan belum terbagi” dan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 2 UU PPh, warisan belum terbagi ini dianggap sebagai subjek pajak dan tetap harus menjalankan ”kewajiban pajaknya”. Jadi dalam hal ini apa yang dilakukan oleh petugas KPP Lokasi telah sesuai ketentuan.
Mengenai pertanyaan Anda bahwa pihak KPP domisili tidak pernah menghubungi Anda, ini adalah karena Anda tidak mengajukan pencabutan NPWP ke KPP domisili, namun pencabutan ini diajukan ke KPP lokasi, sehingga pihak KPP lokasi yang harus memverifikasi Anda. Yang perlu Anda perhatikan adalah bahwa pihak KPP lokasi yang memverifikasi Anda tersebut harus menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangannya, dan Anda juga memiliki hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU KUP.
2. Saat Penerbitan Faktur Pajak
Pertanyaan:
Saya menerbitkan faktur pajak biasanya setiap awal bulan, tapi didalam keterangan untuk barang kena pajak pemakaian bulan sebelumnya. Apakah faktur pajak kami tersebut cacat. Contoh faktur pajak tgl 1 Mei, untuk pemakaian jasa bulan April. Tq
Dari Mery, April 24, 2010 2:46 PM
Jawab:
Kalau saya analisis dari pernyataan Anda ini, maka Faktur Pajak yang Anda terbitkan ini harus kita bagi menjadi 2 periode:
1) Periode transaksi sebelum 1 April 2010 (sesuai UU Nomor 18 Tahun 2000)
Untuk periode ini, ketentuan penerbitan Faktur Pajak adalah: harus diterbitkan pada tanggal transaksi dan paling lambat dapat diterbitkan adalah pada akhir bulan berikutnya setelah bulan transaksi tersebut, kecuali jika didahului dengan pembayaran uang, maka Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal pembayaran tersebut dilakukan.
Contoh:
Transaksi penyerahan jasa (pemakaian jasa) dilakukan pada tanggal 1 Januari 2010, apabila sampai dengan tanggal 28 Februari 2010 (akhir bulan berikutnya) belum ada pembayaran uang atas jasa tersebut, maka Faktur Pajak dapat dibuat untuk tanggal 1 Januari 2010 s.d. tanggal 28 Februari 2010 (paling lambat).
Namun apabila ternyata pada tanggal 20 Januari 2010 telah terjadi pembayaran uang tunai maka Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 20 Januari 2010.
2) Periode transaksi mulai 1 April 2010 s.d. sekarang (sesuai UU Nomor 42 Tahun 2009)
Untuk periode ini, ketentuan penerbitan Faktur Pajak adalah: harus dibuat pada tanggal transaksi dilakukan atau apabila ada pembayaran uang muka, maka Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal dibayarnya uang muka tersebut.
Contoh:
Transaksi penyerahan jasa (pemakaian jasa) dilakukan pada tanggal 5 April 2010, pembayaran uang atas jasa tersebut baru dilakukan pada tanggal 1 Mei 2010, maka Faktur Pajak harus dibuat tanggal 5 April 2010.
Namun apabila ternyata pada tanggal 1 April 2010 telah terjadi pembayaran uang muka, maka Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 April 2010 untuk pembayaran uang muka tersebut.
Jadi apabila Faktur Pajak untuk transaksi pada kedua periode tersebut diterbitkan melampaui waktu sebagaimana penulis jelaskan di atas, maka Faktur Pajak tersebut akan dianggap cacat (tidak memenuhi syarat formal dan material).
3. PPh Atas Usaha Jasa Konstruksi
Pertanyaan:
Mohon bantuannya...
Saya punya Usaha Konstruksi dalam bentuk CV. yang bergerak dalam bidang General Trading & Contractor.
Dari Nilai PO (Jasa + Material), apakah betul saya dikenakan Potongan PPh 4 Ayat 2 Final atas Penghasilan yang diterima?
DPP pada PPh 4 Ayat 2 Final meliputi Jasa Konstruksi saja ataukah Jasa + Material?
Pada PO tidak dipisahkan antara Jasa & Material. Bagaimana sebaiknya, apakah harus dipisahkan?
Berapa Tarif yang dikenakan pada Penghasilan CV. saya, apabila CV. saya belum mempunyai SIUJK?
Apakah betul DPP pada PPh 4 Ayat 2 Final adalah sama dengan DPP pada PPN?
Pada PO tercantum Pembayaran sebanyak 4x, D/P 30%, Termin I 30%, Termin II 35%, Termin III 5%. Pada Faktur Pajak (PPN) Kolom BKP/JKP, saya tulis Uang Muka sebesar 30% atas Pengadaan CME & Instalasinya. Apakah betul kalimat yang saya tulis tersebut? Apakah jumlah Prosentase Pembayaran perlu dicantumkan atau tidak?
Mohon Penjelasannya, karena saya masih baru.
Terima kasih...
Dari: tanpa nama, May 31, 2010 12:10 PM
Jawab:
Ketentuan mengenai penghasilan dari usaha jasa konstruksi saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009.
Pada Pasal 5 ayat (2) PP Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 ditegaskan bahwa besarnya PPh yang dipotong adalah atas jumlah pembayaran atau penerimaan pembayaran, tidak termasuk PPN. Pada ayat (3) dijelaskan bahwa jumlah pembayaran atau penerimaan pembayaran ini adalah merupakan bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi. Jadi, besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang adalah atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sesuai nilai kontrak tidak termasuk PPN, berarti baik atas nilai jasa maupun materialnya. Nilai ini adalah juga sebagai nilai DPP PPN.
Mengenai pertanyaan tentang pencantuman uraian pada pembuatan PO (dan mungkin juga untuk penerbitan Faktur Pajak), apa yang Anda tulisakan sebagai ”uang muka...” itu telah benar. Akan lebih baik lagi jika Anda cantumkan persentase pembayarannya, walaupun bila tidak dicantumkan juga tidak berpengaruh, karena telah didukung oleh kontrak kerja.
4. Kewajiban Pajak Orang Pribadi Sebagai Karyawan
Pertanyaan:
mau tanya dong.. saya kan karyawan belum tetap tapi sudah diminta untuk buat NPWP. dan akhirnya saya buat melalui e-reg, tapi saya masih bingung dimana setahu saya, pajak karyawan itu PPH Pasal 21.
tapi waktu saya isi form, saya memilih pilihan “karyawan yg tidak melakukan pekerjaan bebas” apakah itu benar cocok dengan saya yg merupakan karyawan dari sebuah perusahaan swasta? bagaimana ya perhitungan pajaknya? terima kasih sebelumnya..
Dari: Anastasia Vinera, June 7, 2010 1:59 PM
Jawab:
Pilihan pada saat Anda melakukan pendaftaran NPWP sesuai dengan status Anda sebagai karyawan telah benar, yaitu: “karyawan yg tidak melakukan pekerjaan bebas”.
Namun sebagaimana perlu Anda pahami, bahwa kewajiban yang timbul setelah memiliki NPWP adalah kewajiban pajak orang pribadi. Kewajiban dari seorang Wajib Pajak yang statusnya orang pribadi adalah:
- melakukan kewajiban pelaporan PPh Pasal 25 setiap bulannya (kewajiban ini hanya diwajibkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha dan pekerjaan bebas, sedangkan untuk Anda sebagai karyawan, kewajiban ini tidak perlu).
-melakukan kewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi setahun sekali (kewajiban inilah yang harus Anda penuhi), serta melakukan penyetoran PPh Pasal 29 atas kekurangan bayar PPh selama setahun hasil dari perhitungan kembali dalam SPT Tahunan tersebut (hal ini dimungkinkan terjadi apabila Anda juga memperoleh penghasilan lain-lain di luar gaji dan imbalan sebagai karyawan, yang belum atau kurang dipotong pajak).
Sedangkan kewajiban PPh Pasal 21 itu, adalah kewajiban melakukan pemotongan pajak yang harus dilakukan oleh pemberi kerja ketika ia melakukan pembayaran biaya gaji dan imbalan sehubungan dengan mempekerjakan karyawan. Jadi ketika Anda bekerja sebagai karyawan, maka ketika Anda menerima gaji dari majikan Anda (perusahaan), maka majikan Anda tersebut harus melakukan pemotongan PPh Pasal 21. PPh Pasal 21 ini bukanlah kewajiban Anda, tapi kewajiban majikan Anda untuk memotong pajak atas gaji yang Anda terima.
Bagi Anda, potongan PPh Pasal 21 ini yang dapat diperhitungkan dengan pajak yang terutang kelak (sebagai pengurang/kredit pajak) pada saat Anda menghitung dan membuat SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Apabila penghasilan Anda hanya dari pekerjaan di perusahaan ini, maka besarnya PPh atas gaji Anda yang Anda hitung dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi akan sama besarnya dengan PPh Pasal 21 yang dipotong oleh perusahaan, sehingga sering orang rancu dan menyamakan antara PPh Pasal 21 dengan PPh Orang Pribadi.
5. Pengukuhan Sebagai Pengusaha Kena Pajak
Pertanyaan:
untuk melakukan pengukuhan sebagai pkp, apa saja hal-hal yang diperlukan?
jika perusahaan saat ini sudah berjalan cukup lama (belum menjadi pkp) dan ingin menjadi pkp...namun terdapat perubahan dalam permodalan (modal kerja dll) apakah bisa? (dengan menggunakan identitas perusahaan sebelumnya)...mempertimbangkan pelaporan pajak sebelum menjadi pkp.
jika perusahaan tidak memiliki laporan rinci setiap transaksi - penerimaan netto secara akutansi, adakah metode lain yang disarankan oleh perpajakan?
terima kasih
Dari: tanpa nama, October 5, 2010 10:04 PM
Jawab:
Apabila perubahan modal kerja tersebut tidak mengakibatkan perubahan Nama perusahaan, maka Anda cukup melaporkan perubahan permodalan ini pada saat melaporkan SPT Tahunan PPh Badan. Namun apabila perubahan ini mengakibatkan adanya perubahan nama perusahaan, maka atas perubahan ini Anda harus melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan Anda ini terdaftar untuk meng-update identitas Wajib Pajak dengan melampirkan bukti-bukti perubahan (Akta perubahan dan sejenisnya).
2 Comments
saya ibu rumah tangga punya usaha warnet n punya npwp tpi sampai saat ini sya belum pernah bbayar pajak karena masih bingung dengan tata cara pembayaran pajak.mohon bantuan nya.. terimakasih
Silakan baca beberapa panduan sederhana yang saya tulis di artikel berikut ini.
Namun apabila masih kurang mengerti, silakan ajukan pertanyaan melalui email yang tertera di sebelah kanan ini (bagian "Contact Us")
Posting Komentar