..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Rabu, 26 Maret 2025

Relaksasi: Setor dan Lapor SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2024 batas waktu sampai 11 April 2025

Batas waktu pembayaran PPh Pasal 29 (Kurang Bayar Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh) Tahun Pajak 2024 dan penyampaian SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2024 adalah tanggal 31 Maret 2025. Batas waktu pembayaran PPh Pasal 29 dan penyampaian (pelaporan) SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi ini bertepatan dengan hari libur nasional dan cuti bersama Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947) dan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah sejak tanggal 28 Maret 2025 sampai dengan tanggal 7 April 2025.

Sehingga untuk memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi Wajib Pajak, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan kebijakan relaksasi bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang terlambat melakukan pembayaran PPh Pasal 29 dan penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024, melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-79/PJ/2025 tanggal 25 Maret 2025.

Kebijakan yang diberikan ini adalah bagi Wajib Pajak orang pribadi yang terlambat melakukan:
  1. pembayaran PPh Pasal 29 Tahun Pajak 2024; dan/atau
  2. penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2024,
setelah tanggal jatuh tempo tanggal 31 Maret 2025 sampai dengan tanggal 11 April 2025, diberikan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan dimaksud.

Penghapusan sanksi administratif ini dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak.

Dengan demikian, maka bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang hingga saat ini masih belum dapat menyelesaikan kewajiban pajak SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya untuk Tahun Pajak 2024, diberikan keleluasaan untuk dapat membayarkan dan melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2024 sampai dengan tanggal 11 April 2025 dan akan dibebaskan sanksi administratifnya.

Namun perlu diingat bahwa relaksasi ini hanya berlaku untuk pemenuhan kewajiban SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2024. Bagi para Pembaca Setia Tax Learning yang memiliki kewajiban untuk melaporkan laporan realisasi investasi dividen agar mendapatkan pembebasan PPh atas dividen yang diterimanya, tetap harus melaporkan laporan realisasi untuk periode hingga 31 Desember 2024 paling lambat tanggal 31 Maret 2025.

Walaupun ada relaksasi ini, Penulis mengharapkan para Pembaca Setia Tax Learning untuk segera menyelesaikan kewajiban SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2024 sebelum Libur Hari Suci Nyepi dan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah, supaya dapat menjalankan liburannya dengan tenang.

Selamat Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1947 dan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah. Kepada para Pembaca Setia Tax Learning yang melakukan perjalanan (atau yang mudik dan balik), agar selalu berhati-hati dalam perjalanan, semoga selamat sampai tempat tujuan. Mohon Maaf Lahir Dan Batin.
 

 

Minggu, 09 Maret 2025

Penyebab Kegagalan Validasi Alamat Saat Daftar NPWP Online di Coretax dan Solusinya

Hal pertama yang harus dilakukan oleh seseorang untuk dapat memenuhi kewajiban perpajakannya adalah diawali dengan melakukan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Walaupun saat ini Nomor Induk Kependudukan (NIK) telah menjadi nomor yang mengidentifikasikan NPWP, namun kita tetap harus mendaftarkan diri untuk menjadi Wajib Pajak supaya dapat memenuhi kewajiban perpajakan kita.

Sejak 1 Januari 2025, pendaftaran NPWP dilakukan secara online melalui aplikasi Coretax DJP. Sejumlah kendala dan kesulitan dialami oleh masyarakat yang ingin mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP melalui aplikasi Coretax DJP ini. Salah satu kendala yang sering dihadapi para pendaftar NPWP melalui aplikasi Coretax DJP ini adalah kegagalan (error) saat validasi alamat. Pesan/kesalahan yang muncul sebagai penanda bahwa proses validasi alamat gagal adalah “Beberapa kolom gagal divalidasi oleh pihak ketiga. Harap tinjau ulang dan kirimkan lagi!” lalu muncul penjelasan tentang kesalahan yang terjadi yaitu: “Kolom berikut ini gagal dalam validasi pihak ketiga. Harap tinjau dan kirimkan lagi! ● Address Detail


Penyebab Kegagalan Validasi Alamat di Coretax DJP

Pesan kesalahan pada saat pendaftaran NPWP tersebut terjadi karena sistem Coretax DJP gagal dalam melakukan verifikasi data alamat secara langsung ke database Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri. Apabila terjadi perbedaan dalam format data yang diinput oleh pendaftar NPWP dengan database alamat yang tersimpan di database Dukcapil, sistem Coretax DJP akan menolak validasi tersebut, sehingga muncullah pesan kesalahan ini.

Beberapa penyebab kegagalan validasi alamat pada menu Pendaftaran NPWP di aplikasi Coretax DJP ini adalah:
  1. Perbedaan format penulisan alamat di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), misalnya penyingkatan kata yang tidak sesuai.
  2. Kesalahan dalam pengisian data geometri alamat saat memilih titik lokasi di peta.
  3. Data di Dukcapil belum diperbarui atau tidak sinkron dengan dokumen yang Anda miliki.
  4. Kesalahan teknis pada server Coretax yang menyebabkan sistem tidak bisa membaca data yang dimasukkan.
Solusi Mengatasi Kesalahan Validasi Alamat di Coretax DJP

Jika mengalami kesalahan validasi alamat dengan pesan kesalahan sebagaimana yang disebutkan di atas, maka dapat dicoba beberapa langkah berikut untuk mengatasi kegagalan validasi alamat tersebut.

1. Pastikan Alamat Diketik Sesuai dengan KTP dan KK

Hal utama yang harus dipastikan saat mengisi alamat pada formulir pendaftaran NPWP secara online di aplikasi Coretax DJP adalah harus dipastikan bahwa alamat yang diketik harus sama persis dengan yang tertera di KTP atau KK hingga ke spasi, tanda baca ataupun singkatannya. Berikut beberapa tips agar alamat yang diisikan dapat lolos dari verifikasi:
  1. pastikan tidak ada tambahan kata/huruf yang sebenarnya tidak tercantum di KTP atau KK
  2. cek ulang penulisan alamat, terutama untuk penulisan nama jalan, nama desa, kecamatan, kota/kabupaten. Pastikan tidak ada kesalahan ejaan atau typo.
  3. pastikan tidak ada penambahan kata yang tidak ada di KTP atau KK.
  4. apabila tetap gagal validasi, maka cobalah untuk menyalin alamat tersebut sama persis dengan yang tercantum di KTP atau KK.
2. Konfirmasi Kesesuaian Data Alamat dengan Dukcapil

Jika alamat yang diinput sudah benar dan telah sesuai dengan yang tercantum di KTP atau KK, namun pesan kesalahan masih tetap muncul, kemungkinan adalah data yang tersimpan di database Dukcapil berbeda dengan data yang tercantum di KTP atau KK. Untuk memastikan kesesuaian data dengan Dukcapil ini, hubungilah pihak Dukcapil setempat untuk memastikan kesesuaian data alamat ini. Untuk menghubungi Dukcapil, dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
  1. Datang langsung ke kantor Dukcapil terdekat dan minta konfirmasi terkait alamat yang tercantum di database Dukcapil.
  2. Menghubungi call center Dukcapil melalui layanan Halo Dukcapil di 1500537.
  3. Mengecek data secara online melalui layanan resmi Dukcapil, apabila layanan ini tersedia di Kota atau Kabupaten tempat domisili pendaftar.
3. Cek Data Geometri Lokasi pada Peta

Setelah mengisi alamat di menu Pendaftaran NPWP secara online di aplikasi Coretax DJP, maka langkah selanjutnya adalah memasukkan data geometri lokasi alamat pada aplikasi peta. Pastikan bahwa lokasi geometri yang dipilih tersebut telah akurat dan sesuai dengan titik alamat sesuai dengan alamat domisili di KTP atau KK.

Berikut beberapa tips agar data geometri lokasi yang dipilih sesuai dengan alamat yang tercantum di KTP atau KK supaya dapat lolos dari verifikasi:
  1. Pilih lokasi alamat di peta yang sesuai dengan alamat yang tercantum di KTP atau KK yang sudah diisikan pada kolom alamat.
  2. Jangan memilih lokasi secara sembarangan karena sistem akan melakukan validasi berdasarkan koordinat yang telah dipilih.
  3. Jika lokasi tidak tersedia secara otomatis, maka cobalah untuk menggeser dan mengatur pin titik lokasi di peta secara manual hingga cocok dengan alamat yang tertera di KTP atau KK.
4. Coba Ulangi Pendaftaran di Waktu Yang Lain

Sebagaimana kita ketahui bahwa aplikasi Coretax DJP yang diluncurkan sejak 1 Januari 2025 ini, masih terus dilakukan pemeliharan dan peningkatan kualitas layanan, sehingga sering terjadi pengguna masih sulit untuk mengakses aplikasi Coretax DJP secara sempurna, terutama pada jam-jam sibuk. Akibatnya, proses validasi yang terlalu lama yang dapat mengakibatkan kegagalan proses pendaftaran NPWP ini.

Oleh sebab itu, disarankan agar mengulangi lagi pendaftaran NPWP ini di luar jam sibuk seperti pada malam hari.

5. Cek Browser dan Koneksi Internet

Pastikan untuk menggunakan browser yang kompatibel dengan versi terbaru. Hindari untuk menggunakan browser yang telah usang dan belum diperbaharui (update). Saat ini browser yang telah mendukung aplikasi Coretax DJP adalah Google Chrome, Mozilla Firefox, Opera, Safari.

Selalu bersihkan (clear) cache dan cookies, serta gunakan mode Incognito/Private agar lebih lancar dalam mengakses Coretax DJP. Dan yang terutama, pastikan koneksi internet yang lancar.
(c)09032025 syafrianto.blogspot.com

Minggu, 02 Maret 2025

Wajib Pajak Kesulitan Lapor SPT Tahunan PPh 2024 Gara-gara Fitur Baru Otentikasi MFA Bermasalah Sehingga Tidak Dapat Login ke Akun DJP Online-nya

Semakin hari menjelang waktu jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan PPh 2024, Wajib Pajak (baik orang pribadi maupun badan) semakin kesulitan dalam mengakses akun DJP Online miliknya gara-gara fitur keamanan yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang harus memasukkan tambahan kode verifikasi lambat dikirim oleh Server DJP Online.

Mulai 1 Desember 2024, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menambahkan fitur baru, dimana Wajib Pajak yang akan login ke dalam akun DJP Online-nya, harus menginput suatu kode verifikasi tambahan setelah mereka memasukkan NPWP dan password. Fitur baru yang berfungsi untuk meningkatkan tingkat sekuritas layanan digital ini dikenal dengan istilah Multi-Factor Authentication (MFA) yang pernah di bahas pada artikel berikut ini. Kode verifikasi ini akan dikirimkan ke email terdaftar, Nomor Handphone terdaftar (dalam bentuk SMS), Aplikasi M-Pajak, atau Mobile Authenticator milik Wajib Pajak yang bersangkutan.


Sejak ditambahkan fitur baru ini, banyak Wajib Pajak yang mengeluhkan kesulitan mereka dalam mengakses akun DJP Online-nya. Sebagaimana kita ketahui, walaupun sejak 1 Januari 2025 telah diluncurkan aplikasi sistem pajak yang baru, Coretax DJP, namun untuk keperluan pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024 (baik bagi Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan), masih tetap dilakukan melalui sistem di DJP Online, seperti yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak selama ini.

Puncak kesulitan dalam mengakses akun DJP Online akibat adanya fitur MFA ini dirasakan oleh seluruh Wajib Pajak sejak tanggal 25 Februari 2025. Kode verifikasi yang akan dikirimkan oleh server DJP Online ke media berupa email, nomor telepon seluler, aplikasi M-Pajak atau Mobile Authenticator ini tidak lagi real time diterima oleh Wajib Pajak saat mereka login ke akunnya dan telah memilih media sebagai penerima kode verifikasi tersebut. Wajarnya pada suatu akun yang dilengkapi dengan tingkat keamanan (security) berupa MFA, maka ketika pengguna (user) melakukan proses login dan meminta kode keamanan ini, maka kode keamanan (kode verifikasi) ini akan dikirimkan secara real time oleh sistem aplikasi tersebut dan kode ini akan diterima oleh pengguna hanya dalam hitungan detik saja.

Namun kode verifikasi yang dikirimkan oleh server DJP Online ini akan diterima oleh Wajib Pajak dalam waktu lebih dari 10 menit. Padahal, kode verifikasi ini harus diinput dalam kondisi pengguna masih berada di halaman depan login, dan pada catatan di bawah halaman untuk verifikasi kode yang dikirimkan tersebut hanya diberi waktu 2 jam. Apabila pengguna telah menutup halaman depan login ke akun DJP Online, maka proses verifikasi tidak dapat dilakukan dan pengguna harus meminta ulang lagi kode verifikasinya. Berdasarkan pengamatan penulis, dalam beberapa kasus, kode verifikasi yang terlama baru dikirimkan ke alamat email yang telah dipilih penulis dalam waktu 1 jam 10 menit. Penulis juga telah mencoba media penerima kode verifikasi lainnya, dan sama saja, butuh waktu yang lama untuk menerima kode verifikasi ini dari server DJP Online.

Salah satu keluhan warganet (netizen) yang disampaikan di media sosial X, sebagaimana cuitan berikut:

Salah satu tanggapan dari DJP atas cuitan dari warga net atas keluhan warganet sebagaimana cuitan berikut:

Namun kendala pengiriman kode verifikasi hingga hari ini masih belum mendapatkan perbaikan, hanya ada salah satu solusi yang diberikan yaitu dengan melakukan permintaan kode verifikasi (OTP) melalui fitur LiveChat di laman pajak.go.id. Namun metode permintaan kode OTP melalui fitur LiveChat ini hanya bisa dilakukan pada hari dan jam kerja saja.

Tentunya kendala fitur otentikasi login ke akun DJP Online ini menambah deretan masalah yang telah terjadi sejak 1 Januari 2025 pada sistem aplikasi perpajakan milik DJP akibat dari implementasi sistem baru Coretax DJP.

Saran penulis, agar DJP segera memperbaiki permasalahan mengenai fitur baru untuk sistem keamanan MFA ini. Atau bila dimungkinkan, bahwa fitur keamanan MFA ini dibuka kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menonaktifkan fitur ini secara mandiri (seperti yang diterapkan oleh aplikator di dunia, termasuk juga aplikator besar seperti google, microsoft, dan sebagainya) apabila Wajib Pajak merasa kesulitan dengan adanya tambahan fitur ini. Pada masa-masa sibuk menjelang jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan PPh (baik orang pribadi yang akan berakhir pada 31 Maret 2025 atau badan pada 30 April 2025).

Senin, 17 Februari 2025

Kebijakan Terbaru atas Tata Cara dan Prosedur Pemeriksaan Pajak

Guna melakukan penyesuaian terhadap Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 khususnya dalam pengaturan mengenai pemeriksaan pajak, maka Menteri Keuangan telah menerbitkan ketentuan baru mengenai Pemeriksaan Pajak ini melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 Tahun 2025 tanggal 10 Februari 2025 (PMK 15-2025).

Sebagaimana kita ketahui bahwa Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Direktur Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam pelaksanaannya, pelaksanaan administrasi pemeriksaan ini kewenangannya dilimpahkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Jenis atau Tipe Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan tipe:
  1. Pemeriksaan Lengkap;
  2. Pemeriksaan Terfokus; atau
  3. Pemeriksaan Spesifik.

Jenis Pajak yang Dicakup Dalam Pemeriksaan

Ketentuan mengenai Pemeriksan Pajak yang diatur dalam PMK 15-2025 ini mengatur mengenai pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewaijban perpajakan meliputi satu, beberapa atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak termasuk satu atau beberapa Objek Pajak PBB. Jenis pajak yang dicakup dalam pemeriksaan ini, yang meliputi:
  1. Pajak Penghasilan,
  2. Pajak Pertambahan Nilai,
  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
  4. Bea Meterai,
  5. Pajak Bumi dan Bangunan,
  6. Pajak Penjualan,
  7. Pajak Karbon, dan
  8. pajak lainnya yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Jangka Waktu pemeriksaan pajak yang diatur dalam PMK 15-2025 ini terdiri dari jangka waktu pengujian dan jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.

Jangka waktu pengujian ditetapkan paling lama:
  1. 5 bulan untuk Pemeriksaan Lengkap;
  2. 3 bulan untuk Pemeriksaan Terfokus; atau
  3. 1 bulan Pemeriksaan Spesifik,
terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.

Sedangkan jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan adalah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

Jangka waktu pengujian untuk Wajib Pajak yang terkait dengan:
  1. Wajib Pajak dalam satu grup; dan/atau
  2. Wajib Pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang terindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4 bulan.
Untuk Pemeriksaan Tujuan Lain, jangka waktu Pemeriksaan dilakukan paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

Jangka Waktu Bagi Wajib Pajak untuk Menyampaikan Tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
Wajib Pajak wajib menyampaikan Tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) paling lama 5 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak.
(c)17022025 http://syafrianto.blogspot.com

Kamis, 13 Februari 2025

Pengusaha Kena Pajak Tertentu Dapat Membuat Faktur Pajak di e-Faktur Client Desktop (Aplikasi e-Faktur Lama)

Sebagai tindak lanjut dari hasil RDP dengan Komisi XI DPR RI pada tanggal 10 Februari 2025, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 tanggal 12 Februari 2025 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Tertentu. KEP-54/PJ/2025 ini ditetapkan dengan tujuan untuk memberikan kemudahan dalam pembuatan Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu danuntuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2024 tentang Pembuatan Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu Sehubungan dengan Penerapan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 ini menetapkan bahwa Pengusaha Kena Pajak tertentu yang dapat membuat Faktur Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop dan aplikasi e-Faktur Host-to-Host. Pengusaha Kena Pajak tertentu yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena Pajak yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-24/PJ/2025 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-39/PJ/2025.

Pengusaha Kena Pajak Tertentu yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 ini tetap dapat membuat Faktur Pajak dengan menggunakan modul dalam Portal Wajib Pajak pada Sistem Inti Administrasi Perpajakan (yang dikenal sebagai Coretax System). Ketentuan ini berlaku pada tanggal 12 Februari 2025.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mulai 12 Februari 2025, seluruh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop untuk membuat Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Sehingga sejak 12 Februari 2025, terdapat 3 (tiga) saluran utama untuk pembuatan Faktur Pajak yaitu melalui Coretax DJP, Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) yang terintegrasi dengan Coretax DJP, dan aplikasi e-Faktur Client Desktop.

PKP yang Dapat Menggunakan Aplikasi e-Faktur Client Desktop

Lalu siapakah Pengusaha Kena Pajak Tertentu yang dimaksud dalam Keputusan ini yang dapat memilih menggunakan saluran aplikasi e-Faktur Client Desktop? PKP yang dapat memilih untuk menggunakan saluran aplikasi e-Faktur Client Desktop adalah seluruh PKP, kecuali:
  1. PKP yang dikukuhkan setelah 1 Januari 2025.
  2. PKP yang menjadikan cabang sebagai tempat pemusatan.

Faktur Pajak Tidak Dapat Dibuat Tanggal Mundur (Backdate)

Aplikasi e-Faktur Client Desktop yang dipilih oleh PKP untuk membuat Faktur Pajak ini tidak dapat digunakan untuk membuat Faktur Pajak dengan tanggal mundur (backdate). Jika PKP ingin membuat FP dengan tanggal mundur, maka mereka harus memastikan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) telah tersedia sebelum tanggal penerbitan FP yang dimaksud.

Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) di e-Faktur Client Desktop Memiliki Digit Berbeda dengan di Coretax DJP

NSFP Masa Januari 2025 yang berasal dari aplikasi e-Faktur Client Desktop memiliki 16 digit, sedangkan NSFP yang dibuat di Coretax DJP memiliki 17 digit. Kelak Coretax DJP akan melakukan penambahan secara otomatis satu digit pada NSFP awal yaitu angka 9 pada digit yang ke-5.

Fitur Yang Tersedia di aplikasi e-Faktur Client Desktop

Melalui aplikasi e-Faktur Client Desktop, PKP dapat membuat Faktur Pajak serta melakukan penggantian Faktur Pajak (untuk Faktur Pajak yang dibuat menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop).

Faktur Pajak dengan Kode Transaksi 07 untuk Masa Januari 2025 Tidak Dapat dibuat di aplikasi e-Faktur Client Desktop

Pembuatan Faktur Pajak dengan Kode Transaksi 07 untuk masa Januari 2025 dan seterusnya hanya bisa dilakukan melalui Coretax DJP, karena data yang divalidasi dan di-prepopulated berasal dari sistem Ditjen Bea dan Cukai dan Lembaga Nasional Single Window (LNSW) yang kini hanya dikoneksikan dengan Coretax DJP.

Faktur Pajak dengan Kode Transaksi 06 Tidak Dapat dibuat di aplikasi e-Faktur Client Desktop

pembuatan Faktur Pajak dengan kode transaksi 06 dan 07 tidak dapat dilakukan melalui aplikasi e-Faktur Client Desktop. Pembuatan Faktur Pajak dengan kode tersebut harus dilakukan melalui sistem Coretax DJP

Terdapat Perbedaan Nilai Harga Jual di Cetakan Faktur Pajak dari aplikasi e-Faktur Client Desktop dengan di Coretax DJP

Perbedaan harga jual ini terjadi karena di Coretax DJP, harga jual tidak bisa dikosongkan. Saat ini, perbaikan sudah dilakukan agar harga jual yang dimigrasikan dari aplikasi e-Faktur Client Desktop tetap sama dengan nilai harga jual sebelumnya di Coretax DJP, dengan nilai harga jual yang telah dikurangi diskon.

Hasil Pembuatan Faktur Pajak di aplikasi e-Faktur Client Desktop Tidak Dapat Menghasilkan File PDF

Saat ini, PDF yang dihasilkan dari aplikasi e-Faktur Client Desktop belum dapat diunduh di Coretax DJP. Namun, wajib pajak tetap dapat mengunduh PDF pada aplikasi e-Faktur Client Desktop.

Retur/Pembatalan Faktur Pajak dan Pelaporan SPT Masa PPN Tidak Dapat Dilakukan di aplikasi e-Faktur Client Desktop

Saat ini, proses retur, pembatalan FP, dan pelaporan SPT masa PPN dilakukan melalui Coretax DJP

Data Faktur Pajak di Aplikasi e-Faktur Client Desktop Baru Dapat Ditampilkan di Coretax DJP Setelah H+2 Penerbitan Faktur Pajak

Data FP yang dibuat di aplikasi e-Faktur Client Desktop akan tersedia di Coretax DJP paling lama H+2 penerbitan faktur pajak.

Simpulan Penulis:

Kebijakan kepada para PKP untuk memilih menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop ini hanya berfungsi dalam hal pembuatan Faktur Pajak saja. Sedangkan untuk pelaporan SPT Masa PPN dan Proses retur dan pembatalan Faktur Pajak tetap harus dibuat oleh PKP, yang telah memilih menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop, melalui sistem Coretax DJP.

Bagi PKP yang telah memilih menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop untuk membuat Faktur Pajak ini, perlu mengantisipasi, karena adanya jeda waktu 2 hari saat proses migrasi data Faktur Pajak yang dibuatnya di aplikasi e-Faktur Client Desktop ke sistem Coretax DJP, yang dapat menghambat dalam proses berikutnya yaitu pelaporan SPT Masa PPN.

Selain itu, ada potensi data yang hilang atau berubah saat proses migrasi data Faktur Pajak dari aplikasi e-Faktur Client Desktop ke Coretax DJP. Tentunya potensi ini perlu diantisipasi oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak serta oleh Wajib Pajak juga. Pada saat pelaporan SPT Masa PPN, Wajib Pajak perlu mengecek sekali lagi apakah Faktur Pajak yang telah dibuatnya di aplikasi e-Faktur Client Desktop telah sama dan sesuai dengan data yang muncul di Coretax DJP.