..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Rabu, 19 Januari 2011

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan

Setelah 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan akhirnya digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tanggal 30 Desember 2010.

Salah satu hal penting yang ditunggu-tunggu oleh kalangan bisnis di Indonesia adalah adanya ketentuan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengenaan PPh Badan dalam rangka Penanaman Modal yang diatur dalam PP Nomor 94 Tahun 2010 ini. Ketentuan mengenai pemberian fasilitas PPh dalam PP Nomor 94 Tahun 2010 ini diatur dalam Pasal 29. Fasilitas PPh ini diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal baru yang merupakan industri pionir, yang tidak mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Industri pionir yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Selain ketentuan mengenai pemberian Fasilitas PPh, dalam PP Nomor 94 Tahun 2010 ini juga diatur:

Bukan Objek Pajak

Dividen
Penegasan objek pajak berupa dividen sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari:
  1. kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal atau membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal; dan
  2. kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Agio dan Disagio Saham
  1. Agio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai pasar saham dan nilai nominal saham, tidak termasuk objek pajak.
  2. Disagio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai nominal saham dan nilai pasar saham, bukan merupakan pengurang dari penghasilan bruto.
Bagian Laba yang Diterima/Diperoleh Pemegang Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif
Termasuk juga keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya baik yang dimiliki oleh Subjek Pajak Dalam Negeri maupun Subjek Pajak Luar Negeri adalah tidak termasuk objek pajak.

Objek Pajak
Capital Gain Pengalihan harta perusahaan kepada karyawan
Dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan bagi perusahaan.

Pembagian Laba
Pembagian laba secara langsung dan/atau tidak langsung yang berasal dari saldo laba termasuk saldo laba berdasarkan proyeksi laba tahun berjalan merupakan objek pajak, kecuali bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-Undang Pajak Penghasilan (Dividen yang diterima PT/Koperasi/BUMN/BUMD yang kepemilikannya pada perusahaan pembagi dividen lebih dari 25%).

Surplus Bank Indonesia
Surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia adalah merupakan objek pajak. Ketentuan tata cara penghitungan dan pembayaran PPh diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang dapat dibuktikan Pajak Masukan tersebut benar-benar telah dibayar dan berkenaan dengan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.

Pajak Masukan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto ini yang berhubungan dengan pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud serta biaya yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun, harus dikapitalisasi dengan pengeluaran atau biaya tersebut dan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.

Pinjaman Tanpa Bunga dari Pemegang Saham
Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh WP dalam bentuk perseroan terbatas diperkenankan apabila:
-pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain;
-modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;
-pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
-perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.

Bila pinjaman yang diterima tidak memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan di atas, maka atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar.

Ketentuan ini sebenarnya dulunya telah diatur dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-165/PJ.312/1992 tanggal 15 Juli 1992. Namun pengaturan dalam bentuk surat ini tidak memiliki kekuatan hukum, sehingga saat ini ketentuan ini diatur langsung dalam Peraturan Pemerintah.

Perlakuan Kredit Pajak atas Pemotongan PPh Dalam Tahun Yang Berbeda
Dalam hal pemotongan PPh Pasal 23 UU PPh atau Pasal 26 UU PPh dilakukan pada tahun pajak yang berbeda dengan tahun pajak pengakuan penghasilan, maka atas PPh yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan pada tahun pajak dilakukannya pemotongan (Pasal 16 PP Nomor 94 Tahun 2010).

1 Comments

MIDZI 11 Juli 2019 pukul 15.53

terimakasih atas tulisannya

Posting Komentar