..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label New Regulations - Adm. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label New Regulations - Adm. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 Juli 2024

Penggunaan NIK Sebagai NPWP Berlaku Hari Ini 1 Juli 2024

Hari ini, 1 Juli 2024, telah resmi ditetapkan bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) telah digunakan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Penegasan mengenai pemberlakuan NIK sebagai NPWP ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2024 tanggal 28 Juni 2024 tentang Penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak dengan Format 16 (Enam Belas) Digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) Dalam Layanan Administrasi Perpajakan.

Walaupun sejak tanggal 1 Juli 2024 telah diberlakukan penggunaan NIK sebagai NPWP dalam layanan administrasi perpajakan baik yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak maupun Pihak Lain, namun pemberlakuan ini masih diterapkan untuk sebagian layanan dan akan dilakukan secara bertahap untuk layanan lainnya yang belum diterapkan. Ketentuan ini juga mengatur masa peralihan sampai dengan tanggal 31 Desember 2024, apabila ada layanan atau Pihak Lain (yaitu badan atau instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan administrasi publik atau nonpublik yang mencantumkan NPWP dalam layanan administrasinya) yang belum siap untuk melaksanakan ketentuan ini, maka dimungkinkan tetap menggunakan NPWP format lama yaitu NPWP 15 digit.

Pengunaan NIK Sebagai NPWP dan NPWP Format 16 Digit (Format Baru)

Pada Pasal 2 PER-6/PJ/2024 ditegaskan bahwa ketentuan NIK sebagai NPWP, NPWP Format 16 digit dan NITKU dalam layanan administrasi yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Pihak Lain telah berlaku terhitung sejak 1 Juli 2024. Layanan Administrasi yang dapat dimanfaatkan dengan menggunakan NIK sebagai NPWP, NPWP Format 16 digit dan NITKU sejak 1 Juli 2024 beruapa layanan pendaftaran dan layanan digital lain, meliputi 7 jenis layanan yaitu:
  1. pendaftaran Wajib Pajak (e-Registration);
  2. akun profil Wajib Pajak pada DJP Online;
  3. informasi konfirmasi status Wajib Pajak (info KSWP);
  4. penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (e-Bupot 21/26);
  5. penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi (e-Bupot Unifikasi);
  6. penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 instansi pemerintah dan Surat Pemberitahuan Masa PPh Unifikasi instansi pemerintah (e-Bupot Instansi Pemerintah); dan
  7. pengajuan keberatan (e-Objection).
Jenis dan penjelasan layanan administrasi yang menggunakan NIK sebagai NPWP, NPWP Format 16 digit dan NITKU (sebagaimana disebutkan di atas) dan penambahan layanan administrasi yang dapat dimanfaatkan Wajib Pajak dengan menggunakan NIK sebagai NPWP, NPWP Format 16 digit dan NITKU akan diumumkan kepada masyarakat secara bertahap.

Penggunaan NPWP Format 15 Digit (Format Lama)

Untuk layanan administrasi selain layanan yang disebutkan di atas dapat dimanfaatkan Wajib Pajak dengan menggunakan NPWP dengan format 15 digit (NPWP format lama).

Kemudian pada Pasal 3 PER-6/PJ/2024 juga disebutkan bahwa dalam hal sistem administrasi Pihak Lain yang masih belum siap untuk menyelenggarakan layanan administrasi sebagaimana disebutkan pada Pasal 2 ayat (1) huruf b PER-6/PJ/2024 (7 layanan yang disebutkan di atas), maka Pihak Lain ini tetap menggunakan NPWP dengan format 15 digit dalam layanan administrasi yang mencantumkan NPWP sampai dengan tanggal 31 Desember 2024.

Pencantuman NPWP pada Keputusan, Ketetapan, Formulir dan Dokumen Perpajakan

Keputusan, Ketetapan, Formulir dan Dokumen Perpajakan yang diterbitkan akan secara bertahap disesuaikan dengan mencantumkan NPWP 15 digit dan NIK sebagai NPWP atau NPWP format 16 digit.

Keputusan, Ketetapan, Formulir dan Dokumen Perpajakan yang mencantumkan NPWP dengan format 15 digit yang diterbitkan sejak tanggal 1 Juli 2024 memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Keputusan, Ketetapan, Formulir dan Dokumen Perpajakan yang mencantumkan NIK sebagai NPWP atau NPWP format 16 digit.

Ketentuan Pemberian NPWP Bagi Wajib Pajak yang Baru Terdaftar

Terhadap Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau diberikan NPWP secara jabatan, diberlakukan ketentuan sebagai berikut:
  1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk, dilakukan aktivasi NIK sebagai NPWP dan diberikan NPWP dengan format 15 digit (NPWP format lama);
  2. Bagi Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk, Wajib Pajak badan, dan Wajib Pajak instansi pemerintah, diberikan NPWP dengan format 15 digit dan NPWP dengan format 16 digit; dan/atau
  3. Bagi Wajib Pajak cabang diberikan NPWP dengan format 15 digit dan NIK sebagai NPWP atau NPWP dengan format 16 digit yang merupakan NPWP pusat,
serta diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).

Ketentuan ini diberlakukan sejak 1 Juli 2024

Minggu, 11 Agustus 2019

Tokopedia dan Bukalapak Ditunjuk Sebagai Penerima Setoran Pajak oleh Kementerian Keuangan

Maraknya pertumbuhan Digital Ekonomi di Indonesia yang menyebabkan adanya pergeseran transaksi ekonomi di Indonesia yang semula masih dengan cara konvensional saat ini sudah bergeser ke arah transaksi ekonomi secara online dan elektronik. Seiring dengan perkembangan ini,
Kementerian Keuangan juga tidak mau ketinggalan dengan cara menggandeng perusahaan start up yang menjadi leader dalam transaksi e-commerce di Indonesia untuk bekerja sama dalam rangka melayani Wajib Pajak.

Kerja sama yang dibuat ini adalah dengan menunjuk 2 perusahaan start up terbesar di Indonsia saat ini yaitu PT Tokopedia dan PT Bukalapak.com sebagai Lembaga Persepsi lainnya yang melaksanakan Sistem Penerimaan Negara secara Elektronik untuk menerima setoran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

Penunjukan ini ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-170/PB/2019 tanggal 29 Juli 2019 tentang Penunjukan PT Tokopedia sebagai Lembaga Persepsi Lainnya yang Melaksanakan Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik dan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-179/PB/2019 tanggal 2 Agustus 2019 tentang Penunjukan PT Bukalapak.com sebagai Lembaga Persepsi Lainnya yang Melaksanakan Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik.

Penunjukan kedua perusahaan start up ini sebagai Lembaga Persepsi Lainnya ini didasarkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.05/2018.

PT Tokopedia dan PT Bukalapak.com ditunjuk sebagai Lembaga Persepsi Lainnya yang Melaksanakan Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik ini dilakukan setelah memenuhi persyaratan lulus User Acceptance Test (UAT) yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.

Dengan demikian, kini para Wajib Pajak akan mendapatkan tambahan kemudahan yaitu dapat melakukan transaksi pembayaran pajak kepada 2 Lembaga Persepsi Lainnya ini.

Selasa, 31 Maret 2015

Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Konsultan Pajak

Untuk menindaklanjuti dan memberikan petunjuk teknis secara detail mengenai ketentuan yang mengatur Konsultan Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2015 tanggal 10 Maret 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Konsultan Pajak.

Dalam PER-13/PJ/2015 ini diatur beberapa hal antara lain yaitu:

Pengajuan Izin Praktik Konsultan Pajak

Sebagaimana halnya yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014, pengajuan izin praktik konsultan pajak ini persyaratannya terbagi menjadi untuk 2 jenis, yaitu persyaratan izin bagi umum dan persyaratan izin bagi pensiunan Pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Persyaratan diatur di PER-13/PJ/2015 ini tidak berbeda dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 (sebagaimana yang telah diuraikan dalam artikel berikut ini).

Izin Praktik yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak ini berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Izin Praktik Konsultan Pajak Diberikan Berjenjang

Ketentuan ini juga merupakan penegasan dari yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 dimana untuk mendapatkan izin praktek konsultan pajak, maka seseorang harus mendapatkan izin praktik tingkat A. Setelah minimal berpraktik selama 12 bulan barulah izin praktiknya dapat ditingkatkan ke tingkat B. Demikian juga untuk tingkat C, baru dapat ditingkatkan setelah berpraktik minimal selama 12 bulan di tingkat B.

Jangka Waktu Pengajuan Izin Praktik

Permohonan untuk memperoleh Izin Praktik dan permohonan untuk peningkatan Izin Praktik harus diajukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkannya Sertifikat Konsultan Pajak. Dengan demikian, maka ijazah Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) saat ini secara tidak langsung dapat dikatakan memiliki masa daluwarsa apabila pemegang ijazah USKP ini tidak mengajukan izin praktik lewat dari 2 tahun.

Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak

Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun. Sertifikasi Konsultan Pajak ini diselenggarakan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak. Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak ini ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun, dan dapat diperpanjang.

Asosiasi Konsultan Pajak

Konsultan Pajak wajib untuk berhimpun pada satu Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak. Asosiasi Konsultan Pajak ini harus berbentuk badan hukum, memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, memiliki susunan pengurus yang telah disahkan oleh rapat anggota, memiliki program pengembangan profesional berkelanjutan, memiliki kode etik dan standar profesi Konsultan Pajak, dan memiliki Dewan Kehormatan sebagai pengawas.

Asosiasi Konsultan Pajak harus mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar dari Direktorat Jenderal Pajak dan wajib membuat laporan keuangan setiap tahunnya yang diaudit oleh akuntan publik dan hasilnya dilaporkan di Direktorat Jenderal Pajak paling lambat akhir bulan April tahun berikutnya. Direktur Jenderal Pajak dapat mengusulkan satu Asosiasi Konsultan Pajak yang telah memiliki Surat Keterangan Terdaftar kepada Menteri Keuangan untuk diusulkan menjadi anggota Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak. Jika terdapat lebih dari satu Asosiasi Konsultan Pajak yang telah memiliki Surat Keterangan Terdaftar, maka Direktur Jenderal Pajak akan melakukan seleksi untuk memperoleh satu asosiasi untuk diusulkan. Kegiatan seleksi ini dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap aspek tata kelola organisasi yang baik dan jumlah keanggotaan Asosiasi Konsultan Pajak. Unsur penilaian terhadap aspek tata kelola organisasi meliputi:
  1. usia dan riwayat organisasi berdasarkan akta notaris yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
  2. jumlah kantor cabang berdasarkan susunan pengurus yang telah disahkan rapat anggota;
  3. memiliki dan menerapkan prinsip-prinsip Good Governance, yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Pertanggungjawaban, Kemandirian, dan Kesetaraan berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, laporan keuangan dan laporan tahunan;
  4. kekayaan/jumlah aset asosiasi berdasarkan laporan keuangan;
  5. kepatuhan anggota asosiasi terhadap pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Tahunan Konsultan Pajak selama 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan data internal Direktorat Jenderal Pajak.
Asosiasi Konsultan Pajak wajib melakukan daftar ulang dimulai 6 bulan setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 atau mulai tanggal 9 Juni 2015.

Hingga saat ini Asosiasi Konsultan Pajak yang sudah terdaftar adalah:
  1. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) (Indonesian Tax Consultants Assocsiation, Gedung IKPI Jl. Condet Pejaten No. 3B Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12940 Telp. +62 21 79189125, +62 21 79189128. Situs: www.ikpi.or.id. Surat Keterangan Terdaftar No. SKT-01/AKP/PJ/2015 tanggal 21 September 2015
  2. Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I) (Indonesian Public Tax Consultants Association), Jl. Janur Elok Raya Blok PA26 No.4 Kelapa Gading, Jakarta Utara 14250 Telp. +62 21 22452268. Situs: www.akp2i.or.id. Surat Keterangan Terdaftar No. SKT-02/AKP/PJ/2015 tanggal 21 September 2015

Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL)

Setiap Konsultan Pajak wajib mengikuti kegiatan PPL dan memenuhi  Satuan Kredit PPL (SKPPL) yang dihitung mulai bulan Januari tahun berikutnya setelah diterbitkannya Izin Praktik.

Kegiatan PPL yang wajib diikuti oleh Konsultan Pajak terdiri atas:
PPL Terstruktur; dan
PPL Tidak Terstruktur.

PPL Terstruktur diperoleh dari kegiatan yang meliputi konferensi, seminar, lokakarya, diskusi panel, pelatihan, kursus dalam bidang perpajakan atau kegiatan sejenis, termasuk mengikut Program PPL Terstruktuk Jarak Jauh yang bersertifikat (Verified Certificate) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Konsultan Pajak.

PPL Tidak Terstruktur diperoleh dari:
  1. menjadi pengurus pada Asosiasi Konsultan Pajak tempat berhimpun;
  2. mengikuti Kongres, Kongres Luar Biasa, Musyawarah Kerja Nasional, Rapat Koordinasi, Rapat Anggota, Rapat Pengurus Pusat, Rapat Pengurus Daerah, Rapat Pengurus Cabang, atau rapat lainnya dalam lingkungan Asosiasi Konsultan Pajak tempat berhimpun;
  3. mewakili Asosiasi Konsultan Pajak tempat berhimpun dalam pertemuan dengan pihak lain melalui penunjukan resmi;
  4. menjadi anggota tim atau panitia yang bersifat ad hoc dalam rangka kegiatan Asosiasi Konsultan Pajak tempat berhimpun;
  5. menjadi pengajar, instruktur, atau narasumber di lingkungan Asosiasi Konsultan Pajak atau mendapat izin dari Asosiasi Konsultan Pajak tempat yang bersangkutan berhimpun untuk mengikuti kegiatan di luar Asosiasi yang materinya meliputi bidang perpajakan; dan
  6. menulis artikel, makalah, atau buku dengan materi yang relevan dengan profesi Konsultan Pajak dengan membawa nama atau mendapat izin Asosiasi Konsultan Pajak tempat berhimpun dan telah dipublikasikan.
Jumlah SKPPL yang wajib dipenuhi oleh Konsultan Pajak setiap tahun adalah sebagai berikut:
a. Konsultan Pajak dengan Sertifikat Konsultan Pajak tingkat A
Wajib mencapai 20 SKPPL yang terdiri dari paling rendah 16 SKPPL Terstruktur dan 4 SKPPL Tidak terstruktur.

b. Konsultan Pajak dengan Sertifikat Konsultan Pajak tingkat B
Wajib mencapai 40 SKPPL yang terdiri dari paling rendah 32 SKPPL Terstruktur dan 8 SKPPL Tidak terstruktur.

c. Konsultan Pajak dengan Sertifikat Konsultan Pajak tingkat C
Wajib mencapai 60 SKPPL yang terdiri dari paling rendah 48 SKPPL Terstruktur dan 12 SKPPL Tidak terstruktur.

Ketentuan penghitungan nilai SKPPL Terstruktur yang kegiatannya diselenggarakan oleh Asosiasi Konsultan Pajak tempat yang bersangkutan berhimpun adalah sebesar 1 SKPPL terdiri dari 50 menit kegiatan. Untuk SKPPL Terstruktur yang kegiatannya diselenggarakan oleh pihak lain, SKPPL dihitung paling banyak 30% dari total nilai yang wajib dipenuhi Konsultan Pajak.

Hak Konsultan Pajak

Konsultan pajak berhak untuk memberikan jasa konsultasi di bidang perpajakan sesuai dengan batasan tingkat keahlian sebagaimana tercantum dalam Izin Praktik yang dimilikinya. Batasan tingkat keahlian ini adalah:
  1. Konsultan Pajak dengan Izin Praktik tingkat A hanya dapat memberikan jasa di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya, kecuali Wajib Pajak yang berdomisili di negara yang mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia;
  2. Konsultan Pajak dengan Izin Praktik tingkat B hanya dapat memberikan jasa di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya, kecuali kepada Wajib Pajak penanaman modal asing, Bentuk Usaha Tetap, dan Wajib Pajak yang berdomisili di negara yang mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia; dan
  3. Konsultan Pajak dengan Izin Praktik tingkat C dapat memberikan jasa di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiba perpajakannya.
Kewajiban Konsultan Pajak

Dalam menjalankan praktiknya, Konsultan Pajak wajib:
  1. memberikan jasa konsultasi kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
  2. mematuhi kode etik Konsultan Pajak dan berpedoman pada standar profesi Konsutan Pajak yang diterbitkan oleh Asosiasi Konsultan Pajak
  3. mengikuti kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan yang diselenggarakan atau diakui oleh Asosiasi Konsultan Pajak dan memenuhi satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan;
  4. menyampaikan Laporan Tahunan Konsultan Pajak;
  5. memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak setiap ada perubahan Asosiasi Konsultan Pajak tempat Konsultan Pajak berhimpun paling lama 30 hari kerja sejak tanggal Surat Keputusan Pencabutan Keterangan Terdaftar Asosiasi Konsultan Pajak tempat Konsultan Pajak berhimpun dengan melampirkan fotokopi surat keputusan keanggotaan pada Asosasi Konsultan Pajak yang baru yang telah dilegalisasi oleh Ketua Umum Asosiasi Konsultan Pajak;
  6. mendokumentasikan surat kontrak/perjanjian dengan persekutuan/badan hukum tempat Konsultan Pajak berpraktik dalam memberikan jasa konsultasi kepada setiap Wajib Pajak; atau surat kontrak/perjanjian dengan Wajib Pajak, yang menjadi dasar penyusunan Laporan Tahunan Konsultan Pajak; dan
  7. menyetujui publikasi data Konsultan Pajak berupa nama dan alamat Konsultan Pajak pada aplikasi administrasi Konsultan Pajak.
Personal Identification Number (PIN)

Setiap Konsultan Pajak yang telah memiliki izin Praktik akan diberikan PIN yang dapat digunakan untuk mengakses aplikasi administrasi Konsultan Pajak. Aplikasi administrasi Konsultan Pajak adalah aplikasi yang mendukung proses pengelolaan administrasi Konsultan Pajak yang dapat diakses melalui jaringan intranet Direktorat Jenderal Pajak maupun internet.

PIN ini akan digunakan oleh Konsultan Pajak untuk mengakses aplikasi administrasi Konsultan Pajak dalam menyampaikan softcopy Laporan Tahunan Konsultan Pajak yang dilakukan melalui aplikasi administrasi Konsultan Pajak.

Kamis, 19 Juni 2014

Persyaratan Menjadi Konsultan Pajak Bagi Mantan PNS Ditjen Pajak Dipersulit

Ketentuan dan persyaratan terbaru tentang seorang Konsultan Pajak telah terbit dan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014. Ketentuan baru mengenai konsultan pajak ini mulai berlaku 6 bulan sejak diundangkannya Peraturan ini (PMK ini diundangkan tanggal 9 Juni 2014).

Dalam ketentuan baru mengenai Konsultan Pajak ini, persyaratan untuk menjadi seorang konsultan pajak bagi orang yang pernah mengabdikan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak lebih dipersulit. Ada beberapa persyaratan baru yang harus dipenuhi oleh seorang mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang ingin menjadi Konsultan Pajak. Persyaratan yang ditetapkan ini tidak diatur dalam peraturan tentang Konsultan Pajak yang selama ini berlaku.

Persyaratan Bagi Mantan PNS Ditjen Pajak Yang Mengundurkan Diri Sebelum Batas Usia Pensiun

Bagi seseorang yang akan menjadi Konsultan Pajak yang sebelumnya pernah mengabdikan diri sebagai PNS di Ditjen Pajak dan mengundurkan diri sebagai PNS sebelum mencapai batas usia pensiun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Warga Negara Indonesia;
  2. bertempat tinggal di Indonesia;
  3. tidak terikat dengan pekerjaan atau jabatan pada Pemerintah/Negara dan/atau BUMN/BUMD;
  4. berkelakuan baik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
  5. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
  6. menjadi anggota pada satu Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak;
  7. memiliki Sertifikat Konsultan Pajak;
  8. diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atas permintaan sendiri; dan
  9. telah melewati jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal surat keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Persyaratan Bagi Pensiunan PNS Ditjen Pajak

Bagi seseorang yang akan menjadi Konsultan Pajak yang telah pensiun sebagai PNS di Ditjen Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Warga Negara Indonesia;
  2. bertempat tinggal di Indonesia;
  3. tidak terikat dengan pekerjaan atau jabatan pada Pemerintah/Negara dan/atau BUMN/BUMD;
  4. berkelakuan baik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
  5. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
  6. menjadi anggota pada satu Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak;
  7. memiliki Sertifikat Konsultan Pajak.
  8. mengabdikan diri sekurang-kurangnya untuk masa 20 (dua puluh) tahun di Direktorat Jenderal Pajak;
  9. selama mengabdikan diri di Direktorat Jenderal Pajak tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian;
  10. mengakhiri masa baktinya di lingkungan kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan memperoleh hak pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil; dan
  11. telah melewati jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal surat keputusan pensiun.
Independensi Seorang Konsultan Pajak

Persyaratan-persyaratan ketat yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 ini bertujuan untuk menjadikan seorang Konsultan Pajak yang berasal dari mantan PNS Ditjen Pajak dapat berperan sebagai seorang Konsultan Pajak yang independen, profesional dan tidak ada conflict of interest kelak dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Konsultan Pajak.
(c)http://syafrianto.blogspot.com

Artikel Terkait:
- Ketentuan Baru Ijin Konsultan Pajak

Ketentuan Baru Ijin Konsultan Pajak

Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, Wajib Pajak dapat dibantu oleh seorang Konsultan Pajak. Konsultan Pajak adalah orang yang memberikan jasa konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam menjalankan fungsinya, seorang Konsultan Pajak harus memiliki Izin Praktik Konsultan Pajak yang diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Selama ini ketentuan Konsultan Pajak diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 485/KMK.03/2003 tentang Konsultan Pajak Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.03/2005. Namun ketentuan ini hanya akan berlaku dalam 6 bulan lagi. Setelah itu, ketentuan mengenai Konsultan Pajak ini akan diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 tanggal 9 Juni 2014 tentang Konsultan Pajak.

Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 yang diundangkan pada tanggal 9 Juni 2014 ini mulai berlaku 6 (enam) bulan setelah diundangkan.

Salah satu perubahan yang cukup signifikan adalah mengenai persyaratan untuk menjadi konsultan pajak. Saat ini persyaratan untuk menjadi konsultan pajak sudah dibuat lebih ketat.

Berikut adalah beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014.

Izin Praktik Konsultan Pajak Diberikan Secara Berjenjang
Izin praktik konsultan pajak nantinya akan diberikan secara berjenjang. Artinya, untuk mendapatkan izin praktek konsultan pajak, maka seseorang harus mendapatkan izin praktik tingkat A. Setelah minimal berpraktik selama 12 bulan barulah izin praktiknya dapat ditingkatkan ke tingkat B. Demikian juga untuk tingkat C, baru dapat ditingkatkan setelah berpraktik minimal selama 12 bulan di tingkat B.

Jangka Waktu Pengajuan Izin Praktik
Permohonan untuk memperoleh Izin Praktik dan permohonan untuk peningkatan Izin Praktik harus diajukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkannya Sertifikat Konsultan Pajak. Dengan demikian, maka ijazah Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) saat ini secara tidak langsung dapat dikatakan memiliki masa daluwarsa apabila pemegang ijazah USKP ini tidak mengajukan izin praktik lewat dari 2 tahun.

Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak
Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun. Sertifikasi Konsultan Pajak ini diselenggarakan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak. Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak ini ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun, dan dapat diperpanjang.

Beberapa Ketentuan Peralihan
Permohonan Izin Praktik yang diajukan dengan lengkap sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, diselesaikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 485/KMK.03/2003 tentang Konsultan Pajak Indonesia.

Penyelenggaraan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak ditiadakan sampai dengan ditetapkannya Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak

Bagi peserta ujian Sertifikasi Konsultan Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 485/KMK.03/2003 tentang Konsultan Pajak Indonesia yang sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri ini masih harus memenuhi kredit ujian Sertifikasi Konsultan Pajak, dapat mengajukan penyetaraan jumlah kredit yang telah diperoleh kepada Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak dan melanjutkan keikutsertaan dalam ujian Sertifikasi Konsultan Pajak yang diselenggarakan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak dengan tetap memperhatikan ketentuan batas waktu mengulang sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 485/KMK.03/2003 tentang Konsultan Pajak Indonesia.

Konsultan Pajak yang telah memiliki Izin Praktik yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini wajib melakukan pendaftaran ulang paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini. Apabila tidak mendaftar ulang, maka izin praktik Konsultan Pajaknya akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Download:
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014
-Lampiran PPeraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014

Senin, 25 April 2011

Pembayaran Pajak Secara Elektronik

Selama ini, para Wajib Pajak akan merasa kerepotan dalam melakukan pembayaran pajak. Karena apabila akan melakukan pembayaran pajak, maka Wajib Pajak harus ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro, untuk melakukan penyetoran pajak secara manual. Apabila Wajib Pajak tidak memiliki rekening (simpanan uang) pada Bank tempat mereka akan melakukan pembayaran pajak, maka mereka haruslah menyediakan uang tunai untuk pembayaran pajak. Hal ini tentunya akan sangat riskan sehingga umumnya para Wajib Pajak akan menyetorkan pajak pada Bank Persepsi dimana mereka memiliki simpanan uang pada Bank Persepsi tersebut.

Kesulitan lain yang dihadapi oleh para Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajak adalah masalah waktu. Umumnya Bank Persepsi hanya melayani pembayaran pajak hingga pukul 10.00 sampai dengan 11.00 (walaupun ada beberapa Bank Persepsi yang masih menerima setoran pajak hingga pukul 13.00, padahal ketentuan dari BI dan Pemerintah, bahwa setoran pajak masih dapat dilakukan hingga pukul 15.00 setiap hari kerja). Hal ini menjadi penyebab sulitnya dalam melakukan penyetoran pajak. Sehingga sering timbul cemoohan dari para Wajib Pajak kepada Pemerintah.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan dalam pembayaran pajak ini. Salah satunya terobosan baru yang akan dilakukan oleh Pemerintah menerapkan sistem pembayaran pajak secara elektronik. Sistem ini saat ini sedang diujicobakan oleh Pemerintah yang prosedurnya ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.05/2011 tanggal 23 Maret 2011 tentang Pelaksanaan Uji Coba Penerapan Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik (Billing System) dalam Sistem Modul Penerimaan Negara. Uji coba sistem pembayaran pajak secara elektronik ini akan dilaksanakan paling lambat 30 hari sejak Peraturan Menteri Keuangan ini diundangkan dan berlaku selama 120 hari.
Ruang lingkup uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) ini meliputi:

-pendaftaran peserta billing;
-pembuatan kode billing;
-pembayaran berdasarkan kode billing, dan
-rekonsiliasi billing.

Uji coba pembayaran pajak secara elektronik ini tidak termasuk pembayaran atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak dalam rangka impor dan cukai.

Wajib Pajak yang akan melakukan penyetoran secara elektronik ini terlebih dahulu harus melakukan pendaftaran peserta billing untuk memperoleh Nomor Identitas Peserta Billing (NIPB), PIN dan Password.

Pihak-pihak yang terkait dalam sistem pembayaran pajak secara elektronik ini adalah:
  1. Kementerian Keuangan, meliputi: Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek);
  2. Bank/Pos Persepsi selaku penyelenggara jasa pelayanan setoran penerimaan negara; dan
  3. Wajib Pajak yang memilih membayar pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system)


Kamis, 30 September 2010

Pemberian Pelayanan, Edukasi dan Pembinaan Kepada WP Orang Pribadi Baru

Direktorat Jenderal Pajak saat ini sedang memfokuskan pelayanan kepada para Wajib Pajak Orang Pribadi. Saat ini pemahaman dan pengetahuan Wajib Pajak Orang Pribadi mengenai kewajiban perpajakan masih sangat rendah. Apalagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak. Oleh sebab itu, guna meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang baru terdaftar serta memberikan edukasi dan pembinaan terhadap Wajib Pajak ini, maka Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-94/PJ/2010 tanggal 14 September 2010.


SE-94/PJ/2010 ini diterbitkan sekaligus untuk menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2010 yang telah diterbitkan pada tanggal 9 Maret 2010 (baca artikelnya di sini).

Selasa, 20 Juli 2010

Standard Operating Procedure Layanan Unggulan Bidang Perpajakan

Reformasi birokrasi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus dilakukan. Pembenahan dalam segala segi dan aspek di Direktorat ini semakin disempurnakan. Salah satunya adalah dengan penetapan standar pelayanan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi Wajib Pajak dan masyarakat. Penetapan standar pelayanan ini dilakukan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 187/KMK.01/2010 tanggal 3 Mei 2010 dan dijabarkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-79/PJ/2010 tanggal 15 Juli 2010 tentang Standard Operating Procedure (SOP) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan.

SOP Layanan Unggulan Bidang Perpajakan merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dibakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan eksternal dan/atau internal DJP dengan peraturan perundang-undangan untuk kepentingan masyarakat atau para pemangku kepentingan lainnya atas jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan DJP ini. Kepastian pelayanan ini ditetapkan untuk kegiatan proses, jangka waktu penyelesaian, biaya atas jasa pelayanan, dan persyaratan administrasi serta digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan publik bagi unit pelaksana teknis di DJP. Jadi saat ini masyarakat dan para Pembaca setia Tax Learning dapat mengetahui bagaimana sebenarnya prosedur pengurusan suatu kegiatan perpajakan dan berapa lama jangka waktu pelayanan yang wajib diberikan oleh pihak DJP.

Layanan Unggulan Bidang Perpajakan yang ditetapkan ini terdiri dari 16 jenis layanan, yang terdiri dari:

1. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Jangka waktu penyelesaian: 1 (satu) hari kerja sejak permohonan pendaftaran NPWP diterima secara lengkap atau 1 (satu) hari kerja sejak informasi pendaftaran melalui Sistem e-Registration diterima Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sepanjang permohonan pendaftaran NPWP diisi secara lengkap.

2. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Jangka waktu penyelesaian: 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.

3. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN
Jangka waktu penyelesaian:
  1. Untuk Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu (WP Patuh) sesuai Pasal 17C UU KUP: 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Proses melalui penelitian.
  2. Untuk Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sesuai Pasal 17D UU KUP: 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap.
  3. Untuk Wajib Pajak selain yang memenuhi syarat Pasal 17C dan Pasal 17D UU KUP: jangka waktu penyelesaian adalah paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal WP datang memenuhi surat panggilan dalam Rangka Pemeriksaan Kantor atau paling lama 8 (delapan) bulan sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Lapangan.

4. Pelayanan Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)
Jangka waktu penyelesaian: 3 (tiga) minggu sejak:
  1. permohonan WP diterima;
  2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)/Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) diterbitkan;
  3. Surat Keputusan (SK) Keberatan, SK Pembetulan, SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SKP Penghapusan Sanksi Administrasi, SKP Pengurangan Ketetapan Pajak atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak, yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak, diterbitkan;
  4. Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak, diterima kantor DJP yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.

5. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Keberatan Penetapan PPh, PPN dan PPnBM
Jangka waktu penyelesaian: 9 (sembilan) bulan sejak tanggal surat permohonan diterima.

6. Pelayanan Penyelesaian Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor
Jangka waktu penyelesaian: 5 (lima) hari kerja seja surat permohonan diterima lengkap.

7. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan PBB
Jangka waktu penyelesaian:
  1. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak permohonan pengurangan diterima,
  2. Kantor Wilayah DJP dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan pengurangan diterima;
  3. Kantor Pusat DJP dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) bulan sejak permohonan diterima lengkap.


8. Pelayanan Pendaftaran Objek Pajak Baru dengan Penelitian Kantor
Jangka waktu penyelesaian: 3 (tiga) hari kerja sejak surat permohonan diterima lengkap.

9. Pelayanan Penyelesaian Mutasi Seluruhnya Objek dan Subjek PBB
Jangka waktu penyelesaian: 5 (lima) hari kerja sejak surat permohonan diterima lengkap.

10. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh Pasal 23
Jangka waktu penyelesaian: 1 (satu) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

11. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yang diterima atau Diperoleh Dana Pensiun Yang Pendiriannya telah Disahkan oleh Menteri Keuangan
Jangka waktu penyelesaian: 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

12. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Jangka waktu penyelesaian: 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal surat permohonan diterima secara lengkap.

13. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN atas Barang Kena Pajak Tertentu
Jangka waktu penyelesaian: 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap.

14. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Keberatan PBB
Jangka waktu penyelesaian: 9 (sembilan) bulan sejak surat permohonan diterima.

15. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan dan Penghapusan Sanksi Administrasi
Jangka waktu penyelesaian: 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya berkas permohonan lengkap.

16. Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan dan Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar
Jangka waktu penyelesaian: 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya berkas permohonan Wajib Pajak.

Seluruh pelayanan yang diberikan DJP ini tidak dipungut biaya atas jasa layanannya. Untuk persyaratan kelengkapan dokumen serta arus proses pelayanan dapat dilihat pada lampiran SE-79/PJ/2010 ini.

Dengan adanya SE-79/PJ/2010 ini, maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-37/PJ/2007 tanggal 14 Agustus 2007 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. SE-79/PJ/2010 ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, yaitu tanggal 15 Juli 2010.

Selasa, 29 September 2009

Peraturan Terbaru

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-90/PJ/2009 tanggal 24 September 2009
tentang Kode Nota Penghitungan dan Kode Ketetapan Per Jenis Pajak



Jumat, 26 Juni 2009

Pembenahan Data Perpajakan Wajib Pajak

Mulai tanggal 1 Juli 2009, jika Para Pembaca Setia Tax Learning mendapatkan surat dari KPP tempat terdaftar mengenai Permintaan Kelengkapan Data Identitas Wajib Pajak/PKP, maka tidaklah perlu dikhawatirkan. Karena saat ini Direktorat Jenderal Pajak tengah melakukan pembenahan data Master File Wajib Pajak yang berupa kegiatan pemutakhiran data identitas Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Kegiatan ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-60/PJ/2009 tanggal 23 Juni 2009.

Tujuan dilakukannya kegiatan ini adalah agar data Master File Wajib Pajak/PKP terjaga validitas dan kualitasnya, selain dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, khususnya penyampaian informasi dan bimbingan perpajakan melalui layanan interaktif (call center) secara berkesinambungan sebagai pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan juga untuk tertib administrasi dan kemudahan pengawasan terhadap Wajib Pajak.

Kamis, 25 Juni 2009

Bentuk Formulir SSP Baru

Selain adanya perubahan bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 21, sejak tanggal 1 Juli 2009 Direktur Jenderal Pajak juga telah menetapkan bentuk formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang baru melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tanggal 23 Juni 2009.
Bentuk SSP yang baru ini sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I PER-38/PJ/2009, terdiri dari 4 (empat) lembar, yaitu:
- Lembar ke-1 untuk arsip Wajib Pajak (WP)
- Lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
- Lembar ke-3 untuk dilaporkan oleh WP ke Kantor Pelayanan Pajak
- Lembar ke-4 untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran
Pada SSP yang lama terdapat lembar ke-5, saat ini lembar ke-5 ini ditiadakan. Namun dalam hal tertentu SSP dapat dibuat rangkap 5 (lima) dengan peruntukan lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Selain itu, dalam Lampiran II PER-38/PJ/2009 ini juga ditetapkan Tabel Kode Akun Pajak (KAP; dulu dikenal sebagai Kode Jenis Pajak) dan Kode Jenis Setoran. Terdapat beberapa Kode Jenis Pajak yang baru dalam PER-38/PJ/2009 ini.
Selain itu, masih ada perubahan yang cukup mendasar pada SSP yang baru ini, yaitu dengan menambahkan adanya Data isian untuk PBB berupa Nomor Objek Pajak (NOP) dan Alamat Objek Pajak (OP). Pada bagian raung validasi kantor penerima pembayaran, juga ditambahkan kata-kata: "Terima Kasih Membayar Pajak - Pajak Untuk Pembangunan Bangsa".
Formulir SSP yang baru ini diberi kode formulir: F.2.0.32.01.
Formulir SSP ini boleh dicetak (diadakan) sendiri oleh Wajib Pajak dengan bentuk dan isi sesuai dengan formulir SSP berdasarkan Lampiran I PER-38/PJ/2009.
Pada Pasal 4 PER-38/PJ/2009 ini diatur mengenai satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/surat ketetapan pajak/Surat Tagihan Pajak, kecuali untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a UU KUP dapat membayar PPh Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP.
SSP ini tidak digunakan untuk melakukan penyetoran penerimaan pajak dalam rangka impor, termasuk penyetoran kekurangan pembayaran pajak atas impor selain yang ditagih dengan STP atau surat ketetapan pajak. Untuk setoran jenis pajak ini harus menggunakan SSPCP.
Formulir SSP baru ini mulai berlaku sejak 1 Juli 2009. Namun demikian, formulir SSP yang lama (berdasarkan PER-01/PJ./2006 sebagaimana diubah dengan PER-102/PJ/2006) tetap dapat dipergunakan sampai dengan tanggal 31 Desember 2009.

Catatan:
Jika kita cermati PER-38/PJ/2009 pada bagian "Menimbang", terdapat kesalahan pada huruf b dimana tertulis "Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009" seharusnya yang benar adalah: "Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008". Mudah-mudahan kesalahan ini hanya pada file yang diconvert ke bentuk Pdf, sedangkan file aslinya (penulis belum dapatkan) tidak terjadi kesalahan seperti ini.

Download:
SSP Baru Format Excel

Selasa, 09 Juni 2009

Unit Kerja di Lingkungan DJP dan Wilayah Kerja KPP

Seiring dengan proses modernisasi dalam organisasi Direktorat Jenderal Pajak serta pemekaran unit kantor pelayanan pajak untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada Wajib Pajak, maka Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tanggal 1 April 2009 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam Peraturan ini, diatur mengenai susunan struktur organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, tugas dan fungsi setiap bagian dalam struktur organisasi tersebut serta tugas masing-masing pejabat/pelaksana pada setiap bagian tersebut, nama, lokasi dan wilayah kerja setiap kantor dalam struktur organisasi tersebut.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari:
- 31 Kantor Wilayah
- 4 KPP Wajib Pajak Besar
- 28 KPP Madya
- 299 KPP Pratama
- 207 KP2KP

Lampiran dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 terdiri dari:
- Lampiran I mengenai lokasi dan wilayah kerja Kantor Wilayah
- Lampiran II mengenai lokasi dan wilayah kerja KPP WP Besar, KPP Madya, KPP Pratama
- Lampiran III mengenai lokasi dan wilayah kerja KP2KP
- Lampiran IV s.d. VI mengenai Bagan Organisasi dari tiap unit kerja

Selasa, 21 Oktober 2008

Wajibkah Saya Memiliki NPWP ?

Selama ini penulis selalu mendapatkan pertanyaan dari para pembaca ataupun dari rekan-rekan penulis mengenai kewajiban memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Apalagi dengan gencarnya pihak Direktorat Jenderal Pajak dalam mengkampanyekan program sunset policy dan pendaftaran untuk mendapatkan NPWP di tahun 2008 ini, yang menyebabkan banyak masyarakat di Indonesia yang hingga saat ini masih belum memiliki NPWP menjadi penasaran dengan kewajiban memiliki NPWP. Untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai kewajiban memiliki NPWP tersebut, berikut ini akan disajikan beberapa ketentuan sebagai landasan yang mengharuskan kita untuk memiliki NPWP.

Dasar Hukum Wajib Memiliki NPWP

Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 disebutkan bahwa setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Apa itu persyaratan subjektif dan objektif? Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) membagi jenis subjek pajak menjadi:
- orang pribadi dan warisan yang belum terbagi
- badan
- bentuk usaha tetap
Subjek Pajak sendiri dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Orang pribadi yang termasuk sebagai Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang lahir dan bertempat tinggal di Indonesia (warga negara Indonesia) atau orang pribadi (dari luar negeri) yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PPh ditegaskan bahwa subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Ketentuan bahwa subjek pajak orang pribadi dalam negeri yang memiliki penghasilan di atas PTKP inilah yang disebut sebagai telah memenuhi kewajiban pajak objektif. Ketentuan mengenai PTKP ini diatur dalam Pasal 7 UU PPh, yang mulai tahun 2009 ditentukan sebesar:
Untuk mengetahui besarnya PTKP untuk tahun pajak 2008 dan sebelumnya dapat diakses di sini.
Lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PPh ini ditegaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
Jadi, jika orang pribadi yang merupakan Warga Negara Indonesia atau orang asing yang tinggal di Indonesia (atau mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia) selama lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta mendapatkan penghasilan di atas PTKP, maka wajib untuk memiliki NPWP.
Bagaimana caranya untuk mendaftarkan NPWP? Pendaftaran NPWP dapat dilakukan sendiri dengan cara mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat, melalui pendaftaran online via internet, atau pendaftaran secara kolektif melalui perusahan pemberi kerja. Jika Anda ingin mengetahui cara-cara pendaftaran NPWP, dapat dibaca di sini.
Direktur Jenderal Pajak telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE-59/PJ/2008 tanggal 17 Oktober 2008 yang meminta kepada aparat di jajaran Kantor Pelayanan Pajak untuk memberikan pelayanan kepada karyawan dalam mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP melalui pemberi kerjanya.
Beberapa Ketentuan yang Membuat kita harus Memiliki NPWP
  1. Pasal 21 ayat (5 a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan; dimana bagi karyawan, sebagai penerima penghasilan, yang tidak memiliki NPWP akan dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja dengan tarif 20% lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan yang telah memiliki NPWP.
  2. Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (1 a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan; dimana bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP akan dipotong PPh Pasal 22 atau PPh Pasal 23 oleh pemberi penghasilan dengan tarif 100% lebih tinggi dibandingkan dengan penerima penghasilan yang telah memiliki NPWP.
  3. Pasal 25 ayat (8) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan; dimana Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak fiskal Luar Negeri. Ketentuan ini berlaku mulai 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2010.
  4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-35/PJ/2008 tanggal 9 September 2008 tentang Kewajiban Pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam Rangka Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan; yang mengatur pihak yang melakukan transaksi jual atau beli tanah dan/atau bangunan wajib untuk mencantumkan NPWP pada Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (SSB) bagi pembeli dan pada Surat Setoran Pajak (SSP) atas pembayaran PPh Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan bagi penjual.
(c) syafrianto 21102008

Informasi terkait:
- SYARAT-SYARAT PENDAFTARAN NPWP
- Apa Yang Harus Saya Lakukan Setelah Memiliki NPWP?

-Konsultasi Pajak Gratis: Maksud Pengenaan PPh Pasal 21 Lebih Tinggi 20% Dalam UU PPh Baru

Senin, 19 Mei 2008

KUASA BAGI WAJIB PAJAK

Berikut ini ringkasan Ketentuan mengenai pemberian Kuasa Wajib Pajak kepada pihak ketiga (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2008 tanggal 6 Pebruari 2008).
Ketentuan yang mulai berlaku 6 Pebruari 2008 ini mengatur tentang persyaratan dan pelaksaan hak dan kewajiban perpajakan oleh seorang kuasa yang secara garis besar terdiri dari:
1. Dalam menjalankan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakannya Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa.
2. Kuasa yang dapat ditunjuk ini harus memenuhi syarat:
a. memiliki NPWP;
b. telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir;
c. menguasai ketentuan perpajakan; dan
d. memiliki Surat Kuasa Khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa dengan format sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 22/PMK.03/2008 (Lampiran I)
3. Selain persyaratan tersebut pada angka 2 di atas, seorang kuasa harus memiliki:
a. kuasa yang bukan konsultan pajak:
- memiliki sertifikat brevet atau ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri atau swasta dengan status akreditasi A, minimal Diploma III (dokumen ini harus dilampirkan dengan Surat Kuasa Khusus).
b. kuasa yang merupakan konsultan pajak:
- memiliki Surat Izin Praktek Konsultan Pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan (dokumen ini harus dilampirkan dengan Surat Kuasa Khusus yang formatnya sesuai Lampiran II PMK nomor 22/PMK.03/2008).
4. Seorang kuasa yang bukan konsultan pajak harus merupakan karyawan tetap yang telah menerima penghasilan dari Wajib Pajak pemberi kuasa dan hanya dapat menerima kuasa dari:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran/penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 1.800.000.000,00 dalam 1 (satu) tahun; atau
c. Wajib Pajak badan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp 2.400.000.000,00 dalam 1 (satu) tahun.
5. Isi dari Surat Kuasa Khusus paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai serta NPWP dari Wajib Pajak pemberi kuasa;
b. nama, alamat, dan tanda tangan, serta NPWP penerima kuasa; dan
c. hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan.
Satu Surat Kuasa Khusus hanya untuk 1 (satu) pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu.
6. Seorang kuasa tidak dapat melimpahkan kuasa yang diterima dari Wajib Pajak kepada orang lain, dan hanya dapat menunjuk orang lain atau karyawannya (dengan menggunakan Surat Penunjukan dari seorang kuasa dengan format sesuai Lampiran IV) terbatas untuk menyampaikan dokumen dan atau menerima dokumen perpajakan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan.
7. Terdapat ketentuan peralihan untuk pembuatan surat kuasa khusus yang telah dibuat sebelum terbit Peraturan Menteri Keuangan ini (yang masih menggunakan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 576/KMK.01/2000 dan Peraturan Menteri Keuangan 97/PMK.03/2005 masih tetap dapat berlaku.
8. Ketentuan ini mulai berlaku tanggal 6 Pebruari 2008.

Ketentuan ini sejak 18 Desember 2014 telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014. Baca artikelnya di sini
Copyright: Syafrianto.19022008

Jumat, 16 Mei 2008

PEMBAGIAN ORGANISASI DAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DITJEN PAJAK

Dasar Hukum:

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008 tanggal 6 Mei 2008

Seiring dengan proses Modernisasi Direktorat Jenderal Pajak, maka Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan ini. Dengan diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan maka mulai saat ini, seluruh Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia telah menerapkan sistem Pelayanan Modern.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini membagi struktur organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak menjadi 31 Kantor Wilayah.

Jumlah kantor pelayanan yang secara langsung akan melayani segala kewajiban dan hak perpajakan Wajib Pajak terdiri dari:

1. Kantor Pelayanan Pajak berjumlah 330 kantor yang terdiri dari:

a. Jenis KPP Wajib Pajak Besar berjumlah 3 kantor

b. Jenis KPP Madya berjumlah 37 kantor.

c. Jenis KPP Pratama berjumlah 290 kantor.

2. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan berjumlah 207 kantor.

Ketentuan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Saat Mulai Diresmikannya Sistem Kantor Modern


Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-95/PJ/2008 tanggal 19 Mei 2008, menetapkan saat mulai beroperasinya kantor-kantor sesuai dengan yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008 tersebut, khusus untuk:

- Kantor Wilayah DJP Nanggroe Aceh Darussalam

- Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I

- Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara II

- Kantor Wilayah DJP Riau dan Kepulauan Riau

- Kantor Wilayah DJP Kalimantan Timur

- Kantor Wilayah DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara

- Kantor Palayanan Pajak Pratama dan/atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di lingkungan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I

adalah mulai tanggal 27 Mei 2008.

(c) syafrianto 16052008