..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label Lapor Pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lapor Pajak. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Desember 2024

SPT Tahunan PPh Untuk Tahun Pajak 2024 Masih Lapor Melalui DJP Online dan Belum Pakai Coretax

Pelaporan SPT Tahunan PPh (baik SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun SPT Tahunan PPh Badan) untuk Tahun Pajak 2024 yang disampaikan di awal tahun 2025 masih menggunakan Aplikasi DJP Online seperti pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak lalu. Walaupun mulai 1 Januari 2025 Direktorat Jenderal Pajak akan mengganti sistem administrasi perpajakan dengan sistem baru yaitu Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS), namun Direktorat Jenderal Pajak masih memberikan kebijakan bahwa untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024 ini tetap menggunakan aplikasi lama DJP Online. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Dwi Astuti, dalam acara Media Gathering di Bandung pada hari Rabu, 4 Desember 2024.

Nanti pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun Badan itu baru akan menggunakan sistem Coretax untuk SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2025 yang akan disampaikan di awal tahun 2026.

Untuk diketahui bahwa pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2023 lalu yang disampaikan melalui DJP Online, dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan media elektronik dalam bentuk e-Form format PDF yang terlebih dahulu diunduh (download) dari akun masing-masing Wajib Pajak di DJP Online, e-Filing dan e-SPT, atau dapat juga disampaikan secara manual ke Kantor Pelayanan Pajak.

Dalam media Gathering ini, Dwi Astuti juga melaporkan kinerja penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) hingga 3 Desember 2024 yang mencapai 16,33 juta SPT. Jumlah SPT Tahunan PPh yang disampaikan oleh Wajib Pajak ini terdiri dari 15,00 juta SPT Wajib Pajak Orang Pribadi dan 1,32 juta SPT Wajib Pajak Badan. Angka pencapaian ini setara dengan 84,71% dari total Wajib Pajak terdaftar yang diwajibkan melaporkan SPT sebanyak Rp 19,27 juta SPT.

Dwi Astuti juga memerinci mengenai media penyampaian SPT Tahunan yang dilaporkan Wajib Pajak sebagian besar melalui sarana elektronik, yakni 12,90 juta SPT melalui e-filing, 2,61 juta SPT melalui e-form, dan 27 SPT melalui e-SPT.

Sisanya sebanyak 811.093 SPT disampaikan secara manual ke Kantor Pelayanan Pajak.

"Sehingga totalnya itu sudah masuk sebesar 16.327.366 SPT sehingga ada kenaikan sebesar kurang lebih 2% dari tahun lalu," ujar Dwi.

Minggu, 21 Januari 2024

Ketentuan PPh Pasal 21 Terbaru di Januari 2024 dan Lapor Gunakan Menu eBupot 21/26

Mulai Masa Pajak Januari 2024, ketentuan mengenai penghitungan, pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21/26 atas penghasilan yang diterima oleh Orang Pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan telah berubah. Perubahan ini dituangkan dalam ketentuan:
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tanggal 27 Desember 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan;
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tanggal 29 Desember 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi; dan
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 tanggal 19 Januari 2024 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 serta Bentuk, Isi, Tata Cara pengisian, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26.
Sebelum ini juga telah ada ketentuan terbaru yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yaitu yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 tanggal 27 Juni 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan dan telah diberlakukan sejak 1 Juli 2023.

Menindaklanjuti ketentuan terbaru ini, maka pada hari ini (21/1/2024) Direktorat Jenderal Pajak telah meluncurkan aplikasi pembuatan Bukti Pemotongan dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 melalui djponline.pajak.go.id pada menu e-Bupot 21/26. Seperti halnya dengan menu e-Bupot Unifikasi, maka Wajib Pajak yang akan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21/26 haruslah memiliki sertifikat elektronik (sertel).

Untuk diketahui bahwa salah satu ketentuan baru dalam pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21/26 bagi pegawai tetap selain menggunakan tarif efektif dalam nenghitung besarnya PPh terutang Masa Pajak Januari sampai dengan November, adalah juga harus membuatkan Bukti Pemotongan PPh dengan menggunakan Formulir 1721-VIII untuk setiap bulannya pada Masa Pajak Januari sampai dengan November. Kemudian pada Masa Pajak Desember setiap tahunnya, dilakukanlah penghitungan PPh Pasal 21/26 setahun dengan menggunakan tarif normal Pasal 17 UU PPh, dan dibuatkan bukti pemotongan PPh Formulir 1721-A1 atau 1721-A2.


Pada Pasal 2 ayat (5) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 mengatur bahwa Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 kepada Penerima Penghasilan untuk:
  1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 yang Tidak Bersifat Final atau PPh Pasal 26 (Formulir 1721-VI) dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 yang Bersifat Final (Formulir 1721-VII) diberikan kepada Penerima Penghasilan untuk setiap kali pembuatan Bukti Pemotongan PPh;
  2. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Bulanan (Formulir 1721-VIII) diberikan kepada Penerima Penghasilan paling lama 1 (satu) bulan setelah masa pajak berakhir; dan
  3. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun secara Berkala (Formulir 1721-A1) diberikan kepada Penerima Penghasilan paling lama 1 (satu) bulan setelah masa pajak terakhir.
Komentar atas Menu eBupot 21/26 di djponline:
Menurut penulis, Menu eBupot 21/26 yang dibuat oleh DJP dengan mentautkan Menu ini ke dalam akun djponline tanpa adanya security tambahan mengakibatkan saat ini hasil pelaporan Pemotongan PPh Pasal 21 menjadi mudah untuk diketahui oleh Pegawai lain di Perusahaan yang mengerjakan pelaporan perpajakan. Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa praktik di lapangan, masalah penggajian dan penghitungan PPh Pasal 21 adalah merupakan suatu data yang sangat sensitif, sehingga selama ini banyak perusahaan yang mengerjakan penghitungan PPh Pasal 21 ini dilakukan oleh pegawai khusus (seperti Manager HRD, owner perusahaan atau bahkan di-outsource ke pihak ketiga/konsultan). Sedangkan pelaporan pajak lainnya biasanya dikerjakan oleh pegawai lainnya. Saran penulis adalah agar DJP menambahkan satu security khusus ke menu eBupot 21/26 ini agar kerahasiaan data dari sistem penggajian ini masih dapat dikelola oleh setiap Wajib Pajak.

Sabtu, 08 April 2023

Tidak Dapat Lapor SPT Tahunan PPh 2022 Hingga 30 April 2023, Ajukan Saja Perpanjangan Waktu Lapor Secara Online

Tanggal 30 April 2023 ini adalah merupakan batas waktu untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2022. Menjelang batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2022 ini, ada sebuah momen besar, yaitu Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 H yang jatuh pada tanggal 22 dan 23 April 2023. Dalam rangka perayaan Hari Raya Idul Fitri ini, Pemerintah juga telah menetapkan hari Libur Nasional dan Cuti Bersama melalui SKB Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 327 Tahun 2023, Nomor 1 Tahun 2023, Nomor 1 Tahun 2023 yang dimulai pada hari Rabu, 19 April 2023 sampai dengan Selasa, 25 April 2023.

Libur yang cukup panjang menjelang batas akhir pelaporan SPT Tahunan PPh Badan 2022, tentunya menyebabkan sebagian besar Wajib Pajak Badan akan kewalahan dalam menyiapkan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2022 ini.

Pembaca Setia Tax Learning tidak perlu khawatir dengan keadaan ini, apabila memang tidak sempat untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2022 paling lambat tanggal 30 April 2023 ini, maka sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh untuk paling lama 2 bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak.

Saat ini pengajuan pemberitahuan secara tertulis untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sudah dapat dilakukan secara online melalui menu djponline dengan alamat situs: perpanjanganspt.pajak.go.id/


Rabu, 04 Januari 2023

e-Form PDF SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 Belum Dukung Ketentuan Omzet PP 23 Yang Tidak Kena PPh 0,5%

Ada ketentuan baru bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu (yang biasanya dikenal sebagai Wajib Pajak UMKM) yang penghasilannya dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 0,5% dari Peredaran Bruto (omzet) setiap bulannya. Ketentuan baru yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2022 ini adalah ketentuan yang diatur pada Pasal 7 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).dan telah dipertegas pada Pasal 60 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022.

Ketentuan baru ini adalah mulai Tahun Pajak 2022, Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu diberikan batasan peredaran bruto tertentu (omzet) sampai dengan Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 Tahun Pajak yang tidak dikenai PPh final 0,5%.

Sebagai contoh, perhitungan PPh bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki Peredaran Bruto tertentu mulai Tahun Pajak 2022 adalah sebagai berikut.
Gambar 1

Ketentuan Pasal 7 ayat (2a) UU HPP Belum Diakomodir Oleh e-Form SPT 1770 Tahun 2022

Saat ini seluruh Wajib Pajak yang akan melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi secara online melalui e-Filing, diwajibkan untuk melaporkannya dengan menggunakan aplikasi e-Form. Aplikasi e-Form ini adalah suatu bentuk form elektronik berbentuk PDF (Portabel Document Format) yang dapat dijalankan dengan aplikasi Acrobat Reader.

Untuk melaporkan SPT secara e-Filing, terlebih dahulu Wajib Pajak menginput laporan pajaknya secara offline ke dalam e-Form ini. Setelah selesai diinput semua, barulah dilaporkan (submit) secara online dengan mengklik tombol "submit" pada bagian form yang telah disediakan.

Penulis mencoba untuk mengisi e-Form SPT 1770 Tahun 2022 terutama untuk menguji apakah e-Form ini telah menyediakan sarana untuk melaporkan penghasilan dari peredaran bruto tertentu diberikan batasan peredaran bruto tertentu (omzet) sampai dengan Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 Tahun Pajak yang tidak dikenai PPh final 0,5% sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (2a) UU HPP.
 
Penulis mencoba e-Form 1770 Tahun Pajak 2022 yang diunduh (download) pada tanggal 4 Januari 2023. Rupanya pada halaman "Daftar Jumlah Penghasilan Bruto dan Pembayaran PPh Final Berdasarkan PP 46 Tahun 2013 dan atau PP 23 Tahun 2018 per Masa Pajak serta dari Masing-Masing Tempat Usaha" masih ada kolom (field) yang BELUM di-update sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2a) UU HPP. Yaitu pada kolom "Jumlah PPh Final Yang Dibayar".
Gambar 2

Kolom "Jumlah PPh Final Yang Dibayar" pada e-Form tersebut tampak berwarna kuning yang artinya kolom ini tidak dapat diinput manual, melainkan merupakan hasil dari formula matematis. Formula pada kolom ini adalah nilai pada kolom "Peredaran Usaha" dikalikan dengan 0,5%.

Apabila kita lihat pada Gambar 1 di atas, maka tampak bahwa untuk Masa Januari, Februari dan Maret, Wajib Pajak ini masih belum dikenai PPh karena Peredaran Brutonya masih di bawah Rp 500 juta. Sedangkan pada Masa April, peredaran bruto yang dikenai PPh baru atas Rp 40 juta. Namun untuk pengisian pada e-Form 1770, tampak bahwa dari Masa Januari sampai dengan April, jumlah PPh yang disetor masih berupa nilai dari formula kolom Peredaran Bruto dikalikan dengan 0,5%, seperti tampak pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3

Penulis juga mencoba cara untuk mengatasi rumus yang belum update dengan menggunakan fasilitas impor dari file CSV. Namun tabel impor yang disiapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak hanya terdiri dari 4 kolom data (lihat Gambar 4), sedangkan untuk kolom "Jumlah PPh Final Yang Dibayar" tidak ada fasilitas untuk diimpor.
Gambar 4


Dengan demikian, e-Form SPT 1770 untuk Tahun Pajak 2022 ini masih belum di-update mengikuti ketentuan Pasal 7 ayat (2a) UU HPP untuk batasan omzet sampai dengan Rp 500 juta yang tidak dikenai PPh.

Saran

Mengingat bahwa mulai 1 Januari 2023, adalah masa di mana Wajib Pajak sudah harus mulai menjalankan rutinitas kweajibannya yaitu melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2022 hingga batas waktu 31 Maret 2023, maka Penulis mengharapkan agar Direktorat Jenderal Pajak dapat segera meng-update (memutakhirkan) e-Form 1770 ini, supaya Wajib Pajak dapat melaporkan SPT Tahunan PPh-nya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Rabu, 13 Juli 2022

Perseroan Perorangan Diperlakukan Sebagai Wajib Pajak Badan

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), maka dalam dunia usaha dikenal ada 1 (satu) jenis badan usaha baru dari Perseroaan Terbatas yaitu Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sesuai ketentuan PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan (untuk Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).

Ketentuan lebih lanjut mengenai Perseroan Perorangan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil, mengatur mengenai perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang sebagai bagian dari perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil.

Sebenarnya Perseroan Perorangan yang baru ditetapkan dalam UU Ciptaker ini sudah dikenal di negara-negara lain selama ini. Di Amerika Serikat, Kanada dan Singapura selama ini menyebut perseroan perorangan ini sebagai Sole Proprietorship. Sedangkan di Inggris, dikenal sebagai Sole Trader. Di Vietnam perseroan perorangan ini dinamakan sebagai Private Enterprise. Dan di Belanda perseroan perorangan ini dikenal dengan nama Eenmanszaak. Walaupun demikian, Perseroan Perorangan yang diatur di UU Ciptaker ini memiliki perbedaan dengan jenis-jenis perseroan perorangan di negara-negara yang telah disebutkan di atas. Perbedaannya terletak ada:
  1. Perseroan perorangan menurut UU Ciptaker sebagaimana diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 8 Tahun 2021 memiliki konsep perseroan dengan tanggung jawab terbatas yang berbentuk badan hukum.
  2. Adanya pemisahan kekayaan pribadi dan perusahaan.

Persyaratan Mendirikan Badan Hukum Perseroan Perorangan
  1. Didirkan oleh 1 orang sebagai pemegang saham sekaligus sebagai direksi.
  2. Hanya bisa dimiliki oleh WNI atau Warga Negara Indonesia yang berusia paling rendah 17 tahun dan cakap hukum.
  3. Perseroan Perorangan adalah Perseroan yang didirikan oleh satu orang dengan modal kurang dari Rp 5 miliar (termasuk kategori kegiatan usaha mikro dengan modal sampai dengan Rp 1 miliar atau kategori kegiatan usaha kecil dengan modal antara Rp 1 miliar sampai dengan Rp 5 miliar).
 
MODAL

Perseroan Perorangan harus memiliiki modal paling banyak adalah hingga Rp 5 miliar. Modal dasar perseroan perorangan berasal dari kekayaan pendiri yang dipisahkan dan besarannya ditentukan berdasarkan keputusan pendiri. Modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh paling sedikit 25% yang dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah dan bukti dimaksud wajib disampaikan secara elektronik kepada Menkumham dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengisian pernyataan pendirian.

LAPORAN KEUANGAN

Setiap tahunnya Direksi perseroan perorangan diharuskan untuk membuat laporan keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut wajib dilaporkan kepada Menkumham dengan melakukan pengisian format isian penyampaian laporan keuangan secara elektronik paling lambat 6 (enam) bulan setelah akhir periode akuntansi berjalan.

KEWAJIBAN PERPAJAKAN

Hingga saat ini belum ada aturan pelaksana dari ketentuan perundang-undangan perpajakan yang mengatur khusus mengenai Perseroan Perorangan ini. Sehingga untuk memberikan penegasan lebih detil, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2022 tanggal 7 Juli 2022 tentang Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengenaan Pajak Penghasilan Bagi Perseroan Perorangan. Dalam SE-20/PJ/2022 ini ditegaskan perlakuan perpajakan untuk Perseroan Perorangan adalah sebagai berikut.

1. Pendaftaran dan Pemberian NPWP

Wajib Pajak Perseroan Perorangan merupakan subjek pajak badan. Perseroan Perorangan mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dengan mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis dengan dilampiri dokumen persyaratan berupa:
  1. fotokopi dokumen pendirian badan usaha, berupa akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahannya, yaitu sertifikat pendaftaran secara elektronik yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; dan
  2. dokumen yang menunjukkan identitas diri seluruh pengurus badan, yaitu bagi Perseroan Perorangan adalah fotokopi Kartu NPWP.
Pendaftaran NPWP secara elektronik ini dilakukan melalui:
  1. laman https://ptp.ahu.go.id/ atau
  2. laman https://ereg.pajak.go.id/, dalam hal penerbitan NPWP tidak berhasil dilakukan melalui laman https://ptp.ahu.go.id/. Pendaftaran pada laman ini dilakukan pada menu pendaftaran Perseroan Perorangan. Apabila menu pendaftaran Perseroan Perorangan ini belum tersedia, maka Wajib Pajak dapat menggunakan menu pendaftaran Wajib Pajak badan. Sedangkan untuk syarat pendaftaran Perseroan Perorangan berupa dokumen sertifikat pendaftaran secara elektronik dilakukan dengan memasukkan nomor dokumen sertifikat dimaksud pada elemen nomor dokumen pendirian.

2. Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh)

Perusahan Perseroan dikategorikan sebagai Wajib Pajak badan. Perusahaan Perseoran yang memiliki penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 (4,8 miliar Rupiah) dalam 1 tahun pajak dikenai PPh bersifat final sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 sebesar 0,5% dari peredaran bruto setiap bulannya. Tidak seperti untuk Wajib Pajak orang pribadi yang berhak untuk tidak dikenai PPh final atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000, maka pengenaan PPh Final untuk Perseroan Perorangan adalah dikenai atas seluruh peredaran usaha yang diterima selama 1 tahun pajak.

Dalam hal Perseroan Perorangan:
  1. tidak memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018; atau
  2. memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018 tetapi memilih untuk dikenai PPh berdasarkan tarif umum,
maka Perseroan Perorangan tersebut dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 31E UU PPh, yaitu Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif PPh bagi Wajib Pajak badan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar.

3. Kewajiban Pembukuan Untuk Tujuan Perpajakan

Seperti halnya Wajib Pajak badan lainnya, maka bagi Perusahaan Perorangan diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan walaupun Wajib Pajak Perusahaan Perorangan ini memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018.

Selasa, 29 Maret 2022

Ditjen Pajak Kembali Membuka Saluran Pelaporan SPT Tahunan Menggunakan e-SPT


Setelah sempat ditutup sejak 28 Februari 2022, pada hari Senin, 28 Maret 2022 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali membuka saluran pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi secara online dengan menggunakan program e-SPT dengan mengunggah (upload) file CSV.

Kabar gembira ini disiarkan oleh DJP melalui melalui laman resminya di sini: e-SPT Dapat Digunakan Kembali.

Dalam halaman tersebut, DJP mengumumkan hal sebagai berikut:

Untuk memberikan kemudahan dan pelayanan yang baik, disamping e-Form, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membuka kembali saluran pelaporan e-SPT pada hari Senin, 28 Maret 2022. 

Wajib pajak dapat melaporkan SPT 1770 dan SPT 1771 dengan melakukan unggah (upload) e-SPT (csv) SPT melalui login di https://pajak.go.id dengan menggunakan saluran pelaporan e-Filing.

Demikian disampaikan mohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan dan harap menjadi maklum.

Ini merupakan kabar gembira untuk sebagian Wajib Pajak yang selama ini sudah terbiasa melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Form 1770 dan Form 1770S untuk dapat kembali menggunakan program e-SPT dengan menggunggah file CSV dalam sistem pelaporan e-Filing. Karena setelah sempat ditutup, mengakibatkan sebagian Wajib Pajak yang diharuskan untuk melaporkan SPT Tahunan nya menggunakan saluran pelaporan d-Form PDF, kelabakan karena belum mengenal sistem baru pelaporan SPT ini disamping juga kendala teknis akibat adanya persyaratan aplikasi minimal yang diharuskan bagi Wajib Pajak yang ingin mengakses e-Form berbentuk PDF, yang belum tentu dapat dipenuhi oleh mereka.

 


Sabtu, 29 Agustus 2020

Mulai 1 September 2020 Kunjungi Kantor Pajak Wajib Dapatkan Tiket Antrian Online Dahulu

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan menerapkan kebijakan baru terkait layanan tatap muka di seluruh kantor yang berada di lingkungan Ditjen Pajak (yaitu KPP, Kanwil, dan Kantor Pusat DJP). Kebijakan baru yang akan mulai berlaku mulai 1 September 2020 ini yaitu bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung ke setiap kantor yang berada di lingkungan Ditjen Pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk mendapatkan tiket nomor antrian supaya dapat dilayani petugas di kantor pajak secara langsung/tatap muka.

Pendaftaran untuk mendapatkan nomor antrian dilakukan secara online yang terpusat dilakukan melalui situs https://kunjung.pajak.go.id. Pendaftaran untuk mendapatkan nomor antrian online ini berlaku untuk layanan tatap muka yang dilakukan di seluruh kantor pajak di lingkungan Ditjen Pajak. Layanan yang diberikan untuk tatap muka ini hanya diberikan khusus untuk jenis layanan yang saat ini belum dapat diberikan secara online.

Cara Mendapatkan Tiket Nomor Antrian

Untuk mendapatkan tiket nomor antrian ini, Wajib Pajak atau masyarakat dapat masuk ke situs https://kunjung.pajak.go.id. Kemudian bagian paling bawah sisi kiri dari laman tersebut, terdapat tombol "DAFTAR", klik tombol "DAFTAR" ini untuk melakukan registrasi untuk mendapatkan nomor antrian.


Siapkan kartu identitas diri dan isi bagian formulir registrasi online tersebut secara lengkap sesuai dengan keperluan dan tujuan. Pada formulir registrasi online ini terdiri dari 4 tab sheet, yaitu identitas, penilaian kesehatan, layanan dan waktu, serta booking. Isi secara lengkap pada tab pertama sampai dengan ketiga.



Setelah semua terisi lengkap, maka akan dikirimkan notifikasi tiket nomor antrian ke email yang sudah diisikan pada form tersebut. Tiket nomor antrian ini beserta identitas diri yang didaftarkan ini yang harus ditunjukan kepada petugas pajak pada saat data ke kantor pajak sesuai dengan tujuan dan waktu yang telah terdaftar.

Para pengunjung diharapkan untuk hadir 10 menit sebelum jadwal waktu yang telah didaftarkan serta diharapkan juga untuk membuat janji terlebih dahulu melalui telepon/whatsapp/email untuk mendapatkan kesepakatan jadwal bagi pengunjung yang akan menemui pegawai tertentu.

Jika nomor tiket antrian ini hilang, calon pengunjung masih dapat mencari tiket ini pada laman kunjung.pajak.go.id tersebut dan klik tombol "CARI" pada bagian paling bawah sisi kiri, dengan cara memasukan nomor NIK/Paspor atau nomor tiket.

Kamis, 09 Juli 2020

Menu Baru Laporan Insentif Pajak Pengurangan PPh Pasal 25, SKB PPh Pasal 22 dan PPN

Saat ini Direktorat Jenderal Pajak kembali telah menambahkan menu baru dalam pelaporan realisasi insentif perpajakan (Menu e-Reporting Covid-19) sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020. Penambahan fitur baru ini sesuai dengan ketentuan untuk beberapa jenis insentif perpajakan sesuai PMK 44/PMK.03/2020 yang harus dilaporkan untuk periode tiga bulanan (triwulan) yang dilakukan paling lambat pada tanggal 20 Juli 2020.

Menu baru yang telah ditambahkan ini (selain 2 menu yang sudah ada sebelumnya untuk PPh Final DTP dan PPh Pasal 21 DTP) yaitu menu pelaporan realisasi:
  1. Pembebasan PPh Pasal 21 (PMK-28)
  2. Pembebasan PPh Pasal 22 (PMK-28)
  3. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor (PMK-28)
  4. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor (PMK-44)
  5. Pembebasan PPh Pasal 23 (PMK-28)
  6. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 (PMK-44)
  7. PPN DTP (PMK-28)
Dengan demikian, maka saat ini sudah lengkap ada 7 menu yang telah disediakan bagi Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas insentif perpajakan ini untuk melaporkan realisasi pemanfaatan insentif perpajakan ini.

Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga telah membuat sebuah panduan bagi Wajib Pajak dalam rangka melaporkan realisasi insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020.

Selasa, 16 Juni 2020

File Excel Upload Laporan Realisasi Insentif PPh (e-Reporting Covid-19) Terbaru Harus Validasi

Mulai tanggal 15 Juni 2020 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memperbaharui sistem pelaporan realisasi pemanfaatan insentif perpajakan berdasarkan PMK 44/PMK.03/2020 (melalui menu e-Reporting Covid-19).

Perbedaan pada sistem pelaporan baru ini adalah terletak pada file excel yang digunakan untuk meng-input data dan informasi yang harus diisi oleh Wajib Pajak atas insentif perpajakan yang telah dimanfaatkannya. Pada sistem baru ini, pada template (format) file excel untuk upload tersebut terdaftar menu untuk validasi (cara validasi ini sama seperti file untuk upload laporan penempatan harta tax amnesty). Serta disediakan juga tambahan kolom pada file excel tersebut untuk menginput kode ID Billing atas Surat Setoran Pajak Elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak untuk jumlah PPh yang mendapatkan fasilitas (Ditanggung Pemerintah).

Selain itu, file excel yang disediakan oleh DJP ini adalah file dengan extensi .xls. Jadi bagi Anda yang akan membuat laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh ini harus mengunduh (download) kembali file template untuk unggah (upload) tersebut. Berikut ini penulis sajikan template file untuk upload laporan realisasi tersebut.
  1. Format Laporan Realisasi PPh Final DTP
  2. Format Laporan Realisasi PPh Pasal 21 DTP
Kemudian pada saat file excel tersebut sudah di-upload ke menu e-Reporting Covid-19, ada 1 proses tambahan dari sistem, yaitu sistem e-Reporting ini akan melakukan validasi dan pengecekan atas kebenaran pengisian laporan ini. Setelah sistem sudah mengecek kebenarannya, barulah akan muncul tombol untuk men-download BPS bukti pelaporannya.

Langkah-langkah upload laporan ke menu e-Reporting Covid-19 masih sama seperti yang sudah dibahas di artikel sebelumnya ini. Kemudian setelah di-upload, maka akan muncul proses berikut.
Ketika file excel sudah di-upload, maka untuk sementara akan muncul pada kolom status sebagai "Diproses" (dengan warna icon jingga). Ini artinya sistem akan mengecek dahulu apakah file yang diupload tersebut telah diisi dengan benar. Apabila isian salah, maka laporan ini akan muncul status "gagal" dengan keterangan kesalahan yang dapat dilihat di kolom "Aksi". Apabila hasil validasi menyatakan bahwa file yang diupload sudah benar, maka akan muncul status "Selesai" (warna icon hijau) dan Wajib Pajak dapat men-download BPS tanda terima pelaporan pada bagian dashboard.

Ada tambahan Notifikasi ketika Wajib Pajak selesai meng-upload file BPE laporan yang mengingatkan bahwa Laporan realisasi beserta SSP/cetakan kode billing wajib disimpan dengan baik.

Bagi Anda yang masih belum menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak sesuai PMK 44/PMK.03/2020 ini, maka jangan lupa untuk menggunakan format excel yang baru ini.

Catatan:

Beberapa hari ini setelah diubahnya menu eReporting Covid-19 ini, sebagaian Wajib Pajak menerima pesan email dari DJP yang berbunyi "Sehubungan dengan kegagalan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak dalam membaca pelaporan Realisasi Pemanfaatan Insentif Pajak Covid-19 yang telah Saudara sampaikan, dengan ini kami minta Saudara agar melakukan pelaporan ulang melalui......" seperti yang tampak pada gambar di bawah ini. Setelah penulis tanyakan ke beberapa Wajib Pajak, ternyata yang mendapatkan email ini adalah termasuk juga Wajib Pajak yang belum menyampaikan laporan Realisasi masa Mei 2020 ini. Jadi sampai saat ini penulis belum memahami apa maksud dari kegagalan membaca laporan yang dimaksudkan dalam email ini. Dan apakah dimaksud kegagalan tersebut adalah untuk yang masa Mei atau April lalu.
Catatan Tambahan untuk Validasi Laporan:

Selain itu, agar diperhatikan bagi Anda yang akan melaporkan laporan realisasi ini, setelah mengisi dalam file format excel yang telah disediakan tersebut di atas, jangan lupa untuk melakukan validasi dengan menekan tombol "Validasi" pada setiap halaman yang ada tombol ini, sebelum menyimpan (save) data yang sudah diinput di file format excel ini. Sebelum melakukan proses validasi, pastikan bahwa fungsi macro pada program excel di komputer Anda telah aktif. Cara mengaktifkan fungsi macro ini adalah melalui menu "File" kemudian pilih "Option". Kemudian muncul dialog box, maka klik "Trust Center" (pada menu di sisi kiri). Lalu muncul pilihan Trust Center lalu pada sisi kanan dialog box tersebut klik tombol "Trust Center Settings...". Setelah muncul menu Trust Center, maka pada sisi kiri pilih menu "Macro Settings" lalu beri tanda (tick mark) untuk pilihan "Enable all macros". Kemudian klik tombol "Ok" pada sisi kanan bawah. Maka fungsi macro telah diaktifkan.

Jumat, 12 Juni 2020

Tanggal 15 Juni 2020 Layanan Tatap Muka di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kembali Dibuka

Layanan perpajakan secara tatap muka di kantor-kantor yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan kembali dibuka, setelah sebelumnya sempat dihentikan sejak tanggal 16 Maret 2020 sebagai upaya untuk mengurangi risiko penyebaran Covid-19. Layanan perpajakan secara tatap muka ini akan dibuka mulai hari Senin tanggal 15 Juni 2020.

Walaupun layanan secara tatap muka akan dibuka dan Wajib Pajak dapat memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya dengan mendatangi secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) atau Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, namun masih ada beberapa pembatasan layanan yang dilakukan melalui tatap muka ini.

Sebagaimana yang disampaikan dalam Siaran Pers Nomor SP-23/2020 tanggal 10 Juni 2020, disebutkan bahwa Layanan Perpajakan secara tatap muka ini akan dikecualikan untuk jenis layanan:
  1. Pendaftaran NPWP, pelaporan SPT yang sudah wajib e-filing, permintaan Surat Keterangan Fiskal, dan permintaan validasi SSP PPhTB yang dapat dilakukan secara online pada situs web DJP (djponline.pajak.go.id); 
  2. Aktivasi EFIN, dilakukan melalui email kantor pelayanan pajak (KPP);
  3. Lupa EFIN, dilakukan melalui telepon/email KPP, live chat pada situs web DJP, atau Kring Pajak (telepon 1500 200 dan Twitter @kring_pajak); 
  4. VAT refund, dilakukan melalui email KPP yang melayani VAT refund.
DJP juga menerapkan prosedur layanan tatap muka ini dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan termasuk memastikan jarak aman sehingga jumlah wajib pajak yang dilayani akan dibatasi menyesuaikan kapasitas ruangan dan jumlah petugas pelayanan.

Petugas KPP yang akan melayani masyarakat/wajib pajak harus mematuhi protokol kesehatan termasuk menggunakan masker, face shield, dan/atau sarung tangan, menjaga jarak aman, dan menghindari kontak fisik seperti berjabat tangan.

Wajib pajak yang membutuhkan konsultasi dapat meminta konsultasi secara online, atau membuat perjanjian terlebih dahulu melalui email, telepon, atau pesan instan (chat). Kelas pajak tatap muka termasuk untuk bimbingan SPT tahunan tetap dilakukan dengan menyesuaikan kapasitas ruangan.

Untuk layanan yang belum tersedia secara online pada situs web DJP, maka wajib pajak dapat menyampaikan melalui pos/jasa kurir sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa mengunjungi KPP secara langsung.

Bagi Para Pembaca Setia Tax Learning yang membutuhkan alamat Kantor Pelayanan Pajak, alamat email, nomor telepon atau pesan instan (chat) dapat dilihat di Daftar Alamat dan Nomor Telepon masing-masing KPP pada artikel berikut ini.

Jangan lupa bagi Anda yang hendak mengunjungi KPP, Kanwil DJP, atau Kantor Pusat DJP harus tetap memperhatikan protokol kesehatan sesuai arahan Pemerintah.

Rabu, 13 Mei 2020

Cara Membuat Laporan Realisasi Insentif Pajak Secara Online di DJP Online

Sore ini Direktorat Jenderal Pajak telah meluncurkan menu untuk Laporan Realisasi Pemanfaatan Insentif Pajak terkait Dampak Covid-19 secara online melalui situs DJP Online. Menu baru ini dinamakan sebagai eReporting Insentif Covid-19. Sebagaimana kita ketahui bahwa bagi Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas insentif pajak terkait dampak Covid-19 sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020, diwajibkan untuk menyampaikan laporan realisasinya. Laporan realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Laporan realisasi PPh Final Ditanggung Pemerintah untuk masa pajak April 2020 ini wajib disampaikan paling lambat tanggal 20 Mei 2020.

Untuk itu, bagi Pembaca Setia Tax Learning yang telah memanfaatkan insentif pajak ini dapat mengakses menu "eReporting Insentif Covid-19" melalui account DJP Online-nya yang terdapat pada bagian "Layanan". Apabila pada accountnya belum muncul menu "eReporting Insentif Covid-19", maka terlebih dahulu harus melakukan setting Profil dengan memberi tanda ceklist pada menu "eReporting Insentif Covid-19".

Apabila menu  "eReporting Insentif Covid-19" ini sudah dipilih pada bagian Profil, maka akan muncul menu baru "eReporting Insentif Covid-19"pada bagian Layanan. Silakan klik menu "eReporting Insentif Covid-19" ini.

Maka akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini. Pada bagian "Jenis Pelaporan" silakan pilih jenis laporan yang akan dibuat. Pada contoh berikut, penulis mengambil contoh untuk membuat Laporan Realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah.
Setelah jenis laporan sudah dipilih kemudian klik tombol "Lanjutkan" pada bagian bawah sisi kanan, maka tampil menu untuk melakukan upload laporan realisasi ini.

Untuk diketahui, bahwa laporan realisasi yang akan dibuat adalah dengan cara mengupload file excel yang templatenya sudah disiapkan oleh DJP (seperti halnya dalam melakukan eReporting Pengampunan Pajak/Tax Amnesty). Template laporan dalam format excel ini dapat di download pada bagian "Petunjuk" yang terdapat di sisi kiri bagian atas pada nomor urut 1, seperti tampak pada gambar di bawah ini. Anda dapat juga men-download file template laporan realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah di sini.

Untuk diketahui bahwa data yang diinput pada file template excel ini janganlah berupa formula, supaya dapat di-uplaod ke menu eReporting. Bagi Pembaca Setia Tax Learning yang ingin membuat versi laporan manual dengan formula perhitungan, penulis siapkan manual laporannya untuk memudahkan agar menghindari kesalahan pengisian, karena file template excel yang tidak bisa mengontrol kebenaran jumlah angka yang diinput.

File yang sudah diisi ini kemudian harus diberi nama file sesuai dengan format yang dijelaskan pada bagian Petunjuk nomor urut 3 (seperti tampak pada gambar di bawah ini). Untuk detailnya silakan baca di artikel ini.
Apabila file template tersebut sudah diisi dan diberikan nama file sesuai format penamaan file, maka file ini dapat diupload ke menu pelaporan tersebut dengan meng-klik tombol "Pilih File Realisasi" dan arahkan ke folder di komputer tempat file yang sudah dibuat tersebut disimpan. Setelah itu, maka klik tombol "Submit". Nanti akan ada permintaan konfirmasi untuk submit laporan tersebut.

Download:
1. Template File Upload eReporting - Laporan Realisasi PPh Final DTP
2. Template File Upload eReporting - Laporan Realisasi PPh Pasal 21 DTP

Catatan:
Ada perubahan pada template file upload eReporting ini. Silakan download file template terbaru ini di artikel berikut ini.

Selasa, 28 April 2020

Layanan Konsultasi SPT Tahunan Call Center Kring Pajak via WhatsApp

Sudahkah Anda melaporkan SPT Tahunan PPh pribadi atau badan usaha Anda untuk Tahun Pajak 2019 ini? Ingat bahwa batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2019 akan berakhir pada tanggal 30 April 2020. Mungkin sebagian besar Pembaca Setia Tax Learning telah memenuhi kewajiban perpajakannya dengan melaporkan SPT Tahunannya tersebut. Dan mungkin juga saat ini ada sebagian kecil dari Pembaca Setia Tax Learning yang sedang menyiapkan SPT Tahunannya untuk dilaporkan.

Dalam masa pencegahan penyebaran Virus Corona (Covid-19) ini, tentulah membuat segala aktivitas kita menjadi terbatas, hal ini juga termasuk untuk aktivitas memenuhi kewajiban perpajakan. Mungkin ada sebagian dari Pembaca Setia Tax Learning yang kesulitan harus berkonsultasi atau bertanya kepada petugas pajak, namun Kantor Pelayanan Pajak ditutup hingga tanggal 29 Mei 2020.

Tidak perlu bingung dengan hal ini, sebab selama seminggu sejak tanggal 24 April 2020 hingga 30 April 2020, layanan perpajakan melalui saluran telepon Kring Pajak di nomor 1500200 membuka jenis layanan baru melalui platform WhatsApp. Layanan ini disediakan khusus untuk Wajib Pajak khusus untuk:
  1. Informasi lupa EFIN
  2. DJP Online (e-Form dan e-Filing)
  3. Pengisian dan Pelaporan SPT Tahunan
Layanan ini dapat diakses oleh Wajib Pajak dari pukul 08.00 s.d. 20.00 WIB melalui link berikut ini: https://linktr.ee/kringpajak_whatsapp

Di samping itu, untuk layanan perpajakan lainnya, Wajib Pajak juga dapat menghubungi secara online melalui saluran telepon, email pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) masing-masing tempat Wajib Pajak terdaftar yang daftarnya dapat dilihat pada TABEL BERIKUT INI.

Selamat melaksanakan kewajiban perpajakan Anda dan juga selamat menjalankan ibadah puasa bagi Pembaca Setia Tax Learning yang menjalankannya.

Rabu, 18 Maret 2020

eForm versi Baru Muncul 17 Maret 2020, Versi Lama Ditolak Server DJP Online

Salam untuk semua Pembaca Setia Tax Learning. Semoga kita semua selalu sehat dan dapat beraktivitas dengan normal di tengah ancaman wabah virus Corona (Covid-19), tetap semangat dan optimis serta mengikuti anjuran dari Pemerintah untuk menjauhkan diri dari keramaian dan selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar kita.

Di kala mengikuti anjuran Pemerintah untuk bekerja dari rumah (work from home), Penulis mendapatkan satu informasi yang kurang menyenangkan bagi Penulis sendiri. Awalnya kabar ini Penulis peroleh dari salah seorang teman pada hari Selasa pagi tanggal 17 Maret 2020 yang menyebutkan bahwa bagi Wajib Pajak yang akan melaporkan SPT Tahunan PPh-nya menggunakan media eForm, sudah dirilis eForm versi terbaru, sehingga eForm versi lama (yang selama ini digunakan) yang telah diunduh (download) oleh Wajib Pajak sebelum tanggal 17 Maret 2020 sudah tidak dapat digunakan untuk submit (lapor) SPT Tahunannya.

Mendapatkan kabar ini Penulis menjadi panik, karena sebenarnya Penulis juga sudah mendownload eForm versi lama (yang di download sekitar akhir Februari 2020) dan sudah berhasil diinput seluruhnya dan sedang menunggu untuk upload karena Penulis baru dapat menyetorkan PPh Kurang Bayar pada tanggal 16 Maret 2020. Padahal rencananya penulis sudah akan melaporkan SPT Tahunan melalui media eForm ini, setelah memindai (scan) semua dokumen yang perlu diunggah dalam eForm ini.

Agak tidak percaya dengan kabar dari teman ini, Penulis pun mencoba untuk langsung melaporkan SPT Tahunan ini melalui eForm (yang sudah siap). Ternyata apa yang disebutkan teman Penulis tersebut adalah benar, ketika Penulis mencoba melaporkannya (submit), muncul pesan error: "Anda menggunakan SPT versi lama, silakan unduh (download) versi terbaru". Penulis sangat kecewa, karena eForm ini telah diinput dengan susah payah dalam waktu yang cukup lama karena data yang harus diinput cukup banyak dan harus dilakukan secara manual satu per satu (tidak ada fasilitas impor data). Dan terbayang bahwa Penulis harus mengorbankan waktu sekitar sehari atau dua hari lagi untuk menginput ulang data-data SPT tersebut ke dalam eForm versi baru.

Sumber gambar: Twitter

Padahal jika dibandingkan antara eForm lama dengan eForm yang baru, tidak terdapat perbedaan pada field (kolom) data yang harus diinput. Pembaruan pada eForm baru ini hanya terletak pada bagian terakhir yaitu jenis dokumen yang akan diungguh sebagai lampiran dari eForm ini. Jika pada versi lama, seluruh dokumen yang diunggah harus dijadikan satu file karena field untuk unggah hanya ada 1. Sedangkan pada versi baru ini, field yang dibuat untuk mengunggah Lampiran ini terdiri dari beberapa field, sehingga dokumen yang dipindai oleh Wajib Pajak harus dipisah-pihak sesuai dengan jenis dokumen yang akan diunggah (sama seperti fasilitas unggah pada menu eFiling).

Saran untuk Direktorat Jenderal Pajak

Menghadapi hal ini, Penulis sangat berharap agar pihak Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas agar sangat memperhatikan segala perubahan yang terjadi agar tidak menyulitkan Wajib Pajak. Karena perubahan versi eForm baru ini tidak pernah disosialisasikan sebelumnya. Direktorat Jenderal Pajak tidak pernah mengumumkan/sosialisasi mengenai perubahan versi eForm ini. Juga tidak ada Peraturan tertulis resmi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak terkait perubahan ini. Penulis juga sudah mengecek email milik Penulis, tidak ada email pemberitahuan sebelumnya yang menginformasikan perubahan ini. Email yang diterima dari Direktorat Jenderal Pajak hanyalah email yang mengingatkan masa pelaporan SPT Tahunan dan email yang mengingatkan tentang Laporan Realisasi Penempatan Harta di Dalam Negeri.

Penulis menyarankan sebaiknya jika melakukan perubahan sistem, baiknya terlebih dahulu sudah disosialisasikan dan disampaikan kepada seluruh Wajib Pajak dan diberikan tenggang waktu pemberlakuannya. Selain itu, untuk perubahan sistem (versi) seperti yang terjadi pada eForm ini, sebaiknya tetap diberikan alternatif bagi Wajib Pajak yang telah terlanjur mengunduh eForm versi lama, maka tetap dapat melaporkan eForm yang versi lama ini.

Semoga tulisan ini berkenan dibaca oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak dan Penulis memohon maaf apabila tulisan ini menyinggung pihak-pihak terkait.

Tax Learning, 18 Maret 2020

Minggu, 15 Maret 2020

Pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak Tutup, Lapor SPT Tahunan PPh OP Diundur Hingga 30 April 2020

Mengantisipasi merebaknya wabah pandemi virus Corona (Covid-19), maka Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan kebijakan dengan menutup seluruh pelayanan perpajakan yang dilakukan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia mulai tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan 5 April 2020 untuk sementara ditiadakan. Peniadaan sementara pelayanan perpajakan secara langsung ini juga termasuk pelayanan perpajakan yang dilakukan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTST) dan Layanan Luar Kantor (LDK) baik yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sendiri maupun yang bekerja sama dengan pihak lain.

Namun untuk pelayanan langsung pada counter VAT Refund di bandara akan tetap dibuka dengan pembatasan tertentu.

Kebijakan ini disampaikan dalam Siaran Pers Nomor SP-09/2020 tanggal 15 Maret 2020.

Relaksasi Batas Waktu Setor dan Lapor SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2019

Untuk memberikan kemudahan dan kepastian kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019, maka Direktur Jenderal Pajak memberikan relaksasi batas waktu pembayaran dan pelaporan sampai dengan tanggal 30 April 2020. Sebagaimana kita ketahui bahwa sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 adalah sampai dengan tanggal 31 Maret 2020, nanun dengan adanya pemberian relaksasi ini, maka Wajib Pajak Orang Pribadi yang membayar dan melaporkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019-nya hingga tanggal 30 April 2020 tidak akan dikenakan sanksi keterlambatan pembayaran maupun pelaporan.

Relaksasi Batas Waktu Pelaporan SPT Masa PPh Pemotongan/Pemungutan

Selain memberikan relaksasi kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam melaporkan SPT Tahunan PPh, Direktur Jenderal Pajak juga memberikan relaksasi batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pemotongan/Pemungutan untuk Masa Pajak Februari 2020 sampai dengan tanggal 30 April 2020 tanpa dikenakan sanksi keterlambatan pelaporan SPT. Namun untuk batas waktu pembayaran atas PPh yang telah dipotong/dipungut ini tetap sesuai ketentuan yang berlaku, yaitu paling lambat sampai dengan tanggal 10 Maret 2020.

Layanan Online Tetap Berjalan

Meskipun layanan perpajakan secara langsung di kantor pajak ditiadakan, Wajib Pajak tetap dapat menyampaikan SPT Tahunan maupun SPT Masa melalui sarana pelaporan elektronik atau online (e-filing/e-form) di laman www.pajak.go.id atau untuk pelaporan SPT Masa dapat pula dikirim melalui pos tercatat.

Selain layanan penyampaian SPT yang dapat dilakukan melalui sarana elektronik, wajib pajak dapat mengajukan berbagai permohonan perpajakan lain secara online, seperti permohonan NPWP baru melalui eRegistration (melalui https://ereg.pajak.go.id), Permohonan EFIN (Electronic Filing Identification Number) dan aktivasi EFIN baru (dapat dilakukan melalui email resmi masing-masing KPP yang diumumkan melalui papan pengumuman di KPP, akun media sosial KPP atau di laman www.pajak.go.id/unit-kerja). Sedangkan layanan lupa EFIN dapat dilakukan melalui telepon ke Kring Pajak 1500200 atau telepon dan email resmi masing-masing KPP.

Selain pelayanan perpajakan, selama masa pembatasan ini proses komunikasi dalam rangka pengawasan dan pemeriksaan pajak juga akan dilakukan melalui surat menyurat, telepon, email, chat, video conference dan saluran online lainnya. Namun demikian, seluruh kantor di lingkungan Direktorat Jenderal pajak tetap beroperasi, meski sebagaian besar pegawai akan melakukan pekerjaannya dari rumah masing-masing.

Wajib Pajak juga tetap dapat berkonsultasi dengan Account Representative melalui telepon, email, chat maupun saluran komunikasi online lainnya.

update:

Surat Edaran terkait dengan kebijakan ini disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ/2020 tanggal 15 Maret 2020 tentang Panduan Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

Masa penutupan seluruh pelayanan perpajakan yang dilakukan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia ini telah diperpanjang lagi hingga tanggal 21 April 2020.

Senin, 13 Januari 2020

Layanan Pembuatan Billing untuk Setor Pajak SSE1 dan SSE3 Berhenti Operasi

Bagi Pembaca Setia Tax Learning yang selama ini biasa membuat kode billing untuk setoran pajak dengan menggunakan situs SSE1 (http://sse1.pajak.go.id) dan SSE3 (http://sse3.pajak.go.id), sejak awal Januari 2020 ini mengalami kendala untuk masuk ke situs tersebut untuk membuat kode billing setoran pajak.

Bagi yang mencoba untuk mengakses situs SSE1, akan muncul pesan error bahwa alamat situs tersebut tidak ditemukan atau masuk ke laman (page) "mercusuar". Sedangkan bagi yang mencoba untuk mengakses situs SSE3, akan masuk ke laman login situs DJP online dan jika diinput NPWP dan Password yang selama ini digunakan untuk mengakses situs SSE3, tidak dapat login ke situs DJP Online ini. Sebagian beranggapan bahwa mungkin kedua situs ini sedang down atau koneksinya yang error.

Usut punya usut, ternyata mulai 1 Januari 2020 Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) memang telah menghentikan layanan operasional pembuatan kode billing untuk setor pajak melalui kedua server SSE1 dan SSE3 ini. Hal ini sebagai upaya untuk melakukan integrasi layanan mandiri perpajakan secara online ke dalam 1 menu/situs layanan yaitu situs DJP Online (http://djponline.pajak.go.id). Situs DJP Online adalah merupakan sebuah aplikasi One-Stop Tax Service bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya secara online, yang memiliki fitur berupa:

1. Layanan pembuatan kode billing untuk setoran pajak
Layanan pembuatan kode billing yang akan digunakan bagi Wajib Pajak untuk membayar pajaknya ke Kantor Pos, Bank Persepsi dan Lembaga Persepsi Lainnya. Pada situs DJP Online, menu layanan pembuatan kode billing ini dapat diakses pada menu e-Billing.

2. Layanan pelaporan SPT secara online
Layanan ini dapat digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pelaporan SPT Masa dan SPT Tahunan secara online yang dapat diakses di menu e-Filling dan e-Form

3. Layanan pelaporan Pasca Tax Amnesty
Layanan ini dapat digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penempatan harta tambahan dan pengalihan harta tambahan ke NKRI bagi Wajib Pajak yang mengikuti program Tax Amnesty melalui menu e-Reporting.

4. Layanan Konfirmasi Status Wajib Pajak
Layanan ini dapat digunakan untuk melakukan konfirmasi kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan melalui menu Informasi KSWP.

5. Layanan Pembuatan Surat Keterangan Domisili
Layanan ini dapat digunakan bagi Wajib Pajak yang akan menerima penghasilan dari Luar Negeri supaya dapat dipotong pajak sesuai dengan tarif Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (tax treaty), untuk meminta surat keterangan domisili. Layanan ini dapat diakses di menu e-SKD.

6. Layanan Pembuatan Bukti Pemotongan PPh
Layanan ini masih bersifat terbatas bagi sebagian Wajib Pajak yang dapat digunakan untuk membuat Bukti Pemotongan PPh secara online.

Jadi bagi Anda yang selama ini membuat kode billing melalui situs SSE1 dan SSE3, agar segera mengaktifkan account DJP Online dan mengakses menu e-Billing di laman DJP Online ini. Untuk dapat mengaktifkan account DJP Online, Anda perlu mendapatkan electronic filling number (EFIN) dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Anda terdaftar.

Senin, 10 Juni 2019

Akibat Sistem Error Ditjen Pajak Minta WP Unggah Ulang Lampiran SPT Tahunan PPh Badan 2018

Hari ini, Senin, 10 Juni 2019 adalah merupakan hari pertama bagi sebagian besar pelaku bisnis di Indonesia memulai kembali aktivitas usahanya setelah libur panjang menyambut Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriyah sejak 1 Juni 2019 (bahkan ada yang sudah libur sejak 30 Mei 2019). Di hari pertama kembali beraktivitas ini, tentulah sangat banyak pekerjaan yang harus dikerjakan, terutama bagi yang berkecimpung di bidang Akuntansi, Keuangan dan Pajak, karena harus segera menyiapkan perhitungan besarnya pemotongan PPh masa Mei 2019 yang harus disetorkan paling lambat tanggal 10 Juni 2019 (dan ada kebijakan dari pihak Ditjen Pajak yang memberikan toleransi penyetoran hingga tanggal 12 Juni 2019 tidak dikenai denda keterlambatan setor pajak). Namun mungkin ada sebagian di antara Pembaca Setia Tax Learning yang kaget ketika mendapatkan email dari Direktur Jenderal Pajak yang berbunyi demikian:

Yth. Pimpinan xxxxxx
NPWP xxxxxxxxxxxxxxx

Terima kasih telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan pada tahun 2019.

Kami sangat menghargai usaha Saudara untuk menyesuaikan diri dengan fitur baru pelaporan SPT Tahunan secara e-Filing yang kami kembangkan pada tanggal 18 April 2019. Namun karena satu dan lain hal, terdapat beberapa dokumen yang telah Saudara unggah tidak terbaca oleh sistem kami. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan dan meminta kesediaan Saudara untuk mengunggah kembali dokumen lampiran SPT.

Dokumen lampiran yang perlu diunggah kembali adalah:

- xxxxxxx
- Dokumen xxxxxxx

Pengunggahan kembali dapat Saudara lakukan di sini sebelum 30 Juni 2019.
Pengunggahan kembali dokumen ini tidak akan mengubah tanggal pada bukti penerimaan SPT Tahunan.

Jika Saudara menemui kendala, silakan klik tautan berikut ini atau menghubungi KPP Saudara pada nomor xxxxxxxxxxxxx. Terima kasih atas kerja sama dan perhatian Saudara.

Salam hormat,

Direktur Jenderal Pajak


Email yang dikirim dari alamat email dirjenpajak.xxxx@pajak.go.id sekitar tanggal 31 Mei 2019 ini ditujukan ke seluruh alamat email Wajib Pajak Badan yang terdaftar di DJP Online yang proses pelaporan SPT Tahunan PPh Badan melalui eFiling yang dilakukan antara tanggal 18 April 2019 s.d. 10 Mei 2019 yang tidak dapat dibaca oleh sistem di Ditjen Pajak. Penyebab dari kegagalan sistem Ditjen Pajak membaca dokumen yang diunggah oleh Wajib Pajak ini adalah karena adanya pengembangan aplikasi e-filing pada tanggal 18 April 2019.

Proses pengunggahan ulang dokumen lampiran SPT Tahunan PPh Badan ini dapat dilakukan sampai dengan tanggal 30 Juni 2019 dan proses ini tidak mengubah tanggal diterimanya SPT Tahunan PPh Badan yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak sebelumnya.

Oleh sebab itu, disarankan kepada setiap Pembaca Setia Tax Learning yang telah melaporkan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2018 untuk mengecek ke email yang terdaftar apakah menerima email pemberitahuan ini atau buka situs DJP Online ke menu eFiling lalu pilih arsip SPT dan cari SPT Tahunan Badan Tahun Pajak 2018. Apabila di menu arsip SPT tersebut ditemukan ada muncul icon baru di sisi kanan baris arsip SPT Tahunan PPh Badan 2018 (seperti pada gambar di bawah ini).

itu artinya bahwa dokumen lampiran yang telah diunggah pada saat pelaporan eFiling gagal dibaca oleh sistem Ditjen Pajak sehingga harus upload ulang. Cara untuk mengupload ulang adalah dengan menekan tombol icon unggah (seperti yang ditandai dengan lingkaran merah pada gambar di atas). Maka akan muncul tampilan untuk mengunggah lampiran seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Untuk file yang tidak perlu diunggah ulang pada sisi kanannya ada keterangan "tidak perlu upload ulang". Lakukan pengunggahan seperti pada saat pelaporan eFiling yaitu tombol hijau "+browse file .pdf" (pada gambar yang diberi tanda nomor 2).

Setelah seluruh file yang pernah diunggah pada saat pelaporan SPT Tahunan yang lalu sudah diunggah ulang, maka tekan tombol "Start Upload >>" di bagian bawah (pada gambar yang diberi tanda nomor 3).

Setelah file lampiran yang harus diunggah ini berhasil diunggah, maka akan muncul kotak dialog yang menyebutkan bahwa semua dokumen lampiran sudah berhasil diunggah setelah ditekan tombol "ok" maka otomatis icon untuk mengunggah seperti tampak pada gambar pertama di atas akan hilang.

Jumat, 31 Mei 2019

Kebijakan Penghapusan Sanksi atas Setor Pajak Yang Jatuh Tempo 10 Juni 2019

Sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 617 Tahun 2018, Nomor 262 Tahun 2018, dan Nomor 16 Tahun 2018, ditetapkan bahwa Cuti Bersama dan Libur Nasional sehubungan perayaan Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah jatuh pada tanggal 3 Juni 2019 (Senin) sampai dengan 7 Juni 2019 (Jumat), Sebagian besar pelaku bisnis di Indonesia sudah mulai libur dalam rangka Hari Raya Idul Fitri pada hari Senin, 3 Juni 2019. Demikian juga dengan sebagian pelayanan di bidang Pemerintahan, termasuk Direktorat Jenderal Pajak.

Pelayanan di Direktorat Jenderal Pajak beserta seluruh jajaran di bawahnya termasuk Kantor Pelayanan Pajak mulai hari Senin, 3 Juni 2019 tutup hingga 7 Juni 2019. Baru kembali buka dan melayani pemenuhan kewajiban perpajakan para Wajib Pajak pada tanggal 10 Juni 2019. Walaupun sebenarnya, pelayanan penyetoran dan pelaporan pajak bagi para Wajib Pajak tidak akan terganggu, karena dapat dilakukan melalui sistem e-Billing (termasuk melalui fisilitas internet banking yang disediakan oleh Bank Persepsi), e-Filing, namun sebagai antisipasi libur yang panjang hingga menjelang jatuh tempo penyetoran pajak yang harus dilakukan pada tanggal 10 Juni 2019, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Kebijakan Perpajakan terhadap Penyetoran atas Pemotongan atau Pemungutan Pajak Penghasilan yang Jatuh Tempo pada tanggal 10 Juni 2019 melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-486/PJ/2019 tanggal 31 Mei 2019.

Dalam KEP-486/PJ/2019 ini ditetapkan hal sebagai berikut.

Terhadap keterlambatan penyetoran pajak untuk Masa Pajak Mei 2019 atas:
  1. pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 26; dan/atau
  2. pemungutan PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu, yang dilakukan pada tanggal 11 Juni 2019 sampai dengan 12 Juni 2019, diberikan penghapusan sanksi administrasi.
Terhadap keterlambatan penyetoran atas pemungutan PPh Pasal 22 oleh Bendahara Pengeluaran yang jatuh tempo pada tanggal 1 Juni 2019 sampai dengan 10 Juni 2019 dan disetorkan pada tanggal 11 Juni 2019 sampai dengan 12 Juni 2019, diberikan penghapusan sanksi administrasi.

Penghapusan Sanksi administrasi ini dilakukan tanpa menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP).

Namun apabila atas penyetoran dan pemotongan atau pemungutan PPh yang terlambat yang dilakukan pada tanggal 11 Juni 2019 sampai dengan 12 Juni 2019 di atas telah diterbitkan STP, maka Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak secara jabatan menghapuskan sanksi administrasi berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP.

Rabu, 01 Mei 2019

Lapor SPT Tahunan PPh Badan 2018 sampai 2 Mei 2019 Tidak Kena Denda

Hari ini kita telah memasuki awal bulan Mei 2019 yang sekaligus juga sebagai hari libur memperingati Hari Buruh. Bagi sebagian orang yang berkecimpung di bidang pajak, tanggal 1 Mei 2019 ini merupakan akhir dari perjuangan berat dalam rangka menyiapkan dan melaporkan SPT Tahunan PPh Badan 2018 serta SPT Masa PPN Masa Maret 2019, yang jatuh tempo pelaporannya adalah tanggal 30 April 2019.

Akibat dari adanya 2 moment tersebut, sejak kemarin sore tanggal 30 April 2019 sekitar pukul 15.00 WIB, server pelaporan eFiling milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk saluran djponline mengalami peningkatan akses yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan hampir seluruh Wajib Pajak yang akan menggunakan saluran ini untuk melaporkan SPT-nya secara online mengalami kesulitan untuk mengakses ataupun mengunggah SPT mereka secara eFiling. Berdasarkan pantauan penulis, kejadian ini berlangsung hingga pukul 00.00 WIB tanggal 1 Mei 2019. Praktis hampir semua Wajib Pajak dalam periode waktu antara pukul 15.00 WIB hingga 00.00 WIB ini tidak dapat melaporkan segala jenis SPT (baik masa maupun tahunan) secara eFiling.

Untuk mengantisipasi hal ini, kemudian Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Siaran Pers Nomor SP-16/2019 tanggal 30 April 2019 yang menginformasikan bahwa Direktur Jenderal Pajak memberikan pengecualian pengenaan sanksi administrasi berupa denda bagi Wajib Pajak Badan yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2018 dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai yang diberikan sampai dengan tanggal 2 Mei 2019. Pengecualian dari pengenaan sanksi denda ini dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Wajib Pajak Badan yang dapat menerima pengecualian ini adalah mereka yang:
  1. menyelenggarakan pencatatan/pembukuan dengan akhir tahun buku pada 31 Desember 2018;
  2. melaporkan SPT Masa PPN untuk masa pajak Maret 2019.
Walaupun penyampaian SPT pada 2 Mei 2019 diberikan pengecualian dari denda, namun apabila status SPT adalah kurang bayar maka kekurangan pembayaran pajak harus dilunasi paling lambat 30 April 2019, dan apabila kekurangan pembayaran pajak dilunasi melampaui tanggal 30 April 2019, maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut tetap akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan.

Senin, 18 Juni 2018

Telat Lapor SPT Masa PPh Masa Mei 2018 Tidak Kena Denda

Bulan Juni 2018 ini adalah merupakan bulan yang paling banyak hari Libur Nasional dan Cuti Bersama, karena bertepatan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriyah. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Cuti Bersama Pegawai Negeri Sipil, Pemerintah telah menetapkan bahwa cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriyah, selain hari Libur Nasional terkait perayaan Hari Raya Idul Fitri 1439 H yang jatuh pada hari Jumat, 15 Juni 2018 dan Sabtu 16 Juni 2018, Pemerintah telah menetapkan hari cuti bersama bagi Pegawai Negeri Sipil sebanyak 7 (tujuh) hari kerja yaitu tanggal 11, 12, 13, 14, 18, 19 dan 20 Juni 2018.

Akibat adanya libur yang panjang ini, yang bertepatan dengan batas waktu penyampaian (pelaporan) Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh)  masa Mei 2018, menyebabkan Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan SPT Masa sampai dengan batas waktu jatuh tempo. Selain itu, juga ada sebagian Pengusaha Kena Pajak yang Sertifikat Elektroniknya berakhir masa berlakunya dan harus diperpanjang lagi dengan mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik namun bertepatan dengan saat libur nasional dan cuti bersama ini.

Mempertimbangkan beberapa hal ini, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-171/PJ/2018 tanggal 8 Juni 2018 tentang Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Selama Hari Libur Idul Fitri dan Cuti Bersama Hari Raya Idul Fitri Tahun 2018. Dalam Keputusan ini ditegaskan beberapa perlakuan khusus terkait dengan pemenuhan kewajiban perpajakan yang bertepatan dengan Hari Libur Idul Fitri dan Cuti Bersama Hari Raya Idul Fitri Tahun 2018, yaitu:
  1. Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPh untuk Masa Pajak Mei 2018 setelah tanggal 21 Juni 2018 namun tidak melewati tanggal 26 Juni 2018, dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan penyampaian SPT (dengan Pasal 7 ayat (1) UU KUP).
  2. Terhadap SPT Masa PPh masa Mei 2018 yang disampaikan oleh Wajib Pajak setelah tanggal 21 Juni 2018 sampai dengan tanggal 26 Juni 2018 ini tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP sesuai ketentuan Pasal 14 UU KUP) oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
  3. Pengusaha Kena Pajak yang memiliki Sertifikat Elektronik dengan jangka waktu berlakunya berakhir pada tanggal 9 Juni 2018 sampai dengan 20 Juni 2018 dapat mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik yang baru paling lambat tanggal 2 Juli 2018 sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian dan pencabutan Sertifikat Elektronik. Selama jangka waktu 9 Juni 2018 sampai dengan 2 Juli 2018, Pengusaha Kena Pajak ini diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak. Setelah Pengusaha Kena Pajak ini telah memiliki Sertifikat Elektronik yang baru, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang telah dibuat secara manual ini diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak melalui aplikasi e-Faktur untuk mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
  4. Faktur Pajak yang dibuat secara manual yang berbentuk kertas (hardcopy) tersebut di atas, yang tidak diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak melalui aplikasi e-Faktur untuk mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan merupakan Faktur Pajak.