..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label Coretax System. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Coretax System. Tampilkan semua postingan

Senin, 06 Januari 2025

Coretax Role Access - Wanita Kawin Ikut NPWP Suami

Berbada dengan sistem administrasi perpajakan pada DJP Online, dalam menjalankan kewajiban perpajakan Wajib Pajak Badan (termasuk Bendahara Pemerintah) melalui sistem Coretax DJP, harus dilakukan oleh Orang Pribadi yang menjadi penanggung jawab dari WP Badan tersebut (disebut PIC) atau Orang Pribadi Pihak Terkait (Related Party) yang ditunjuk yang telah ditunjuk oleh PIC dan diberikan hak akses oleh PIC. Para Orang Pribadi ini (baik PIC maupun Pihak Terkait), dalam menjalankan aplikasi Coretax WP Badan ini, harus masuk melalui akun Coretax Pribadinya.

Apabila orang pribadi tersebut telah memiliki NPWP, maka dia akan masuk ke akun Coretax WP Badan tersebut melalui akun Coretax untuk NPWP pribadinya dengan cara yang disebut sebagai impersonating. Jadi sebelumnya orang pribadi ini harus melakukan aktivasi akun Coretax DJP-nya supaya memiliki akun Coretax DJP sebagai pengganti dari Akun DJP Onlinenya.

Namun dalam kasus di lapangan, akan ditemukan bahwa orang pribadi (terutama karyawan yang memegang tugas pelaporan pajak) namun yang bersangkutan adalah berstatus sebagai istri yang NPWP-nya digabung dan masuk dalam NPWP suami atau yang bersangkutan belum memiliki NPWP, namun diberikan tugas dan kewenangan untuk melakukan proses pemenuhann kewajiban perpajakan. Nah, untuk kasus orang pribadi seperti ini, maka berikut ini solusi agar orang pribadi ini dapat memiliki akun Coretax DJP yang dapat mengakses sebagai impersonating dari Wajib Pajak Badan tersebut. Berikut ini akan dijelaskan cara membuat akun Coretax DJP untuk Orang Pribadi yang memiliki status seperti yang dijelaskan di atas.

Pendaftaran Sebagai Pengguna Baru

Bagi Pihak Terkait yang akan didaftarkan untuk mendapatkan hak akses ke akun Coretax WP Badan yang:
  1. belum memiliki NPWP; atau
  2. wanita kawin yang kewajiban perpajakannya (NPWP) gabung dengan suami namun belum masuk ke dalam Family Tax Unit (daftar susunan keluarga) di profil pada akun DJP Online milik suami

untuk dapat login ke akun Coretax klik "Daftar Di sini untuk Pengguna Baru" pada halaman depan login ke Aplikasi Coretax, seperti tampak pada gambar di bawah ini.


Melalui Menu Permintaan Akses Digital

Bagi Pihak Terkait yang akan didaftarkan untuk mendapatkan hak akses ke akun Coretax WP Badan yang:
  1. WNA yang memiliki kepentingan perpajakan di Indonesia; atau
  2. istri yang NPWP-nya gabung suami dan sudah masuk Family Tax Unit di akun DJP Online Suami

untuk dapat login ke akun Coretax klik "Permintaan Akses Digital" pada halaman depan login ke Aplikasi Coretax, seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Catatan Penulis:
Berdasarkan hasil pantauan pada tanggal 6 Januari 2025 ke situs login awal Coretax DJP, menu Permintaan Akses Digital masih belum muncul pada laman tersebut. Pilihan kedua pada menu login awal Coretax DJP ini adalah "Aktivasi Akun Wajib Pajak.

Curhat Netizen tentang Implementasi Coretax DJP dan Catatan Untuk Coretax DJP


Di hari ke-6 implementasi sistem Coretax DJP sebagai sistem administrasi perpajakan menggantikan djponline yang telah digunakan oleh Wajib Pajak selama ini, masih diwarnai berbagai kendala. Sebagian besar pengguna yang mencoba untuk memenuhi kewajiban perpajakan melalui aplikasi Coretax DJP di alamat situs https://coretaxdjp.pajak.go.id, masih menghadapi berbagai permasalahan yang timbul, mulai dari tidak dapat mendaftar NPWP, kesulitan dalam membuat akitivasi akun Coretax DJP-nya, kesulitan dalam menunjuk PIC sebagai penanggung jawab pemenuhan kewajiban perpajakan, hingga tidak dapat membuat Faktur Pajak sehingga menghambat proses transaksi yang sedang dijalankan oleh para Wajib Pajak.

Sebagaimana dikutip dari Lini Masa di Media Sosial X, berikut ini curahan hati (curhat) dan uneg-uneg yang dikemukakan oleh para Netizen atas sistem Coretax DJP ini.







Banyak pelaku usaha dan dan praktisi perpajakan yang mengeluhkan bahwa transaksi mereka menjadi terhambat akibat mengalami kendala dalam menerbitkan Faktur Pajak. Memang pembuatan Faktur Pajak menjadi satu hal terpenting dalam setiap transaksi yang dilakukan oleh seorang Pengusaha Kena Pajak. Karena berdasarkan ketentuan, Faktur Pajak harus dibuat pada saat terutangnya PPN atau saat transaksi terjadi. Apalagi sejak diberlakukan sistem pembuatan Faktur Pajak melalui sistem e-Faktur, dimana tanggal pembuatan Faktur Pajak bentuk e-Faktur sudah tidak dapat diubah dan secara sistem sudah default di tanggal dan hari dibuatnya Faktur Pajak tersebut. Sebagaimana yang diatur pada Pasal 32 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-3/PJ/2022 yang mengatur bahwa Faktur Pajak terlambat dibuat dalam hal tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak melewati saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau Pasal 4 ayat (3). Toleransi hanya diberikan pada saat meng-upload (mengunggah) e-Faktur yang dapat dilakukan paling lambat tanggal 15 setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan. Apabila Wajib Pajak terlambat dalam membuat e-Faktur atau mengunggah e-Faktur tersebut maka ancamannya adalah denda karena terlambat membuat Faktur Pajak sebagaimana ketentuan Pasal 14 ayat (4) UU KUP yaitu berupa denda sebesar 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut.

Ditambah lagi dengan kesulitan yang saat ini dihadapi oleh para Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam menghadapi perubahan tarif PPN menjadi 12% berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024, akibat sistem penerbitan invoice yang dibuat sebelumnya tidak dapat mengantisipasi ketentuan PMK 131 Tahun 2024 yang baru diterbitkan pada tanggal 31 Desember 2024, dimana mereka harus menyesuaikan aplikasi penerbitan invoice dan Faktur Pajaknya dengan ketentuan PMK 131 Tahun 2024 ini.

Berdasarkan pantauan ke situs Coretax dan DJP Online, memang sejak pagi ini kedua situs ini menjadi sangat sulit untuk diakses. Proses loading lama ketika masuk kedua sistem ini. Sedangkan jika melakukan suatu proses di Coretax DJP, maka sering muncul pesan error seperti tampak pada gambar di bawah ini, dan proses tidak dapat dilakukan/dilanjutkan.


Melihat kondisi yang ada saat ini, mungkin ada baiknya pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memikirkan solusi mitigasi dalam mengantisipasi kendala ini. Mungkin DJP dapat mempertimbangkan kembali untuk mengaktifkan sistem e-Faktur yang selama ini telah dijalankan dan Wajib Pajak juga telah merasa mudah dalam membuat Faktur Pajak. Memberikan kesempatan kepada para PKP yang masih belum berhasil mengakses dan menyelesaikan proses aktivasi akun Coretax-nya untuk tetap dapat membuat Faktur Pajak di dalam sistem e-Faktur, serta memberikan toleransi atas transaksi yang sudah terjadi dari tanggal 1 Januari 2025 hingga hari ini 6 Januari 2025 untuk pembuatan Faktur Pajaknya. Sedangkan bagi PKP yang sudah berhasil aktivasi dan dapat masuk ke akun Coretax untuk membuat Faktur Pajak (sudah membuat e-Faktur di sistem Coretax), maka PKP ini tetap diwajibkan untuk melanjutkan membuat Faktur Pajak di sistem Coretax.

Akibat dari pemberlakuan 2 sistem dalam masa transisi ini tentu akan disikapi dengan bijak oleh DJP dalam proses migrasi data. Mungkin ada field data yang tidak sesuai antara sistem e-Faktur dengan Coretax, saat migrasi data dapat disesuaikan. Memang tidak mudah untuk melakukan hal-hal ini apalagi untuk sistem Coretax yang telah dibuat sedemikian canggih dan terintegrasinya, namun menurut Penulis, DJP perlu memikirkan solusi efektif agar para pelaku usaha tetap dapat menjalankan bisnis dan usahanya tanpa terkendala dengan sistem aplikasi baru yang masih dalam proses penyempurnaan.

Selasa, 31 Desember 2024

Era Coretax Pengkreditan Pajak Masukan Hanya Dapat Dilakukan Di Bulan Faktur Pajak Diterbitkan dan Tidak Dapat Dikreditkan Di Tiga Masa Pajak Berikut?

Sistem PPN di Indonesia mengenal metode pengkreditan pajak. Ketika Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pembelian Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) akan dikenakan (dipungut) PPN oleh pihak PKP Penjual, ini yang dinamakan sebagai Pajak Masukan. Ketika melakukan penjualan PKP ini akan memungut PPN atas tagihan penjualan yang diterbitkan kepada pihak pembeli (konsumen). PPN yang dipungut ini yang dinamakan sebagai Pajak Keluaran. Pada setiap masanya, PKP ini memiliki kewajiban untuk menyetorkan PPN yang telah dipungutnya dari konsumen dengan terlebih dahulu memperhitungkan (mengurangkan) Pajak Masukan yang berhubungan dengan Pajak Keluaran dan memenuhi syarat untuk dapat dikreditkan. Proses ini yang disebut sebagai proses pengkreditan Pajak Masukan.

Ketentuan yang berlaku selama ini (sesuai Pasal 9 ayat (2) dan ayat (9) UU PPN) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum dilakukan pemeriksaan. Petunjuk pelaksanaan dari Pasal 9 ayat (2) dan ayat (9) UU PPN ini diatur lebih lanjut pada Pasal 62 ayat (1) PMK 18/PMK.03/2021 dan Pasal 63 ayat (1) PMK 18/PMK.03/2021.

Jadi selama ini berlaku ketentuan bahwa Pajak Masukan yang diperoleh dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama atau dapat dikreditkan pada pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Masukan tersebut. Sebagai contoh (seperti yang dicontohkan pada Lampiran XV PMK 18/PMK.03/2021), untuk Faktur Pajak Masukan yang diterbitkan oleh PKP Penjual pada tanggal 8 Agustus 2021 dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak Agustus 2021, atau Masa Pajak September 2021, Masa Pajak Oktober 2021, dan paling lambat Masa Pajak November 2021.

Ketentuan Baru Mengenai Jangka Waktu Pengkreditan Pajak Masukan

Sejak 1 Januari 2025, PKP yang akan mengkreditkan Faktur Pajak Masukan, hanya dapat mengkreditkan Faktur Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Masukan oleh pihak PKP Penjual. Prosedur pengkreditan Pajak Masukan yang baru ini diatur dalam Pasal 375 ayat (1) PMK 81 Tahun 2024 bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Kemudian pada Pasal 376 ayat (1) PMK 81 Tahun 2024 yang menegaskan bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 375 ayat (1), yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukanya dipersamakan dengan Faktur Pajak, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dibuat.

Dari Pasal 376 ayat (1) PMK 81 Tahun 2024 ini dapat kita lihat perbedaan pengaturan dengan ketentuan yang selam ini berlaku (PMK 18/PMK.03/2021 dan PMK 18/PMK.03/2021) yaitu untuk Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya untuk paling lama 3 (tiga) Masa Pajak adalah hanya dibatasi untuk Pajak Masukan yang berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

Pada Pasal 470 PMK 81 Tahun 2024 menegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak yang tidak sama yang dicontohkan pada Lampiran huruf WWW (halaman 547) PMK 81 Tahun 2024 ini.

Artinya bahwa mulai 1 Januari 2025, Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak (selain dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak) hanya dapat dikreditkan pada Masa Pajak sesuai dengan Masa Pajak Faktur Pajak Masukan tersebut diterbitkan.

Dan perlu menjadi perhatian bagi Para Pembaca Setia Tax Learning bahwa ketentuan ini berlaku mulai 1 Januari 2025, artinya semua Faktur Pajak yang diterbitkan di tahun pajak 2024, hanya dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya untuk paling lama 3 (tiga) Masa Pajak, paling lambat hanya dapat dilakukan untuk Masa Pajak Desember 2024. Jadi misalkan Faktur Pajak Masukan yang terbit di Masa Pajak November 2024, hanya dapat dikreditkan di Masa Pajak November 2024 dan Masa Pajak Desember 2024. Untuk Faktur Pajak Masukan yang terbit di Masa Pajak Desember 2024, hanya dapat dikreditkan di Masa Pajak Desember 2024 saja.
(c)31122024 http://syafrianto.blogspot.com

Rabu, 25 Desember 2024

Implementasi Awal Sistem Coretax DJP - Wajib Pajak Dapat Login di Akun Coretax Lebih Awal

Pagi ini, 24 Desember 2024, Direktorat Jenderal Pajak telah membuka akses bagi Wajib Pajak untuk dapat melakukan login ke Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) yang dalam istilah Bahasa Inggris dinamakan sebagai Core Tax Administration System (CTAS) atau lebih dikenal sebagai Coretax DJP.

Rencananya Coretax DJP yang akan diluncurkan (launching) di 1 Januari 2025 ini, telah dapat diakses oleh Wajib Pajak melalui tautan berikut: https://coretaxdjp.pajak.go.id/identityproviderportal/Account/Login selama masa praimplementasi (implementasi awal). Masa praimplementasi Coretax DJP ini telah dilakukan sejak tanggal 16 Desember 2024 hingga 31 Desember 2024. Pada hari ini, 24 Desember 2024, para Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk menjajal Coretax DJP ini dengan terlebih dahulu melakukan reset password dan menambahkan passphrase yang kelak akan berfungsi sebagai tanda tangan digital dalam sistem Coretax DJP.

Langkah-Langkah Login dan Mengatur Ulang Kata Sandi di Sistem Coretax DJP

  1. Coretax DJP ini dapat diakses oleh Wajib Pajak yang telah memiliki akun di DJP Online. Caranya adalah dengan masuk ke tautan: https://coretaxdjp.pajak.go.id/identityproviderportal/Account/Login
  2. Lalu masukkan "ID Pengguna", yaitu berupa NIK atau NPWP 16 digit. Sebenarnya dalam petunjuk di menu login disebutkan bahwa pada kolom ID Pengguna ini dapat diinput kode angka untuk NIK, NPWP, NITKU Identitas khusus untuk ILAP (Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lainnya) atau Lembaga Keuangan. Namun ketika penulis mencoba untuk menggunakan NPWP lama format 15 digit, proses login gagal. Jadi disarankan kepada para Pembaca Setia Tax Learning yang akan Login ke Coretax DJP ini agar menggunakan NIK 16 digit.
  3. Kemudian masukkan kata sandi (password) yang biasanya digunakan untuk akun Wajib Pajaknya di DJP Online.
  4. Pada kolom "Pemilihan Bahasa" disediakan 2 pilihan Bahasa yaitu Bahasa Indonesia (id-ID) dan Bahasa Inggris (en-US). Pilihlah bahasa yang ingin digunakan.
  5. Kemudian masukkan kode CAPTCHA lalu klik tombol "Login"
  6. Selanjutnya akan muncul layar berikut yaitu untuk mengatur ulang (reset) password. Pilihlah pada bagian Tujuan Konfirmasi, sebagai sarana bagi Sistem Coretax DJP ini untuk mengirimkan tautan (link) reset passwordnya, apakah ke alamat email atau nomor handphone yang terdaftar di akun DJP Online. Pilih salah satu sarana komunikasi ini dengan cara memberi pilihan (tick) pada lingkaran untuk "Surat Elektronik" (email) atau "Nomor Gawai" (nomor handphone). Kemudian masukkan kode CAPTCHA dan beri tanda centang (check mark) pada kotak di bagian "Pernyataan". Lalu klik tombol "Kirim".
  7. Selanjutnya cek email atau pesan pada handphone (dimana media yang telah dipilih pada langkah nomor 6 di atas). Lalu klik tautan (link) yang ada pada pesan yang telah dikirimkan oleh DJP ke email atau pesan pada handphone.
  8. Maka akan diarahkan ke laman untuk mengubah password. Masukkan password baru (yang dilanjutkan dengan mengkonfirmasi password baru tersebut) dan passphrase (yang dilanjutkan juga dengan mengkonfirmasi passphrase tersebut). Pastikan bahwa password dan passphrase tidak boleh sama. Ketentuan Password minimal 8 karakter dimana karakternya minimal terdapat 1 huruf kapital, 1 huruf kecil, 1 karakter angka dan 1 karakter khusus (simbol).

  9. Kemudian masukkan kode CAPTCHA lalu klik tombol "Simpan" atau "Save". Maka Password Anda telah diubah dan dapat login ke akun Coretax DJP.
Catatan:
Pada langkah ke-8, dimana ada menu untuk menginput passphrase, akan muncul untuk pengaktifan akun Wajib Pajak Orang Pribadi. Sedangkan untuk akun Wajib Pajak Badan dan Instansi Pemerintah, tidak akan muncul opsi untuk menambahkan passphrase, namun setelah login ke akun Coretax DJP nya, maka diminta agar Wajib Pajak memastikan bahwa data profil Wajib Pajak termasuk penanggung jawab (Person in Charge/PIC) telah sesuai dan penanggung jawab dapat login ke Coretax DJP. Jika penanggung jawab belum sesuai, maka Wajib Pajak dapat memperbaharui data profil dan penanggung jawab melalui Coretax DJP mulai tanggal 1 Januari 2025.

Menu Akun Coretax DJP Wajib Pajak yang ditampilkan selama masa implementasi awal hingga 31 Desember 2024 ini masih terbatas dan hanya ditampilkan menu Profil Wajib Pajak saja (seperti tampak pada gambar di bawah ini). Setelah 1 Januari 2025, menu lengkap baru akan muncul.