Membaca tanggapan di salah satu artikel mengenai konsultasi perpajakan di situs
detik.com, penulis menjadi tertarik untuk membahasnya. Apalagi tanggapan dan pertanyaan dari salah seorang pembaca tersebut tidak direspon oleh pihak pengelola konsultasi perpajakan di situs detik.com tersebut. Berikut kutipan dari pertanyaan tersebut:
Bapak yth., Saya juga freelancer alias dosen part time, pajak sudah dipotong...dan buktinya pun saya lampirkan pada waktu lapor PPh, tapi saya minta saran bagian Konsultasi di KP Bekasi Utara. Saya disarankan untuk memakai Norma 90200 Tahun pertama OK ada lebih bayar dan dikembalikan... Bagus. Tahun kedua saya ulangi, minta saran lagi, tahun ini katanya nggak 25 % tapi 30% Normanya, OK saya ikuti. Tapi bagian Pemeriksaan kali ini menolak saran dari bag.konsultasi, alasannya macem2 tapi menurut dia setiap orang boleh menafsirkan UU Pajak secara berbeda. Minta saran Kanwil... nggak tau apa hasilnya. Jadi kalau saran bagian Konsultasi Pajak bisa dianulir oleh bag Pemeriksa yang lain.... bubarkan saja bagian Konsultasi itu....kasihan kalah pinter dengan staff yang lain. Mau benar saja susah pak..... Tolong saran anda ???? Terima kasih
Sehubungan dengan pertanyaan tersebut, berikut akan coba penulis kaji dan bahas sesuai dengan pemikiran dari penulis.
Apabila membaca pertanyaan di atas, maka tampaknya penanya ini adalah seorang dosen tidak tetap yang mungkin mengajar dan mendapatkan penghasilan dari beberapa pemberi kerja (baca: perguruan tinggi). Karena disebutkan bahwa yang bersangkutan adalah dosen part time, maka penulis beranggapan bahwa penanya ini berstatus sebagai dosen honorer pada beberapa perguruan tinggi, sehingga ia akan menerima penghasilan berupa honor yang dihitung berdasarkan jumlah jam mengajarnya. Sehingga menurut ketentuan PPh Pasal 21 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009, statusnya dikategorikan sebagai pegawai tidak tetap.
Ketika menerima honor dari setiap pemberi kerja tempatnya mengajar, maka ia akan dipotong PPh Pasal 21. Pada saat akhir tahun, dosen tidak tetap ini harus melaporkan seluruh penghasilan yang diterimanya sebagai dosen tidak tetap dari berbagai perguruan tinggi dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya. Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya tersebut tidak hanya sebatas penghasilan dari honor dosen tersebut, namun seluruh penghasilan yang diterima selama setahun (karena umumnya dosen honorer itu adalah praktisi dan memiliki pekerjaan tetap lainnya).
Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi atas penghasilan yang berasal dari honor sebagai dosen honorer ini dilaporkan sebagai "Penghasilan Neto Dalam Negeri Sehubungan Dengan Pekerjaan". Sebagai informasi, apabila dosen ini bekerja pada beberapa pemberi kerja dan tidak mendapatkan penghasilan dari usaha bebas atau pekerjaan bebas (memiliki usaha sendiri/praktek sendiri, misalnya mempunyai kantor sendiri seperti konsultan, pengacara, dokter, membuka toko, rumah makan dan sejenisnya), maka formulir SPT yang digunakan adalah Formulir berkode 1770 S. Namun apabila ia memperoleh penghasilan juga dari usaha bebas atau pekerjaan bebas, maka Formulir SPT yang digunakan adalah Formulir yang berkode: 1770.
Kembali ke kasus di atas, apabila penghasilan yang diperoleh oleh dosen ini memang hanya berasal dari penghasilan sehubungan dengan pekerjaan (artinya ia bekerja dan diberi imbalan oleh pemberi kerja), maka seharusnya penjelasan yang diterimanya dari Bagian Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak) adalah salah. Karena penggunaan norma penghitungan penghasilan neto hanya diterapkan bagi Wajib Pajak yang menerima penghasilan dari pekerjaan bebas dan usaha bebas. Yang termasuk pekerjaan bebas adalah dokter yang berpraktek pada pada rumah sakit atau tenaga ahli selain dokter (menurut PER-57/PJ/2009) dan petugas dinas luar asuransi, distributor perusahaan MLM/direct selling (menurut SE-100/PJ/2009). Jadi dosen honorer ini tidak berhak untuk menggunakan metode norma penghitungan penghasilan neto.
Satu lagi kesalahan atas apa yang disampaikan oleh pihak Bagian Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak adalah mengenai penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan kode 90200 atas penghasilan yang diterima dari honor sebagai dosen part time. Menurut penulis mungkin kode yang dimaksud adalah 92000 karena dalam daftar Norma Penghitungan Penghasilan Neto menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ./2000 tidak ada kode 90200, namun kode terdekat yang ada adalah kode 92000). Jika kita lihat dalam keterangan kode norma 92000 tersebut adalah digunakan untuk "Jasa Pendidikan: Yaitu pendidikan formal mulai dari pra sekolah (TK), SD, SLTP, SLTA dan Akademi/Perguruan Tinggi." Sebenarnya penggunaan norma dengan kode 92000 ini adalah untuk orang pribadi yang menyelenggarakan jasa pendidikan, misalnya membuka sekolah dan mengelola sekolah ini sendiri. Jadi kode norma ini bukan diperuntukkan bagi pengajar yang menerima penghasilan dari tempat yang menyelenggarakan jasa pendidikan.
Perhitungan penghasilan neto yang diterima oleh dosen yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh-nya adalah, seluruh penghasilan neto yang tercantum dalam Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (yang seluruhnya diterima dalam tahun pajak yang sama) kemudian dikurangkan dengan pembayaran zakat/sumbangan keagamaan yang wajib yang diakui oleh ketentuan perpajakan (apabila ada) dan kemudian dikurangkan lagi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Hasil perhitungan tersebut diperoleh Penghasilan Kena Pajak. Besarnya PPh yang terutang adalah atas Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU No. 36 Tahun 2008. PPh yang masih harus dibayar oleh dosen ini dari perhitungan di atas adalah selisih antara PPh yang terutang yang dikurangkan dengan kredit pajak PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja (perguruan tinggi), sesuai yang tercantum dalam Bukti Pemotongan.
Contoh:
Prof. Dr. Andi Riyanto adalah dosen tidak tetap pada Perguruan Tinggi (PT) A, B dan C. Selama tahun 2010 menerima penghasilan berupa honor mengajar dari (yang tercantum dalam Bukti Pemotongan PPh Pasal 21):
- PT A: Penghasilan Neto Rp 50.000.000 dengan PPh Pasal 21 dipotong Rp 2.500.000
- PT B: Penghasilan Neto Rp 30.000.000 dengan PPh Pasal 21 dipotong Rp 1.500.000
- PT C: Penghasilan Neto Rp 40.000.000 dengan PPh Pasal 21 dipotong Rp 2.000.000
Status PTKP Prof. Dr. Andi Riyanto adalah K/0.
Maka perhitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2010 milik Prof. Dr. Andi Riyanto adalah:
Jumlah Penghasilan Neto (di 3 Perguruan Tinggi): Rp 120.000.000
Dikurangi PTKP (K/0) --------------------------: Rp 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak -------------------------: Rp 102.840.000
PPh Terutang (Tarif Pasal 17) -------------------: Rp 10.426.000
PPh Pasal 21 yang telah dipotong PT A, B, dan C : Rp 6.000.000
PPh yang kurang bayar -------------------------: Rp 4.426.000
Jumlah PPh yang masih harus dibayarkan sendiri oleh Prof. Dr. Andi Riyanto adalah sebesar Rp 4.426.000 yang harus dibayar sebelum menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2010.